SOP Survei Keragaman Jenis PDF
SOP Survei Keragaman Jenis PDF
M. BISMARK
Oleh.
M. BISMARK
i
PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP)
UNTUK SURVEI KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN
KONSERVASI
ISBN: 978-602-99985-7-3
Laporan Teknis No 13, November 2011.
Oleh : Prof. Ris. Dr. Drs. M. Bismark, M.S.
Informasi ini merupakan bagian dari kegiatan pada. Program ITTO PD 519/08 Rev.1
(F): Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions From Deforestation And
Forest Degradation And Enhancing Carbon Stocks In Meru Betiri National Park,
Indonesia.
Kerjasama Antara:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan (Center for
Climate Change and Policy Research and Development)
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, Jawa Barat, Indonesia
Tel: +62-251-8633944
Fax: +62-251-8634924
Email: conservation_redd@yahoo.com
Website: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
LATIN –Tthe Indonesian Tropical Institute
Jl. Sutera No. 1 Situgede, Bogor, Jawa Bara,t Indonesia
Tel: +62-251-8425522/8425523
Fax: +62-251-8626593
Email: latin@latin.or.id and aaliadi@latin.or.id
Website: www.latin.or.id
Taman Nasional Meru Betiri, Kementerian Kehutanan
Jalan Siriwijaya 53, Jember, Jawa Timur, Indonesia
Tel: +62-331-335535
Fax: +62-331-335535
Email: meru@telkom.net
Website: www.merubetiri.com
Copyright © 2011.
Diterbitkan oleh:
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor 16610
Tel/Fax: +62-251-8633944
Email: conservation_redd@yahoo.com
Web site: http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id
ii
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................ iii
Daftar Gambar............................................................................................... iv
Ringkasan....................................................................................................... v
1. PENDAHULUAN......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2. Tujuan.................................................................................................... 2
2. CATATAN PENTING PELAKSANAAN SURVAI BIODIVERSITAS 2
2.1. Menentukan Wilayah Survai................................................................. 2
2.2. Menyiapkan Tally Sheet dan Dokumentasi ......................................... 3
2.3. Menyiapkan Peta Lapangan dan GPS .................................................. 3
2.4. Menyediakan Peralatan Lapangan ...................................................... 3
2.5. Menentukan Lama dan Waktu Survai ................................................. 3
2.6. Mempertimbangan Keselamatan......................................................... 4
2.7. Mengetahui Sumber Bias...................................................................... 5
3. SURVAI VEGETASI.................................................................................. 6
3.1. Informasi Umum................................................................................... 6
3.2. Metode Survai....................................................................................... 6
3.3. Analisis Data......................................................................................... 7
4. SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)..................................................... 8
4.1. Informasi Umum.................................................................................... 8
4.2. Metode Survai Mamalia.......................................................................... 8
4.3. Trik Pengamatan Mamalia dan Pengambilan Data Tambahan............... 11
4.4. Analisis Data.......................................................................................... 14
5. SURVAI BURUNG...................................................................................... 16
5.1. Informasi Umum..................................................................................... 16
5.2. Metode Survai Populasi Burung............................................................. 17
5.3. Analisis Data.......................................................................................... 18
6. SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN KATAK/AMFIBI) ........ 18
6.1. Informasi Umum..................................................................................... 18
6.2. Metode Survai ........................................................................................ 19
6.3. Analisis Data.......................................................................................... 20
7. SURVAI SERANGGA................................................................................ 21
7.1. Informasi Umum.................................................................................... 21
7.2. Metode Survai Serangga 21
8. 8. SURVAI PENYU................................................................................... 22
9. PENUTUP..................................................................................................... 22
LAMPIRAN................................................................................................... 23
1. SOP UNTUK SURVAI VEGETASI..................................................... 23
2. SOP SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)........................................ 25
3. SOP SURVAI BURUNG ..................................................................... 29
4. SOP SURVAI HERPERTOFAUNA (REPTIL DAN
KATAK/AMFIBI) ................................................................................. 31
5. SOP SURVAI SERANGGA.................................................................. 35
6. SOP SURVAI PENYU........................................................................... 37
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
RINGKASAN
v
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi (REDD atau Reduce
Emissions from Deforestation and Degradation) merupakan inisiasi perubahan
iklim global dimana negara maju dan sektor swasta diharapkan dapat
memberikan pembayaran sebagai kompensasi terhadap negara berkembang
yang mengelola hutannya secara lestari. REDD merupakan pendekatan baru
untuk mitigasi perubahan iklim, yang memberikan pengakuan lebih besar
terhadap pentingnya perlindungan dan pengelolaan sumberdaya hutan tropis di
negara berkembang. Perkembangan selanjutnya diperluas cakupannya menjadi
REDD+ yang memasukkan aspek konservasi, biodiversitas pengelolaan hutan
lestari dan peningkatan serapan.
Meskipun kegiatan utama skema REDD+ adalah penurunan emisi, upaya
konservasi dan mempertahankan biodiversitas merupakan salah satu manfaat
tambahan (co-benefits) kegiatan REDD+ yang sangat penting dan diakui dunia.
Karena dipandang bahwa keragaman jenis memainkan peranan penting dalam
mempertahankan ekosistem sekarang dan untuk masa yang akan datang.
Kegiatan Survai keragaman jenis (biodiversitas) diperlukan untuk
mendemonstrasikan keberadaan atau ketidak beradaan nilai-nilai kualitas
ekosistem dan konservasi seperti jenis-jenis yang secara regional dan global
terancam populasinya. Selain itu, data dan informasi tentang keragaman jenis
diperlukan sebagai data dasar (baseline) dan dasar kegiatan monitoring dampak
kegiatan proyek REDD terhadap dinamika populasi dan keragaman jenis
sebagaimana disyaratkan oleh standard sukarela, seperti CCBA (Climate and
Community Biodiversity Alliance). Dalam mekanisme REDD+, survai tersebut
merupakan bagian dari rencana pemantauan biodiversitas untuk mengkaji
dampak kegiatan REDD+ selama masa kegiatan proyek.
