Anda di halaman 1dari 46

PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP) UNTUK SURVEI

KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN KONSERVASI

M. BISMARK

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan


Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan,
Kementerian Kehutanan, Indonesia
Kerjasama Dengan:
International Tropical Timber Organization (ITTO)
Bogor, 2011
PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP)
UNTUK SURVEI KERAGAMAN JENIS PADA
KAWASAN KONSERVASI

Oleh.
M. BISMARK

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan


Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Kementerian Kehutanan, Republik Indonesia
Kerjasama dengan
International Tropical Timber Organization (ITTO)
Bogor, 2011

i
PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP)
UNTUK SURVEI KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN
KONSERVASI
ISBN: 978-602-99985-7-3
Laporan Teknis No 13, November 2011.
Oleh : Prof. Ris. Dr. Drs. M. Bismark, M.S.

Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan pada. Program ITTO PD 519/08 Rev.1
(F): Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And
Forest Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park,
Indonesia.

Kerjasama Antara:
 Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for
Climate Change and Policy Research and Development)
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Tel: +62-251-8633944
Fax: +62-251-8634924
Email: conservation_redd@yahoo.com
Website: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
 LATIN –Tthe Indonesian Tropical Institute
Jl. Sutera No. 1 Situgede, Bogor, Jawa Bara,t Indonesia
Tel: +62-251-8425522/8425523
Fax: +62-251-8626593
Email: latin@latin.or.id and aaliadi@latin.or.id
Website: www.latin.or.id
 Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian Kehutanan
Jalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, Indonesia
Tel: +62-331-335535
Fax: +62-331-335535
Email: meru@telkom.net
Website: www.merubetiri.com

Copyright © 2011.

Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610
Tel/Fax: +62-251-8633944
Email: conservation_redd@yahoo.com
Web site: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id

ii
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................ iii
Daftar Gambar............................................................................................... iv
Ringkasan....................................................................................................... v
1. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2. Tujuan.................................................................................................... 2
2. CATATAN PENTING PELAKSANAAN SURVAI BIODIVERSITAS 2
2.1. Menentukan Wilayah Survai................................................................. 2
2.2. Menyiapkan Tally Sheet dan Dokumentasi ......................................... 3
2.3. Menyiapkan Peta Lapangan dan GPS .................................................. 3
2.4. Menyediakan Peralatan Lapangan ...................................................... 3
2.5. Menentukan Lama dan Waktu Survai ................................................. 3
2.6. Mempertimbangan Keselamatan......................................................... 4
2.7. Mengetahui Sumber Bias...................................................................... 5
3. SURVAI VEGETASI.................................................................................. 6
3.1. Informasi Umum................................................................................... 6
3.2. Metode Survai....................................................................................... 6
3.3. Analisis Data......................................................................................... 7
4. SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)..................................................... 8
4.1. Informasi Umum.................................................................................... 8
4.2. Metode Survai Mamalia.......................................................................... 8
4.3. Trik Pengamatan Mamalia dan Pengambilan Data Tambahan............... 11
4.4. Analisis Data.......................................................................................... 14
5. SURVAI BURUNG...................................................................................... 16
5.1. Informasi Umum..................................................................................... 16
5.2. Metode Survai Populasi Burung............................................................. 17
5.3. Analisis Data.......................................................................................... 18
6. SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI) ........ 18
6.1. Informasi Umum..................................................................................... 18
6.2. Metode Survai ........................................................................................ 19
6.3. Analisis Data.......................................................................................... 20
7. SURVAI SERANGGA................................................................................ 21
7.1. Informasi Umum.................................................................................... 21
7.2. Metode Survai Serangga 21
8. 8. SURVAI PENYU................................................................................... 22
9. PENUTUP..................................................................................................... 22
LAMPIRAN................................................................................................... 23
1. SOP UNTUK SURVAI VEGETASI..................................................... 23
2. SOP SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)........................................ 25
3. SOP SURVAI BURUNG ..................................................................... 29
4. SOP SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN
KATAK/AMFIBI) ................................................................................. 31
5. SOP SURVAI SERANGGA.................................................................. 35
6. SOP SURVAI PENYU........................................................................... 37

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Pola penempatan transek................................................................. 8


Gambar 2 Pengamatan dengan transek jalur..................................................... 9
Gambar 3 Pengamatan dengan transek garis ................................................... 9
Gambar 4 Perangkap mamalia kecil................................................................. 11

iv
RINGKASAN

Untuk menunjang kegiatan REDD+, survai keragaman jenis (biodiversitas)


diperlukan sebagai data dasar (baseline) dan untuk monitoring dampak
kegiatan REDD terhadap dinamika populasi dan keragaman jenis, Hal ini
disyaratkan oleh standard sukarela, seperti CCBA (Climate and Community
Biodiversity Alliance). Dalam mekanisme REDD+, survai tersebut merupakan
bagian dari rencana pemantauan biodiversitas untuk mengkaji dampak
kegiatan REDD+ selama masa kegiatan proyek.
Untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ dan keakuratan hasil survai
biodiversits, diperlukan adanya metode ilmiah sebagai SOP (Standard
Operating Procedur). Pada SOP ini, keragaman jenis hanya meliputi elemen
hewan dan tumbuhan tidak termasuk mikro-organisme. Dengan adanya SOP
ini, masyarakat dapat dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung
program REDD+. Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis
sangat diharapkan dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
dan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada
akhirnya akan memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap
lingkungan dan pelestarian biodiversitas.
Pada SOP ini, survai keragaman jenis meliputi survai vegetasi, survai mamalia,
survai burung, survai hepertofauna, survai serangga dan survai penyu. Selain
itu juga diinformasikan catatan penting dalam pelaksanaan survai. SOP ini
akan terus disempurnakan seiring dengan pengalaman dalam pelaksanaan
survai di TN Meribetiri, sebagai proyek percontohan kegiatan REDD+

Kata Kunci: Biodiversitas, flora dan fauna, REDD+, TN Merubetiri.

v
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD atau Reduce
Emissions from Deforestation and Degradation) merupakan inisiasi perubahan
iklim global dimana negara maju dan sektor swasta diharapkan dapat
memberikan pembayaran sebagai kompensasi terhadap negara berkembang
yang mengelola hutannya secara lestari. REDD merupakan pendekatan baru
untuk mitigasi perubahan iklim, yang memberikan pengakuan lebih besar
terhadap pentingnya perlindungan dan pengelolaan sumberdaya hutan tropis di
negara berkembang. Perkembangan selanjutnya diperluas cakupannya menjadi
REDD+ yang memasukkan aspek konservasi, biodiversitas pengelolaan hutan
lestari dan peningkatan serapan.
Meskipun kegiatan utama skema REDD+ adalah penurunan emisi, upaya
konservasi dan mempertahankan biodiversitas merupakan salah satu manfaat
tambahan (co-benefits) kegiatan REDD+ yang sangat penting dan diakui dunia.
Karena dipandang bahwa keragaman jenis memainkan peranan penting dalam
mempertahankan ekosistem sekarang dan untuk masa yang akan datang.
Kegiatan Survai keragaman jenis (biodiversitas) diperlukan untuk
mendemonstrasikan keberadaan atau ketidak beradaan nilai-nilai kualitas
ekosistem dan konservasi seperti jenis-jenis yang secara regional dan global
terancam populasinya. Selain itu, data dan informasi tentang keragaman jenis
diperlukan sebagai data dasar (baseline) dan dasar kegiatan monitoring dampak
kegiatan proyek REDD terhadap dinamika populasi dan keragaman jenis
sebagaimana disyaratkan oleh standard sukarela, seperti CCBA (Climate and
Community Biodiversity Alliance). Dalam mekanisme REDD+, survai tersebut
merupakan bagian dari rencana pemantauan biodiversitas untuk mengkaji
dampak kegiatan REDD+ selama masa kegiatan proyek.
Keragaman jenis merujuk kepada jenis, kelimpahan jenis, komposisi genetik
dan komunitas, ekosistem dan bentang alam yang ada. Definisi lain
menyederhanakan keragaman jenis sebagai kehidupan dalam segala bentuknya
dan segala tingkatannya. Kehidupan dalam segala bentuknya meliputi
tumbuhan, hewan, jamur dan bentuk mikro-organisme lain. Pada berbagai
tingkatan keragaman jenis merujuk pada tingkatan gen, jenis dan ekosistem.
Untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ dan keakuratan hasil survai
biodiversits, diperlukan adanya metode ilmiah sebagai SOP (Standard
Operating Procedur). Pada SOP ini, keragaman jenis hanya meliputi elemen
hewan dan tumbuhan tidak termasuk mikro-organisme. Dengan adanya SOP
ini, masyarakat dapat dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung
program REDD+. Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis
sangat diharapkan dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

1
dan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada akhirnya
akan memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap lingkungan dan
pelestarian biodiversitas.
1.2. Tujuan
Survai keragaman jenis pada program REDD+ dilaksanakan untuk
mendapatkan data dasar keragaman jenis yang diperlukan, yaitu untuk (1);
identifikasi jenis prioritas dan indikator kualitas ekosistem serta upaya
konservasi dimasa yang akan datang (2); persyaratan validasi; dan (3) membuat
rencana pemantauan keragaman jenis pada lokasi REDD selama jangka waktu
proyek.
SOP ini disusun berdasarkan studi pustaka dan hasil kajian keanekaragaman
jenis, pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman lapang. SOP dimaksudkan
sebagai petunjuk umum dalam pelaksanaan survai biodiversitas, khususnya di
kawasan konservasi guna mendukung kegiatan-kegiatan REDD+ dengan cara
yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV).

2. CATATAN PENTING PELAKSANAAN SURVAI BIODIVERSITAS


2.1. Menentukan Wilayah Survai
Penentuan wilayah survai biodiversitas dilakukan dengan pertimbangan sebagai
berikut:
Survai biodiversitas dilaksanakan terutama di kawasan High Conservation
Value Forest (HCVF) (Apabila telah ditentukan, berdasarkan SK Dirjen
PHKA).
Apabila HCVF belum ditentukan, survai dilaksanakan pada wilayah yang
mewakili zona Taman Nasional seperti : Zona Inti, Zona Rimba, Zona
Pemanfaatan dan Zona Rehabilitasi,
Pada masing-masing zona tersebut, lokasi pengamatan dapat dijadikan
Petak Contoh Permanen (Permanen Sample Plot atau PSP), dengan
mempertimbangkan kriteria yaitu: keterwakilan areal survai, kondisi
biofisik lanskap, tipe ekosistem, kekompakan kawasan, keberadaan habitat
dan biodiversitas fauna flora indikator, aksesibilitas dan tingkat kerawanan.
Kegiatan survai selanjutnya dilakukan di areal (lokasi PSP) yang mewakili
setiap zonasi Taman Nasional
Selain untuk pengamatan biodiversitas, PSP lain juga dapat dikembangkan
menjadi petak percontohan (demonstration plot) pemanfaatan flora atau
satwa pada zona tertentu.

2
2.2. Menyiapkan Tally Sheet dan Dokumentasi
Beberapa tally sheet harus disiapkan untuk menjamin bahwa setiap parameter
yang diperlukan dapat dikumpulkan dan tercatat dengan baik. Data dan
informasi perlu didokumentasikan dengan baik termasuk tally sheet/data, dan
foto-foto. Pemahaman dasar pembuatan spesimen juga perlu dipahami.
Spesimen harus diberi label informasi, seperti lokasi, tanggal, jenis kelamin,
keterangan habitat, kolektor dan nomor katalog.

