Anda di halaman 1dari 32

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ANDALAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Padang 25127
Telp.: 0751-31746 Fax: 0751-32838
Email: fk2unand@pdg.vision.net.id

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK VI

SIRKUMSISI
BAGIAN 3
SEMESTER 6
TAHUN AJARAN 2019/2020

PENDIDIKAN
DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
ANDALAS PADANG,
2020
PADAN FAKULTAS KEDOKTERAN
G,
2017
UNIVERSITAS ANDALAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Padang 25127
Telp.: 0751-31746 Fax: 0751-32838
Email: fk2unand@pdg.vision.net.id

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK VI

PEMERIKSAAN MMSE
& REFLEKS REGRESI
BAGIAN 3
SEMESTER 6
TAHUN AJARAN 2019/2020

PENDIDIKAN
DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
ANDALAS PADANG,
2020
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
Jl. Perintis Kemerdekaan Padang 25127
Telp.: 0751-31746 Fax: 0751-32838
Email: fk2unand@pdg.vision.net.id

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIK VI

ANAMNESIS & PEMERIKSAAN FISIK


PADA ANAK
BAGIAN 3
SEMESTER 6
TAHUN AJARAN 2019/2020

PENDIDIKAN
DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
ANDALAS PADANG,
2020
PEMERIKSAAN STATUS MINI MENTAL
(MINI MENTAL STATE EXAMINATION, MMSE)
PENDAHULUAN

Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan status mental pada pasien usia lanjut

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu mendeteksi gangguan fungsi kognitif ringan pada usia lanjut.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan status mini mental.

Definisi

Mild Cognitif Impairment (MCI) merupakan kondisi ”sindrom premendesia”, yang pada
berbagai studi telah dibuktikan sebagian akan berlanjut menjadi demensia (terutama demensia
Alzheimer) yang simtomatik. MCI merujuk pada suatu kondisi transisi fungsi kognisi antara
penuaan normal dan demensia ringan.

Demensia ialah suatu sindroma yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya kognitif
global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bergandengan dengan
perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit.

Faktor Risiko

Secara garis besar faktor-faktor risiko timbulnya gangguan kognitif ringan dan demensia
dapat terbagi atas faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi.

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :

- Usia lanjut
- Jenis kelamin
- Kondisi genetik
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

- Tekanan darah tinggi


- Diabetes melitus dan resistensi insulin
- Dislipidemia
- Merokok
- Obesitas
- Gagal jantung
- Fibrilasi atrium
- Heperkoagulasi dan hiperagregasi trombosit
- Pasca Coronary Angioplasty Binding Graft (CABG)
- Penyakit paru obstruktif kronis.
Deteksi Dini dan Diagnosis

Gangguan fungsi kognitif yang ringan pada usia lanjut seringkali tidak terdiagnosis,
karena baik pasien maupun keluarga terdekat umumnya tidak memperhatikan adanya
penurunan fungsi ini atau menganggap penurunan fungsi kognitif yang terjadi merupakan hal
yang wajar dialami pada usia lanjut.

Fungsi kognitif yang pertama kali terganggu pada MCI adalah memori dan paling sering
dikeluhkan oleh pasien atau keluarga dan teman – umumnya terdapat gangguan pada
kemampuan mempelajari hal-hal baru serta mengingat informasi yang baru saja dipelajari.

Pemeriksaan neuropsikiatrik yang sering digunakan dalam evaluasi pasien dengan


gangguan fungsi kognitif adalah the Mini-Mental State Examination (MMSE), karena MMSE
selain cukup praktis digunakan juga sudah mencakup beberapa domain fungsi kognitif, yaitu :
memori, fungsi eksekutif, perhatian, bahasa, praksis, dan kemampuan visuospasial.

Dengan nilai maksimal 30, pasien dengan MCI diharapkan mempunyai nilai > 24,
sementara nilai dibawah 24 sudah digolongkan sebagai demensia. Penilaian MMSE adalah :

- MMSE < 24 : Dugaan MCI

- MMSE > 25 : normal


Yang perlu diingat adalah nilai MMSE dipengaruhi oleh umur dan tingkat pendidikan, sehingga
pemeriksaan harus mempertimbangkan hal-hal tersebut dalam menginterpretasIkan hasil
pemeriksaan MMSE.

PEMERIKSAAN REFLEK REGRESI

Tujuan Umum

Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan reflek-reflek regresi pada usia lanjut

Tujuan Khusus

1. Mahasiswa mampu mendeteksi kumunduran kualitas fungsi (regresi) pada usia lanjut
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan pemeriksaan reflek regresi pada usia lanjut.
Pengertian

Penurunan fungsi kognitif ringan dibagi mild cognitif impairment (MCI) dan vascular
cognitif impairment (VCI), yang sebagian berkembang menjadi demensia. Demensia dapat
dibagi dalam demensia reversibel dan tidak reversibel.