Keragaman jenis merujuk kepada jenis, kelimpahan jenis, komposisi genetik
dan komunitas, ekosistem dan bentang alam yang ada. Definisi lain
menyederhanakan keragaman jenis sebagai kehidupan dalam segala bentuknya
dan segala tingkatannya. Kehidupan dalam segala bentuknya meliputi
tumbuhan, hewan, jamur dan bentuk mikro-organisme lain. Pada berbagai
tingkatan keragaman jenis merujuk pada tingkatan gen, jenis dan ekosistem.
Untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ dan keakuratan hasil survai
biodiversits, diperlukan adanya metode ilmiah sebagai SOP (Standard
Operating Procedur). Pada SOP ini, keragaman jenis hanya meliputi elemen
hewan dan tumbuhan tidak termasuk mikro-organisme. Dengan adanya SOP
ini, masyarakat dapat dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung
program REDD+. Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis
sangat diharapkan dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
1
dan untuk lebih berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada akhirnya
akan memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap lingkungan dan
pelestarian biodiversitas.
1.2. Tujuan
Survai keragaman jenis pada program REDD+ dilaksanakan untuk
mendapatkan data dasar keragaman jenis yang diperlukan, yaitu untuk (1);
identifikasi jenis prioritas dan indikator kualitas ekosistem serta upaya
konservasi dimasa yang akan datang (2); persyaratan validasi; dan (3) membuat
rencana pemantauan keragaman jenis pada lokasi REDD selama jangka waktu
proyek.
SOP ini disusun berdasarkan studi pustaka dan hasil kajian keanekaragaman
jenis, pengetahuan, pembelajaran, dan pengalaman lapang. SOP dimaksudkan
sebagai petunjuk umum dalam pelaksanaan survai biodiversitas, khususnya di
kawasan konservasi guna mendukung kegiatan-kegiatan REDD+ dengan cara
yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV).
2
2.2. Menyiapkan Tally Sheet dan Dokumentasi
Beberapa tally sheet harus disiapkan untuk menjamin bahwa setiap parameter
yang diperlukan dapat dikumpulkan dan tercatat dengan baik. Data dan
informasi perlu didokumentasikan dengan baik termasuk tally sheet/data, dan
foto-foto. Pemahaman dasar pembuatan spesimen juga perlu dipahami.
Spesimen harus diberi label informasi, seperti lokasi, tanggal, jenis kelamin,
keterangan habitat, kolektor dan nomor katalog.
3
kecelakaan. Oleh sebab itu beberapa tips menyangkut keselamatan adalah
sebagai berikut :
Selalu berkerja berdampingan. Hal ini penting agar bila terjadi kecelakaan
ada kawan yang memberikan pertolongan. Juga kemungkinan tersesat akan
berkurang apabila bekerja tidak sendirian.
Bertahukan kapan kira-kira suatu tim kembali, agar dapat dipastikan tim
survai kembali pada waktunya.
Melengkapi dengan peralatan keselamatan. Gunakan kompas apabila
menyimpang dari trek yang ada di peta. Bawa senter jika terpaksa kembali
ke camp sesudah gelap. Bawa peralatan pelindung, P3K dan GPS.
Agar siap dengan kondisi darurat, dengan menyiapkan alat komunikasi
seperti HT, HP atau telepon satelit.
Menghindari organisme yang beracun atau berbahaya. Mengenali jenis
tumbuhan yang berbahaya yang menyebabkan gatal, juga hindari hewan-
hewan seperti kalajengking, lebah, atau binatang penyengbat lainnya.
Waspada terhadap binatang buas seperti harimau, macan, buaya dll.
Kebersihan adalah hal penting. Luka kecil dapat menjadi berbahaya dan
fatal. Karena itu gunakan antiseptik, dan bersihkan setiap luka sekecil
apapun untuk mencegah infeksi.
Menyediakan peralatan medis atau P3K.
Waspada terhadap beberapa bahan kimia berbahaya seperti formalin,
alkohol, bahan bakar dsb.
Selalu waspada dan gunakan akal sehat. Banyak kecelakaan karena orang
melakukan hal bodoh, misalnya menyeberang sungai di tempat yang salah,
panik ketika tersesat, memanjat pohon yang lemah dsb. Kecelakaan seperti
ini sesungguhnya dapat dihindari. Sangat penting untuk memahami
kemampuan sendiri, dan selalu menghindari beberapa aktivitas yang
berbahaya.
4
3. SURVAI VEGETASI
Meskipun vegetasi pada hutan hujan terbagai ke dalam berbagai strata, untuk
kepentingan analisis vegetasi dilakukan dengan membagi vegetasi kedalam
tingkat pertumbuhannya, menurut kriteria sebagai berikut :
Metode yang biasa digunakan dalam survai vegetasi adalah jalur berpetak, jalur
dibuat dengan memotong garis kontur. Penentuan panjang jalur dan jarak antar
jalur tergantung pada intensitas sampling yang ditetapkan untuk luas areal yang
akan disurvai dan ketersediaan sumber daya.
5
3.3. Analisis Data
Parameter-parameter dalam analisis vegetasi
1) Kerapatan Jenis
∑
( )
( )
2) Frekuensi
∑
( )
∑
( )
3) Dominasi
( )
( )
( )
( )
4) Indeks Keragaman
6
4. SURVAI SATWA LIAR (MAMALIA)
Keberadaan satwa liar, populasi dan keragaman jenis merupakan indikator dari
kualitas vegetasi atau habitat hutan. Satwa yang menjadi indikator umumnya
adalah mamalia, primata, burung dan herpetofauna. Mamalia merupakan salah
satu dari kelas vertebrata yang memiliki sifat homoitherm (berdarah panas). Ciri
khas mamalia adalah menyusui, melahirkan dan memiliki bulu.