2.3. Menyiapkan Peta Lapangan dan GPS


Peta-peta harus dikumpulkan karena sangat diperlukan untuk setiap survai
biodiversitas. Peta dasar, vegetasi, topografi, dan peta lainnya digunakan untuk
menentukan lokasi dan penempatan petak contoh atau transek. Penggunaan GPS
sangat membantu dalam menentukan lokasi kordinat dan menghasilkan peta
lapangan yang akurat.

2.4. Menyediakan Peralatan Lapangan

Sebelum pelaksanaan survai, sangat penting untuk menyiapkan peralatan yang


diperlukan. Peralatan tersebut harus dicek dan dikalibrasi sebelumya agar siap
digunakan. Anggota survai harus memastikan bahwa peralatan tersebut dapat
berfungsi dengan baik. Peralatan dasar survai yaitu peta-peta, altimeter, kompas,
pita ukur, tali, pisau, gunting, penanda (tags), palu, clinometer, hagameter,
kantong plastik, kaliper, kamera, binokular, GPS, peralatan keselamatan (senter,
jas hujan, obat-obatan dan sebagainya) dan peralatan komunikasi (HT, HP,
Komputer dsb)

2.5. Menentukan Lama dan Waktu Survai


Survai biodiversity yang menyeluruh memerlukan waktu yang relatif lama,
khususnya pada daerah dengan habitat yang beragam. Penting untuk
menentukan strategi yang dapat memaksimalkan hasil survai dan dapat
mengidentifikasi satwa atau flora yang penting di masing-masing habitat.
Pertimbangan dapat berupa kriteria seperti posisi geografis, tipe hutan atau
penutupan lahan. Waktu dan terbatasnya anggaran dapat menjadi faktor
pembatas yang mempengaruhi jenis fauna yang dapat disurvai. Musim juga
penting untuk dipertimbangkan. Selama musim kemarau di beberapa tempat
mata air mengering sehingga beberapa jenis mamalia dan burung yang
tergantung air, akan berkumpul di lokasi yang masih menyediakan air. Ini
adalah saat yang tepat untuk melakukan survai karena beberapa jenis hewan
mudah dijumpai dan didokumentasikan.
2.6. Mempertimbangan Keselamatan
Pelaksanaan survai dapat dilakukan di daerah terpencil yang jauh dari sumber
pengobatan. Pekerjaan survai mengandung resiko tinggi terhadap terjadinya

3
kecelakaan. Oleh sebab itu beberapa tips menyangkut keselamatan adalah
sebagai berikut :
Selalu berkerja berdampingan. Hal ini penting agar bila terjadi kecelakaan
ada kawan yang memberikan pertolongan. Juga kemungkinan tersesat akan
berkurang apabila bekerja tidak sendirian.
Bertahukan kapan kira-kira suatu tim kembali, agar dapat dipastikan tim
survai kembali pada waktunya.
Melengkapi dengan peralatan keselamatan. Gunakan kompas apabila
menyimpang dari trek yang ada di peta. Bawa senter jika terpaksa kembali
ke camp sesudah gelap. Bawa peralatan pelindung, P3K dan GPS.
Agar siap dengan kondisi darurat, dengan menyiapkan alat komunikasi
seperti HT, HP atau telepon satelit.
Menghindari organisme yang beracun atau berbahaya. Mengenali jenis
tumbuhan yang berbahaya yang menyebabkan gatal, juga hindari hewan-
hewan seperti kalajengking, lebah, atau binatang penyengbat lainnya.
Waspada terhadap binatang buas seperti harimau, macan, buaya dll.
Kebersihan adalah hal penting. Luka kecil dapat menjadi berbahaya dan
fatal. Karena itu gunakan antiseptik, dan bersihkan setiap luka sekecil
apapun untuk mencegah infeksi.
Menyediakan peralatan medis atau P3K.
Waspada terhadap beberapa bahan kimia berbahaya seperti formalin,
alkohol, bahan bakar dsb.
Selalu waspada dan gunakan akal sehat. Banyak kecelakaan karena orang
melakukan hal bodoh, misalnya menyeberang sungai di tempat yang salah,
panik ketika tersesat, memanjat pohon yang lemah dsb. Kecelakaan seperti
ini sesungguhnya dapat dihindari. Sangat penting untuk memahami
kemampuan sendiri, dan selalu menghindari beberapa aktivitas yang
berbahaya.

2.7. Mengetahui Sumber Bias

Survai biodiversitas pada dasarnya adalah melakukan pengamatan terhadap


kondisi alam. Kondisi alam tersebut dapat menjadi sumber bias bagi hasil
pengamatan. Beberapa sumber bias yang harus diketahui dalam pengamatan
adalah : kondisi habitat, aktivitas satwa, kesalahan atau keterbatasan pengamat,
metode dan peralatan yang digunakan, kecepatan survai, tipe atau jenis yang
diamati, kepadatan populasi, musim atau cuaca serta waktu dalam sehari, pagi,
siang, sore, atau malam

4
3. SURVAI VEGETASI

3.1. Informasi Umum

Meskipun vegetasi pada hutan hujan terbagai ke dalam berbagai strata, untuk
kepentingan analisis vegetasi dilakukan dengan membagi vegetasi kedalam
tingkat pertumbuhannya, menurut kriteria sebagai berikut :

Semai : anakan pohon dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5 m


Pancang : semai yang telah tumbuh dengan ketinggian lebih dari 1,5 m dan
diameter batang kurang dari 10 cm
Tiang: tumbuhan berkayu dengan diameter batang antara 10 cm – 20 cm
Pohon : tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm

Analisis vegetasi hutan bertujuan untuk mengetahui komposisi dan struktur


vegetasi hutan. Pada vegetasi hutan alam, umumnya dilakukan dengan metode
petak dalam jalur, yaitu mencatat semua vegetasi yang ada berupa vegetasi
bawah, semai, pancang, tiang dan pohon.

3.2. Metode Survai

Metode yang biasa digunakan dalam survai vegetasi adalah jalur berpetak, jalur
dibuat dengan memotong garis kontur. Penentuan panjang jalur dan jarak antar
jalur tergantung pada intensitas sampling yang ditetapkan untuk luas areal yang
akan disurvai dan ketersediaan sumber daya.

Pada setiap jalur dibuat petak-petak pengamatan, yaitu petak 2 x 2 m yang


digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat semai dan vegetasi bawah.
Petak 5 x 5 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pancang, petak 10
x 10 m untuk menganalisis vegetasi tingkat tiang dan petak 20 x 20 m
digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pohon.

Pada masing-masing petak tersebut dilakukan pengukuran tinggi, diameter


setinggi dada dan identifikasi jenis pohon, tiang, pancang, semai dan vegetasi
bawah. Untuk jenis yang tidak dikenal pada hutan alam, dilakukan identifikasi
melalui koleksi contoh herbarium. Identifikasi dapat dilaksanakan di
laboratorium seperti LBN atau Bagian Botani Puslitbang Konservasi dan
Rehabilitasi.

5
3.3. Analisis Data
Parameter-parameter dalam analisis vegetasi

1) Kerapatan Jenis

( )

( )

2) Frekuensi

( )

( )

3) Dominasi
( )

( )

( )
( )

4) Indeks Keragaman

H = Indeks diversitas Shannon-Wiener


s = jumlah spesies
pi = ni/N
ni : jumlah individu spesies I dan
N : total individu di seluruh plot.

6
4. SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)

4.1 Informasi Umum

Keberadaan satwa liar, populasi dan keragaman jenis merupakan indikator dari
kualitas vegetasi atau habitat hutan. Satwa yang menjadi indikator umumnya
adalah mamalia, primata, burung dan herpetofauna. Mamalia merupakan salah
satu dari kelas vertebrata yang memiliki sifat homoitherm (berdarah panas). Ciri
khas mamalia adalah menyusui, melahirkan dan memiliki bulu.

Data yang harus dikumpulkan dalam survai mamalia meliputi jenis satwa yang
teramati atau berdasarkan jejak dan suara, jumlah individu, jenis kelamin (jantan
atau betina), kelompok usia (bayi, muda, atau tua), aktivitas satwa, pemanfaatan
ruang (lokasi satwa liar strata hutan), waktu teramatinya satwa, serta kondisi
habitat tempat ditemukannya satwa.

4.2. Metode Survai Mamalia

4.2.1. Metode Transek

Metode transek adalah metode pengamatan satwa mamalia besar, herbivora


(banteng, rusa dan primata) dengan membuat garis atau jalur transek pada lokasi
terpilih (areal PSP). Jumlah dan panjang transek tergantung dari besar dan luas
areal yang akan dijadikan petak contoh pengamatan. Survai dilaksanakan
dengan mengikuti transek atau jalur dan mencatat lokasi, jumlah dan aktivitas
satwaliar yang ditemui di sepanjang jalur. Penempatan transek ini dapat dengan
cara acak atau ditempatkan pada daerah-daerah habitat yang merupakan tempat
dijumpainya satwa yang akan diinventarisasi (hasil survai pendahuluan atau
hasil studi pustaka). Penempatan transek dapat dilakukan secara random,
sistematis, dengan stratifikasi mengikuti jalan setapak atau zig-zag seperti
gambar berikut :

Stratifikasi

Gambar 1. Pola penempatan transek

7
 Metode Transek Jalur (Strip Transect).

Metode ini merupakan salah satu cara yang sering digunakan dalam
pengumpulan data jenis dan jumlah individu satwaliar. Panjang dan lebar jalur
yang digunakan disesuaikan dengan kondisi topografi dan kerapatan tegakan di
lokasi pengamatan. Data dicatat dari perjumpaan langsung dengan satwa
mamalia yang berada dalam lebar jalur pengamatan.

Catatan :
L : garis transek
Z : posisi pengamat
X : satwa yang diamati
ri : jarak pengamatan
W = lebar transek
θi = sudut pengamatan
yi = jarak tegak lurus ( y = r sin θ)

Gambar 2. Pengamatan dengan transek jalur

 Metode Transek Garis (Line transect):

Pada dasarnya metode transek garis hampir sama dengan transek jalur. Cara dan
prosedur yang dilakukan juga sama dengan metode transek jalur. Perbedaan
yang mendasar adalah metode transek garis tidak menentukan jarak ke kanan
dan ke kiri, harus menentukan jarak antara satwa dan pengamat (jarak lurus)
atau jarak pengamatan., serta harus menentukan sudut kontak antara posisi
satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan atau sudut pengamatan.

Metode transek garis dilaksanakan oleh pengamat yang berjalan di sepanjang


garis transek dan mencatat setiap data yang diperlukan. Dengan menggunakan
metode ini, lebar atau luas dari lokasi pengamatan tidak langsung ditetapkan.
Seorang pengamat, dapat mencatat setiap jenis mamalia yang teramati sesuai
dengan kemampuan jarak pandang masing-masing pengamat.

Keterangan:
* Posisi pencatat
 Satwa yang terlihat
α Sudut pandang, yaitu sudut
yang terbentuk antara arah
transek dengan posisi
satwa

Gambar 3. Pengamatan dengan transek garis

8
4.2.2. Metode Pengamatan terkonsentrasi (Concentration count)

Pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga sebagai


tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat tersediaanya
pakan, air untuk minum dan lokasi tidurnya. Pengamatan dapat dilakukan pada
tempat yang tersembunyi sehingga tidak mengganggu aktivitas satwa. Metode
ini juga dapat digunakan untuk survai populasi herbivora, primata dan
karnivora.

