Tonisitas
Tonisitas
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Tujuan dari pada pembuatan makalah ini adalah untuk menentukan nilai
tonisitas dengan berbagai metode dan dapat menentukan bahan penambah
tonisitas untuk sediaan steril.
1
3. Bagaimana cara menentukan tonisitas dengan menggunakan metode
Liso?
4. Bagaimana cara menentukan tonisitas dengan menggunakan
perhitungan osmolaritas?
5. Apa saja bahan tambahan dalam sediaan steril?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tonisitas
Tonisitas adalah kemampuan suatu larutan dalam memvariasikan ukuran
dan bentuk sel dengan mengubah jumlah air dalam sel tersebut. Lerutan NaCl
0,9% (b/v) dan glukosa 0,5% (b/v) adalah isotonik dengan cairan plasma, oleh
sebab itu sering digunakan sebagai infus intravena, walaupun kedua laruta
tersebut bukan plasma tapi konsentrasi kedua partikel larutan tersebut identik
sama. Dapat dikatakan bahwa Tonisitas, tekanan osmotik yang diberikan oleh zat-
zat dalam larutan berair yang dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel.
Cairan mata dan cairan tubuh lainnya memberikan tekanan osmotik yang hampi
sama dengan garam fisiologis atau NaCl 0,9%.
Penjelasan:
1. Larutan Isotonis
Ialah larutan dimana kedua sisi yang dipisahkan membran sel memiliki
konsentrasi yang sama, tidak terjadi migrasi air ke satu arah dan kemungkinan
terjadi pertukaran air saja. Jumlah air dikedua larutan tetap, bentuk sel tidak
3
terjadi perubahan, misalkan konsentrasi larutan diluar sel dan di dalam sel
sama.
2. Larutan Hipertonik
Ialah konsentrasi larutan diluar sel (larutan yang satu) lebihmtinggi dibanding
didalam sel (larutan lainnya), sehingga air berpindah dari dalam sel keluar sel
secara osmosis, sehingga terjadi penciutan sel (krenasi).
3. Larutan Hipotonik
Ialah konsentrasi larutan diluar sel (larutan yang satu) lebih rendah dibanding
didalam sel (larutan lainnya), sehingga air berpindah dari luar sel kedalam sel
secara osmosis, sehingga terjadi pembengkakan sel bahkan bisa terjadi
lisis/pecah (hemolisis).
Normalnya, obat yang dalam sediaan larutan hendaknya akan masuk ke
dalam tubuh, dimana titik bekunya harus sama dengan titik beku darah pada
tubuh, yaitu -0,5C atau disebut juga dengan isotonis. Ketika ada obat ynag akan
diinjeksikan kedalam tubuh dengan keadaan titik beku yang lebih tinggi dari titik
beku darah, maka obat yang akan diinjeksikan tersebut harus diisotoniskan
terlebih dahulu untuk menghindari efek yang tidak diinginkan terjadi dalam
tubuh. Sebaliknya jika obat tersebut dalam keadaan titik beku yang lebih rendah
dari titik beku darah, maka kadar obat tersebut harus ditambah (diisotoniskan)
agar obat bekerja seperti apa yang diharapkan (Mirawati, 2014).
Tonisitas suatu cairan terhadap cairan tubuh suatu sediaan, maka dapat ditentukan
dengan beberapa metode, antara lain:
A. Metode Penurunan Titik Beku (ΔTb)
4
Penurunan titik beku suatu larutan bergantung pada jumlah bagian-bagian
yang terlarut dalam larutan. Untuk larutan encer penurunan titik beku kira-kira
sebanding dengan tekanan osmosa. Jadi penurunan titik beku larutan dapat
digunakan untuk mengukur kepekatan larutan, karena makin pekat larutan
maka makin tinggi pula penurunan titik bekunya. Penurunan titik beku yang
dipakai untuk perhitungan isotonis, berdasarkan anggapan bahwa larutan
isotonis mempunyai titik beku yang sama dengan titik beku cairan tubuh.
Sedangkan penurunan titik beku darah adalah – 0,520C (Yazid, 2006).
Rumus:
W=
0,52−a
b
Keterangan:
W = Berat zat yang ditambahkan dalam gram,setiap 100 ml untuk
mendapatkan larutan isotonis
a = Penurunan titik beku air, yang disebabkan oleh zat terlarut dan didapat
sebagai hasilperkalian penurunan titik beku yang disebabkan 1% zat dan
kadarnya dalam larutan,dinyatakan dalam berat per volum.
b = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% berat/volume zat
yang ditambahkan untuk mencapai isotonis.
5
Tonisitas sebenarnya: 0,9 – 0,42 = 0,48 g/100 ml Hipotonis, sehingga
perlu penambahan NaCl agar menjadi isotonis.
Penambahan NaCl: 0,9 – 4,8 = 0,42 g/100 ml = 4,2 mg/ml
V = (∑ (E x C) x 111,1)
Keterangan:
V = Larutan yang sudah isotonis
E = Ekivalensi NaCl bahan obat
C = Berat zat dalam gram
111,1 = Volume 1 gram NaCl yang sudah isotonis
∆t
L= C
Keterangan :
L : Penurunan titik beku molal
∆t : Penurunan titik beku yang disebabkan zat terlarut (0C)
C : Kadar molal zat terlarut
6
Dit: Berapakah harga tonisitasnya ?