Kerusakan yang merata pada neuron-neuron kortikal kedua belah hemisferium, yang
mencakup daerah persepsi primer, korteks motorik, dan semua daerah asosiatif menimbulkan
demensia. Apabila manifestasi gangguan korteks piramidal dan ekstrapiramidal tidak nyata,
tanda-tanda lesi organik masih dapat ditimbulkan. Pada umumnya tanda-tanda tersebut
mencerminkan gangguan pada korteks premotorik atau prefrontal. Tanda tersebut diungkapkan
dengan jalan membangkitkan reflek-reflek, yang disebut reflek regresi (yang merupakan
petanda keadaan regresi/kemunduran kualitas fungsi)
REFLEKS REGRESI

Refleks regresi disebut juga refleks demensia muncul akibat terjadinya kerusakan sel saraf
pusat di otak, baik yang bersifat terlokalisir maupun difus. Penyebab kerusakan tersebut bisa
berasal dari kelainan vaskuler, trauma, gangguan metabolik, infeksi dan sebagainya. Selain itu,
refleks regresi juga merupakan tanda proses degeneratif di otak. Beberapa penyakit yang
berhubungan dengan proses degeneratif tersebut adalah demensia vaskuler dan demensia
Alzheimer, pasca hipoksia serebri, pasca meningitis dll. Pemeriksaan reflek regresi ini bisa
dilakukan pada posisi penderita duduk atau berbaring

Beberapa pemeriksaan refleks regresi yang penting adalah:

1. Sucking Reflex
Sucking reflex dapat dilakukan dengan menyentuhkan
benda seperti ujung pena, palu refleks atau jari
pemeriksa secara ringan dan lembut pada bibir
penderita. Jawaban refleks berupa gerakan bibir
seolah-olah akan menetek atau menyusu.

Gambar1. Sucking reflex

2. Grasping Reflex

Grasping reflex (refleks menggenggam) dilakukan dengan meletakkan jari pemeriksa


secara lembut pada telapak tangan penderita, dimana secara refleks tangan penderita akan
menggenggam jari pemeriksa tersebut.

Gambar 2. Grasping reflex


3. Palmomental Reflex

Refleks palmomental dilakukan


dengan menggores telapak tangan
penderita pada bagian otot hipotenar.
Goresan dilakukan dengan cepat dari
proksimal (bagian pergelangan
tangan penderita) menuju ke distal
(bagian pangkal ibu jari). Jawaban
dari rangsangan ini berupa gerakan
otot-otot mental (dagu).
Gambar 3. Palmomental reflex

4. Glabellar Reflex
Glabellar reflex (refleks glabella) dilakukan dengan mengetuk glabella (pertengahan dahi
diantara kedua alis mata) penderita dengan ujung jari atau palu refleks. Pada orang normal,
respon berkedip hanya timbul dua sampai tiga kali saja. Sedangkan pada penderita demensia,
kedipan mata akan timbul setiap kali glabella diketuk.

Catatan : pengetukan glabella dilakukan dari arah belakang pasien, sehingga tidak diartikan
sebagai refleks ancam oleh pasien

Gambar 4. Glabellar reflex

Gambar 5. Snout reflex

5. Snout Reflex
Snout reflex dilakukan dengan mengetuk bibir atas penderita secara lembut dengan
menggunakan ujung jari pemeriksa atau palu refleks. Jawaban dari rangsangan ini berupa
kontraksi otot orbikularis oris, sehingga sudut bibir penderita akan tertarik pada daerah yang
diketuk.
6. Refleks Kaki Tonik (Foot Grasping Reflex)

Refleks kaki tonik dilakukan dengan menggores telapak


kaki penderita menggunakan ujung palu refleks. Pada
penderita demensia, penggoresan telapak kaki
menyebabkan kontraksi tonik telapak kaki berikut jari-
jarinya.

Gambar 6. Foot grasping reflex

7. Coeneomandibular Reflek
Positif bila penggoresan kornea menimbulkan pemejaman mata ipsilateral dan

disertai gerakan mandibula kesisi kontralateral


LEMBAR PENILAIAN
PEMERIKSAAN TES MINI MENTAL
BLOK 3.6

Nama Pemeriksa : ............................... Tanggal : ...........