4.2.3 Metode Lingkaran (Point Center Count)

Metode ini untuk pengamatan terhadap primata berkelompok yang sulit di


ketahui jumlah anggota kelompoknya dalam waktu cepat. Dengan metode ini
pengamat melakukan pencatatan berdasarkan suara seperti jenis gibbon, monyet
pemakan daun dan primata lainnya. Tahapan pengamatan adalah menentukan
jarak suara yang dapat terdengar dengan baik, seperti gibbon antara 750-1100
m, dan monyet pemakan daun 500 m.

Pencatatan dilakukan melalui suara individu primata dalam kelompok yang


berada dalam lingkaran dengan radius suara primata tersebut dan pengamat
berada di titik pusat lingkaran. Arah suara diketahui dan dicatat dengan
menggunakan kompas. Sampel ini dilakukan di beberapa titik yang jaraknya
lebih dari garis tengah lingkaran contoh dengan luas contoh masing-masing πR2.

4.2.4 Metode perangkap (Trapping)

Metode ini digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil di lantai hutan,


seperti tikus. Perangkap dipasang secara sengaja (purposive) pada habitat
tertentu yang diduga merupakan habitat utama bagi berbagai mamalia kecil,
misalnya cerukan gua, lubang di pohon, bekas lubang di tanah, bekas sampah
dan sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin besar.

Perangkap yang digunakan adalah life trap sehingga satwa yang tertangkap
tidak akan mati. Apabila satwa yang terperangkap sulit untuk diidentifikasi,
satwa tersebut dapat diawetkan untuk keperluan identifikasi misalnya oleh LIPI.
Penggunaan perangkap hidup juga dilakukan pada penelitian dengan metode
tangkap lepas. Satwa ditangkap, ditandai, dilepaskan dan ditangkap kembali.

9
Gambar 4. Perangkap mamalia kecil

4.2.5 Metode Kamera Trap (Camera-trapping)

Penggunaan kamera dalam inventarisasi satwa dilaksanakan guna mendapatkan


data tanpa kehadiran pengamat (misalnya harimau). Kamera harus memiliki
sensor yang baik (termasuk autofocus). Juga perlu dipertimbangkan jenis
baterai yang baik untuk dipasang dalam kamera trap untuk pengamatan jangka
panjang (bisa sebulan penuh). Kamera diletakkan pada lokasi-lokasi yang
diduga menjadi daerah jelajah, alur jalan pergerakan dari satwa yang akan di
inventarisasi.

4.2.6. Metode Pengamatan Cepat (Rapid Assesment)

Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang terdapat di


lokasi pengamatan. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur khusus
atau lokasi khusus. Pengamat cukup mencatat jenis‐jenis mamalia yang
ditemukan, misalnya pada saat melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu
pengamatan, dan sebagainya. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui
jenis‐jenis mamalia yang berada di lokasi pengamatan, tetapi tidak dapat
digunakan untuk menghitung pendugaan populasi.

4.3. Trik Pengamatan Mamalia dan Pengambilan Data Tambahan

4.3.1. Trik Pengamatan

 Pengamatan dianjurkan dilakukan maksimal oleh 3 orang pengamat


(minimal satu orang laki-laki) secara terpisah untuk menghindari
terganggunya satwa, serta konsentrasi pengamat.
 Mencari tempat‐tempat yang relatif terbuka, tajuk tajuk pohon yang tidak
terlalu rapat, jalur jalan, tepi hutan, tepi sungai, tebing, dekat bebatuan,
untuk memudahkan pengamatan dan penemuan satwa. Jenis pohon

10
seperti Ficus sp, Syzigium sp, Garcinia sp, merupakan pohon berbuah
pakan satwa yang sering didatangi satwa.
 Memakai pakaian berwarna gelap, tidak mencolok, atau berpola serta tidak
menggunakan wangian.
 Berjalan perlahan‐lahan dan berhenti 10 menit untuk pengamatan. Jangan
banyak bergerak, bersuara keras, dan selalu hati‐hati
 Jika satwa terlihat, menjaga jarak, menggunakan mata telanjang sedapatnya
untuk mengenali jenis tersebut dan jika terlalu jauh gunakan binokuler
 Mencatat segala informasi yang didapat. Baik itu buah yang dimakan, dll.
Bertanya kepada guide jenis pohon tempat satwa jika tidak tahu
 Mencocokkan dengan field guide sedang waktu istirahat, untuk membuka
buku identifikasi karena, bila terlalu lama bisa lupa
 Bekas tapak (footprints) mamalia kemungkinan mudah dijumpai
ditempat‐tempat yang becek dan sekitarnya, yang bertanah lunak atau yang
berpasir halus. Tempat‐tempat tersebut diantaranya di sekitar sungai/sungai
kecil/aliran air, dan genangan air di tengah jalan.
 Bekas tapak yang hendak dibuat cetakan jejaknya (gips), boleh dibersihkan
seperlunya, asalkan tidak merusak bentuk asal footprints. Gips yang
telah mengeras diberi kode disisi punggungnya, yang merujuk pada catatan
dibuku (jenis, lokasi penemuan, keterangan lain‐lain)
 Pemasangan trap sedapatnya dilakukan didekat jalur lintasan satwa, dekat
sumber air, jalan setapak, dekat pohon yang besar dan berlubang. Umpan
dapat dioleskan pada sisi luar perangkat terutama dekat pintu perangkap.
 Data sekunder dapat dilengkapi dengan mewawancarai orang desa, guide,
atau polhut. Untuk melengkapi data, wawancara langsung dengan warga
dan menunjukkan gambar-gambar pada field guide jenis yang ada di lokasi
 Tidak semua orang desa merupakan pengamat yang baik. Sehingga akurasi
ingatan bisa saja bervariasi. Pemburu satwa biasanya mengamati dengan
baik, sehingga dapat diandalkan
 Menghindari terjadinya pendugaan yang tidak masuk akal, sehingga tidak
terjadi over atau underestimate.
 Data sangat penting tetapi keselamatan pengamat lebih penting jadi
berhati‐hati saat melakukan pengamatan.

4.3.2. Mengambil Data Tambahan,

Wawancara
Pengambilan data dengan cara mewawancarai masyarakat sekitar atau petugas
lapangan mengenai keberadaan jenis‐jenis mamalia yang terdapat di lokasi
pengamatan. Keterangan dari masyarakat atau petugas dapat diverifikasi dengan
misalnya mencocokan dengan buku panduan pengenalan jenis mamalia.
Beberapa contoh pertanyaan yang disampaikan kepada responden yaitu :

11
 Pengetahuan mengenai keberadaan mamalia dan jenis‐jenis mamalia jenis
apa saja yang pernah ditemui oleh responden
 Pengetahuan responden mengenai jenis mamalia yang pernah ditemui, ciri-
ciri fisik, perilaku, dan pola aktivitas (diurnal, nokturnal, terestrial,
arboreal, dan sebagainya).
 Lokasi tempat perjumpaan dengan mamalia: Lokasi mamalia sering
dijumpai keberadaan sarang, keberadaan bekas jejak (cakaran, kotoran),
dan pola pergerakan mamalia (relatif menetap atau berpindah tempat,
relatif dapat ditemui di berbagai lokasi atau hanya pada satu lokasi saja).
 Kapan terakhir kali mamalia tersebut dijumpai.
 Pengetahuan mengenai kelimpahan jenis mamalia: misalnya mamalia
tersebut sering dijumpai atau tidak, apakah mamalia tersebut dijumpai
dalam jumlah besar atau sedikit.
Beberapa contoh pertanyaan untuk mengetahui kearifan tradisional
masyarakat terkait dengan pelestarian mamalia di lokasi penelitian, yaitu;
 Apakah sering terjadi perburuan mamalia, atau ada waktu tertentu menurut
adat
 Apakah mamalia yang ada di kawasan sering dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk upacara adat
 Apakah ada mitos yang berhubungan dengan salah satu atau mungkin
beberapa jenis mamalia
 Apakah mamalia sebagai sumber pakan, obat-obatan, atau hewan
peliharaan.

Studi literatur
Studi literatur digunakan sebagai bahan acuan untuk mendapatkan data awal
mengenai keberadaan berbagai spesies mamalia pada lokasi pengamatan
berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Sebagai data sekunder bahan
pembanding dengan hasil penelitian yang akan dilakukan, sehingga dapat
diketahui apakah terjadi penurunan atau penambahan jumlah jenis, maupun
peningkatan dan penurunan populasinya.

Pencetakan jejak dan identifikasi kehadiran satwaliar


Jejak (tracks) adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh satwaliar yang
menjadi penanda kehadiran satwaliar tersebut pada habitat tertentu. Jejak dapat
berupa jejak kaki (foot‐ print), bekas‐bekas makan (feeding signs), bekas
cakaran, tempat berkubang, rambut dan bulu, sarang, bau yang ditinggalkan,
dan sebagainya. Jejak‐jejak yang ditinggalkan oleh satwa mamalia dapat
membantu untuk mengetahui keberadaan dan kehadiran jenis mamalia disuatu
tempat walaupun mamalia tersebut tidak ditemukan secara langsung. Jejak yang
ditemukan harus dicatat untuk membantu memperkuat identifikasi. Cara
membuat record jejak satwa mamalia:

12
 Bekas‐bekas makan
Bekas makan yang ditinggalkan satwa berupa buah, bekas renggutan, potongan
sisa pakan dapat dibawa dan dipreservasi untuk keperluan identifikasi lebih
lanjut. Bekas gigitan dan sisa makan yang ditinggalkan dapat dibuat awetan
basahnya dengan merendam bekas‐bekas makanan tersebut dalam alkohol
(70%). Sebelum diawetkan dapat difoto terlebih dahulu (bentuk buah, bekas
gigitan, corak warna, dan sebagainya) dengan menggunakan ukuran
pembanding (meteran atau mistar).

 Bekas cakaran dan bekas kubangan


Bekas cakaran diambil fotonya secara mendetail juga dengan menggunakan
ukuran pembanding. Untuk pengambilan foto bekas kubangan apabila kubangan
cukup besar, pembanding dapat menggunakan orang dewasa dengan
memperhatikan detil foto seperti jenis, kondisi tanah, bekas‐bekas jejak, sisa
makanan, bulu dan sebagainya.

 Bekas rambut, bulu, sarang, dan bau.


Bekas rambut, bulu, dan sarang yang sudah terpakai juga diambil dan ditaruh
pada kantong plastik atau wadah kedap udara, dan sebelumnya difoto
menggunakan ukuran pembanding. Apabila mungkin bau yang ditinggalkan
dapat ditanyakan kepada pemandu lapang.

 Bekas jejak kaki


Cara mencetak jejak dengan bahan gips adalah dengan mangaduk gips dengan
air sampai membentuk adonan yang merata dan tidak terlalu encer (bertekstur
seperti pasta gigi). Adonan dituangkan pada permukaan jejak sampai rata
dengan tinggi permukaan tanah di samping jejak. Jejak sebelumnya dibersihkan
dari kotoran seperti dedaunan, kerikil, tanah dan sebagainya. Cetakan gips
diangkat setelah cukup keras (15‐30 menit). Label identitas dibuat dengan
mencantumkan waktu (tanggal, bulan, tahun), lokasi/blok hutan; spesies satwa
(jika diketahui); bagian kaki mana yang jejaknya dicetak (jika diketahui), dan
pencetak jejak.