Data yang harus dikumpulkan dalam survai mamalia meliputi jenis satwa yang
teramati atau berdasarkan jejak dan suara, jumlah individu, jenis kelamin (jantan
atau betina), kelompok usia (bayi, muda, atau tua), aktivitas satwa, pemanfaatan
ruang (lokasi satwa liar strata hutan), waktu teramatinya satwa, serta kondisi
habitat tempat ditemukannya satwa.
Stratifikasi
7
Metode Transek Jalur (Strip Transect).
Metode ini merupakan salah satu cara yang sering digunakan dalam
pengumpulan data jenis dan jumlah individu satwaliar. Panjang dan lebar jalur
yang digunakan disesuaikan dengan kondisi topografi dan kerapatan tegakan di
lokasi pengamatan. Data dicatat dari perjumpaan langsung dengan satwa
mamalia yang berada dalam lebar jalur pengamatan.
Catatan :
L : garis transek
Z : posisi pengamat
X : satwa yang diamati
ri : jarak pengamatan
W = lebar transek
θi = sudut pengamatan
yi = jarak tegak lurus ( y = r sin θ)
Pada dasarnya metode transek garis hampir sama dengan transek jalur. Cara dan
prosedur yang dilakukan juga sama dengan metode transek jalur. Perbedaan
yang mendasar adalah metode transek garis tidak menentukan jarak ke kanan
dan ke kiri, harus menentukan jarak antara satwa dan pengamat (jarak lurus)
atau jarak pengamatan., serta harus menentukan sudut kontak antara posisi
satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan atau sudut pengamatan.
Keterangan:
* Posisi pencatat
Satwa yang terlihat
α Sudut pandang, yaitu sudut
yang terbentuk antara arah
transek dengan posisi
satwa
8
4.2.2. Metode Pengamatan terkonsentrasi (Concentration count)
Perangkap yang digunakan adalah life trap sehingga satwa yang tertangkap
tidak akan mati. Apabila satwa yang terperangkap sulit untuk diidentifikasi,
satwa tersebut dapat diawetkan untuk keperluan identifikasi misalnya oleh LIPI.
Penggunaan perangkap hidup juga dilakukan pada penelitian dengan metode
tangkap lepas. Satwa ditangkap, ditandai, dilepaskan dan ditangkap kembali.
9
Gambar 4. Perangkap mamalia kecil
10
seperti Ficus sp, Syzigium sp, Garcinia sp, merupakan pohon berbuah
pakan satwa yang sering didatangi satwa.
Memakai pakaian berwarna gelap, tidak mencolok, atau berpola serta tidak
menggunakan wangian.
Berjalan perlahan‐lahan dan berhenti 10 menit untuk pengamatan. Jangan
banyak bergerak, bersuara keras, dan selalu hati‐hati
Jika satwa terlihat, menjaga jarak, menggunakan mata telanjang sedapatnya
untuk mengenali jenis tersebut dan jika terlalu jauh gunakan binokuler
Mencatat segala informasi yang didapat. Baik itu buah yang dimakan, dll.
Bertanya kepada guide jenis pohon tempat satwa jika tidak tahu
Mencocokkan dengan field guide sedang waktu istirahat, untuk membuka
buku identifikasi karena, bila terlalu lama bisa lupa
Bekas tapak (footprints) mamalia kemungkinan mudah dijumpai
ditempat‐tempat yang becek dan sekitarnya, yang bertanah lunak atau yang
berpasir halus. Tempat‐tempat tersebut diantaranya di sekitar sungai/sungai
kecil/aliran air, dan genangan air di tengah jalan.
Bekas tapak yang hendak dibuat cetakan jejaknya (gips), boleh dibersihkan
seperlunya, asalkan tidak merusak bentuk asal footprints. Gips yang
telah mengeras diberi kode disisi punggungnya, yang merujuk pada catatan
dibuku (jenis, lokasi penemuan, keterangan lain‐lain)
Pemasangan trap sedapatnya dilakukan didekat jalur lintasan satwa, dekat
sumber air, jalan setapak, dekat pohon yang besar dan berlubang. Umpan
dapat dioleskan pada sisi luar perangkat terutama dekat pintu perangkap.
Data sekunder dapat dilengkapi dengan mewawancarai orang desa, guide,
atau polhut. Untuk melengkapi data, wawancara langsung dengan warga
dan menunjukkan gambar-gambar pada field guide jenis yang ada di lokasi
Tidak semua orang desa merupakan pengamat yang baik. Sehingga akurasi
ingatan bisa saja bervariasi. Pemburu satwa biasanya mengamati dengan
baik, sehingga dapat diandalkan
Menghindari terjadinya pendugaan yang tidak masuk akal, sehingga tidak
terjadi over atau underestimate.
Data sangat penting tetapi keselamatan pengamat lebih penting jadi
berhati‐hati saat melakukan pengamatan.
Wawancara
Pengambilan data dengan cara mewawancarai masyarakat sekitar atau petugas
lapangan mengenai keberadaan jenis‐jenis mamalia yang terdapat di lokasi
pengamatan. Keterangan dari masyarakat atau petugas dapat diverifikasi dengan
misalnya mencocokan dengan buku panduan pengenalan jenis mamalia.
Beberapa contoh pertanyaan yang disampaikan kepada responden yaitu :
11
Pengetahuan mengenai keberadaan mamalia dan jenis‐jenis mamalia jenis
apa saja yang pernah ditemui oleh responden
Pengetahuan responden mengenai jenis mamalia yang pernah ditemui, ciri-
ciri fisik, perilaku, dan pola aktivitas (diurnal, nokturnal, terestrial,
arboreal, dan sebagainya).
Lokasi tempat perjumpaan dengan mamalia: Lokasi mamalia sering
dijumpai keberadaan sarang, keberadaan bekas jejak (cakaran, kotoran),
dan pola pergerakan mamalia (relatif menetap atau berpindah tempat,
relatif dapat ditemui di berbagai lokasi atau hanya pada satu lokasi saja).