Nama pasien : ..............................
0 NILAI 1
No Aspek yang
dinilai
I 1. Tanggal
2. Hari
3. Bulan
4. Tahun
5. Musim
6. Ruangan (klinik, lantai ?)
7. Rumah Sakit
8. Kota
9. Propinsi
10. Negara
Registrasi (Pasien diminta mengingat 3 kata)
11. Bola
12. Melati
13. Kursi
III Atensi / Kalkulasi (menilai perhitungan 100 – 7 atau ejaan
terbalik Wahyu)
14. 100 – 7 Atau U
15. 93 – 7 Y
16. 86–7 H
17. 79 – 7 A
18. 72 – 7 W
IV Recall Memori (mengingat kembali 11-13)
19. Bola
20. Melati
21. Kursi
V Bahasa (melakukan hal di bawah ini pada pasien)
Penyebutan (22 – 23)
22. Jam tangan (Arloji)
23. Pensil
24. Pengulangan : Namun, tanpa dan bila
Pengertian Verbal (25-27)
25. Ambil Kertas ini dengan tangan kanan
26. lipatlah menjadi dua dan
27. Letakkan di lantai
28. Membaca dan pengertian bahasa, tulisan :
- Tutup mata anda
29. Menulis (Tulis Kalimat lengkap)
VI Konstruksi
30. Tiru gambar dibawah ini :

Keterangan :
Total skor : …………………..
0 = jawaban salah
1 = jawaban betul

Interpretasi penilaian : ………………….


CHECK LIST PENILAIAN KETERAMPILAN MAHASISWA

PADA PEMERIKSAAN MMSE

BLOK 3.6

NO KRITERIA Nilai

0 1 2 3

1 Mempersiapkan instrument pemeriksaan dan formulir


2 Memperkenalkan diri kepada pasien
3 Menjelaskan tujuan pemeriksaan MMSE pada pasien
4 Mencatat nama pasien, jenis kelamin, tanggal lahir, tanggal
pemeriksaan
6 Melakukan pemeriksaan MMSE secara berurutan
7 Menentukan hasil pemeriksaan (scoring)
8 Menginterpretasikan hasil pemeriksaan sbb:
< 24 = dugaan MCI
>25 = normal
10 Mengucapkan terimakasih kepada orangtua
Total skor
Keterangan Skor :

Keterangan :
Untuk checklist no. 1 dan 2, skor penilaian hanya “0“atau “1”:
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan
Untuk checklist no. 3 - 10, skor penilaian:
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tapi dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan baik

Nilai = skor total X 100

20

Mengetahui Mahasiswa
Instruktur

(………………………….) (………………………)
NIP.
PENILAIAN SKILLS LAB
PEMERIKSAAN REFLEK REGRESI
BLOK 3.6
Nama Mahasiswa :
BP. :
Kelompok :

Aspek Yang Dinilai ( Mahasiswa Melakukan Nilai


No. Pemeriksaan Reflek-Reflek Di bawah Ini Dan
0 1 2 3
Menilainya)
1. Grasp Reflex (Reflek Memegang)

2. Suck Reflek (Reflek Menghisap/menetek)

3. Snout Reflek

4. Glabella Reflek

5. Palmomental Reflek

6. Corneomandibular Refleks

7. Refleks Kaki Tonik

Keterangan Skor :

0 = Tidak dilakukan

1 = Dilakukan tapi dengan banyak perbaikan

2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan


3 = Dilakukan dengan baik
Nilai : Jumlah total x 100% = ............. %

21

Mengetahui Mahasiswa

Instruktur

(………………………….) (………………………)
NIP.
SIRKUMSISI

PENDAHULUAN

Sirkumsisi berasal dari bahasa Latin: circum: around, caedere: to cut. Sirkumsisi adalah
tindakan membuang preputium penis. Sebelum diketahui manfaat klinis sirkumsisi tindakan ini
sudah lama dikerjakan dengan alasan pelaksanaan ajaran agama seperti agama islam. Di amerika
serikat lebih dari 85 % anak dan pria di sirkumsisi. Keuntungan klinis dari tindakan sirkumsisi
adalah megurangi resiko ISK, phimosis, paraphimosis, balanoposthititis dan keganasan penis,
menurunkan resiko HIV.

TIU: Mahasiswa mampu mengaplikasikan prinsip–prinsip sirkumsisi pada manikin

TIK : 1. Mengetahui indikasi dan kontra indikasi sirkumsisi


2. Mempersiakan alat dan bahan untuk tindakan sirkumsisi
3. Memahami prinsip aseptik dan antiseptik pada tindakan sirkumsisi
4. Mampu melakukan anestesi blok dan infiltrasi pada sirkumsisi
5. Mampu melakukan tindakan sirkumsisi
6. Follow up dan edukasi pasca sirkumsisi

Indikasi sirkumsisi:

1. Indikasi medis
 Terapi phimosis
 Tindakan tambahan pada terapi vesikoureteral refluk
 Insisi dorsal pada kasus para phimosis
2. Indikasi Sosial
Pengamalan ajaran agama

Kontra indikasi sirkumsisi

1. Hipospadia
2. Epispadia

3. Chorde tanpa hipospadia

4. Torsio penis

5. Burried penis
6. Webb penis

7. Intersex ( DSD)

8. Mikropenis
9. Megalo uretra
10. Hemofila ( relatif )
11. Infeksi genitalia eksterna ( relatif)

Alat –alat dan bahan :