4.4. Analisis Data

4.4.1. Menaksir kepadatan populasi dan jumlah populasi

Transek Jalur dan Garis

Kepadatan atau kelimpahan populasi

13
dimana :
D = Kepadatan populasi (Jumlah individu/ha)
n = jumlah satwa yang teramati
L = panjang total transek
w = lebar transek

Pendugaan/penaksiran jumlah populasi


 Menggunakan rata-rata jarak dengan pencatat (D),
PD = A x n
2 L WD
Dimana :
Pd = Jumlah populasi
n = jumlah satwa yang teramati
L = panjang total transek
w = lebar transek
A = luas kawasan

 Menggunakan rata-rata jarak dengan terdekat (Y),


PY = A . n
2 L WY
Dimana :
PY = Jumlah populasi
n = jumlah satwa yang teramati
L = panjang total transek
w = lebar transek
A = luas kawasan

Penghitungan Konsentrasi (Concentration Count) :

 untuk menentukan kerapatan atau kelimpahan populasi:


D = Σ y dilokasi penelitian
L wilayah pengamatan
dimana :
D = kepadatan (ekor/ha)
y = satwa yang teramati
L = luas

 untuk menentukan jumlah populasi:

P = n ∑ Xi

Keterangan :
P = Populasi

14
Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke‐i (individu)
n = jumlah ulangan pengamatan

4.4.2. Keanekaragaman Jenis Satwa


Keanekaragaman jenis satwa diketahui dengan menggunakan indeks
keanekaragaman Shannon, yaitu:

Dimana :
H’ = indeks keanekaragaman jenis (Shannon dan Weaver)
ni = jumlah individu dalam satu jenis
N0 = jumlah individu dalam satu komunitas

Frekuensi satwa
Frekuensi keberadaan jenis satwa pada suatu lokasi diketahui dengan
menghitung frekuensi relatif (%):

( )

5. SURVAI BURUNG

5.1 Informasi Umum

Burung dibagi menjadi dua kelompok menurut waktu beraktivitas, yaitu diurnal
(aktif pada siang hari dan sebagian besar burung aktif pada siang hari, biasanya
pada jam-jam tertentu burung melakukan istirahat), serta nokturnal (aktif pada
malam hari), biasanya pada kelompok Strigiformes (burung hantu). Ciri-ciri
burung, adalah ; sebagian besar tubuhnya ditutupi bulu, terdapat dua pasang
anggota badan, sepasang anterior menjadi sayap, dan sepasang posterior
menjadi kaki untuk berjalan/mengais (Galliformes & Ciconiiformes), mencakar
(Falconiformes & Strigiformes) atau berenang dengan selaput pada jari kaki
(Pelecaniformes & Anseriiformes). Masing-masing kaki memiliki empat jari
kaki, rangkanya halus, kuat, dibentuk dari tulang sejati. Mulutnya merupakan
suatu tonjolan berupa paruh (dari zat tanduk), tidak ada gigi, dan leher yang
fleksibel.

Bentuk tubuh burung umumnya melancip dikedua ujungnya untuk memudahkan


burung ketika menembus udara saat terbang, atau ketika menembus air pada

15
waktu berenang. Warna bulu burung bermacam-macam. Burung-burung dari
daerah yang kering warnanya cenderung lebih pucat, sedangkan pada daerah-
daerah yang lembab warnanya lebih gelap. Pada umumnya burung jantan
warnanya lebih cemerlng dari burung betina. Sayap pada burung umumnya
digunakan untuk terbang, dan ekornya untuk mengemudi dan keseimbangan
badan.

Pengamatan terhadap burung yang dilakukan di alam terbuka dikenal sebagai


bird watching. Aspek yang diamati mulai dari identifikasi jenis berdasarkan
morfologi, identifikasi lewat suara, behaviour, populasi, distribusi, dan lain-lain.
Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan bird watching:

 Perlengkapan: Peta kawasan, tally sheet, buku catatan, alat tulis, buku
panduan pengenalan jenis burung (Field Guide), teropong
(binokuler/monokuler), range finder, meteran roll, kompas, GPS, kamera
dan tape recorder. Dari peralatan yang digunakan tersebut yang paling
diprioritaskan jika tidak tersedia seluruhnya adalah tally sheet, alat tulis,
dan kompas.
 Metode pengamatan burung dengan cara : jalan mengendap-endap, mencari
tempat yang baik untuk bersembunyi, menggunakan atribut/pakaian yang
tidak mencolok, tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu burung,
tidak melepaskan binokuler sampai deskripsi jenis burung dapat
tergambarkan ketika melakukan identifikasi dan membuat sketsa burung
yang terlihat dan mendeskripsikan ciri-cirinya
 Catatan yang biasa dicantumkan : (nama pengamat, waktu dan tanggal
pengamatan, lokasi pengamatan, jenis habitat dan tipe vegetasi yang
digunakan, cuaca, jumlah burung yang ditemukan, aktivitas, jarak burung
dengan pengamat, dan sebagainya, tergantung dari penelitian yang
dilakukan)

5.2. Metode Survai Populasi Burung

Metode survai burung pada prinsipnya sama dengan metode survai mamalia
termasuk transek jalur, transek garis dan metode perhitungan terkonsentrasi
(concentration count). Metode yang spesifik dilakukan untuk survai burung
yaitu

5.2.1. Metode Pemetaan (Mapping)

Metode pemetaan merupakan cara efektif untuk menghitung populasi burung


dan ukuran daerah jelajah. Pemetaan dapat dilaksanakan untuk jenis burung
yang memiliki teritori dan musim berkembang biak yang jelas. Pengamatan
dilaksanakan secara berulang setiap pagi pada lokasi teritori burung. Biasanya
dilakukan pada musim berkembang biak ketika individu burung berada pada

16
lokasi yang terbatas, aktif mempertahankan teritorinya dan menghabiskan waktu
di sekitar sarang. Jika lokasi pasti dapat diplotkan pada peta, maka
dimungkinkan untuk menghitung jumlah pasangan burung dari setiap jenis yang
ada.

Aplikasi metode ini merupakan pekerjaan yang intensif di lapangan maupun


analisis data. Hasil pengamatan dapat menghasilkan peta detail sebaran dan
ukuran teritori serta dapat digunakan untuk memahami kondisi habitat. Juga
menghasilkan penghitungan yang lebih konsisten, dan tidak dipengaruhi oleh
waktu pengamatan.

Beberapa kelemahan metode ini yaitu, memerlukan peta yang berkualitas untuk
studi area, memerlukan waktu sampai dengan 10 kali pengamatan, mencakup
areal yang relatif kecil (1-4 km2), memerlukan keterampilan tinggi dari
pengamat untuk mengidentifikasi dan merekam burung, kesulitan dalam
interpretasi hasil dan biasanya efektif untuk daerah temperate dan jarang
diterapkan di daerah tropik.

5.2.2. Metode Transek Titik (Point transect):

Metode Titik hitung: dilakukan dengan berjalan suatu transek, memberi tanda
dan mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka waktu yang
telah ditentukan sebelumnya (10 menit), sebelum bergerak ke titik selanjutnya.
Transek titik berbeda dengan transek garis, dimana pengamat berjalan
disepanjang garis transek dan berhenti pada titik-titik yang sudah ditentukan,
memberikan waktu bagi burung untuk diamati dan mencatat semua burung yang
terlihat dan terdengar pada waktu yang telah ditentukan yang berkisar antara 2-
20 menit.

5.3. Analisis Data


Analisis data pada survai burung dapat dilakukan seperti pada survai mamalia.

6. SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI)

6.1. Informasi Umum

Fauna yang termasuk kedalam herpertofauna adalah amfibian (termasuk kodok,


salamander, dsb), dan reptilia (termasuk ular, kadal, kura-kura, dan buaya).
Secara umum ada ada dua metode yang digunakan yaitu metode langsung
(direct) dan metode tidak langsung (indirect). Sampling langsung herpetofauna
meliputi pengamatan hewan yang ada di lokasi sampel. Sedangkan sampling
tidak langsung dilakukan dengan cara memperoleh informasi spesies tanpa
melihat hewan itu secara langsung, misalnya melalui jejak atau suara.

17
6.2. Metode Survai

6.2.1. Road cruising

Dengan berjalan atau bergerak dengan kendaraan di lokasi pengamatan dan


mencatat semua herpetofauna yang dijumpai. Metoda ini memang tidak bisa
diakukan di semua lokasi dan untuk daerah-daerah yang memang memiliki jalan
yang relatif bisa dilalui oleh kendaraan.

Kelemahan metode ini yaitu banyak membutuhkan waktu, menghasilkan data


jenis yang terbatas, hanya dapat memverifikasi spesies-spesies yang bermigrasi
dengan cara menyeberangi jalan, sampel bias karena hanya terbatas pada
daerah-daerah yang memiliki jalan, kadangkala berbahaya bagi pengamat,
terutama di rute-rute yang padat dan hanya efektif pada lokasi yang dilalui oleh
jalan.

6.2.2. Survai Perjumpaan Visual (Visual Encounter Survai/VES)

Survai dilakukan pada suatu area atau habitat tertentu untuk periode waktu yang
ditentukan sebelumnya untuk mencari satwa. VES digunakan untuk
mengetahui kekayaan jenis suatu daerah, mengumpulkan daftar jenis dan
memperkirakan kelimpahan relatif spesies. Teknik ini bukan metode yang tepat
untuk menentukan kepadatan (density) karena tidak semua individu dalam area
tersebut dapat terlihat dalam survai. VES dapat dilakukan di sepanjang transek,
sepanjang sungai, sekitar kolam dan lainnya

6.2.3. Sampling Kuadrat (Quadrat sampling)

Metode ini dilakukan dengan menaruh berbagai seri kuadrat secara acak pada
lokasi yang ditentukan dalam sebuah habitat dan mencari secara seksama
herpetofauna dalam kuadrat tersebut. Biasanya digunakan untuk mempelajari
herpetofauna yang terdapat dilantai hutan atau jenis-jenis yang menghuni daerah
di sekitar sungai. Cara ini kurang efektif dilakukan pada habitat yang memiliki
penutupan tanah yang rapat serta lokasi-lokasi yang terjal karena sulitnya
menaruh kuadrat secara acak

6.2.4. Transek Garis

Transek garis dapat digunakan untuk pengamatan herpetofauna pada berbagai


habitat. Beberapa herpetofauna sering memiliki respon yang berbeda terhadap
gradient lingkungan sehingga transek garis dapat mengidentifikasi perubahan
populasi herpetofauna. Transek garis diletakkan secara acak (misalkan panjang
200 m) pada sebuah habitat. Beberapa transek (multiple transek) umumnya

18
lebih baik daripada transek tunggal. Panjang setiap transek dan jumlah titik
sampling di setiap lokasi akan tergantung dari tujuan survai dan kondisi lokasi.

6.2.5. Metode straight line drift fence dan pitfall traps

Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) atau adalah salah satu metode yang paling
banyak digunakan untuk mengambil data herpetofauna. Umumnya metode ini
menggunakan wadah kotak atau bulat yang disimpan di bawah air atau dalam
tanah dengan bagian atas wadah terletak di permukaan. Ukuran dan bentuk
wadah umumnya bervariasi tergantung spesies yang akan dijebak. Pitfall
trapping umumnya dikombinasikan dengan pagar pembatas (drift fence). Drift
fence adalah pagar pendek berukuran 0,5-1 meter yang terbuat dari jaring atau
plastik dan berguna untuk menuntun herpetofauna agar masuk ke dalam pitfall
trap, panjangnya biasanya antara 5-15 m. setiap beberapa meter akan dipasang
pitfall trap.