Kapan terakhir kali mamalia tersebut dijumpai.
Pengetahuan mengenai kelimpahan jenis mamalia: misalnya mamalia
tersebut sering dijumpai atau tidak, apakah mamalia tersebut dijumpai
dalam jumlah besar atau sedikit.
Beberapa contoh pertanyaan untuk mengetahui kearifan tradisional
masyarakat terkait dengan pelestarian mamalia di lokasi penelitian, yaitu;
Apakah sering terjadi perburuan mamalia, atau ada waktu tertentu menurut
adat
Apakah mamalia yang ada di kawasan sering dimanfaatkan oleh
masyarakat untuk upacara adat
Apakah ada mitos yang berhubungan dengan salah satu atau mungkin
beberapa jenis mamalia
Apakah mamalia sebagai sumber pakan, obat-obatan, atau hewan
peliharaan.
Studi literatur
Studi literatur digunakan sebagai bahan acuan untuk mendapatkan data awal
mengenai keberadaan berbagai spesies mamalia pada lokasi pengamatan
berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Sebagai data sekunder bahan
pembanding dengan hasil penelitian yang akan dilakukan, sehingga dapat
diketahui apakah terjadi penurunan atau penambahan jumlah jenis, maupun
peningkatan dan penurunan populasinya.
12
Bekas‐bekas makan
Bekas makan yang ditinggalkan satwa berupa buah, bekas renggutan, potongan
sisa pakan dapat dibawa dan dipreservasi untuk keperluan identifikasi lebih
lanjut. Bekas gigitan dan sisa makan yang ditinggalkan dapat dibuat awetan
basahnya dengan merendam bekas‐bekas makanan tersebut dalam alkohol
(70%). Sebelum diawetkan dapat difoto terlebih dahulu (bentuk buah, bekas
gigitan, corak warna, dan sebagainya) dengan menggunakan ukuran
pembanding (meteran atau mistar).
13
dimana :
D = Kepadatan populasi (Jumlah individu/ha)
n = jumlah satwa yang teramati
L = panjang total transek
w = lebar transek
P = n ∑ Xi
Keterangan :
P = Populasi
14
Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke‐i (individu)
n = jumlah ulangan pengamatan
Frekuensi satwa
Frekuensi keberadaan jenis satwa pada suatu lokasi diketahui dengan
menghitung frekuensi relatif (%):
( )
5. SURVAI BURUNG
Burung dibagi menjadi dua kelompok menurut waktu beraktivitas, yaitu diurnal
(aktif pada siang hari dan sebagian besar burung aktif pada siang hari, biasanya
pada jam-jam tertentu burung melakukan istirahat), serta nokturnal (aktif pada
malam hari), biasanya pada kelompok Strigiformes (burung hantu). Ciri-ciri
burung, adalah ; sebagian besar tubuhnya ditutupi bulu, terdapat dua pasang
anggota badan, sepasang anterior menjadi sayap, dan sepasang posterior
menjadi kaki untuk berjalan/mengais (Galliformes & Ciconiiformes), mencakar
(Falconiformes & Strigiformes) atau berenang dengan selaput pada jari kaki
(Pelecaniformes & Anseriiformes). Masing-masing kaki memiliki empat jari
kaki, rangkanya halus, kuat, dibentuk dari tulang sejati. Mulutnya merupakan
suatu tonjolan berupa paruh (dari zat tanduk), tidak ada gigi, dan leher yang
fleksibel.
15
waktu berenang. Warna bulu burung bermacam-macam. Burung-burung dari
daerah yang kering warnanya cenderung lebih pucat, sedangkan pada daerah-
daerah yang lembab warnanya lebih gelap. Pada umumnya burung jantan
warnanya lebih cemerlng dari burung betina. Sayap pada burung umumnya
digunakan untuk terbang, dan ekornya untuk mengemudi dan keseimbangan
badan.
Perlengkapan: Peta kawasan, tally sheet, buku catatan, alat tulis, buku
panduan pengenalan jenis burung (Field Guide), teropong
(binokuler/monokuler), range finder, meteran roll, kompas, GPS, kamera
dan tape recorder. Dari peralatan yang digunakan tersebut yang paling
diprioritaskan jika tidak tersedia seluruhnya adalah tally sheet, alat tulis,
dan kompas.
Metode pengamatan burung dengan cara : jalan mengendap-endap, mencari
tempat yang baik untuk bersembunyi, menggunakan atribut/pakaian yang
tidak mencolok, tidak melakukan kegiatan yang dapat mengganggu burung,
tidak melepaskan binokuler sampai deskripsi jenis burung dapat
tergambarkan ketika melakukan identifikasi dan membuat sketsa burung
yang terlihat dan mendeskripsikan ciri-cirinya
Catatan yang biasa dicantumkan : (nama pengamat, waktu dan tanggal
pengamatan, lokasi pengamatan, jenis habitat dan tipe vegetasi yang
digunakan, cuaca, jumlah burung yang ditemukan, aktivitas, jarak burung
dengan pengamat, dan sebagainya, tergantung dari penelitian yang
dilakukan)
Metode survai burung pada prinsipnya sama dengan metode survai mamalia
termasuk transek jalur, transek garis dan metode perhitungan terkonsentrasi
(concentration count). Metode yang spesifik dilakukan untuk survai burung
yaitu
16
lokasi yang terbatas, aktif mempertahankan teritorinya dan menghabiskan waktu
di sekitar sarang. Jika lokasi pasti dapat diplotkan pada peta, maka
dimungkinkan untuk menghitung jumlah pasangan burung dari setiap jenis yang
ada.