1. Minor set
2. Handscoon steril
3. Povidone iodine
4. Kassa steril
5. Duk steril
6. Obat anesthesia lokal ( lidokain, prokain, dll)
7. Spuit 3 cc / 5 cc
8. Benang yang cepat di serap misal : cromic cat gut 3.0
9. Antibiotik ( golongan penicillin ) dan antinyeri oral ( NSID )
10. Obat-obatan emergensi ( epineprin, difenhidramin HCL, giving set, IV Chat 22 , atau 24,
RL infus 500 cc )
Langkah –langkah sirkumsisi:

1. Informed concern dan izin tindakan


2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
3. Persiapan alat
4. Asepsis dan antisepsis
5. Anestesi
6. Dorsumsisi dan sirkumsisi
7. Kontrol perdarahan
8. Penjahitan luka
9. Pasca tindakan dan follow up

Anestesia

Sirkumsisi dapat dilakukan dengan pembiusan lokal. Dasar anatomi yang harus dipahami adalah
letak dan jalan nervus dorsalis penis yang akan di blok.

Gambar :

1. 2.

a: arteri pudenda interna,;


b: n. pudenda interna;
c: arteri kavernosa,;
d: arteri dorsalis penis;
e: n. dorsalis penis

3.
4.

Obat yang dipakai bisa lidokain, prokain, dll. Dalam Praktek sehari-hari lebih sering memakai
lidokain 2cc, 40 mg tanpa adrenalin. Dosis maksimal 200 mg (5 ampul).

Teknik anestesi:

Anestesia blok dilakukan pada daerah longgar seperti pada gambar 1 diatas, sampai menembus
fascia buck ( fascia penis profunda), terdapat sensasi seperti menembus kertas, di aspirasi untuk
memastikan tidak masuk ke pembuluh darah. Jika tidak ada darah, injeksikan lidokain sekitar
0,5 cc, lalu jarum di tarik keluar fascia buck dan di miringkan ke arah sesuai atanomi n dorsalis
penis, masukkan kira- kira 0,5 cc. Untuk menambah efek anestesia terutama pada preputium di
lakakukan infiltrasi pada sub kutis biasanya pada jam 9 , 3 dan 6.

Teknik sirkumsisi:

• Retraksi dan pisahkan kulit preputium dan glans sampai korona,

• Perhatikan letak orifisum uretra eksterna dan bentuk glans penis

• Klem pada arah jam 11 dan jam 13. Dorsumsisi pada pada arah jam 12 hingga tampak
sulkus koronarius , pasang klem pada jam 6

• Lakukan sirkumsisi secara melingkar sekitar 5 -10 mm dari glans

• Kontrol perdarahan (jahitan atau kauter)

• Jahitan aproksimasi dengan benang rapid absorbable 3.0 atau 4.0 (plain cat gut,
chromic cat gut, atau monocryl. Janitan dengan interrupted suture mukosa dan kulit
secukupanya . untuk mengurangi resiko perdarahan dilakukan jahitan figure of eigth
untuk daerah frenulum yang di potong seperti pada gambar teknik dibawah. Teknik lain
dengan meninggalkan daerah frenulum sejajar dengan klem yang ada di jam 6, lalu di
jahit dengan jahitan melingkar, lalu di potong 2-3 mm dari simpul. Tekni ini akan lebih
aman dan nyaman karna pembuluh darah frenulum tidak dipotong sebelum di ligasi,
namun ada jaringan yang nekrosis sehingga kemungkianan tempat ini akan ada krusta
atau infeksi akan lebih tinggi dari teknik yang potong di awal.

1 2

3 4

5 6
Perawatan pasca sirkumsisi

• Rawat terbuka

• Antibiotik

• Analgetik

Komplikasi sirkumsisi

• Perdarahan, terutama dari frenulum  0,2%-5%

o Umumnya minor
o Tekan atau jahitan hemostasis

• Infeksi < 1%

• Kulit prepusium yang dieksisi tidak adekuat  skin tags, fimosis sekunder

• Kulit prepusium yang dieksisi terlalu banyak  buried / trapped penis


• Amputasi glans/ penis

Referensi

1. Hinman F, Baskin LS. Human’s Atlas of Pediatric Urologis Surgery. Elsevier. 2009
2. Elder JS. Circumcision. Department of Urology, Henry Ford Health System and Vattikuti
Urology Institute, Detroit, Michigan, USA.
3. Cold CJ , Taylor JR. Prepuce. British Journal Of Urology.1999;83:34-44.
CHECKLIST
PENILAIAN
SIRKUMSISI
Blok 3.6

NAMA :
NO. BP :
TANGGAL :
KELOMPOK :