6.3. Analisis Data

Data yang diambil dalam penelitian atau survai lapangan dapat berupa data
kuantitatif atau kualitatif. Kegunaan data ini tergantung oleh berbagai faktor
antara lain: desain eksperimen atau prosedur sampling yang digunakan,
pemilihan alat dan kemampuan menggunakan alat, dan kondisi lingkungan.
Analisis statistika digunakan untuk membantu memahami data-data yang
diperoleh. Analisis statistika yang paling sederhana adalah analisis deskripsi

Indeks yang umum digunakan adalah indeks keanekaragaman jenis (species


diversity), yaitu indeks shannon-Weaver. Indeks ini digunakan untuk mengukur
karakteristik dari komunitas pada suatu lokasi pada waktu tertentu

Dimana :
H’ = indeks keanekaragaman jenis (Shannon dan Weaver, 1949)
ni = jumlah individu dalam satu jenis
N0 = jumlah individu dalam satu komunitas

Nilai kemerataan (evenness) digunakan dengan rumus sebagai berikut :


E = H’/ ln S
dimana
• E = indeks kemerataan jenis
• H’ = indeks Shanon-Wienner
• S = jumlah jenis

19
7. SURVAI SERANGGA

7.1. Informasi Umum

Berbeda dengan vertebrata, serangga sangat beragam sehingga identifikasi jenis


sulit dilakukan. Entomologits biasanya pertama kali mengkalisifikasikan
serangga kedalam ordo. Ordo utama serangga adalah diptera (lalat), coleoptera
(kumbang), hemiptera (kepik), Odonata (capung), orthoptera (belalang),
hymenoptera (semut), lepidoptera (kupu-kupu), dan isoptera (rayap).

Informasi mengenai jenis serangga di suatu tempat penting untuk diketahui


karena serangga yang dapat hidup di berbagai habitat atau lingkungan dapat
dijadikan indikator kondisi lingkungan yang berbeda. Misalnya keberadaan
serangga dapat digunakan sebagai indikator hutan primer, hutan sekunder, bekas
terbakar, rawa, savana dan sebagainya. Serangga juga dapat menjadi bio-
indikator yang sensitif yang dapat mengungkapkan aspek lingkungan yang tidak
terlihat oleh mata. Untuk membandingkan kondisi di daerah yang berbeda
sangat penting untuk menggunakan metode yang sama di kedua lokasi.

7.2. Metode Survai Serangga

7.2.1. Perangkap Cahaya (Light Traps)

Metode ini banyak digunakan untuk menginventarisasi serangga yang tertarik


dengan cahaya misalnya ngengat. Hasil inventarisasi ngengat dapat dijadikan
indikator umum keragaman jenis. Lokasi dengan jumlah ngengat yang lebih
banyak akan memiliki keragaman jenis yang lebih baik.

Ngengat diinventarisasi pada tempat pengumpulan di lokasi survai. Biasanya


berlokasi pada bukit atau sisi sungai. Lokasi ini dipasang beberapa layar putih
yang digantung vertikal agar terdeteksi oleh ngengat. Pada malam hari, lampu
dan lampu ultraviolet dipasang agar ngengat tertarik oleh lembaran putih,
menghampiri dan terjebak oleh lampu ultraviolet.

7.2.4. Perangkap Lengket (Sticky Traps)

Sticky trapes adalah lebaran kertas dengan ukuran tertentu yang dilumuri oleh
bahan yang lengket. Ketika serangga menyentuh kertas ini, mereka akan
terjebak sehingga pengamatan secara reguler bisa mengamati serangga yang
terperangkap.

20
7.2.5. Jebakan Penjatuh (Pitfal Traps)

Pitfall trapping atau jebakan penjatuh adalah salah satu metode yang banyak
digunakan untuk mengambil data serangga yang ada dipermukaan tanah atau
serasah. Metode ini juga digunakan untuk hepertofauna.

7.2.6. Perangkap serangga terbang (Flight Interceptors)

Ada beberapa jenis perangkap serangga terbang. Yang biasa digunakan adalah
kasa nyamuk sepanjang 1,5 meter tinggi 35 cm yang di letakkan di atas tanah.
Di bawah kasa ini, diletakkan wadah berisi air deterjen untuk menangkap
serangga. Beberapa serangga terbang akan menabrak kasa dan terjatuh ke dalam
wadah berisi air deterjen dan tenggelam. Metode ini tentunya tidak dapat
mewakili seluruh serangga di areal tersebut, akan tetapi dapat memberikan
standar yang dapat diulang

8. SURVAI PENYU

Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki pantai yang menjadi tempat
pendaratan dan bertelurnya penyu. UPKP (Unit Pengelolaan Konservasi Penyu)
telah dibentuk dengan tugas melakukan pengamatan penyu. Pengamatan penyu
adalah serangkaian kegiatan pengamatan terhadap aktifitas satwa penyu yang
mendarat meliputi pemantauan jejak pendaratan, pengamanan aktifitas penyu
bertelur, identifikasi jenis penyu dan habitat pendaratan serta relokasi telur
penyu. Pengamatan penyu dilakukan pada malam hari mulai pukul 18 sd 05.00
WIB oleh petugas UPKP. TNMB telah mengembangkan SOP untuk
pengamatan penyu.

9. PENUTUP
Metode ilmiah yang dapat digunakan sebagai SOP (Standard Operating
Procedur) sangat diperlukan untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ di
kawasan konservasi, terutama untuk menunjang keakuratan hasil survai
biodiversitas. Biodiversitas adalah manfaat tambahan yang juga menjadi tujuan
pelaksaaan kegiatan REDD+ sebagaimana disyaratkan pada beberapa standar
sukarela seperti CCBA. Selain itu, dengan adanya SOP, masyarakat dapat
dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung program REDD+.
Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis sangat diharapkan
dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan untuk lebih
berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap lingkungan dan
pelestarian biodiversitas. SOP ini akan terus disempurnakan seiring dengan
pengalaman dalam pelaksanaan survai di TN Meribetiri, sebagai proyek
percontohan kegiatan REDD+ di Indonesia.

21
LAMPIRAN
PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP) UNTUK SURVEI
KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN KONSERVASI

1. SOP UNTUK SURVAI VEGETASI

1.1. Informasi Umum

Analisis vegetasi dilakukan dengan membagi vegetasi kedalam tingkat


pertumbuhannya, menurut kriteria sebagai berikut :
 Semai : anakan pohon dengan ketinggian tidak lebih dari 1,5 m
 Pancang : semai yang telah tumbuh dengan ketinggian lebih dari 1,5 m dan
diameter batang kurang dari 10 cm
 Tiang: tumbuhan berkayu dengan diameter batang antara 10 cm – 20 cm
 Pohon : tumbuhan berkayu dengan diameter batang lebih dari 20 cm
Analisis vegetasi hutan untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi
hutan. Analisis vegetasi hutan alam, umumnya dilakukan dengan metode petak
dalam jalur (jalan setapak), analisis dilakukan terhadap tingkat semai, pancang,
tiang dan pohon.

1.2. Peralatan
 GPS
 Peta survey atau peta vegetasi skala 1 : 20.000
 kompas,
 meteran,
 alat ukur tinggi (haga atau hypso meter),
 tali,
 patok,
 parang
 peralatan herbarium,
 dokumentasi
 Tally sheet
 peralatan tulis

1.3. Prosedur

1. Menentukan lokasi analisa vegetasi pada peta berdasarkan zona yang ada
pada Taman Nasional atau pada areal HCVF
2. Menentukan lokasi analisa vegetasi di lapangan menggunakan alat bantu
GPS
3. Membuat jalur pengamatan dengan memotong garis kontur

22
4. Menentukan titik awal jalur, panjang jalur dan jarak antar jalur yang
tergantung pada intensitas sampling yang ditetapkan untuk luas areal yang
akan disurvai dan ketersediaan sumber daya.
5. Membuat petak-petak pada jalur pengamatan sebagai berikut (Gambar 1) :
 Petak 2 x 2 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat semai
dan tumbuhan bawah (A)
 Petak 5 x 5 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pancang
(B)
 Petak 10 x 10 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat tiang
(C)
 Petak 20 x 20 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pohon
(D)

A
B
C

Gambar 1. Desain jalur petak pengamatan vegetasi

6. Melakukan pengukuran tinggi, diameter setinggi dada dan identifikasi jenis


pohon pada petak berukuran 20 x 20 m
7. Melakukan pengukuran tinggi, diameter setinggi dada dan identifikasi jenis
tiang pada petak berukuran 10 x 10 m.
8. Melakukan pencatatan dan identifikasi jenis pohon pada petak berukuran 5
x 5 m.
9. Melakukan pencatatan dan identifikasi jenis anakan dan tumbuhan bawah
pada petak berukuran 2 x 2 m
10. Mengukur diameter pada ketinggian 1,3 meter dengan menggunakan alat
pita diameter dan alat bantu tongkat diameter
11. Mengukur tinggi dengan menggunakan clinometer atau hagameter.
12. Mencatat data dalam tally sheet sebagai berikut :

Tally Sheet untuk Analisa Vegetasi tingkat semai dan pancang


Tanggal :
Lokasi :
Regu :
Kordinat :
Ukuran Petak :

23
No. Nama Jenis Nama Lokal Jumlah Individu Keterangan

Tally Sheet untuk Analisa Vegetasi tingkat tiang dan pohon


Tanggal :
Lokasi :
Regu :
Kordinat :
Ukuran Petak :
No. Nama Jenis/ Tinggi (m) Diameter (m) Keterangan
Nama lokal

13. Mengidentifikasi jenis yang tidak dikenal pada hutan alam dengan membuat
herbarium. Data yang penting untuk dicatat pada herbarium adalah: lokasi
pengambilan (adminsitrasi dan geografi), keterangan habitat, ketinggian dpl,
tanggal koleksi, sifat sifat pohon seperti kulit, getah, dan nama pencatat.
Pohon yang sudah tercatat diberi nomor/tag dari alumunium untuk
keperluan monitoring diwaktu yang akan datang.
14. Contoh herbarium diidentifikasi di laboratorium seperti Herbarium
Bogoriense-LIPI atau Bagian Botani Puslitbang Konservasi dan
Rehabilitasi, Bogor
15. Melakukan analisis data

2. SOP SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)

2.1. Informasi Umum

Ciri khas mamalia, yakni mempunyai kelenjar susu, melahirkan anak serta
memiliki rambut. Berdasarkan ukurannya, mamalia dibagi menjadi dua, yakni
mamalia besar yang memiliki ukuran berat badan dewasa > 5 Kg dan mamalia
kecil dengan ukuran berat badan dewasa < 5 Kg. Contoh jenis-jenis mamalia
besar, diantaranya rusa, harimau, dan kerbau, sedangkan mamalia kecil, antara
lain tikus, bajing, dan kelelawar.

2.2. Peralatan
 Field guide atau buku panduan lapangan
 Tally sheet dan peralatan tulis
 Kompas (untuk mengukur arah dan sudut tempat satwa teramati)
 Binokuler (untuk mengamati satwa dari jarak jauh)

24
 Peralatan perangkap atau jaring (apabila ingin menangkap satwa)
 Gipsum (apabila jejak kaki satwa ingin dicetak)
 Pita (sebagai penanda titik-titik pengamatan lokasi satwa yang teramati)
 GPS (untuk menentukan titik dalam bentuk digital)
 Higrometer (untuk mengukur suhu dan kelembaban udara)
 Kamera (untuk mengambil gambar, satwa di habitatnya)

2.3. Prosedur

1. Menentukan metode yang akan digunakan, yaitu metode transek jalur dan
transek garis untuk mamalia besar seperti banteng, kerbau, rusa dan primata,
metode titik konsentrasi pada satwa yang cenderung berkumpul misal pada
sumber air, metode perangkap (trap) untk mamalia kecil, dan metode
kamera trap untuk satwa yang sukar diamati seperti harimau atau macan
tutul.

