DISUSUN OLEH :
A. Pendahuluan
1. Data Pasien
Kesimpulan :
Pasien berinisial An.S berjenis kelamin perempuan berusia 3 tahun. Pasien di diagnosis
menderita gizi buruk (keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi
energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi, disertai dengan kekurangan zat gizi lain) dan epilepsy adalah penyakit
gangguan sistem syaraf pusat yang membuat aktivitas otak menjadi tidak normal.
Epilepsy ditandai dengan kejang yang dapat disertai hilangnya kesadaran penderita.
B. Skrining
SKRINING STRONG-kids
UNTUK ANAK USIA 0 BULAN – 14 TAHUN
Parametr Nilai
√Ya
1
Apakah pasien tampak kurus ? □ Tidak
0
Apakah terdapat penurunan berat badan selama satu bulan
terakhir ?
(berdasarkan penilaian objektif data berat badan bila ada atau □ Ya 1
penilaian
subjektif orang tua pasien atau untuk bayi < 1 tahun berat badab □ Tidak 0
tidak
naik selama 3 bulan terakhir )
Apakah terdapat salah satu dari kodisi tersebut? (diare ≥ 5
□ Ya 1
kali/hari dan muntah >3 kali/hari dalam seminggu terakhir atau
asupan makanan □ Tidak 0
Kesimpulan :
Berdasarkan hasil skrinning diatas An. N memiliki skor 3 yang dapat dikategorikan
risiko sedang malnutrisi dan harus konsultasi untuk diagnosis lengkap serta intervensi
gizi yang sesuai
C. Assesmen
Kesimpulan :
Data yang tertulis kurang lengkap, karena termasuk data inadekuat
II. Pengukuran Antropometri (AD)
Kode IDNT Antropometri Hasil
AD 1.1.2 TB 81,7 cm
AD 1.1.1 BBA 9,6 kg
AD 1.1.5 LILA 14,5 cm
Lingkar kepala 44 cm
AD 1.1. Status Gizi
BB/U -2,52 (gizi kurang)
TB/U -3,43 (sangat pendek)
BB/TB -0,8 (normal)
IMT/U -0,39 normal
Percentile LILA 86,3% (kurang)
Kesimpulan:
Dari data pengukuran antropometri dapat disimpulkan bahwa An. N memiliki
keadaan gizi kurag dengan BB/U : -2,52, dan kondisi tinggi badan yang sangat
pendek dengan TB/U : -3,43. Namun BB/TB : normal, dan IMT/U normal.
Sumber : PMK No. 2 tahun 2020 Standar Antropometri Anak
Kesimpulan:
Tidak dilakukan pemeriksaan biokimia karena data yang inadekuat.
V. Riwayat Pasien (CH)
1. Riwayat pribadi (CH-1)
Kode IDNT Riwayat Pribadi Hasil
CH. 1.1.2 Jenis kelamin Perempuan
CH. 1.1.3 Suku Tidak ada data
CH. 1.1.4 Bahasa Tidak ada data
CH. 1.1.5 Kemampuan literasi Tidak ada data
CH. 1.1.6 Pendidikan Tidak ada data
CH. 1.1.7 Peran dalam keluarga Anak
CH. 1.1.8 Merokok Tidak ada data
CH. 1.1.9 Keterbatasan fisik Gagal tumbuh
CH. 1.1.10 Mobilitas Tidak bisa focus dan tidak bisa
diam, rewel, kurus, tulang
terbungkus kulit, muka tua
3. Riwayat social
Tidak ada data
Kesimpulan:
Banyak data yang tidak ada, namun dapat disimpulkan bahwa anak
didagnosa gizi buruk dan epileps
D. Diagnosis Gizi (ND)
Kode IDNT Diagnosis Gizi
NC 3.1 Underwight berkaitan dengan riwayat pola
makan yang keliru dan tidak mendukung
ditandai dengan nilai Z-Score BB/U -
2,5(IDNT.2013).