No Poin penilaian Skor


1 2 3
1 Menjelaskan indikasi sirkumsisi
2 Menjelaskan kontraindikasi sirkumsisi
3 Inform concern ( izin tindakan)
4 Melakukan persiapan alat
5 Melakukan prosedur aseptik dan antiseptik pada
tindakan sirkumsisi
6 Melakukan anastesia blok
7 Mampu melakukan sirkumsisi
8 Prilaku professional

Ket : 1. Tidak dilakukan


2. Dilakukan tidak sempurna
3. Dilakukan dengan sempurna

Nilai = Skor total x

100 = 24

Padang, ………….
Instruktur

…………………….
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM


1. Dapat melakukan anamnesis pada anak secara rinci
2. Dapat melakukan pemeriksaan fisik pada anak

STRATEGI PEMBELAJARAN
 Bekerja kelompok
 Bekerja dan belajar mandiri

PRASYARAT
Dalam melakukan skills lab blok ini setiap mahasiswa
 Mampu berkomunikasi dengan baik dengan calon respondennya (rasa empati)
 Telah membaca dan mengerti dengan kuesioner dan alat yang akan digunakan.
 Mahasiswa sudah lulus Skills lab Blok yang terkait dengan Pemeriksaan Fisik.

Pendahuluan
2.1. Anamnesis
Anamnesis merupakan proses wawancara yang dilakukan kepada pasien. Anamnesis dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. AlIoanamnesis, yaitu anamnesis yang dilakukan terhadap orang tua, wali atau orang yang
dekat dengan pasien
b. Autoanamnesis, yaitu anamnesis yang dilakukan langsung kepada pasien.

Berbeda dengan dewasa, bayi dan anak belum dapat memberikan keterangan sehingga
alloanamnesis menduduki tempat yang jauh lebih penting daripada autoanamnesis. Hampir 80%
data yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis didapatkan dari anamnesis. Bahkan dalam
keadaan tertentu, anamenesis merupakan satu-satunya cara tercepat dan kunci untuk menegakkan
diagnosis. Namun demikian, terdapat beberapa hambatan dalam melakukan anamnesis. Salah
satunya, karena anamnesis yang dilakukan merupakan aloanamnesis sehingga pemeriksa harus
waspada akan kemungkinan terjadinya kesalahan karena data yang disampaikan oleh orang tua
atau pengantar pasien mungkin berdasarkan asumsi atau persepsi orang tua atau pengantar.
Keadaan ini tentu saja berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pendidikan, adat dan tradisi,
kepercayaan, kebiasaan dan faktor lainnya.
Anamnesis yang baik dan terarah akan memudahkan dalam menegakkan diagnosis, sehingga
dibutuhkan anamnesis yang lengkap pada pasien, termasuk riwayat kehamilan ibu, riwayat
kelahiran, makanan, imunisasi, pertumbuhan dan perkembangannya serta riwayat keluarga dan
corak reproduksi dan sebagainya. Dengan perkataan lain, dokter harus memperhatikan seluruh
aspek tumbuh kembang anak.
Anamnesis sebaiknya dilakukan dalam suasana yang kondusif dan nyaman sehingga orang
tua atau pengantar pasien dapat mengemukakan keadaan pasien dengan spontan wajar namun
tidak berkepanjangan. Anamnesis biasanya dilakukan dengan cara tatap muka, dan
keberhasilannya tergantung pada kepribadian, pengalaman dan kebijakan pemeriksa. Pemeriksa
harus bersikap empati dan menyesuaikan diri dengan keadaan sosial, budaya, pendidikan serta
memperhatikan kepribadian dan kondisi emosional orang tua yang diwawancarai.

Gambar 1. Mengajak bermain anak sebelum pemeriksaan dapat mengurangi kecemasan pada
anak

Dalam melakukan anamnesis, pameriksa sebaiknya tidak sugestif dan sedapat mungkin
memberikan kesempatan kepada tua untuk menceritakan riwayat penyakit pasien sesuai
persepsinya, memberikan pertanyaan yang jawabannya hanya “ya” atau “tidak”.
Keterangan:
(A) adalah saat pembuatan anamnesis. Anamnesis dimulai dengan keluhan utama (1),
dilanjutkan dengan riwayat perjalanan penyakit (2) Secara kronologis dari sejak awal gejala (B)
sampai saat anamnesis. Menyusul kemudian riwayat penyakit terdahulu (3), yakni sejak lahir (C)
sampai timbulnya gejala. Selanjutnya diungkap riwayat kehamilan ibu (4), dan riwayat kelahiran
(5). Anamnesis harus dilengkapi dengan riwayat makanan (6), imunisasi (7) dan tumbuh
kembang (8) yang sebaiknya disusun secara kronologis. Anamnesis diakhiri dengan rincian
keadaan keluarga (9), termasuk corak reproduksi.

