Anda di halaman 1dari 25

BELAJAR DAN PERMASALAHANNYA

Penyusun:

Kelompok 7

Umunailil A`laini : 1713022001

Hanifah Nadia Elokanita : 1713022013

Shafaryanida : 1753022001

Mata Kuliah : Strategi Pembelajaran Fisika

Dosen : Dr. Kartini Herlina, M.Si.

Program Studi Pendidikan Fisika


Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan
Universitas Lampung
2018
ii

PRAKARTA

Puji syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya
penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Belajar dan
Permasalahannya”.

Tak lupa kami sampaikan terima kasih kepada Dr. Kartini Herlina, M.Si.,
yang telah membantu dan membimbing penyusun dalam mengerjakan makalah ini.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu
memberi kontribusi dalam proses pembuatan makalah ini. Penyusun berharap
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 13 November 2018

Penyusun
iii

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKARTA................................................................................................ii

DAFTAR ISI...............................................................................................iii

I. PENDAHULUAN...............................................................................1

II. PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar....................................2

B. Gaya Belajar.....................................................................................8

C. Faktor-Faktor Kesulitan Belajar....................................................12

D. Prinsip-Prinsip Belajar...................................................................14

E. Jenis-Jenis Belajar..........................................................................16

III. PENUTUP

3.1. Simpulan ………………………………………………………...21

DAFTAR PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Strategi Pembelajaran Fisika (SPF) adalah salah satu mata kuliah wajib
yang ditempuh oleh mahasiswa Pendidikan Fisika Universitas Lampung
di semester ketiga. Dalam menempuh mata kuliah ini mengharuskan
mahasiswa menghasilkan produk. Produk tersebut berupa makalah yang
dipresentasikan di dalam kelas dengan pembagian topik atau materi yang
berbeda-beda di tiap kelompok dalam kelas. Setiap mahasiswa
diharapkan berkontribusi dalam pembuatan makalah sebagai produk yang
tentunya menjadi salah satu aspek penilaian yang diperhatikan dalam
mata kuliah ini. Untuk pemenuhan tugas tersebut, maka dibuatnya
makalah ini sebagai produk dari penyusun pada mata kuliah Strategi
Pembelajaran Fisika.

II. PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar

Pada proses belajar melibatkan berbagai faktor–faktor yang turut


menentukan tingkat keberhasilan belajar. Oleh sebab itu, masing–masing
faktor perlu diperhatikan agar proses belajar dapat berhasil sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu itu
sendiri. Selain karakteristik siswa atau faktor–faktor endogen, faktor
eksternal juga dapat mempengaruhi proses belajar siswa. Faktor–
faktor eksternal yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan
non-sosial.
a. Faktor lingkungan non-sosial
Faktor lingkungan non-sosial adalah faktor-faktor di luar
individu yang berupa kondisi fisik yang ada di lingkungan
belajar. Aspek fisik tersebut dapat berupa peralatan sekolah,
sarana belajar, gedung dan ruang belajar, kondisi geografis
sekolah dan rumah, cuaca dan iklim, jarak rumah ke sekolah,
sarana transportasi yang tersedia dan sejenisnya.
(Sriyanti. 2013)
Rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang
terlalu padat dan tak memiliki sarana umum untuk kegiatan
remaja. Misalnya, akan mendorong untuk siswa untuk
berkeliaran ke tempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas
dikunjungi.
(Syah. 2007)
3

Lingkungan sekolah yang baik adalah lingkungan sekolah


yang di dalamnya di hiasi dengan tanaman atau pepohonan
yang dipelihara dengan baik. Sejumlah kursi dan meja belajar
teratur rapi yang ditempatkan di bawah pohon–pohon tertentu
agar anak didik dapat belajar mandiri di luar kelas dan
berinteraksi dengan lingkungan.

Pengalaman telah banyak membuktikan bagaimana panasnya


lingkungan kelas, di mana suatu sekolah yang miskin tanaman
atau pepohonan disekitarnya. Anak didik gelisah hati untuk
keluar kelas lebih besar daripada mengikuti pelajaran di
dalam kelas. Akibatnya daya konsentrasi menurun karena
suhu udara yang panas.
(Djamarah and Bahri. 2011)
Maka, faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah
gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga
siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu
belajar yang digunakan siswa. Faktor-faktor ini dipandang
turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa.