Beberapa kelemahan metode ini yaitu, memerlukan peta yang berkualitas untuk
studi area, memerlukan waktu sampai dengan 10 kali pengamatan, mencakup
areal yang relatif kecil (1-4 km2), memerlukan keterampilan tinggi dari
pengamat untuk mengidentifikasi dan merekam burung, kesulitan dalam
interpretasi hasil dan biasanya efektif untuk daerah temperate dan jarang
diterapkan di daerah tropik.
Metode Titik hitung: dilakukan dengan berjalan suatu transek, memberi tanda
dan mencatat semua jenis burung yang ditemukan selama jangka waktu yang
telah ditentukan sebelumnya (10 menit), sebelum bergerak ke titik selanjutnya.
Transek titik berbeda dengan transek garis, dimana pengamat berjalan
disepanjang garis transek dan berhenti pada titik-titik yang sudah ditentukan,
memberikan waktu bagi burung untuk diamati dan mencatat semua burung yang
terlihat dan terdengar pada waktu yang telah ditentukan yang berkisar antara 2-
20 menit.
17
6.2. Metode Survai
Survai dilakukan pada suatu area atau habitat tertentu untuk periode waktu yang
ditentukan sebelumnya untuk mencari satwa. VES digunakan untuk
mengetahui kekayaan jenis suatu daerah, mengumpulkan daftar jenis dan
memperkirakan kelimpahan relatif spesies. Teknik ini bukan metode yang tepat
untuk menentukan kepadatan (density) karena tidak semua individu dalam area
tersebut dapat terlihat dalam survai. VES dapat dilakukan di sepanjang transek,
sepanjang sungai, sekitar kolam dan lainnya
Metode ini dilakukan dengan menaruh berbagai seri kuadrat secara acak pada
lokasi yang ditentukan dalam sebuah habitat dan mencari secara seksama
herpetofauna dalam kuadrat tersebut. Biasanya digunakan untuk mempelajari
herpetofauna yang terdapat dilantai hutan atau jenis-jenis yang menghuni daerah
di sekitar sungai. Cara ini kurang efektif dilakukan pada habitat yang memiliki
penutupan tanah yang rapat serta lokasi-lokasi yang terjal karena sulitnya
menaruh kuadrat secara acak
18
lebih baik daripada transek tunggal. Panjang setiap transek dan jumlah titik
sampling di setiap lokasi akan tergantung dari tujuan survai dan kondisi lokasi.
Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) atau adalah salah satu metode yang paling
banyak digunakan untuk mengambil data herpetofauna. Umumnya metode ini
menggunakan wadah kotak atau bulat yang disimpan di bawah air atau dalam
tanah dengan bagian atas wadah terletak di permukaan. Ukuran dan bentuk
wadah umumnya bervariasi tergantung spesies yang akan dijebak. Pitfall
trapping umumnya dikombinasikan dengan pagar pembatas (drift fence). Drift
fence adalah pagar pendek berukuran 0,5-1 meter yang terbuat dari jaring atau
plastik dan berguna untuk menuntun herpetofauna agar masuk ke dalam pitfall
trap, panjangnya biasanya antara 5-15 m. setiap beberapa meter akan dipasang
pitfall trap.
Data yang diambil dalam penelitian atau survai lapangan dapat berupa data
kuantitatif atau kualitatif. Kegunaan data ini tergantung oleh berbagai faktor
antara lain: desain eksperimen atau prosedur sampling yang digunakan,
pemilihan alat dan kemampuan menggunakan alat, dan kondisi lingkungan.
Analisis statistika digunakan untuk membantu memahami data-data yang
diperoleh. Analisis statistika yang paling sederhana adalah analisis deskripsi
19
7. SURVAI SERANGGA
Sticky trapes adalah lebaran kertas dengan ukuran tertentu yang dilumuri oleh
bahan yang lengket. Ketika serangga menyentuh kertas ini, mereka akan
terjebak sehingga pengamatan secara reguler bisa mengamati serangga yang
terperangkap.
20
7.2.5. Jebakan Penjatuh (Pitfal Traps)
Pitfall trapping atau jebakan penjatuh adalah salah satu metode yang banyak
digunakan untuk mengambil data serangga yang ada dipermukaan tanah atau
serasah. Metode ini juga digunakan untuk hepertofauna.
Ada beberapa jenis perangkap serangga terbang. Yang biasa digunakan adalah
kasa nyamuk sepanjang 1,5 meter tinggi 35 cm yang di letakkan di atas tanah.
Di bawah kasa ini, diletakkan wadah berisi air deterjen untuk menangkap
serangga. Beberapa serangga terbang akan menabrak kasa dan terjatuh ke dalam
wadah berisi air deterjen dan tenggelam. Metode ini tentunya tidak dapat
mewakili seluruh serangga di areal tersebut, akan tetapi dapat memberikan
standar yang dapat diulang
8. SURVAI PENYU
Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki pantai yang menjadi tempat
pendaratan dan bertelurnya penyu. UPKP (Unit Pengelolaan Konservasi Penyu)
telah dibentuk dengan tugas melakukan pengamatan penyu. Pengamatan penyu
adalah serangkaian kegiatan pengamatan terhadap aktifitas satwa penyu yang
mendarat meliputi pemantauan jejak pendaratan, pengamanan aktifitas penyu
bertelur, identifikasi jenis penyu dan habitat pendaratan serta relokasi telur
penyu. Pengamatan penyu dilakukan pada malam hari mulai pukul 18 sd 05.00
WIB oleh petugas UPKP. TNMB telah mengembangkan SOP untuk
pengamatan penyu.
9. PENUTUP
Metode ilmiah yang dapat digunakan sebagai SOP (Standard Operating
Procedur) sangat diperlukan untuk kepentingan monitoring kegiatan REDD+ di
kawasan konservasi, terutama untuk menunjang keakuratan hasil survai
biodiversitas. Biodiversitas adalah manfaat tambahan yang juga menjadi tujuan
pelaksaaan kegiatan REDD+ sebagaimana disyaratkan pada beberapa standar
sukarela seperti CCBA. Selain itu, dengan adanya SOP, masyarakat dapat
dilibatkan dalam survai biodiversitas untuk mendukung program REDD+.