NI 5.2 Malnutrisi berkaitan dengan kurangnya
akses makanan dibuktikan dengan z-score
BB/U : -2,52 (gizi kurang) dan TB/U : -
3,43 (sangat pendek) (IDNT 2013)
NB 1.1 Kurangnya pengetahuan orang tua terkait
kurangnya pengetahuan makanan dan gizi
ditandai dengan pola makan buruk dan
status gizi kurang (IDNT 2013)
NB 1.5 Gangguan pola makan berkaitan dengan
faktor keluarga yakni pola asuh yang salah
dibuktikan dengan adanya penolakan
terhadap nasi. (IDNT 2013)
E. Intervensi Gizi
1. Tujuan Diet
a. Menyediakan energi yang cukup sesuai kebutuhan yang diperlukan untuk
meningkatkan status gizi normal
b. Mencegah penurunan berat badan dan meningkatkan BB
Protein = 4 gr/kg BB
= 4 x 9,6
= 153,6 gram
9
= 360 gram
b) Prioritas Modifikasi
Pasien dengan gizi buruk
c) Sasaran
Keluarga An. N
d) Media
Leaflet
6. C-1. Rencana Konsultasi Gizi
a) Masalah Gizi
Malnutrisi
Asupan tidak adekuat
b) Tujuan
Meningkatkan berat badan mencapai nilai normal
c) Sasaran
Orang tua
d) Media
Leaflet
7. RC.1. Kolaborasi dan rujukan asuhan gizi
VI. Implementasi
1. Rancangan Menu 1 hari
1350 kcal = 1000 ml
1.440 kcal = x ml
1.440 x 1000 = 1.440 � 1000 =1,066
1.350
Dibulatkan 1,2 ml
Susu skim bubuk = 90 x 1,2 = 108 g
Gula pasir = 65 x 1,2 =78 g
Minyak sayur = 75 x 1,2 = 90 g
Larutan elektrolit = 27 x 1,2 = 32,4 g
2. Rekomendasi Diet
Rekomendasi
Pk 06.00 Formula WHO modifikasi /penganti
3. Distribusi penukar
Modifikasi formula F 135
Bahan makanan Fase rehabilitasi
Susu skim bubuk (g) 108
Susu full cream (g) -
Susu sapi segar (ml) -
Gula pasir (g) 78
Tepung beras (g) -
Tempe (g) 150
Minyak sayur (g) 90
Margarine (g) -
Lar. Elektrolit (ml) 32,4
Tambahan air (L) 1200
F. Monitoring dan Evaluasi
Tgl Diagnosis Monitoring Kesimpulan dan tindak lanjut
medis Asupan Antropometri Biokimia Fisik & Klinis
Gizi buruk E: 1602,7 kcal BB : 9,6 kg Data tidak ada Data tidak A. Asupan protein dan lemak
dengan P: 59,6 g TB : 81,7 cm ada berlebih menurut cut off
epilepsy L: 59,3 g Lingkar kepala : Depkes 1999. Diperoleh
KH: 204,8 g 44 cm dari perbandingan re call
LLA : 14,5 cm denga kebutuhan sesuai
AKG (protein 298% dan
lemak 131,7%)
E:
P:
L:
KH:
Hari
terakhir
rawat
Sign & symtomp yang dimonitoring disesuaikan dengan diagnosis dan kondisi pasien dan RS
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan assessment, An. N dari hasil pengukuran mengalami gizi buruk dan
epilepsy Pemeriksaan data biokimia tidak adekuat karena keterbatasan data yang diambil.
Pasien mengalami keadaan badan yang sangat kurus, tidak bisa focus dan tidak bisa diam,
rewel, kurus, tulang terbungkus kulit, muka terlihat tua, serta dietary juga asupannya berlebih
dan menolak jika diberikan nasi sehingga selalu dimuntahkan. Untuk diagnosis gizi, kita
menegakkan 3 diagnosis gizi yang akan dijadikan intervensi dan monitoring evaluasi. Diet
yang diberikan adalah modifikasi fase rehabilitasi f135 dan bubur saring.
Pasien atas nama An. N didiagnosis medis Gizi Buruk dan epilepsy. Kekurangan
Energi Protein (KEP) merupakan keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahya
konsumsi energy dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan
penyakit tertentu, sehingga tidak memenuhi agka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999). Pada
tahun 2013, terdapat 51 juta balita di Dunia menderita gizi kurang dan 17 juta gizi buruk.
Secara global prevalensi gizi kurang pada tahun 2013 diperkirakan hamper 8% dan hampir
sepertiga dari itu adalah gizi buruk sebesar 3%. Di Indonesia menurut Rikesdas jumlah balita
buruk dan gizi kurang 2013 masih sebesar 4,5 juta.
Epilepsi merupakan kondisi bangkitan kejang berulang. Sebagian besar anak epilepsi
dapat dikontrol dengan pemberian obat anti epilepsi tunggal. Namun demikian, 25−30% anak
epilepsi menjadi resisten terhadap pengobatan. Anak dengan kontrol kejang rendah atau
kejang yang intractable berisiko tinggi terjadi feeding problem, disfungsi gastrointestinal,
malnutrisi sekunder, dan keterlambatan, stagnasi, atau penurunan pertumbuhan fisik dan/atau
perkembangan kognitif.
Disfungsi oral motor dan waktu makan yang lebih panjang menurunkan asupan energi
secara signifikan. Untuk mencegah efek buruk pada kesehatan dan pertumbuhan fisik
epilepsi, dengan ini ahli gizi harus memberikan konseling yang tepa untukditerapkan
orangtua pasien bertujuan untuk mengoptimalkan asupan kalori, protein, dan mikronutrien.
Kebutuhan energi pada anak epilepsi sangat bervariasi. Kebutuhan kalori tergantung dari
aktivitas kejang, aktivitas fisik, dan derajat spastisitas atau frekuensi kontraksi otot
sehubungan dengan kejang. Pada anak yang sangat terbatas akibat kejang yang abnormal
membutuhkan kalori yang lebih sedikit dibandingkan anak normal untuk memelihara berat
badan.