Contohnya, seorang siswa yang rumah nya jauh dari sekolah


mengakibatkan banyaknya waktu dan tenaga yang
dibutuhkan, sehingga konsentrasinya dalam pelajaran
berkurang dikarenakan energi yang siswa keluarkan hanya
untuk perjalanan yang di tempuh dari rumah ke sekolah.
Kemudian ruang kelas yang panas dikarenakan tidak adanya
pendingin ruangan menyebabkan fokus siswa teralihkan
dengan mengipas–ngipasi dirinya. Terakhir, ketika suatu kelas
tengah belajar di laboratorium, kemudian tata letak alat–alat
laboratorium tidak teratur maka banyak waktu yang terbuang
4

sia–sia hanya untuk mencari alat, sehingga tingkat


keberhasilan belajar siswa menjadi rendah.
b. Faktor lingkungan sosial
Faktor sosial adalah faktor–faktor diluar individu yang berupa
manusia. Misalnya, kehadiran orang dalam belajar, kedekatan
hubungan anak dengan orang lain, keharmonisan atau
pertengkaran dalam keluarga, gaya pengasuhan orangtua,
hubungan antar siswa di sekolah, gaya mengajar guru, sikap
guru terhadap siswa dan sebagainya.
(Sriyanti. 2013)
Masyarakat dan tetangga juga teman–teman sepermainan di
sekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat di
lingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak–anak
penganggur akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar
siswa. Paling tidak, siswa tersebut akan menemukan kesulitan
ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi atau
meminjam alat–alat belajar.
(Syah. 2007)
Lingkungan sosial budaya di luar sekolah ternyata sisi
kehidupan yang mendatangkan problem tersendiri bagi
kehidupan anak didik di sekolah. Pembangunan gedung
sekolah yang tak jauh dari hiruk piruk lalu lintas
menimbulkan kegaduhan suasana kelas. Pabrik–pabrik yang
didirikan di sekitar sekolah dapat menimbulkan kebisingian di
dalam kelas. Keramayan sayup–sayup terdengar oleh anak
didik di dalam kelas. Jangankan berbagai gangguan dari
peristiwa di luar sekolah, ada seseorang yang hilir mudik di
sekitar anak pun, dia tidak mampu berkonsentrasi dengan
baik.
(Djamarah and Bahri. 2011)
5

Di lingkungan sosial, dalam belajar anak membutuhkan


bimbingan. Bimbingan ini perlu diberikan untuk mencegah
usaha–usaha yang membuta, hingga anak tidak mengalami
kegagalan, melainkan dapat membawa kesuksesan.
Bimbingan dapat menghindarkan kesalahan dan
memperbaikinya. Bimbingan dapat diberikan sebelum ada
usaha–usaha belajar, atau sewaktu–waktu setelah ada usaha–
usaha yang tidak terpimpin. Tetapi harus diingan bahwa
bimbingan jangan diberikan secara berlebihan, karena hal ini
akan merusak tujuan. Apabila orang yang belajar telah
menguasai inti tugasnya, bimbingan harus dihilangkan.
(Mustaqim and Wahib. 2010)
Maka, faktor yang termasuk lingkungan sosial adalah pada
area sekolah, seperti guru, administrasi, dan teman–teman
dapat mempengaruhi proses belajar seorang siswa. Hubungan
harmonis antara ketiganya dapat menjadi motivasi bagi siswa
untuk belajar lebih baik di sekolah. Perilaku yang simpatik
dan dapat menjadi teladan guru atau administrasi dapat
menjadi pendorong bagi siswa untuk belajar. Contoh, seorang
murid yang tidak menyukai guru pelajaran tertentu pasti juga
akan tidak menyukai pelajaran tersebut, kemudian jika dua
orang siswa yang saling membenci berada dalam kelompok
yang sama, maka dalam kelompok itu akan bersitegang.
2. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu
dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor–faktor
internal ini meliputi faktor fisiologis dan psikologis.
a) Faktor fisiologis
Faktor fisiologis adalah kondisi fisik yang terdapat dalam diri
individu. Faktor fisiologis terdiri dari, keadaan tonus jasmani
6