Keterlibatan masyarakat untuk mengakses keragaman jenis sangat diharapkan
dan diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan untuk lebih
berpartisipasi aktif dalam kegiatan REDD+ yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat baik kepada masyarakat terhadap lingkungan dan
pelestarian biodiversitas. SOP ini akan terus disempurnakan seiring dengan
pengalaman dalam pelaksanaan survai di TN Meribetiri, sebagai proyek
percontohan kegiatan REDD+ di Indonesia.
21
LAMPIRAN
PROSEDUR OPERASI STANDAR (SOP) UNTUK SURVEI
KERAGAMAN JENIS PADA KAWASAN KONSERVASI
1.2. Peralatan
GPS
Peta survey atau peta vegetasi skala 1 : 20.000
kompas,
meteran,
alat ukur tinggi (haga atau hypso meter),
tali,
patok,
parang
peralatan herbarium,
dokumentasi
Tally sheet
peralatan tulis
1.3. Prosedur
1. Menentukan lokasi analisa vegetasi pada peta berdasarkan zona yang ada
pada Taman Nasional atau pada areal HCVF
2. Menentukan lokasi analisa vegetasi di lapangan menggunakan alat bantu
GPS
3. Membuat jalur pengamatan dengan memotong garis kontur
22
4. Menentukan titik awal jalur, panjang jalur dan jarak antar jalur yang
tergantung pada intensitas sampling yang ditetapkan untuk luas areal yang
akan disurvai dan ketersediaan sumber daya.
5. Membuat petak-petak pada jalur pengamatan sebagai berikut (Gambar 1) :
Petak 2 x 2 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat semai
dan tumbuhan bawah (A)
Petak 5 x 5 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pancang
(B)
Petak 10 x 10 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat tiang
(C)
Petak 20 x 20 m digunakan untuk menganalisis vegetasi tingkat pohon
(D)
A
B
C
23
No. Nama Jenis Nama Lokal Jumlah Individu Keterangan
13. Mengidentifikasi jenis yang tidak dikenal pada hutan alam dengan membuat
herbarium. Data yang penting untuk dicatat pada herbarium adalah: lokasi
pengambilan (adminsitrasi dan geografi), keterangan habitat, ketinggian dpl,
tanggal koleksi, sifat sifat pohon seperti kulit, getah, dan nama pencatat.
Pohon yang sudah tercatat diberi nomor/tag dari alumunium untuk
keperluan monitoring diwaktu yang akan datang.
14. Contoh herbarium diidentifikasi di laboratorium seperti Herbarium
Bogoriense-LIPI atau Bagian Botani Puslitbang Konservasi dan
Rehabilitasi, Bogor
15. Melakukan analisis data
Ciri khas mamalia, yakni mempunyai kelenjar susu, melahirkan anak serta
memiliki rambut. Berdasarkan ukurannya, mamalia dibagi menjadi dua, yakni
mamalia besar yang memiliki ukuran berat badan dewasa > 5 Kg dan mamalia
kecil dengan ukuran berat badan dewasa < 5 Kg. Contoh jenis-jenis mamalia
besar, diantaranya rusa, harimau, dan kerbau, sedangkan mamalia kecil, antara
lain tikus, bajing, dan kelelawar.
2.2. Peralatan
Field guide atau buku panduan lapangan
Tally sheet dan peralatan tulis
Kompas (untuk mengukur arah dan sudut tempat satwa teramati)
Binokuler (untuk mengamati satwa dari jarak jauh)
24
Peralatan perangkap atau jaring (apabila ingin menangkap satwa)
Gipsum (apabila jejak kaki satwa ingin dicetak)
Pita (sebagai penanda titik-titik pengamatan lokasi satwa yang teramati)
GPS (untuk menentukan titik dalam bentuk digital)
Higrometer (untuk mengukur suhu dan kelembaban udara)
Kamera (untuk mengambil gambar, satwa di habitatnya)
2.3. Prosedur
1. Menentukan metode yang akan digunakan, yaitu metode transek jalur dan
transek garis untuk mamalia besar seperti banteng, kerbau, rusa dan primata,
metode titik konsentrasi pada satwa yang cenderung berkumpul misal pada
sumber air, metode perangkap (trap) untk mamalia kecil, dan metode
kamera trap untuk satwa yang sukar diamati seperti harimau atau macan
tutul.
25
Keterangan : waktu dijumpai (jam, menit), ciri sosial soliter/kelompok,
perjumpaan langsung atau tidak langsung (bunyi atau suara),
mendeskripsikan secara sederhana mengenai kondisi habitat tempat
ditemukannya satwa.
Catatan :
Data dicatat dari perjumpaan langsung dengan satwa mamalia yang berada
dalam lebar jalur pengamatan.
Pengamatan pada satu jalur dilakukan tiga kali pengulangan, yaitu pada
periode pagi hari (pukul 05.30-08.00), sore hari (pukul 16.00-18.00) dan
malam hari (pukul 21.00-23.00).
Pengamatan dilakukan dengan berjalan pada kecepatan yang konstan yaitu
kurang lebih 25 meter/menit.
Untuk transek garis, pada dasarnya hampir sama dengan transek jalur. Cara
dan prosedur yang dilakukan juga sama dengan metode transek jalur.
Perbedaan yang mendasar adalah:
o Metode transek garis tidak menentukan jarak ke kanan dan ke kiri
o Metode transek garis harus menentukan jarak antara satwa dan
pengamat (jarak lurus) atau jarak pengamatan.
o Metode transek garis harus menentukan sudut kontak antara posisi
satwa yang terdeteksi dengan jalur pengamatan atau sudut
pengamatan.
Catatan :
26
Metode ini juga dapat digunakan untuk survai populasi herbivora, primata
dan karnivora.