Metode transek jalur dan garis


2. Menempatkan transek dengan cara acak atau ditempatkan pada daerah-
daerah habitat yang merupakan tempat dijumpainya satwa yang akan
diinventarisasi (hasil survai pendahuluan atau hasil studi pustaka).
Penempatan transek dapat dilakukan secara random, sistematis, dengan
stratifikasi mengikuti jalan setapak atau zig-zag
3. Menentukan panjang dan lebar jalur pengamatan. Lebar jalur dipengaruhi
tutupan vegetasi atau jarak pandang seseorang di lapangan dan jenis
satwaliar yang diamati misalnya lebar jalur pengamatan primata arboreal 50
m kiri jalur dan 50 m kanan jalur dengan panjang jalan 3-5 km.
4. Menentukan sejumlah transek jalur pararel secara sistematis atau acak dan
memotong garis kontur menggambarkan lokasi setiap jalur pada peta.
Sebagai titik pasti awal pengamatan dapat berupa jalan atau tanda batas
yang telah ada dan membuat tanda pada setiap titik awal jalur pengamatan
(pita warna mencolok, seng, patok dsb)
5. Menentukan waktu dimulai dan diakhiri pengamatan secara bersamaan.
6. Menentukan arah lintasan pengamatan dengan menggunakan kompas (agar
setiap tim tidak berbenturan atau berpotongan). Sebaiknya arah lintasan
memotong garis kontur dan pengamatan dengan berjalan secara tenang dan
perlahan di sepanjang transek yang telah dibuat.
7. Mencatat data dan informasi dalam tally sheet tentang ;
 Jenis satwa
 Jumlah individu satwa,
 Jenis kelamin (jika diketahui)
 Jumlah individu berdasarkan kelas umur (dewasa, remaja, anak‐anak)
 Plot posisi satwa pada peta sederhana (gunakan milimeter block).

25
 Keterangan : waktu dijumpai (jam, menit), ciri sosial soliter/kelompok,
perjumpaan langsung atau tidak langsung (bunyi atau suara),
mendeskripsikan secara sederhana mengenai kondisi habitat tempat
ditemukannya satwa.
Catatan :
 Data dicatat dari perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang berada
dalam lebar jalur pengamatan.
 Pengamatan pada satu jalur dilakukan tiga kali pengulangan, yaitu pada
periode pagi hari (pukul 05.30-08.00), sore hari (pukul 16.00-18.00) dan
malam hari (pukul 21.00-23.00).
 Pengamatan dilakukan dengan berjalan pada kecepatan yang konstan yaitu
kurang lebih 25 meter/menit.
 Untuk transek garis, pada dasarnya hampir sama dengan transek jalur. Cara
dan prosedur yang dilakukan juga sama dengan metode transek jalur.
Perbedaan yang mendasar adalah:
o Metode transek garis tidak menentukan jarak ke kanan dan ke kiri
o Metode transek garis harus menentukan jarak antara satwa dan
pengamat (jarak lurus) atau jarak pengamatan.
o Metode transek garis harus menentukan sudut kontak antara posisi
satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan atau sudut
pengamatan.

Metode Pengamatan terkonsentrasi (Concentration count)

 Melakukan observasi lapangan atau menanyakan kepada petugas tentang


jenis - jenis satwa liar yang seringkali dijumpai, berkumpul di suatu tempat
dan lokasi berkumpulnya (padang rumput dan sumber air atau feeding
ground).
 Menentukan titik – titik pengamatan dan waktu dimulai dan berakhirnya
pengamatan. Penentuan waktu pengamatan harus mempertimbangkan
perilaku dan aktivitas setiap jenis satwa liar yang berkumpul serta
menentukan luas cakupan areal konsentrasi unutk menduga rata – rata daya
tampung areal.
 Mencatat satwa liar yang dijumpai berdasarkan jenis kelamin dan tingkat
umur hubungan sosial dalam sub kelompok, kondisi umum areal
konsentrasi, seperti vegetasi, sumber air, sumber pakan dan sebagainya tally
sheet.
 Pengamatan dilaksanakan terkonsentrasi pada suatu titik yang diduga
sebagai tempat dengan peluang perjumpaan satwa tinggi. Misalnya tempat
tersediaanya pakan, air untuk minum dan lokasi tidurnya. Pengamatan dapat
dilakukan pada tempat yang tersembunyi sehingga tidak mengganggu
aktivitas satwa.

Catatan :

26
 Metode ini juga dapat digunakan untuk survai populasi herbivora, primata
dan karnivora.
 Data dan informasi yang dicatat yaitu Nama jenis satwa, Jumlah individu,
dan jumlah individu dalam kelompok, Struktur sosial (jika ada), Jenis
kelamin (jika diketahui), dan Luasan lokasi pengamatan untuk menduga
kepadatan populasi

Metode Lingkaran (Point Center Count)


1. Metode ini untuk pengamatan terhadap primata berkelompok yang sulit
diketahui jumlah anggota kelompoknya dalam waktu cepat.
2. Dengan metode ini pengamat melakukan pencatatan berdasarkan suara
seperti jenis gibbon, monyet pemakan daun dan primata lainnya.
3. Tahapan pengamatan adalah menentukan jarak suara yang dapat terdengar
dengan baik, seperti gibbon antara 750-1100 m, dan monyet pemakan daun
500 m.
4. Pencatatan dilakukan melalui suara individu primata dalam kelompok yang
berada dalam lingkaran dengan radius suara primata tersebut dan pengamat
berada di titik pusat lingkaran.
5. Arah suara diketahui dan dicatat dengan menggunakan kompas. Sampel ini
dilakukan di beberapa titik yang jaraknya lebih dari garis tengah lingkaran
contoh dengan luas contoh masing-masing πR2.

Metode perangkap (Trapping)

1. Metode ini digunakan untuk menginventarisasi mamalia kecil di lantai


hutan, seperti tikus.
2. Perangkap dipasang secara sengaja (purposive) pada habitat tertentu yang
diduga merupakan habitat utama bagi berbagai mamalia kecil, misalnya
cerukan gua, lubang di pohon, bekas lubang di tanah, bekas sampah dan
sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar peluang penangkapan semakin besar.
3. Perangkap yang digunakan adalah life trap sehingga satwa yang tertangkap
tidak akan mati.
4. Apabila satwa yang terperangkap sulit untuk diidentifikasi, satwa tersebut
dapat diawetkan untuk keperluan identifikasi misalnya oleh LIPI.
5. Penggunaan perangkap hidup juga dilakukan pada penelitian dengan
metode tangkap lepas. Satwa ditangkap, ditandai, dilepaskan dan ditangkap
kembali.

Metode Kamera Trap (Camera-trapping)

1. Penggunaan kamera dalam inventarisasi satwa dilaksanakan guna


mendapatkan data tanpa kehadiran pengamat (misalnya harimau).

27
2. Kamera harus memiliki sensor yang baik (termasuk autofocus). Juga perlu
dipertimbangkan jenis baterai yang baik untuk dipasang dalam kamera trap
untuk pengamatan jangka panjang (bisa sebulan penuh).
3. Kegiatan di lapangan: Meletakkan kamera pada lokasi-lokasi yang diduga
menjadi daerah jelajah homerange alur jalan pergerakan dari satwa yang
akan di inventarisasi (perlu diperhatikan pengamanan kamera otomatis dari
pencurian)
4. Mengatur tanggal dan jam pengambilan gambar, sehingga setiap gambar
akan memiliki informasi tentang waktu saat satwa melalui jalur dan
tertangkap kamera yang berbeda. Selain itu penggunaan kamera trap bisa
memberikan informasi jelajah satwa berdasarkan posisi dimana saja
individu yang sama tertangkap oleh kamera trap.
5. Melaksanakan eksperimen dengan memasang kamera trap pada beberapa
level ketinggian dari permukaan tanah. Hal ini untuk menentukan
ketinggian yang optimal letak kamera agar bisa mendapatkan gambar yang
cukup baik (kepala dan badan bisa terekam). Juga diukur jarak antara jalur
satwa dengan kamera trap.

Metode Pengamatan Cepat (Rapid Assesment)

1. Metode ini digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang terdapat


di lokasi pengamatan.
2. Pengamatan tidak harus dilakukan pada suatu jalur khusus atau lokasi
khusus.
3. Pengamat cukup mencatat jenis‐jenis mamalia yang ditemukan, misalnya
pada saat melakukan survei lokasi, berjalan diluar waktu pengamatan, dan
sebagainya.
4. Metode ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis‐jenis mamalia yang
berada di lokasi pengamatan, tetapi tidak dapat digunakan untuk
menghitung pendugaan populasi.

3. SOP SURVAI BURUNG

3.1 Informasi Umum

Burung dibagi menjadi dua kelompok menurut waktu beraktivitas, yaitu diurnal
(aktif pada siang hari) yang meliputi sebagian besar burung, serta nokturnal
(aktif pada malam hari), yaitu kelompok Strigiformes (burung hantu).
Pengamatan terhadap burung yang dilakukan di alam terbuka dikenal sebagai
bird watching. Aspek yang diamati mulai dari identifikasi jenis berdasarkan
morfologi, identifikasi lewat suara, perilaku, populasi, distribusi, dsb.

Metode survai burung pada prinsipnya sama dengan metode survai mamalia
termasuk transek jalur, transek garis dan metode perhitungan terkonsentrasi

28
(concentration count). Metode yang spesifik dilakukan untuk survai burung
yaitu metode pemetaan dan transek titik.

3.2. Perlengkapan:

Peta kawasan, tally sheet, buku catatan, alat tulis, buku panduan pengenalan
jenis burung (Field Guide), teropong (binokuler/monokuler), range finder,
meteran roll, kompas, GPS, kamera dan tape recorder. Dari peralatan yang
digunakan tersebut yang paling diprioritaskan jika tidak tersedia seluruhnya
adalah tally sheet, alat tulis, dan kompas.

3.3. Prosedur

Prosedur survai burung sama dengan pengamatan mamalia.

Catatan:

Metode pemetaan dan transek titik merupakan metode lain yang dapat dilakukan
untuk survai burung.