pada umumnya. Keadaan tonus jasmani secara umum,


misalnya tingkat kesehatan, kelelahan, mengantuk, dan
kebugaran fisik individu, yang kedua, keadaan fungsi – fungsi
jasmani tertentu. Keadaan fungsi – fungsi jasmani tertentu,
terutama yang berkaitan dengan fungsi pancaindra dan
kelengkapan anggota tubuh yang ada dalam diri individu.
(Sriyanti. 2013)
Kondisi umum jasmani dan tonus yang menandai tingkat
kebugaran organ–organ tubuh dan sendi–sendinya, dapat
mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam
mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apalagi
jika disertai pusing kepala berat dapat menurunkan kualitas
ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya pun
kurang atau tidak berbekas. Kondisi organ–organ khusus
siswa, seperti tingkat kesehatan indera pendengar dan indera
penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa
dalam menerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang
disajikan di kelas. Daya pendengaran dan penglihatan siswa
yang rendah akan menyulitkan sensory register dalam
menyerap item – item informasi yang bersifat echoic dan
iconic (gema dan citra).
(Syah. 2007)
Orang yang belajar tidak terlepas dari kondisi fisiknya, maka
adanya anak yang sering sakit prestasinya menurun. Anak
yang cacat misalnya kurang pendengaran, kurang penglihatan
prestasinya pun kurang apabila dibandingkan dengan anak
yang normal. Maka perlulah diperhatikan kondisi fisik anak
yang belajar.
(Mustaqim and Wahib. 2010)
7

Maka, faktor fisiologis adalah faktor yang berhubungan


dengan kondisi fisik individu. Kondisi fisik yang sehat dan
bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan
belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau
sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang
maksimal. Selain itu, pancaindra juga penting dalam hal
fisiologis. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan
mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam
proses belajar merupakan pintu masuk bagi informasi yang
akan diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia
dapat menangkap dunia luar. Pancaindra yang memiliki peran
besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan telinga.
Contohnya, seorang siswa memiliki mata rabun jauh dan
seorang siswa lagi memiliki mata norma, maka pencapaian
yang akan didapat oleh masing–masing siswa akan berbeda.
b) Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah faktor psikis yang ada dalam diri
individu. Faktor–faktor psikis tersebut antara lain tingkat
kecerdasan, motivasi, minat, bakat, sikap, kepribadian,
kematangan dan lain sebagainya.
(Sriyanti. 2013)
Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja
merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas
belajar seorang anak. Meski faktor diluar mendukung, tetapi
faktor psikologis tidak mendukung, maka faktor luar itu akan
kurang signifikan. Oleh karena itu, minat, kecerdasan, bakat,
motivasi, dan kemampuan – kemampuan kognitif adalah
faktor – faktor psikologis yang utama mempengaruhi
prosesdan hasil belajar anak didik.
(Djamarah and Bahri. 2011)
8

Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat


mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran
siswa. Namun, di antara faktor-faktor rohaniyah siswa yang
pada umumnya dipandang lebih essensial adalah tingkat
kecerdasan/intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa dan
motivasi siswa.
(Syah. 2007)
Semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja
mempengaruhi belajar seseorang. Artinya belajar bukanlah
berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor luar dan
faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam
tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan
intensitas belajar seorang anak. Minat, kecerdasan, bakat,
motivasi, dan kemampuan-kemampuan kognitif adalah faktor-
faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil
belajar peserta didik.

Contohnya, ketika guru memberi materi di depan kelas,


seorang siswa sangat sulit paham jika tidak ia tulis dalam
buku dan seorang siswa yang lain mudah paham dalam sekali
dengar, itu menyebabkan tingkat keberhasilan siswa dalam
belajar sangat berbeda. Kemudian sebagian besar siswa di
dalam kelas menulis dengan menggunakan tangan kanan dan
sebagian kecil siswa menggunakan tangan kiri.