Data dan informasi yang dicatat yaitu Nama jenis satwa, Jumlah individu,
dan jumlah individu dalam kelompok, Struktur sosial (jika ada), Jenis
kelamin (jika diketahui), dan Luasan lokasi pengamatan untuk menduga
kepadatan populasi
27
2. Kamera harus memiliki sensor yang baik (termasuk autofocus). Juga perlu
dipertimbangkan jenis baterai yang baik untuk dipasang dalam kamera trap
untuk pengamatan jangka panjang (bisa sebulan penuh).
3. Kegiatan di lapangan: Meletakkan kamera pada lokasi-lokasi yang diduga
menjadi daerah jelajah homerange alur jalan pergerakan dari satwa yang
akan di inventarisasi (perlu diperhatikan pengamanan kamera otomatis dari
pencurian)
4. Mengatur tanggal dan jam pengambilan gambar, sehingga setiap gambar
akan memiliki informasi tentang waktu saat satwa melalui jalur dan
tertangkap kamera yang berbeda. Selain itu penggunaan kamera trap bisa
memberikan informasi jelajah satwa berdasarkan posisi dimana saja
individu yang sama tertangkap oleh kamera trap.
5. Melaksanakan eksperimen dengan memasang kamera trap pada beberapa
level ketinggian dari permukaan tanah. Hal ini untuk menentukan
ketinggian yang optimal letak kamera agar bisa mendapatkan gambar yang
cukup baik (kepala dan badan bisa terekam). Juga diukur jarak antara jalur
satwa dengan kamera trap.
Burung dibagi menjadi dua kelompok menurut waktu beraktivitas, yaitu diurnal
(aktif pada siang hari) yang meliputi sebagian besar burung, serta nokturnal
(aktif pada malam hari), yaitu kelompok Strigiformes (burung hantu).
Pengamatan terhadap burung yang dilakukan di alam terbuka dikenal sebagai
bird watching. Aspek yang diamati mulai dari identifikasi jenis berdasarkan
morfologi, identifikasi lewat suara, perilaku, populasi, distribusi, dsb.
Metode survai burung pada prinsipnya sama dengan metode survai mamalia
termasuk transek jalur, transek garis dan metode perhitungan terkonsentrasi
28
(concentration count). Metode yang spesifik dilakukan untuk survai burung
yaitu metode pemetaan dan transek titik.
3.2. Perlengkapan:
Peta kawasan, tally sheet, buku catatan, alat tulis, buku panduan pengenalan
jenis burung (Field Guide), teropong (binokuler/monokuler), range finder,
meteran roll, kompas, GPS, kamera dan tape recorder. Dari peralatan yang
digunakan tersebut yang paling diprioritaskan jika tidak tersedia seluruhnya
adalah tally sheet, alat tulis, dan kompas.
3.3. Prosedur
Catatan:
Metode pemetaan dan transek titik merupakan metode lain yang dapat dilakukan
untuk survai burung.
Metode pemetaan
29
Biasanya efektif untuk daerah temperate dan jarang diterapkan di
daerah tropik.
30
4.2. Peralatan
Alat yang digunakan untuk survai herperto fauna adalah : GPS, Kompas, Senter/
Head-lamp, Plastik/ karung, Spidol permanen, Binokuler, Jam tangan, Kaliper,
Pita meter, Timbangan digital/ pegas, Kamera dan Buku identifikasi
herpetofauna
4.3. Prosedur
Tergantung dari tujuan survai dan sumberdaya yang ada, prosedur survai
herpertofauna dapat dilaksanakan dengan beberapa metode sebagai berikut
Catatan:
31
3. Mencari herpetofauna yang di atas vegetasi dan juga yang bersembunyi di
balik kayu rebah, batu atau serasah.
4. Menentukan waktu pencarian, misalkan total 2 jam per orang per
pengamatan.
5. Membuat catatan untuk setiap individu yang ditemui: jenis, substrat, habitat,
aktivitas, posisi, waktu, morfometri, berat dan jenis kelamin.
Catatan:
Survai dilakukan pada suatu area atau habitat tertentu untuk periode waktu
yang ditentukan sebelumnya untuk mencari satwa.
VES digunakan untuk mengetahui kekayaan jenis suatu daerah,
mengumpulkan daftar jenis dan memperkirakan kelimpahan relatif spesies.
Teknik ini bukan metode yang tepat untuk menentukan kepadatan (density)
karena tidak semua individu dalam area tersebut dapat terlihat dalam survai.
VES dapat dilakukan di sepanjang transek, sepanjang sungai, sekitar kolam
dan lainnya
32
Catatan:
Metode ini dilakukan dengan menaruh berbagai seri kuadrat secara acak pada
lokasi yang ditentukan dalam sebuah habitat dan mencari secara seksama
herpetofauna dalam kuadrat tersebut. Biasanya digunakan untuk mempelajari
herpetofauna yang terdapat dilantai hutan atau jenis-jenis yang menghuni daerah
di sekitar sungai. Cara ini kurang efektif dilakukan pada habitat yang memiliki
penutupan tanah yang rapat serta lokasi-lokasi yang terjal karena sulitnya
menaruh kuadrat secara acak
Transek Garis
Catatan:
Transek garis dapat digunakan untuk pengamatan herpetofauna pada berbagai
habitat. Beberapa herpetofauna sering memiliki respon yang berbeda terhadap
gradient lingkungan sehingga transek garis dapat mengidentifikasi perubahan
populasi herpetofauna.
Catatan:
Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) atau adalah salah satu metode yang
paling banyak digunakan untuk mengambil data herpetofauna.
Umumnya metode ini menggunakan wadah kotak atau bulat yang
disimpan di bawah air atau dalam tanah dengan bagian atas wadah
terletak di permukaan. Ukuran dan bentuk wadah umumnya bervariasi
33
tergantung spesies yang akan dijebak. Pitfall trapping umumnya
dikombinasikan dengan pagar pembatas (drift fence).