Jawab:
Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml
V = (∑ (E x C) x 111,1)
V = (0,18 x 2,79) x 111,1 = 55,79 ml
Yang belum tonisitas:
100 – 55,79 = 44,21 ml Hipotonis, sehingga perlu penambahan NaCl
agar menjadi isotonis.
Penambahan NaCl
0,9
x 44,21 = 0,39 g/100 ml = 3,9 g/ml
100
C. Metode Liso
Merupakan metode yang digunakan apabila dalam suatu zat tidak ada nilai
ΔTbnya ataupun nilai ekivalen NaCl. Tetapi, metode Liso hanya untuk
mendapatkan nilai dari ΔTb atau ekivalen NaClnya saja (Yazid, 2006).
Rumus:
Untuk mencari ΔTb
m.1000
ΔTb = Liso x
M.V
E = 17 x
Liso
M
Keterangan:
ΔTb = Nilai penurunan titik beku (ΔTb)
E = Nilai ekivalen NaCl
Liso = Harga tetapan dari zat obat
M = Berat Molekul
m = massa/berat zat terlarut
V = volume sediaan/larutan yang akan dibuat
7
R/ Na2HPO4 0,034 g (Liso:4,3 ; BM = 141,96)
Aqua pro inj ad 10 ml
Dit:
1. Berapakah nilai ΔTb dan Ekivalensi NaCl ?
2. Berapakah tonisitasnya ?
Jawab:
1. ΔTb
Na2HPO4 = 0,034 g/10 ml = 0,34 g/100 ml
Perhitungan ΔTb
m.1000
ΔTb = Liso x
M.V
0,34 x 1000
ΔTb = 4,3 x = 0,1029
141,96 x 15
Tonisitas
0,52−a
W =
b
0,52−( ΔTb x C )
W =
b
0,52−( 0,1029 x 0,34 )
W = = 0,8422 g/100 ml
0,576
Tonisitas sebenarnya: 0,9 – 0,8422 = 0,0578 g/100 ml Hipotonis,
sehingga perlu penambahan NaCl agar menjadi isotonis.
Penambahan NaCl: 0,9 – 0,0578 = 0,8422 g/100 ml = 0,0842 mg/10 ml
2. Ekivalen NaCl
Na2HPO4 = 0,034 g/10 ml = 0,34 g/100 ml
Perhitungan Ekivalen NaCl
Liso
E = 17 x
M
4,3
E = 17 x = 0,51
141,96
Tonisitas
V = (∑ (E x C) x 111,1)
V = (0,51 x 0,34) x 111,1 = 19,26 ml
8
Yang belum tonisitas:
100 – 19,26 = 80,74 ml Hipotonis, sehingga perlu penambahan
NaCl agar menjadi isotonis.
Penambahan NaCl
0,9
x 80,74 = 0,726 g/100 ml = 0,0726 g/ 10 ml
100
9
BM : 198,2
Jumlah ion : 1 ion
berat zat terlarut ( g/ L)
mOsmole/L = x 1000 x jumlah ion
Berat Molekul zat terlarut (BM )
42,09
mOsmole/L = x 1000 x 1 = 212,36 mOsmole/L
198,2
3. Osmolaritas total:
Osmolaritas KCl + Osmolaritas dekstrosa = 79,5 + 212,36
= 292,31 mOsmole/L Isotonis
2.3.2 Pengatur pH
Untuk obat yang peka terhadap pH, maka pH tersebut perlu
diperhatikan. Pengatur pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
dengan penambahan larutan dapar (dapar sitrat / dapar asetat / dapar
10
fosfat) dan dengan melakukan adjust pH ad pH stability (NaOH / Natrium
bikarbonat / HCl). Adanya penambahan pH ini dapat berfungsi untuk
mengurangi kerusakan jaringan dan rasa sakit pada saat penyuntikan,
meningkatkan efektifitas terapeutik beberapa obat, serta meningkatkan
stabilitas kimia dari obat (Lukas, 2006).
2.3.3 Pengawet
Pengawet dapat ditambahkan dalam pembuatan sediaan steril yang
bertujuan untuk menjamin stabilitas sediaan dari pengaruh
mikrooroganisme. Contoh zat pengawet, ialah Benzalkonium klorida,
Klorokresol, Fenol, Timerosal, Benzylalkohol, dsb (Lukas, 2006)..
2.3.4 Antioksidan
Antioksidan dapat ditambahkan dalam pembuatan sediaan steril
yang bertujuan untuk menjaga zat aktif agar tidak teroksidai dalam proses
penyimpanan. Contoh zat antioksidan, ialah BHA, Natrium bisulfate,
Asam sitrat, Asam tartat, dsb (Lukas, 2006).
11
BAB III
KESIMPULAN
Salah satu syarat dari sediaan steril ialah sediaan tersebut harus bersifat
isotonis, untuk mengetahui nilai isotonis dari suatu zat tersebut dapat diketahui
melalui nilai osmolaritas dan tonisitas dari sediaan baik dengan metode ΔTb,
Disosiasi, Ekivalen NaCL, dan Liso.
12
DAFTAR PUSTAKA
13