Metode pemetaan

1. Merupakan cara efektif untuk menghitung populasi burung dan ukuran


daerah jelajah. Pemetaan dapat dilaksanakan untuk jenis burung yang
memiliki teritori dan musim berkembang biak yang jelas.
2. Pengamatan dilaksanakan secara berulang setiap pagi pada lokasi teritori
burung. Biasanya dilakukan pada musim berkembang biak ketika individu
burung berada pada lokasi yang terbatas, aktif mempertahankan teritorinya
dan menghabiskan waktu di sekitar sarang.
3. Jika lokasi pasti dapat diplotkan pada peta, maka dimungkinkan untuk
mengitung jumlah pasangan burung dari setiap jenis yang ada.
4. Aplikasi metode ini merupakan pekerjaan yang intensif di lapangan maupun
analisis data. Hasil pengamatan dapat menghasilkan peta detail sebaran dan
ukuran teritori serta dapat digunakan untuk memahami kondisi habitat. Juga
menghasilkan penghitungan yang lebih konsisten, dan tidak dipengaruhi
oleh waktu pengamatan.
5. Beberapa kelemahan metode ini :
 Memerlukan peta yang berkualitas untuk studi area.
 Memerlukan waktu sampai dengan 10 kali pengamatan.
 Mencakup areal yang relatif kecil (1-4 km2)
 Memerlukan keterampilan tinggi dari pengamat untuk mengidentifikasi
dan merekam burung.
 Kesulitan dalam interpretasi hasil

29
 Biasanya efektif untuk daerah temperate dan jarang diterapkan di
daerah tropik.

Metode Transek Titik (Point transect):


1. Metode Titik hitung: dilakukan dengan berjalan suatu transek, memberi
tanda dan mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka
waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit), sebelum bergerak ke
titik selanjutnya.
2. Transek titik berbeda dengan transek garis, dimana pengamat berjalan
disepanjang garis transek dan berhenti pada titik-titik yang sudah
ditentukan, memberikan waktu bagi burung untuk diamati dan mencatat
semua burung yang terlihat dan terdengar pada waktu yang telah ditentukan
yang berkisar antara 2-20 menit.
3. Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam metode titik adalah :
 Kecepatan berjalan sesuai rekomendasi
 Penggunaaan estimasi jarak penuh (dari pencatat dan burung yang
terlihat atau terdengar) atau jarak interval jalur (lebar jalur band misal
0-25 m dan > 25 m)
 Memerlukan keterampilan dan keahlian pengamat karena sebagian
besar kontak dan identifikasi didasarkan kepada kicau atau suara
burung.
 Data yang dicantumkan : (nama pengamat, waktu dan tanggal
pengamatan, lokasi pengamatan, jenis habitat dan tipe vegetasi yang
digunakan, cuaca, jumlah burung yang ditemukan, aktivitas, jarak
burung dengan pengamat, dan sebagainya, tergantung dari penelitian
yang dilakukan)

4. SOP SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI)

4.1. Informasi Umum

Fauna yang termasuk kedalam herpertofauna adalah amfibian (termasuk kodok,


salamander, dsb), dan reptilia (termasuk ular, kadal, kura-kura, dan buaya).
Secara umum ada ada dua metode yang digunakan yaitu metode langsung
(direct) dan metode tidak langsung (indirect). Sampling langsung herpetofauna
meliputi pengamatan hewan yang ada di lokasi sampel. Sedangkan sampling
tidak langsung dilakukan dengan cara memperoleh informasi spesies tanpa
melihat hewan itu secara langsung, misalnya melalui jejak atau suara

30
4.2. Peralatan

Alat yang digunakan untuk survai herperto fauna adalah : GPS, Kompas, Senter/
Head-lamp, Plastik/ karung, Spidol permanen, Binokuler, Jam tangan, Kaliper,
Pita meter, Timbangan digital/ pegas, Kamera dan Buku identifikasi
herpetofauna

4.3. Prosedur

Tergantung dari tujuan survai dan sumberdaya yang ada, prosedur survai
herpertofauna dapat dilaksanakan dengan beberapa metode sebagai berikut

Metode Road cruising

1. Menentukan jalur/jalan yang akan dilalui menggunakan kendaraan atau


berjalan kaki.
2. Berjalan atau bergerak dengan kendaraan pada kecepatan rendah di lokasi
pengamatan dan mencatat semua herpetofauna yang dijumpai.

Catatan:

 Pencarian dapat dilakukan secara random (acak), oportunistik (kalau ada


kesempatan), atau sistematik dalam waktu dan daerah tertentu.
 Pencarian pada siang hari akan menemukan keberadaan hewan-hewan yang
aktif siang (diurnal), sedangkan pada malam hari yang dilakukan mulai
matahari terbenam sampai akan menemukan hewan aktif malam
(nocturnal).
 Kelemahan metode ini yaitu :
o Banyak membutuhkan waktu
o Menghasilkan data jenis yang terbatas
o Hanya dapat memverifikasi spesies-spesies yang bermigrasi dengan
cara menyeberangi jalan
o Sampel bias karena hanya terbatas pada daerah-daerah yang
memiliki jalan
o Kadangkala berbahaya bagi pengamat, terutama di rute-rute yang
padat
o Hanya efektif pada lokasi yang dilalui oleh jalan.

Survai Perjumpaan Visual (Visual Encounter Survai/VES)

1. Menentukan lokasi pengamatan


2. Mengamati semua habitat mikro yang dijumpai dengan menjelajah dalam
hutan

31
3. Mencari herpetofauna yang di atas vegetasi dan juga yang bersembunyi di
balik kayu rebah, batu atau serasah.
4. Menentukan waktu pencarian, misalkan total 2 jam per orang per
pengamatan.
5. Membuat catatan untuk setiap individu yang ditemui: jenis, substrat, habitat,
aktivitas, posisi, waktu, morfometri, berat dan jenis kelamin.

Catatan:

 Survai dilakukan pada suatu area atau habitat tertentu untuk periode waktu
yang ditentukan sebelumnya untuk mencari satwa.
 VES digunakan untuk mengetahui kekayaan jenis suatu daerah,
mengumpulkan daftar jenis dan memperkirakan kelimpahan relatif spesies.
 Teknik ini bukan metode yang tepat untuk menentukan kepadatan (density)
karena tidak semua individu dalam area tersebut dapat terlihat dalam survai.
VES dapat dilakukan di sepanjang transek, sepanjang sungai, sekitar kolam
dan lainnya

Sampling Kuadrat (Quadrat sampling)

1. Menentukan lokasi tempat kuadrat sebelum survai. Umumnya dilakukan


secara sistematis misalnya berdasarkan jarak terdekat dari sisi sungai
sampai ke arah dalam hutan menjauhi sungai, namun pengambilan sampel
hendaknya secara acak
2. Menetapkan jumlah kuadrat, misalnya 80 kuadrat yang akan dicek selama 4
hari, siang dan malam (setiap hari terdiri dari 20 kuadrat).
3. Memberi tanda pada lokasi kuadrat dengan bendera bertuliskan kode
kuadrat.
4. Mengambil sampel dengan cara stratified sampling.
5. Bila kuadrat dibuat untuk pengamatan herpetofauna serasah, disarankan
untuk menggunakan alat (serokan, batang kayu, sarung tangan) ketika
memindahkan serasah untuk mencegah tergigit hewan yang ada dalam
serasah.
6. Membuat variasi kuadrat pada habitat mikro yang berbeda, misalnya
kuadrat 2 x 2 m untuk daratan dan kuadrat volume pada tepian kolam.
Ukuran kuadrat volume yang dipakai adalah 1 x 1 x 1 m3. Sebelum mulai
melakukan metode ini, cek kedalaman kolam, cek lokasi-lokasi yang
mungkin berbahaya (misal berlumpur lunak)
7. Data yang disarankan diambil untuk setiap kuadrat meliputi :
 Jenis dan jumlah satwa yang dijumpai
 Tanggal dan waktu saat sampling dimulai dan diakhiri,
 Kondisi umum cuaca (suhu, kelembaban)
 Kondisi habitat (tipe vegetasi, kelerengan, penutupan tajuk, penutupan
serasah, penutupan oleh herba dan penutupan batu atau kayu rebah)

32
Catatan:
Metode ini dilakukan dengan menaruh berbagai seri kuadrat secara acak pada
lokasi yang ditentukan dalam sebuah habitat dan mencari secara seksama
herpetofauna dalam kuadrat tersebut. Biasanya digunakan untuk mempelajari
herpetofauna yang terdapat dilantai hutan atau jenis-jenis yang menghuni daerah
di sekitar sungai. Cara ini kurang efektif dilakukan pada habitat yang memiliki
penutupan tanah yang rapat serta lokasi-lokasi yang terjal karena sulitnya
menaruh kuadrat secara acak

Transek Garis

1. Menentukan lokasi penelitian/survai


2. Menentukan jumlah transek garis, panjang transek (misal: 200 m) dan
jumlah titik sampling di setiap lokasi yang akan tergantung dari tujuan
survai dan kondisi lokasi.
3. Meletakkan transek garis di lapangan secara acak atau sistematis

Catatan:
Transek garis dapat digunakan untuk pengamatan herpetofauna pada berbagai
habitat. Beberapa herpetofauna sering memiliki respon yang berbeda terhadap
gradient lingkungan sehingga transek garis dapat mengidentifikasi perubahan
populasi herpetofauna.

Metode straight line drift fence dan pitfall traps

1. Menentukan lokasi penempatan contoh


2. Menempatkan Pitfall trap berderet dengan desain yang disesuaikan pada
kondisi habitat.
3. Menutup atau memberi potongan kayu/ranting yang mencuat keluar agar
hewan dapat keluar dari jebakan pada saat tidak digunakan.
4. Membuka jebakan pada malam hari dan mengecek pada pagi hari.
5. Melindungi jebakan dari matahari langsung agar apabila tidak sempat
mengecek pada pagi hari, hewan yang terjebak di dalamnya tidak mati
karena kepanasan.
6. Mencegah kematian hewan akibat penjebakan seperti tenggelam, dehidrasi,
predasi.

Catatan:
 Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) atau adalah salah satu metode yang
paling banyak digunakan untuk mengambil data herpetofauna.
Umumnya metode ini menggunakan wadah kotak atau bulat yang
disimpan di bawah air atau dalam tanah dengan bagian atas wadah
terletak di permukaan. Ukuran dan bentuk wadah umumnya bervariasi

33
tergantung spesies yang akan dijebak. Pitfall trapping umumnya
dikombinasikan dengan pagar pembatas (drift fence).
 Drift fence adalah pagar pendek berukuran 0,5-1 meter yang terbuat dari
jaring atau plastik dan berguna untuk menuntun herpetofauna agar
masuk ke dalam pitfall trap, panjangnya biasanya antara 5-15 m. setiap
beberapa meter akan dipasang pitfall trap. Jebakan dan pagar pengarah
hanya mampu menangkap beberapa jenis herpetofauna saja. Katak-
katak pemanjat atau yang kuat melompat lebih sulit ditangkap
menggunakan metode ini dibandingkan jenis-jenis terrestrial. Yang
harus diingat bahwa untuk membuat jebakan ini diperlukan waktu,
tenaga dan biaya yang cukup besar.
 Bila survai dilakukan dalam jangka pendek, pembuatan jebakan
mungkin tidak efektif. Metode ini cocok untuk monitoring jangka
panjang karena lubang bisa digunakan kembali bila diperlukan.
 Data yang diambil dalam penelitian atau survai lapangan dapat berupa
data kuantitatif atau kualitatif. Kegunaan data ini tergantung oleh
berbagai faktor antara lain: desain eksperimen atau prosedur sampling
yang digunakan, pemilihan alat dan kemampuan menggunakan alat, dan
kondisi lingkungan. Analisis statistika digunakan untuk membantu
memahami data-data yang diperoleh. Analisis statistika yang paling
sederhana adalah analisis deskripsi.
 Indeks yang umum digunakan adalah indeks keanekaragaman jenis
(species diversity), yaitu indeks shannon-Weaver dan indeks
kemerataan (evenness).

5. SOP SURVAI SERANGGA

5.1. Informasi Umum

Berbeda dengan vertebrata, serangga sangat beragam sehingga identifikasi jenis


sulit dilakukan. Entomologits biasanya pertama kali mengkalisifikasikan
serangga kedalam ordo. Ordo utama serangga adalah diptera (lalat), coleoptera
(kumbang), hemiptera (kepik), Odonata (capung), orthoptera (belalang),
hymenoptera (semut), lepidoptera (kupu-kupu), dan isoptera (rayap).

Informasi mengenai jenis serangga di suatu tempat penting untuk diketahui


karena serangga yang dapat hidup di berbagai habitat atau lingkungan dapat
dijadikan indikator kondisi lingkungan yang berbeda. Misalnya keberadaan
serangga dapat digunakan sebagai indikator hutan primer, hutan sekunder, bekas
terbakar, rawa, savana dan sebagainya. Serangga juga dapat menjadi bio-
indikator yang sensitif yang dapat mengungkapkan aspek lingkungan yang tidak
terlihat oleh mata. Untuk membandingkan kondisi di daerah yang berbeda
sangat penting untuk menggunakan metode yang sama di kedua lokasi.