Drift fence adalah pagar pendek berukuran 0,5-1 meter yang terbuat dari
jaring atau plastik dan berguna untuk menuntun herpetofauna agar
masuk ke dalam pitfall trap, panjangnya biasanya antara 5-15 m. setiap
beberapa meter akan dipasang pitfall trap. Jebakan dan pagar pengarah
hanya mampu menangkap beberapa jenis herpetofauna saja. Katak-
katak pemanjat atau yang kuat melompat lebih sulit ditangkap
menggunakan metode ini dibandingkan jenis-jenis terrestrial. Yang
harus diingat bahwa untuk membuat jebakan ini diperlukan waktu,
tenaga dan biaya yang cukup besar.
Bila survai dilakukan dalam jangka pendek, pembuatan jebakan
mungkin tidak efektif. Metode ini cocok untuk monitoring jangka
panjang karena lubang bisa digunakan kembali bila diperlukan.
Data yang diambil dalam penelitian atau survai lapangan dapat berupa
data kuantitatif atau kualitatif. Kegunaan data ini tergantung oleh
berbagai faktor antara lain: desain eksperimen atau prosedur sampling
yang digunakan, pemilihan alat dan kemampuan menggunakan alat, dan
kondisi lingkungan. Analisis statistika digunakan untuk membantu
memahami data-data yang diperoleh. Analisis statistika yang paling
sederhana adalah analisis deskripsi.
Indeks yang umum digunakan adalah indeks keanekaragaman jenis
(species diversity), yaitu indeks shannon-Weaver dan indeks
kemerataan (evenness).
34
5.2. Peralatan
Tergantung dari metode yang digunakan dan serangga yang akan disurvai, pada
prinsipnya peralatan survai serangga adalah :
5.3. Prosedur
Catatan:
Metode ini banyak digunakan untuk menginventarisasi serangga yang
tertarik dengan cahaya misalnya ngengat.
Hasil inventarisasi ngengat dapat dijadikan indikator umum keragaman
jenis. Lokasi dengan jumlah ngengat yang lebih banyak akan memiliki
keragaman jenis yang lebih baik.
Catatan:
Sticky trapes adalah lebaran kertas dengan ukuran tertentu yang
dilumuri oleh bahan yang lengket. Ketika serangga menyentuh kertas
ini, mereka akan terjebak sehingga pengamatan secara reguler bisa
mengamati serangga yang terperangkap.
Sticky traps dapat berupa warna yang cerah untuk menarik serangga
yang terbang di siang hari. Juga dapat diberi aroma yang dapat menarik
serangga atau diletakkan di dekat umpan atau bunga.
Ukuran kertas lengket dapat distandarkan sehingga mewakili unit
smapling standar. Juga diperlukan pelarut (solvent) agar serangga yang
tertangkap dapat dilepaskan untuk pembuatan spesimen.
35
2. Menempatkan Pitfall trap berderet dengan desain yang disesuaikan pada
kondisi habitat.
3. Membuka jebakan pada malam hari dan mengecek pada pagi hari.
Catatan:
Jebakan penjatuh (Pitfall trapping) adalah salah satu metode yang banyak
digunakan untuk mengambil data serangga yang ada dipermukaan tanah atau
serasah.
Catatan:
Metode ini tentunya tidak dapat mewakili seluruh serangga di areal tersebut,
akan tetapi dapat memberikan standar yang dapat diulang
Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) memiliki pantai yang menjadi tempat
pendaratan dan bertelurnya penyu. UPKP (Unit Pengelolaan Konservasi Penyu)
telah dibentuk dengan tugas melakukan pengamatan penyu. Pengamatan penyu
adalah serangkaian kegiatan pengamatan terhadap aktifitas satwa penyu yang
mendarat meliputi pemantauan jejak pendaratan, pengamanan aktifitas penyu
bertelur, identifikasi jenis penyu dan habitat pendaratan serta relokasi telur
penyu. Pengamatan penyu dilakukan pada malam hari mulai pukul 18 sd 05.00
WIB oleh petugas UPKP.
Berseragam UPKP
Tas peralatan
Aplikator tag
Tag
36
Meteran
Tempat telur (ember atau tas)
Stik besi sepanjang 120 cm
Camera digital
Pisau
Alat tulis (tally sheet, ball point),
Alat komunikasi HT.
Peralatan personal use (tenda, senjata api, jas hujan, mantel dll)
Termometer, hygrometer, soil pH.
6.3. Prosedur
37
2. Petugas memastikan keberadaan telur penyu menggunakan alat pendeteksi
telur (egg detector)
3. Petugas melakukan penggalian dan pengambilan telur penyu dengan hati-
hati
4. Petugas melakukan penghitungan, pencatatan, dan relokasi telur penyu
menggunakan tas relokasi
5. Kegiatan relokasi telur penyu sampai tempat penetasan dilakukan kurang
dari 4 jam
Pengamatan penyu
Identifikasi Penyu
38
Daftar Pustaka (References)
Gregory, R.D. Gibbons, D.W and Donald, P.F. 2002. Bird census and survai
techniques. Suther-02.qxd 5/12/04 1:04 PM Page 17 www.ebcc.info/
Mack, A.L and Wright, D.D. 2011. Training Manual for Field Biologists in
Papua New Guinea. Green Capacity Publication One, USA.
www.pngibr.org
O’Connell, A.F, Nichols, J.D, Karanth, K.U. Editors. 2011. Camera Traps in
Animal Ecology, Methods and Analyses. Springer Tokyo Dordrecht
Heidelberg London New York
39
Biological Assessment 45. Conservation International, Arlington, VA,
USA.
Roy, P.S and Behera, M.D. 2002. Biodiversity assessment at landscape level.
Tropical Ecology 43(1): 151-171, 2002 ISSN 0564-3295. ©
International Society for Tropical Ecology. Indian Institute of Remote
Sensing (NRSA), Dehradun 248001, India
40