Penyebab KEP dibagi menjadi dua yaitu, malnutrisi primer dan malnutrisi sekunder.
Malnutrisi primer adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh asupan protein maupun
energy yang tidak adekuat. Malnutrisi sekunder adalah malnutrisi yang terjadi karena
kebutuhan yang meningkat, menurunnya absorbs atau peningkatan kehilangan protein
maupun energy dari tubuh. Kurang energy protein bisa terjadi karena adanya beberapa faktor,
anatara lain ialah faktor social dan ekonomi seperti kemiskinan dan faktor lingkungan yaitu
tempat tinggal yang padat dan tidak bersih. Selain itu, pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan
makanan tambahan yang tidak adekuat juga menjadi penyebab terjadinya masalah KEP
(Depkes RI, 2013).
Asupan makanan yang kurang merupakan faktor resiko gizi buruk dikarenakan
kebutuhan gizi anak yang tidak tercukupi. Rendahnya pendidikan ibu mempengaruhi faktor
resiko diakrenakan kualitas dan kuantitas pangan yang seadanya dan cenderung tidak
diperhatikan. Rendahnya pengetahuan ibu berpengaruh terhadap kurangnya keanekaragaman
makanan sehingga pola konsumsi terbatas dan kurangnya penerapan informasi gizi dalam
kehidupan sehari-hari (Novitasari, 2012).
1. Gejala klinis KEP berat/Gizi buruk yang dapat ditemukan:
a. Kwashiorkor
- Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum
pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Pandangan mata sayu
- Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa
rasa sakit, rontok
- Perubahan status mental, apatis, dan rewel
- Pembesaran hati
- Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau
duduk
- Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Sering disertai: penyakit infeksi, umumnya akut, anemia, diare.
b. Marasmus:
- Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
- Wajah seperti orang tua
- Cengeng, rewel
- Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pada
daerah pantat tampak seperti memakai celana longgar/”baggy pants”)
- Perut cekung
- Iga gambang
- Sering disertai: penyakit infeksi (umumnya kronis berulang), diare
c. Marasmik-Kwashiorkor:
- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klnik Kwashiorkor
dan Marasmus, dengan BB/U <60% baku median WHO-NCHS disertai edema
yang tidak mencolok.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Asuhan gizi yang dilakukan pada An.N berusia 3 tahun didiagnosis medis gizi buruk
dan epilepsi. Pasien menderita gizi buruk tipe marasmus karena kondisi fisik tulang
terbungkus kulit, wajah tua, dan gagal tumbuh dengan epilepsy. Berdasarkan hasil
pengukuran antropometri didapatkan hasil BMI (Body Mass Index) menunjukan
bahwa status gizi termasuk dalam kategori gizi buruk. Hasil pemeriksaan fisik pasien
adanya tanda-tanda klinis dari masrasmus. Riwayat penyakit pribadi dan keluarga
terdapat keluhan utama pasien yaitu epilepsi kambuh saat kelelahan, penyakit
sekarang epilepsi. Diharapkan setelah diberikan penanganan dan pemberian diet
rehabilitasi modifikasi F135 dan bubur saring. Pasien menjadi lebih baik, berat badan
dan status gizinya menjadi normal.
B. SARAN
Asuhan gizi pada pasien harus dimonitoring secara berkala terutama untuk asupan
makanan. Sebaiknya perlu dilakukan motivasi secara terus menerus pada pasien agar
asupan makanan pasien baik, atau makanan yang disediakan rumah sakit dapat
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dan mempercepat pemulihan kondisi pasien.
Jika sudah mencapai nilai normal kembali diharapkan pola makan yang diberikan
memenuhi gizi seimbang
DAFTAR PUSTAKA
Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019
Depkes RI. Pedoman tata laksana KEP pada anak di Puskesmas dan Rumah
Tangga. Jakarta : 1999.
Depkes RI. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk buku I. Jakarta :
Direktorat Jendera Bina Gizi Mayarakat; 2013.
Hartman AL, Vining EP. Clinical aspect of the ketogenic diet. Epilepsia.
2007;48(1):31-42.
Liansyah TM. Malnutrisi Pada Anak Balita. STKIP Bina Bangsa Getsempena.
2015; 2(1) : 1-12.
Nevin-Folino NL, editor. nutrition management of pediatric epilepsy second
edition ed: Diana Faulhaber; 2008
Novitasari D. Faktor-faktor resiko kejadian gizi buruk pada balita yang dirawat di
RSUD dr. Karyadi Semarang. Semarang : FK Undip; 2012.
Runyon AM, So TY. The Use of Ketogenic diet in pediatrics patients with
epilepsy. ISRN Pediatrics. 2012.
Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, editors. Pediatrics
neurology:principles&practice. fourth edition ed. Philadelphia: Elsevier;
2006.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). 2012. Pemantapan Ketahanan
Pangan dan Perbaikan Gizi Berbasis Kemandirian dan Kearifan Lokal.
Prociding. Lembaga Ilmu Pengetahuan : Jakarta
LAMPIRAN
Resep Menu dan Susu F135