Langkah-langkah pembuatan anamnesis


Salah satu sistematika yang Iazim dilakukan dalam membuat anamnesis adalah sebagai berikut:
1. Pastikan identitas pasien dengan lengkap
Identitas dimulai dengan nama pasien, umur (sebaiknya ditanyakan tanggal lahir pasien),
jenis kelamin, nama orang tua, alamat tempat tinggal (ditulis secara Iengkap disertai
nomor telpon), umur, pendidikan dan pekerjaan orang tua serta agama dan suku bangsa

2. Tanyakan riwayat penyakit pasien mulai dari keluhan utama, yang dilanjutkan dengan
riwayat penyakit sekarang, yakni sejak pasien menunjukkan gejala pertama sampai saat
dilakukan anamnesis.
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa berobat.
Keluhan utama tidak selalu merupakan keluhan yang pertama kali disampaikan oleh
orang tua pasien. Keluhan utama juga tidak selalu sejalan dengan diagnosis utama. Pada
riwayat perjalanan penyakit, ditulis cerita secara kronologis, terinci dan jelas mengenai
keadaan kesehatan pasien sejak sebelum ada keluhan sampai dibawa berobat, termasuk
pengobatan yang telah didapatkan pasien sebelumnya. Perlu ditanyakan perkembangan
penyakit, kemungkinan terjadinya komplikasi, adanya gejala sisa dan kecacatan. Perlu
diketahui keadaan atau penyakit yang mungkin berkaitan dengan penyakit sekarang serta
keluhan atau gejala tambahan termasuk yang tidak ada hubungannya dengan penyakit
sekarang.
Pada umumnya, hal-hal berikut perlu diketahui mengenai keluhan atau gejala:
 Lamanya keluhan berlangsung.
 Bagaimana sifat terjadinya gejala: apakah mendadak, perlahan-lahan, terus-
menerus, berupa bangkitan atau serangan, hilang timbul atau berhubungan dengan
waktu.
 Untuk keluhan lokal harus dirinci lokalisasi dan sifatnya
 Berat ringannya keluhan dan perkembangannya
 Terdapatnya hal-hal yang mendahului keluhan
 Apakah keluhan tersebut baru pertama kali dirasakan ataukah sudah pernah
sebelumnya
 Apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien yang
menderita keluhan yang sama
 Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya
3. Riwayat penyakit terdahulu, baik yang berkaitan langsung maupun yang tidak ada
hubungannya sama sekali

4. Riwayat pasien ketika ia dalam kandungan ibu


Perlu ditanyakan keadaan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya penyakit,
pemeriksaan antenatal (frekuensi kunjungan dan kepada siapa kunjungan dilakukan),
pemberian toksoid tetanus, obat-obatan yang diminum selama kehamilan muda, dan
infeksi yang terjadi pada kehamilan muda. Pada bayi yang Iahir kecil untuk masa
kehamilan perlu ditanyakan apakah ibu merokok atau minum minuman keras, serta
makanan ibu selama hamil.
5. Riwayat kelahiran pasien. Tanyakan kapan dan dimana lahir, siapa yang menolong, cara
kelahiran, adanya kehamilan kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir dan morbiditas
pada hari-hari pertama setelah lahir. Perlu ditanyakan apakah kelahiran kurang bulan,
cukup bulan atau lewat bulan, serta berat dan panjang badan saat lahir. Riwayat makanan
anak
Perlu ditanyakan tentang makanan yang dikonsumsi anak baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, kemudian dinilai kualitas dan kuantitas makanan.
6. Riwayat makanan anak
Perlu ditanyakan tentang makanan yang dikonsumsi anak baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang, kemudian dinilai kualitas dan kuantitas makanan.
7. Riwayat imunisasi
Status imunisasi pasien, baik imunisasi dasar maupun imunisasi ulangan (booster) harus
ditanyakan secara rutin, khususnya imunisasi Hepatitis B, Polio, BCG, DPT, campak, dan
Haemophillus influenza tipe B. Jika memungkinkan disertai tanggal dan tempat imunisasi
diberikan. Beberapa imunisasi lain juga perlu ditanyakan seperti Hepatitis A, MMR,
Influenza, Varicella, Rotavirus, Pneumokokus dan lainnya.

8. Riwayat tumbuh kembang


Status pertumbuhan anak dapat diketahui dengan menggunakan kurva berat badan
terhadap umur dan panjang badan terhadap umur. Perkembangan pasien harus ditelaah
secara rinci untuk mengetahui apakah semua tahapan perkembangan dilalui dengan
mulus atau terdapat penyimpangan. Beberapa patokan (milestones) perkembangan di
bidang motorik kasar, motorik halus, sosial-personal dan bahasa-adaptif perlu dinilai
terutama pada balita. Pada anak yang lebih besar, perlu dinilai prestasi belajar anak,
status pubertas (menars dan telars) serta adanya kelainan tingkah laku dan emosi.