B. Gaya Belajar

Keaktifan seseorang dalam belajar sangat dipengaruhi oleh bagaimana gaya


belajarnya. Artinya, setiap orang memiliki gaya belajar yang dianggapnya
sesuai atau tepat bagi prosesnya mempelajari suatu hal. Setiap orang
9

mempunyai gaya belajar sendiri-sendiri dan tidak dapat dipaksakan untuk


menggunakan gaya yang seragam.
(Damayanti and Pratitis. 2012:88)

Gaya belajar adalah cara yang digunakan oleh seseorang untuk menerima
informasi dari lingkungan, menyerap dan kemudian mengatur serta
mengolah informasi (Damayanti and Pratitis. 2012:90).
Banyak ahli yang mengategorikan gaya belajar berdasarkan preferensi
kognitif, profil kecerdasan, dan preferensi sensori. Dalam makalah ini,
menggunakan preferensi sensori yaitu gaya belajar visual, auditorial, dan
kinestetik karena dalam proses kegiatan belajar siswa dapat diamati melalui
alat indera. Berdasarkan preferensi sensori, pelajar visual belajar melalui
sesuatu yang mereka lihat, auditorial belajar dengan cara mendengar, dan
kinestetik belajar dengan gerak, bekerja, dan menyentuh.
(Bire, et al. 2014:169)

Gaya belajar visual adalah gaya belajar dengan cara melihat, mengamati,
memandang, dan sejenisnya. Kekuatan gaya belajar ini terletak pada indera
penglihatan. Mata adalah alat yang paling peka untuk menangkap setiap gejala
atau stimulus (rangsangan) belajar.
(Papilaya and Huliselan. 2016:58)

Individu dengan gaya belajar visual biasanya lebih akrab dengan media yang
menekankan pada indera penglihatan. Misalnya melalui gambar-gambar,
simbol-simbol, ilustrasi, mencatat dengan pemberian warna, grafik, tulisan,
tayangan slide show, animasi, virtual laboratorium, dan sebagainya.

Gaya belajar auditorial adalah gaya belajar dengan cara mendengar. Individu
lebih dominan dalam menggunakan indera pendengaran untuk melakukan
aktivitas belajar. Mudah belajar, mudah menangkap stimulus atau rangsangan
10

apabila melalui alat indera pendengaran (telinga). Individu dengan gaya


belajar auditorial memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk mendengar.
(Papilaya and Huliselan. 2016:59)

Individu dengan gaya belajar auditorial biasanya lebih nyaman jika belajar
dengan diskusi. Individu auditorial biasanya dominan pada penggunaan media
yang menekankan indera pendengaran seperti persentasi di kelas dengan
diikuti sesi diskusi tanya-jawab, mendengarkan materi yang berbentuk audio
(bisa dengan merekam penjelasan guru), video dengan penjelasan yang
bersuara, dan sebagainya.

Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar dengan cara bergerak, bekerja, dan
menyentuh. Maksudnya ialah belajar dengan mengutamakan indera perasa
dan gerakan-gerakan fisik. Individu dengan gaya belajar ini lebih mudah
menangkap pelajaran apabila bergerak, meraba, atau mengambil tindakan.
(Papilaya and Huliselan. 2016:59)

Individu dengan gaya belajar kinestetik lebih nyaman belajar dengan


melibatkan pergerakan atau aktivitas, seperti menggerak-gerakkan pena atau
menggoyang goyangkan kakinya ketika berpikir. Biasanya individu kinestetik
lebih dominan menyukai belajar yang melibatkan fisik, seperti praktikum.

Berikut ini disajikan tabel ciri-ciri tiap individu yang masing-masing memiliki
gaya belajar visual, auditorial, atau pun kinestetik.
Tabel ciri-ciri gaya belajar
Ciri-Ciri Gaya Belajar
No.
Visual Auditorial Kinestetik
1. Menyukai Lebih Selalu berorientasi 11
kerapian pandai mengeja dengan fisik dan
dengan keras dari banyak
pada Bergerak
menuliskannya.
2. Berbicara Saat bekerja Berbicara dengan
cenderung lebih cepat sering perlahan
berbicara pada
diri sendiri
3. Lebih mudah Lebih mudah Banyak
mengingat apa belajar dengan menggunakan isyarat
yang dilihat daripada mendengarkan tubuh
yang didengar dan mengingat
apa yang
didiskusikan
daripada yang
dilihat
4. Tidak mudah Mudah Ingin
terganggu terganggu oleh melakukan segala
dengan keributan saat keributan atau sesuatu (eksplor ilmu
belajar hiruk pikuk yang didapat)
disekitarnya
5. Pembaca Sering Menggunakan jari
yang cepat dan tekun menggerakkan sebagai
bibir penunjuk ketika
dan mengucapkan membaca
tulisan dibuku
ketika
membaca
6. lebih suka membaca Suka Tidak dapat
sendiri dari pada berbicara, duduk diam untuk
dibacakan orang lain berdiskusi, dan waktu lama
menjelaskan
sesuatu dengan
panjang lebar
7. Lebih menyukai seni Lebih suka musik Menyukai
daripada musik, daripada seni permainan yang
yang menyibukkan
lainnya
8. Seringkali mengetahui Kesulitan untuk Berdiri dekat ketika
apa menulis tetapi berbicara dengan orang
yang harus dikatakan mudah dalam
akan tetapi tidak bercerita
pandai memilih kata-
kata
9. Kadang-kadang Dapat Menyentuh untuk
suka kehilangan mengulangi mendapatkan perhatian
konsentrasi ketika kembali dan
ingin memperhatikan. menirukan nada,
12