34
5.2. Peralatan

Tergantung dari metode yang digunakan dan serangga yang akan disurvai, pada
prinsipnya peralatan survai serangga adalah :

5.3. Prosedur

Menggunakan Perangkap Cahaya (Light Traps)

1. Menentukan lokasi penempatan perangkap cahaya biasanya pada kaki bukit


atau tepi sungai
2. Memasang perangkap cahaya yang terdiri dari layar putih yang digantung
vertikal dan lampu atau lampu ultra violet
3. Menghitung dan mencatat jenis serangga yang terperangkap

Catatan:
 Metode ini banyak digunakan untuk menginventarisasi serangga yang
tertarik dengan cahaya misalnya ngengat.
 Hasil inventarisasi ngengat dapat dijadikan indikator umum keragaman
jenis. Lokasi dengan jumlah ngengat yang lebih banyak akan memiliki
keragaman jenis yang lebih baik.

Menggunakan Perangkap Lengket (Sticky Traps)

1. Menentukan lokasi penempatan perangkap lengket pada tempat-tempat


yang banyak dijumpai serangga terbang
2. Memasang perangkap lengket
3. Menghitung dan mencatat jenis serangga yang terperangkap

Catatan:
 Sticky trapes adalah lebaran kertas dengan ukuran tertentu yang
dilumuri oleh bahan yang lengket. Ketika serangga menyentuh kertas
ini, mereka akan terjebak sehingga pengamatan secara reguler bisa
mengamati serangga yang terperangkap.
 Sticky traps dapat berupa warna yang cerah untuk menarik serangga
yang terbang di siang hari. Juga dapat diberi aroma yang dapat menarik
serangga atau diletakkan di dekat umpan atau bunga.
 Ukuran kertas lengket dapat distandarkan sehingga mewakili unit
smapling standar. Juga diperlukan pelarut (solvent) agar serangga yang
tertangkap dapat dilepaskan untuk pembuatan spesimen.

Metode pitfall traps

1. Menentukan lokasi penempatan pitfall traps

35
2. Menempatkan Pitfall trap berderet dengan desain yang disesuaikan pada
kondisi habitat.
3. Membuka jebakan pada malam hari dan mengecek pada pagi hari.

Catatan:
Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) adalah salah satu metode yang banyak
digunakan untuk mengambil data serangga yang ada dipermukaan tanah atau
serasah.

Metode Perangkap serangga terbang (Flight Interceptors)

1. Menentukan lokasi penempatan perangkap serangga terbang


2. Menentukan jenis perangkap (yang biasa digunakan adalah kasa nyamuk
sepanjang 1,5 meter tinggi 35 cm yang di letakkan di atas tanah)
3. Meletakkan wadah berisi air deterjen untuk menangkap serangga dan
tenggelam
4. Beberapa serangga terbang akan menabrak kasa dan terjatuh ke dalam
wadah berisi air deterjen dan tenggelam
5. Membuka jebakan pada malam hari dan mengecek pada pagi hari.

Catatan:

Metode ini tentunya tidak dapat mewakili seluruh serangga di areal tersebut,
akan tetapi dapat memberikan standar yang dapat diulang

6. SOP SURVAI PENYU

6.1. Informasi Umum

Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki pantai yang menjadi tempat
pendaratan dan bertelurnya penyu. UPKP (Unit Pengelolaan Konservasi Penyu)
telah dibentuk dengan tugas melakukan pengamatan penyu. Pengamatan penyu
adalah serangkaian kegiatan pengamatan terhadap aktifitas satwa penyu yang
mendarat meliputi pemantauan jejak pendaratan, pengamanan aktifitas penyu
bertelur, identifikasi jenis penyu dan habitat pendaratan serta relokasi telur
penyu. Pengamatan penyu dilakukan pada malam hari mulai pukul 18 sd 05.00
WIB oleh petugas UPKP.

6.2. Standard Peralatan Pengamatan Penyu

 Berseragam UPKP
 Tas peralatan
 Aplikator tag
 Tag

36
 Meteran
 Tempat telur (ember atau tas)
 Stik besi sepanjang 120 cm
 Camera digital
 Pisau
 Alat tulis (tally sheet, ball point),
 Alat komunikasi HT.
 Peralatan personal use (tenda, senjata api, jas hujan, mantel dll)
 Termometer, hygrometer, soil pH.

6.3. Prosedur

Pemantauan Jejak Penyu

1. Empat petugas UPKP melaksanakan patroli pemantauan jejak dengan


berjalan kaki sepanjang pantai pendaratan + 3-4 km, dibagi menjadi dua
kelompok.
2. Bila dijumpai jejak penyu, dilakukan pengamatan lokasi penyu tempat
berada dengan mengikuti jejak penyu untuk memastikan keberadaannya.
3. Melakukan komunikasi intensif dengan kelompok lain.

Identifikasi Lokasi Penyu Bertelur

1. Bila dijumpai penyu sedang melakukan aktifitas bertelur, seorang petugas


UPKP melakukan pengamatan dengan jarak tertentu
2. Petugas yang lain melakukan pengamatan di sekitar lokasi penyu berada
dan melakukan tindakan apabila dijumpai adanya aktifitas yang dapat
mengganggu penyu bertelur
3. Apabila dipastikan tidak ada gangguan, petugas yang lain dapat
melanjutkan aktifitas pengamatan jejak penyu yang lain
4. Melakukan komunikasi intensif dengan kelompok lain

Kegiatan Identifikasi Penyu

1. Identifikasi dilakukan setelah aktifitas penyu bertelur selesai


2. Petugas melakukan pengukuran karapas, pemasangan tag dan pencatatan
(jenis, lokasi/sektor, data penunjang lainnya)
3. Mendokumentasi kegiatan identifikasi

Relokasi Telur Penyu

1. Kegiatan relokasi telur penyu dilakukan untuk menunjang keberhasilan


perkembangbiakkan penyu dengan memindahkan telur penyu ke tempat
yang lebih aman.

37
2. Petugas memastikan keberadaan telur penyu menggunakan alat pendeteksi
telur (egg detector)
3. Petugas melakukan penggalian dan pengambilan telur penyu dengan hati-
hati
4. Petugas melakukan penghitungan, pencatatan, dan relokasi telur penyu
menggunakan tas relokasi
5. Kegiatan relokasi telur penyu sampai tempat penetasan dilakukan kurang
dari 4 jam

Kegiatan Pengelolaan Populasi

Pengamatan penyu

1. Jarak aman apabila menjumpai penyu sedang beraktifitas; Penyu Hijau 20


m, Penyu lekang 15 m, penyu sisik 15 m, dan penyu belimbing 25 m
2. Melakukan pengamatan secara periodik setiap 15 menit dengan posisi di
belakang penyu dengan jarak 1-3 m secara hati-hati dengan tidak
menyalakan cahaya, dan tidak membuat suara berisik.
3. Bila menemukan penyu bertelur, petugas memberikan tanda (ajir) dipasang
di lubang telur (untuk memudahkan pengambilan telur)
4. Tindakan yang diambil bila menjumpai sarang telur penyu (penyu sudah ke
laut), mencatat lokasi sektor, habitat, vegetasi.

Teknik Pengambilan Telur penyu

1. Menggali lubang telur


2. Pengambilan harus hati-hati (jangan terpelanting)
3. Untuk pengambilan telur penyu khusus jenis lekang, belimbing dan sisik,
relokasinya harus memakai ember agar tidak berguncang
4. Menghitung jumlah telur (mencatat pada tally sheet)
5. Setelah dimasukan ke tas, relokasi dilakukan ke penetasan semi alami.
6. Mencatat data kedalaman sarang, suhu, kelembaban dan pH.

Identifikasi Penyu

1. Pemeriksaan tag (bila tidak ditemukan tag, petugas melakukan penandaan di


flipper sebelah kiri 2 sisik dari ketiak dengan menggunakan applikator dan
pemasangan tag sesuai dengan urutannya.
2. Penandaan/tagging dilakukan setelah penyu bertelur
3. Pengukuran karapas penyu
4. Identifikasi kerusakan karapas (teritip, teritip pengebor, lumut, cacat tubuh,
sirip tiga dan penyakit
5. Dokumentasi penandaan (tagging), kerusakan karapas (teritip, teritip
pengebor, lumut, cacat tubuh, sirip tiga dan penyakit.

38
Daftar Pustaka (References)

Carlton, C. 2004. Bird Survey methods. National Parks Association. Of NSW


Inc.

Chemonics International Inc.2001. Biodiversity Assessment for Kazakhstan


Task Order under the Biodiversity & Sustainable Forestry IQC
(BIOFOR). USAID. Contract Number: Lag-I-00-99-00014-00.
Submitted To: Usaid Central Asian Republics Mission, Washington
DC.

Elliott, V, Lambert, F, Phalla, T, and Sothea, H. 2011. Biodiversity


Assessment of the REDD Community Forest Project in Oddar
Meanchey Cambodia. Bird life International

Gregory, R.D. Gibbons, D.W and Donald, P.F. 2002. Bird census and survai
techniques. Suther-02.qxd 5/12/04 1:04 PM Page 17 www.ebcc.info/

Kuncoro SA, van Noordwijk M, Martini E, Saipothong P, Areskoug V, Eka


Dinata A and O'Connor T. 2006. Rapid Agrobiodiversity Appraisal
(RABA) in the Context of Environmental Service Rewards. Bogor,
Indonesia. World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office.
106 p.

Mack, A.L and Wright, D.D. 2011. Training Manual for Field Biologists in
Papua New Guinea. Green Capacity Publication One, USA.
www.pngibr.org

Mackinnon, J and Phillips. K. 1993. Field Guide to the Birds of Sumatera,


Borneo, Java and Bali (The greater Sunda Islands). Oxford University
Press. Oxford.

Muhammad Ali Imron. 2010. Teknik Inventarisasi Burung. Laboratorium.


Satwa Liar. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Materi In-House
Training di Taman Nasional Merubetiri

O’Connell, A.F, Nichols, J.D, Karanth, K.U. Editors. 2011. Camera Traps in
Animal Ecology, Methods and Analyses. Springer Tokyo Dordrecht
Heidelberg London New York

Richards, S. J. (ed.). 2007. A rapid biodiversity assessment of the Kaijende


Highlands, Enga Province, Papua New Guinea. RAP Bulletin of

39
Biological Assessment 45. Conservation International, Arlington, VA,
USA.

Roy, P.S and Behera, M.D. 2002. Biodiversity assessment at landscape level.
Tropical Ecology 43(1): 151-171, 2002 ISSN 0564-3295. ©
International Society for Tropical Ecology. Indian Institute of Remote
Sensing (NRSA), Dehradun 248001, India

Sandy Nurvianto. 2010. Desain Sampling dan Desain Penelitian..


Laboratorium. Satwa Liar. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Materi In-House Training di Taman Nasional Merubetiri

Subeno. 2010. Teknik Inventarisasi Herpetofauna. Laboratorium. Satwa Liar.


Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta. Materi In-House Training di
Taman Nasional Merubetiri

Taman Nasional Meru Betiri. 2010. Standar Operasional Prosedur Pengamatan


Penyu. Unit Pengelolaan Konservasi Penyu. Taman Nasional Meru
Betiri.

40

Anda mungkin juga menyukai