9. Riwayat keluarga, corak reproduksi ibu, dan data perumahan


Data keluarga pasien perlu diketahui dengan akurat untuk memperoleh gambaran
keadaan social-ekonomi-budaya dan kesehatan keluarga pasien. Dalam melakukan
anamnesis riwayat keluarga, perlu dibuat pedigri sehingga dapat tergambar dengan jelas
hubungan antara anggota keluarga, terutama apabila ditemukan kelainan yang
mempunyai aspek genetik herediter atau familial.
Corak reproduksi ibu perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan tumbuh kembang,
kesehatan, kesakitan dan kematian. Perlu ditanyakan umur ibu saat hamil/melahirkan.
terutama yang pertama, umur kakak adiknya, sehingga dapat diketahui jarak kelahiran,
jumlah persalinan termasuk aborsi. Data perumahan diperlukan untuk mendapatkan
gambaran keadaan anak dalam lingkungannya sehari-hari. Dari data ini dapat diketahui
apakah keluarga pasien termasuk keluarga inti atau keluarga besar, masalah dalam
keluarga serta keadaan perumahan serta lingkungan tempat tinggalnya untuk mengetahui
pola pengasuhan serta stimulasi yang diberikan.
2.2. Pemeriksaan fisik
Berbeda dengan pemeriksaan fisik pada dewasa, pada anak diperlukan cara pendekatan tertentu
agar anak tidak merasa takut, tidak menangis dan tidak menolak untuk diperiksa sehingga dapat
memperoleh data kesehatan fisik anak secara lengkap dan akurat. Pada bayi dan anak kecil akan
merasa nyaman jika pemeriksaan dilakukan dengan adanya orangtua, terutama ibu. Pada bayi di
bawah 4 bulan, pemeriksaan akan lebih mudah karena bayi belum bisa membedakan orang di
sekitarnya. Pemeriksaan dapat dimulai saat bayi atau anak masih berada, dipangkuan ibu,
kemudian sedikit demi sedikit bayi dan anak dipindahkan ke meja periksa sambil dibujuk atau
diajak bicara dengan kata-kata manis.

Gambar 2. Organ dalam abdomen pada anak


Cara pemeriksaan pada bayi dan anak pada umumnya hampir sama dengan pemeriksaan pada
dewasa yaitu dimulai dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada keadaan tenentu
urutan pemeriksaan tidak harus berurutan. Pada bayi dan anak kecil, setelah inspeksi umum,
dianjurkan untuk melakukan auskultasi abdomen (untuk mendegarkan bising usus) serta
auskultasi jantung karena jika anak menangis, bising usus akan meningkat dan suara jantung sulit
dinilai. Pemeriksaan dilakukan pada ruangan yang tenang dengan pencahayaan cukup. Sebelum
pemeriksaan, pemeriksa harus mencuci tangan terlebih dahulu, kemudian tangan dikeringkan dan
dihangatkan. Pemeriksaan dilakukan pada seluruh tubuh, dari ujung rambut sampai ujung kaki,
namun tidak harus dengan urutan tertentu. Pemeriksaan yang dilakukan dengan alat seperti
pemeriksaan tenggorok, mulut, telinga, suhu tubuh dan tekanan darah sebaiknya dilakukan
paling akhir.
Gambar 3. Pemeriksaan lien pada anak
Pemeriksaan thorax dan abdomen dilakukan dengan cara yang hampir sama dengan pemeriksaan
pada dewasa. Pada pemeriksaan hati, dilakukan dengan menggunakan patokan 2 garis yaitu:
1. Garis yang menghubungkan pusat dengan titik potong garis midklavikularis kanan dengan
arkus aorta
2. Garis yang menghubungkan pusat dengan prosesus xifoideus

Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dan dinyatakan dengan berapa
bagian dari kedua garis tersebut (rnisalnya 1/3-1/2) atau dinyatakan dalam cm, dan akan lebih
jelas apabila digambar secara skematis. Dalam keadaan normal pada anak Indonesia sampai
umur 5-6 tahun hati masih dapat teraba sampai berukuran 1/3 1/1 dengan tepi tajam, konsistensi
kenyal, permukaan rata dan tidak terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaan genitalia harus dilakukan terutama pada neonatus untuk mendeteksi dini
beberapa kelainan bawaan seperti pseudohermafroditisme, hiperplasia korteks kongenital atau
defek perkembangan lainnya. Pada anak yang lebih besar perlu diperhatikan adanya tanda seks
sekunder. Masa pubertas pria bermula dengan mulai bertambah besarnya testis, rata-rata pada
umur 11,5 tahun (rentang 9,5-13,5 tahun) diikuti dengan terjadinya pacu tumbuh pada usia 13
tahun (10-16 tahun), sedangkan pada wanita,pacu tumbuh merupakan pertanda awal terjadinya
pubertas yang umumnya terjadi sekitar umur 9,5 tahun yang kemudian diikuti dengan
pertumbuhan payudara. Rambut pubis normal akan tumbuh pada usia 12 ± 1,1 tahun pada
perempuan dan 13,5 ± 1,2 tahun pada laki-Iaki. Jika terdapat tanda pubertas sebelum usia 8 tahun
pada perempuan atau sebelum 9 tahun pada laki-laki maka harus dicurigai sebagai pubertas
prekoks.
Gambar 4. Cara menyatakan ukuran hati. Pada contoh ini ukuran hati dapat dinyatakan
sebagai ½- ½ . Dianjurkan untuk membuat skema seperti ini dalam catatan medik.