birama, dan
warna suara
dengan mudah
(Papilaya and Huliselan. 2016:58-59)

Setiap siswa memiliki ketiga gaya belajar tersebut, hanya saja satu gaya
biasanya lebih mendominasi (Bire, et al. 2014:169). Dengan perbedaan ciri
pada tiap gaya belajar tersebut, maka tiap individu dapat memeriksa dirinya
sendiri gaya belajar manakah yang dimilikinya, dengan begitu dapat
menyesuaikan belajar yang seperti apa, dengan media apa sehingga hasil
belajar dapat maksimal.

C. Faktor-faktor Kesulitan Belajar

Menurut Muhibin Syah, kesulitan belajar siswa biasanya tampak dari


menurunnnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Selain itu, juga
dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan
berteriak-teriak di dalam kelas, berkelahi, mengusik teman, sering tidak
masuk dari sekolah, dan sering minggat dari sekolah.

(Syah. 2007)

Menurut Syah, faktor-faktor penyebab kesulitan belajar secara garis besar


terdiri atas dua macam, yakni faktor intern siswa dan faktor ekstern siswa,
meliputi:

a. Faktor intern siswa, merupakan hal-hal atau keadaan-keadaan yang


muncul dari dalam diri siswa, meliputi gangguan psiko-fisik siswa
(Syah. 2007):
1) Bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya
kapasitas intelektual/intelegensi siswa (Syah. 2007). Hal ini
dapat dapat muncul ketika siswa mengalami kesulitan dalam
13

mengikuti proses pembelajaran, seperti daya serap yang kurang


sehingga sulit mengerti apa yang disampaikan guru.
2) Bersifat afektif (ranah rasa), seperti labilnya emosi dan sikap
(Syah. 2007). Dapat muncul ketika siswa mudah stres ketika
tidak mengerti suatu materi belajar atau mudah tersinggung
dengan perkataan teman sehingga memicu perkelahian.
3) Bersifat psikomotorik (ranah karsa), seperti terganggunya alat-
alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telinga) (Syah.
2007). Contohnya pada siswa yang memiliki kekurangan
dalam penglihatan matanya (rabun jauh) yang sulit melihat
secara jelas apabila ia berada di tempat yang jaraknya
melampaui titik jauhnya namun belum memiliki kacamata
yang dapat membantu penglihatannya dapat mengalami
kesulitan belajar.
b. Faktor ekstern siswa, hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari
luar diri siswa, meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar
yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa (Syah. 2007).
1) Lingkungan keluarga, seperti ketidakharmonisan hubungan
antara ayah dengan ibu (Syah. 2007). Ketidakharomonisan
hubungan keluarga berpengaruh pada psikologis anak sehingga
memiliki emosi yang kurang stabil. Akibatnya anak cenderung
kurang siap dalam menerima materi belajar di kelas.
2) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya wilayah
perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan
yang nakal (Syah. 2007). Lingkungan perkampungan yang
kumuh dan sesak lebih berpotensi memicu kebisingan yang
dapat mengganggu konsentrasi belajar siswa. Lalu teman
sepermainan yang nakal juga bisa membawa pengaruh buruk
terhadap siswa. Misalnya, terlalu sering main hingga tidak
mengerjakan PR pada akhirnya tidak belajar.
14

3) Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung


sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-
alat belajar yang berkualitas rendah (Syah. 2007). Letak
gedung sekolah yang dekat pasar cenderung berpotensi
memicu kebisingan ditambah lagi lalu lalang kendaraan yang
melewati pasar tersebut. Kondisi guru yang kurang mantap
dalam konsep serta dalam penyampaian ilmunya juga dapat
mempengaruhi siswa dalam proses belajar. Misalnya ketika
melakukan praktikum Hukum Ohm ketika merangkai alat
siswa hanya mengikuti apa yang dilakukan gurunya ketika
demonstrasi tanpa mengerti konsep aliran listrik serta fungsi
masing-masing bagian-bagian alat yang digunakan terlebih
dahulu sehingga siswa mengalami kesulitan dalam belajarnya.
Alat-alat belajar yang berkualitas rendah seperti meja dan kursi
yang sudah reyot sehingga rentan patah sehingga siswa
mengalami kesulitan ketika menulis mencatat materi.

D. Prinsip-prinsip Belajar

Prinsip- prinsip belajar adalah sebagai berikut :

1. Perhatian dan motivasi


Perhatian mempunyai peranan penting dalam kegiatan pembelajaran,
tanpa adanya perhatian maka pelajaran yang diterima dari pendidik
adalah sia-sia. Bahkan dalam kajian teori belajar terungkap bahwa tanpa
adanya perhatian tak mungkin terjadi belajar. Perhatian terhadap
pelajaran akan timbul pada peserta didik apabila bahan pelajaran itu
sesuai kebutuhannya, sehingga termotivasi untuk mempelajari secara
serius. Jadi motivasi merupakan suatu tenaga yang menggerakkan dan
mengarahkan aktivitas.
(Ali. 2013)
15

2. Keaktifan Belajar
Keaktifan belajar merupakan tindakan dan perilaku peserta didik yang
kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua
subyek, yaitu dari peserta didik dan pendidik. Dari segi pesera didik,
belajar dialami sebagai suatu proses, mereka mengalami proses mental
dalam menghadapi bahan ajar. Dari segi pendidik proses pembelajaran
tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang sesuatu hal.
Kecenderungan psikologi dewasa ini menganggap bahwa anak adalah
mahluk yang aktif.
(Ali. 2013)
Sehingga dalam proses belajar memerlukan keaktifan, khususnya peserta
didik. Peran guru dalam prinsip ini adalah membuat bagaimana peserta
didik agar aktif dalam proses belajar.

3. Keterlibatan Langsung/Berpengalaman
Dalam diri peserta didik terdapat banyak kemungkinan dan potensi yang
akan berkembang. Potensi yang dimiliki peserta didik berkembang ke
arah tujuan yang baik dan optimal.
(Ali. 2013)
Keterlibatan langsung dapat memberikan potensi pada peserta didik
dalam proses pembelajaran.

4. Pengulangan
Pengulangan dalam kaitannya dengan pembelajaran adalah suatu
tindakan atau perbuatan berupa latihan berulangkali yang dilakukan
peserta didik yang bertujuan untuk lebih memantapkan hasil
pembelajarannya. Pemantapan diartikan sebagai usaha perbaikan dan
sebagai usaha perluasan yang dilakukan melalui pengulangan.
(Ali. 2013)
16

5. Tantangan
Apabila pendidik menginginkan peserta didiknya berkembang dan selalu
berusaha mencapai tujuan, maka pendidik harus memberikan tantangan
dalam kegiatan pembelajaran. Tantangan dalam kegiatan pembelajaran
dapat diwujudkan melalui bentuk kegiatan, bahan, dan alat pembelajaran
yang dipilih untuk kegiatan tersebut.
(Ali. 2013)

6. Perbedaan Individual
Pada dasarnya tiap individu merupakan satu kesatuan, yang berbeda
antara satu dengan yang lainnya. Tidak ada yang sama baik dari aspek
fisik maupun psikis.
(Ali. 2013)

E. Jenis-Jenis Belajar

Keanekaragaman jenis belajar itu muncul dalam dunia pendidikan sejalan


dengan kebutuhan manusia yang juga bermacam-macam. Jenis-jenis belajar
sebagai berikut :

1. Belajar Abstrak
Belajar Abstrak ialah belajar dengan menggunakan cara-cara berpikir
abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan
pemecahan masalah-masalah yang tidak nyata. Dalam mempelajari
generalisasi. Termasuk dalam jenis ini misalnya belajar matematika,
kimia, kosmografi, astronomi dan juga sebagian materi bidang agama
seperti tauhid.
(Umami. 2010)
17

2. Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan
gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan
otot-otot. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan
jasmaniah tertentu. Dalam belajar jenis ini latihan-latihan intensif dan
teratur amat diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini misalnya
belajar olahraga, musik, menari, melukis, memperbaiki benda-benda
elektronik, dan juga sebagian materi pelajaran agama, seperti shalat dan
haji.
(Umami. 2010)

3. Belajar Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah
dan teknik-teknik untuk memecahkan tersebut. Tujuannya adalah untuk
menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-
masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah
kelompok dan masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nafsu
demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau
kelompok lain untuk memenuhi kebutuhan secara berimbang dan
profesional.
(Umami. 2010)

Social learning theory emphasizes the prominent roles played by


vicarious, symbolic, and self-regulatory processes in psychological
functioning (Bandura. 1976:vii).

Teori pembelajaran sosial menekankan peran utama yang dimainkan oleh


proses perwakilan, simbolis, dan pengaturan diri dalam fungsi psikologis
(Bandura. 1976:vii).
18

In the social learning view of interaction, analyzed fully later as a


process of reciprocal determinism, behavior, other personal factors,
and environmental factors all operate as interlocking determinants of
each other (Bandura. 1976:10).

Dalam pandangan interaksi sosial, dianalisis sepenuhnya kemudian


sebagai proses determinisme timbal balik, perilaku, faktor pribadi lainnya,
dan faktor lingkungan semua beroperasi sebagai faktor penentu saling
terkait satu sama lain (Bandura. 1976:10).

4. Belajar Pemecahan Masalah


Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan
metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur dan
teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan
kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.
Untuk itu kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep prinsip-
prinsip dan generalisasi serta insight (titik tilikan akal) amat diperlukan.
(Umami. 2010)

Problem-based learning exposes students to a complicated


situation or incident and encumbers them with the role of “
possession of” the problem or of “responsibility for” the incident.
Problem-based learning represents a learning based on
experience, which calls for the active use of both the mind and
skills of the individuals.
(Hidayet)

Pembelajaran berbasis masalah menghadapkan siswa pada situasi atau


insiden yang rumit dan membebani mereka dengan peran "memiliki"
masalah atau "tanggung jawab atas" kejadian. Pembelajaran berbasis
masalah merupakan pembelajaran berdasarkan pengalaman, yang
menyerukan penggunaan aktif baik pikiran dan keterampilan individu.
(Hidayet)
19

5. Belajar Rasional
Belajar rasional ialah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir
secara logis dan rasional (sesuai dan akal sehat). Tujuannya ialah untuk
memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan
konsep-konsep.
(Umami. 2010)

6. Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru
atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan,
selain menggunakan perintah, suri teladan, dan pengalaman khusus, juga
menggunakan hukuman dan gagasan. Tujuannya agar siswa memperoleh
sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan
positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu
(kontekstual).
(Umami. 2010)

7. Belajar Apresiasi
Belajar Apresiasi adalah belajar mempertimbangkan arti penting atau
nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan
mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skills) yang dalam hal
ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu
misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik, dsb.
(Umami. 2010)
8. Belajar Pengetahuan
Belajar Pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan
penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Tujuan
belajar pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau menambah
informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya
lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya,
20

misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratoium dan penelitian


lapangan.
(Umami. 2010)

Indeed, “context” comes from the Latin origin contexere, "to weave
together". In the case of learning, this stresses that context is seen as
being woven together with the act of learning, rather than around it,
as conveyed by the word “environment”. This means, in our case,
that context holds in itself the seed of content and content holds in
itself the seed of context, so that, like day and night, one generates
the other and one may not exist without the other.
(Figueiredo. 2005)