Pada neonatus, pemeriksaan fisik dilakukan di bawah pemanas untuk mencegah


terjadinya hipotermia. Pemeriksaan fisik pada neonatus harus dilakukan pada saat lahir, dalam
24 jam setelah lahir dan pada saat akan pulang. Pemeriksaan pada saat lahir bertujuan untuk
menilai adaptasi neonatus dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterin dan untuk mencari kelainan
congenital terutama yang perlu penanganan segera.
Penilaian terhadap adaptasi neonatus dilakukan dengan cara menghitung nilai Apgar yang
dilakukan pada menit pertama dan kelima setelah Iahir, berupa penilaian laju denyut jantung,
usaha bernapas, tonus otot, refleks terhadap rangsangan dan warna kulit. Selain itu, pemeriksaan
cairan amnion, tali pusat dan plasenta juga harus dilakukan pada saat lahir. Pemeriksaan tali
pusat dilakukan dengan melihat kesegaran tali pusat, ada tidaknya simpul tali pusat dan arteri
dan vena umbilikalis. Setelah pemeriksaan cairan amnion, plasenta dan tali pusat kemudian
dilakukan pemeriksaan bayi secara cepat tetapi menyeluruh. Pemeriksaan umum biasanya
dilakukan untuk menilai keaktifan neonatus dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan
lengan. Penilaian terhadap warna kulit bayi perlu dilakukan untuk mengetahui adanya
kemerahan, sianosis, pucat.
Tabel 1. APGAR Score
Pemeriksaan usia gestasi dapat dilakukan dengan penilaian kriteria fisik luar neonatus
dengan menggunakan Ballard score dan pemeriksaan neurologis dengan menggunakan kriteria
Dubowitz. Pemeriksaan antropometri pada neonatus harus disesuaikan dengan usia gestasi
neonatus untuk menentukan status gizi pada neonatus. Pemeriksaan fisik lain juga harus
dilakukan secara rinci untuk melihat apakah ada kelainan congenital maupun trauma lahir pada
neonatus.

Gambar 5. Dubuwits score

Gambar 6. Ballard score


CHECKLIST PENILAIAN
KETERAMPILAN ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK PADA ANAK

NO ASPEK YANG DINILAI NILAI


1 2 3
Kemampuan melakukan anamnesis
1. Menyampaikan salam
2. Memperkenalkan diri dan menyapa ibu
3. Menanyakan identitas pasien
4. Menjelaskan cara dan tujuan pemeriksaan
5. Menanyakan keluhan utama dan riwayat perjalanan pernyakit
6. Menanyakan riwayat penyakit yang pernah diderita.
7. Menanyakan riwayat kehamilan ibu.
8. Menanyakan riwayat kelahiran
9. Menanyakan riwayat makanan pasien
10. Menanyakan riwayat imunisasi
11. Menanyakan riwayat pertumbuhan dan perkembangan
12. Menanyakan riwayat keluarga, corak reproduksi ibu, dan data
perumahan
13. Melaporkan hasil anamnesis secara rinci dan berurutan.
Kemampuan melakukan pemeriksaan fisik
14. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
15. Mencuci tangan dengan cairan antiseptik
16. Menghangatkan tangan sebelum melakukan pemeriksaan.
17. Meletakkan bayi dan anak pada posisi yang nyaman.
18. Melakukan inspeksi umum
19. Melakukan pemeriksaan fisik secara lengkap. Pemeriksaan yang
tidak bersifat invasive dilakukan terlebih dahulu.
20. Melakukan pemeriksaan mulut, tenggorok, telinga, dan
pemeriksaan suhu tubuh pada akhir pemeriksaan
21. Melaporkan hasil pemeriksaan.
22. Mengucapkan terimakasih
TOTAL SKOR

KETERANGAN:
Untuk checklist no.1 dan 2, skor penilaian hanya “1” atau “2”. 1 =
tidak dilakukan
2 = dilakukan
Untuk checklist no. 3-23, skor penilaian: 3 =
tidak dilakukan
4 = dilakukan tidak sempurna
5 = dilakukan dengan sempurna

Nilai = skor total x 100


73

Anda mungkin juga menyukai