Memang, "konteks" berasal dari asal Latin contexere, "menenun


bersama-sama". Dalam kasus pembelajaran, ini menekankan bahwa
konteks dipandang sebagai terjalin bersama dengan tindakan
pembelajaran, bukan di sekitarnya, seperti yang disampaikan oleh kata
"lingkungan". Ini berarti, dalam kasus kita, konteks itu sendiri
mengandung benih konten dan konten yang menyimpan benih konteks itu
sendiri, sehingga, seperti siang dan malam, yang satu menghasilkan yang
lain dan yang satu mungkin tidak ada tanpa yang lain.
(Figueiredo. 2005)

Content is information that has been structured and encoded as text,


multimedia materials, the spoken word of the teacher, or any other
means. Context is the set of circumstances that are relevant for the
learner to build knowledge when referring to content.
(Figueiredo. 2005)

Konten adalah informasi yang telah terstruktur dan dikodekan sebagai


teks, materi multimedia, kata yang diucapkan guru, atau cara lain apa
pun. Konteks adalah serangkaian keadaan yang relevan bagi pelajar untuk
membangun pengetahuan ketika mengacu pada konten.
(Figueiredo. 2005)
III. PENUTUP

A. Simpulan
Adapun simpulan yang dapat diperoleh dari makalah ini yaitu
sebagai berikut:
1. Pada proses belajar melibatkan berbagai faktor–faktor yang
turut menentukan tingkat keberhasilan belajar yang masing–
masing perlu diperhatikan agar proses belajar dapat berhasil
sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi belajar meliputi faktor eksternal dan faktor
internal. Faktor eksternal terdiri dari faktor lingkungan non-
sosial dan faktor lingkungan sosial. Faktor internal terdiri dari
faktor fisiologis dan faktor psikologis.
2. Gaya belajar meliputi gaya belajar visual, auditorial, dan
kinestetik. Kekuatan gaya belajar visual pada indra
penglihatan, auditorial dominan menggunakan indra
pendengaran, dan kinestetik mengutamakan indra peraba dan
gerakan-gerakan fisik.
3. Faktor-faktor kesulitan belajar secara garis besar terdiri dari
faktor intern siswa dan fator ekstern siswa. Faktor intern siswa
meliputi yang bersifat kognitif, afektif, dan psikomotor. Faktor
ekstern siswa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan
masyarakat, dan lingkungan sekolah.
4. Prinsip-prinsip belajar meliputi perhatian dan motivasi,
keaktifan belajar, keterlibatan langsung/berpengalaman,
pengulangan, tantangan, dan perbedaan individual.
5. Jenis-jenis belajar meliputi belajar abstrak, belajar
keterampilan, belajar sosial, belajar pemecahan masalah,
belajar rasional, belajar kebiasaan, belajar apresiasi, dan belajar
pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Hasniyati Gani. 2013. “Prinsip-Prinsip Pembelajaran dan Implikasinya Terhadap


Pendidik dan Peserta Didik”. Jurnal Al-Ta’dib. Vol. 6, No. 1, pp. 31-38.

Bandura, Albert. 1976. Social Learning Theory. New Jersey : A Paramount


Communications Company.

Bire, Arylien Ludji, et al. 2014. “Pengaruh Gaya Belajar Visual,


Auditorial, dan Kinestetik terhadap Prestasi Belajar Siswa”. Jurnal
Kependidikan, Vol. 44, No. 2.

Damayanti, Andia Kusuma and Pratitis, Niken Titi. 2012. “Gaya Belajar Ditinjau dari
Tipe Kepribadian dan Jenis Kelamin”. Jurnal Psikologi Indonesia, Vol. 1, No.
2.

Djamarah and Bahri, Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Figueiredo, António Dias de. 2005. “Learning Contexts: a Blueprint for Research”.
Interactive Educational Multimedia, Number 11 (October 2005), pp. 127-139.

Hidayet. Learning and Teaching: Theories, Approachies and Models. Zirve


University: Faculty of Education.

Mustaqim and Wahib, Abdul. 2010. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Papilaya, Jeanete Ophilia and Huliselan, Neleke. 2016. “Identifikasi Gaya Belajar
Mahasiswa”. Jurnal Psikologi Undip, Vol. 15, No. 1

Sriyanti, Lilik. 2013. Psikologi Belajar. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Syah, Muhibbin. 2007. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Umami, Nahdiatul. 2010. Belajar. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai