Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Steril adalah keadaan suatu zat yang bebas dari mikroba hidup, baik
patogen maupun non patogen, dan baik dalam bentuk vegetatif maupun non
vegetatif atau spora. Sediaan steril, yaitu sediaan terapetis yang bebas
mikroroganisme baik vegetatif atau bentuk sporanya baik patogen atau
nonpatogen. Produk steril adalah sediaan terapetis dalam bentuk terbagi-bagi
yang bebas dari mikroorganisme hidup (Anief, 1990).
Tonisitas, merupakan tekanan yang mengalami osmosis yakni perpindahan
zat pelarut dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi melalui membran semi
permeabel dimana sel melalukan ini, karena sel ingin mencapai keseimbangan.
Kemampuan tekanan osmosis ini dapat menyebabkan 3 hal yakni: hipertonis,
isotonis, dan hipotonis. Salah satu syarat dari sediaan steril yaitu harus isotonis.
Maksud dari isotonis ini adalah suatu keadaan pada tekanan osmosis larutan obat
sama dengan tekanan osmosis cairan tubuh kita (darah, air mata) (Horne, 2000).
Adapun, beberapa metode dalam menentukan tonisitas dalam sediaan steril
antara lain: metode ΔTb, Liso, Ekivalensi NaCl, dan perhitungan osmolaritas.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pada pembuatan makalah ini adalah untuk menentukan nilai
tonisitas dengan berbagai metode dan dapat menentukan bahan penambah
tonisitas untuk sediaan steril.

1.3 Rumusan Masalah


Rumusan dari masalah dalam makalah ini antara lain:
1. Bagaimana cara menentukan tonisitas dengan menggunakan metode
ΔTb?
2. Bagaimana cara menentukan tonisitas dengan menggunakan metode
Ekivalensi NaCl?

1
3. Bagaimana cara menentukan tonisitas dengan menggunakan metode
Liso?
4. Bagaimana cara menentukan tonisitas dengan menggunakan
perhitungan osmolaritas?
5. Apa saja bahan tambahan dalam sediaan steril?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tonisitas
Tonisitas adalah kemampuan suatu larutan dalam memvariasikan ukuran
dan bentuk sel dengan mengubah jumlah air dalam sel tersebut. Lerutan NaCl
0,9% (b/v) dan glukosa 0,5% (b/v) adalah isotonik dengan cairan plasma, oleh
sebab itu sering digunakan sebagai infus intravena, walaupun kedua laruta
tersebut bukan plasma tapi konsentrasi kedua partikel larutan tersebut identik
sama. Dapat dikatakan bahwa Tonisitas, tekanan osmotik yang diberikan oleh zat-
zat dalam larutan berair yang dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel.
Cairan mata dan cairan tubuh lainnya memberikan tekanan osmotik yang hampi
sama dengan garam fisiologis atau NaCl 0,9%.

Air laut cendrung hipertonis karna memiliki konsentrasi NaCl 1 mol/L,


sehingga bila diminum, air dalam sel tubuh akan berpindah ke lambung dimana
terdapat air laut, sehingga tubuh mengalami dehidrasi. Adapun larutan teh, jus
cenderung lebih hipotonik dibandingkan cairan tubuh (Anonim, 2013).

Jenis-jenis larutan berdasarkan tonisitasnya:

Gambar 2.1 Jenis-Jenis Larutan Berdasarkan Tonisitas

Penjelasan:
1. Larutan Isotonis
Ialah larutan dimana kedua sisi yang dipisahkan membran sel memiliki
konsentrasi yang sama, tidak terjadi migrasi air ke satu arah dan kemungkinan
terjadi pertukaran air saja. Jumlah air dikedua larutan tetap, bentuk sel tidak

3
terjadi perubahan, misalkan konsentrasi larutan diluar sel dan di dalam sel
sama.
2. Larutan Hipertonik
Ialah konsentrasi larutan diluar sel (larutan yang satu) lebihmtinggi dibanding
didalam sel (larutan lainnya), sehingga air berpindah dari dalam sel keluar sel
secara osmosis, sehingga terjadi penciutan sel (krenasi).
3. Larutan Hipotonik
Ialah konsentrasi larutan diluar sel (larutan yang satu) lebih rendah dibanding
didalam sel (larutan lainnya), sehingga air berpindah dari luar sel kedalam sel
secara osmosis, sehingga terjadi pembengkakan sel bahkan bisa terjadi
lisis/pecah (hemolisis).
Normalnya, obat yang dalam sediaan larutan hendaknya akan masuk ke
dalam tubuh, dimana titik bekunya harus sama dengan titik beku darah pada
tubuh, yaitu -0,5C atau disebut juga dengan isotonis. Ketika ada obat ynag akan
diinjeksikan kedalam tubuh dengan keadaan titik beku yang lebih tinggi dari titik
beku darah, maka obat yang akan diinjeksikan tersebut harus diisotoniskan
terlebih dahulu untuk menghindari efek yang tidak diinginkan terjadi dalam
tubuh. Sebaliknya jika obat tersebut dalam keadaan titik beku yang lebih rendah
dari titik beku darah, maka kadar obat tersebut harus ditambah (diisotoniskan)
agar obat bekerja seperti apa yang diharapkan (Mirawati, 2014).

Tonisitas suatu cairan terhadap cairan tubuh suatu sediaan, maka dapat ditentukan
dengan beberapa metode, antara lain:
A. Metode Penurunan Titik Beku (ΔTb)

4
Penurunan titik beku suatu larutan bergantung pada jumlah bagian-bagian
yang terlarut dalam larutan. Untuk larutan encer penurunan titik beku kira-kira
sebanding dengan tekanan osmosa. Jadi penurunan titik beku larutan dapat
digunakan untuk mengukur kepekatan larutan, karena makin pekat larutan
maka makin tinggi pula penurunan titik bekunya. Penurunan titik beku yang
dipakai untuk perhitungan isotonis, berdasarkan anggapan bahwa larutan
isotonis mempunyai titik beku yang sama dengan titik beku cairan tubuh.
Sedangkan penurunan titik beku darah adalah – 0,520C (Yazid, 2006).
Rumus:
W=
0,52−a
b
Keterangan:
W = Berat zat yang ditambahkan dalam gram,setiap 100 ml untuk
mendapatkan larutan isotonis
a = Penurunan titik beku air, yang disebabkan oleh zat terlarut dan didapat
sebagai hasilperkalian penurunan titik beku yang disebabkan 1% zat dan
kadarnya dalam larutan,dinyatakan dalam berat per volum.
b = Penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% berat/volume zat
yang ditambahkan untuk mencapai isotonis.

Contoh perhitungan metode ΔTb


R/ Ranitidin HCl 27,9 mg (ΔTb = 0,1)
Aqua pro injc ad 1 ml
Dit: Berapakah harga tonisitasnya ?
Jawab:
 Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml
0,52−a
W =
b
0,52−( ΔTb x C )
W =
b
0,52−( 0,1 x 2,79 )
W = = 0,42 g/100 ml
0,576

5
 Tonisitas sebenarnya: 0,9 – 0,42 = 0,48 g/100 ml  Hipotonis, sehingga
perlu penambahan NaCl agar menjadi isotonis.
 Penambahan NaCl: 0,9 – 4,8 = 0,42 g/100 ml = 4,2 mg/ml

B. Metode Ekivalen NaCl


Ekivalen dari NaCl (E) adalah gram NaCl yang memberikan tekanan
osmosa yang sama dengan 1 gram dari sesuatu zat terlarut tertentu. Contohnya
bila harga E untuk amfetaminasulfat 0,20 artinya 1 gram amfetamina sulfat
dalam larutan memberikan tekanan osmosa yang sama dengan 0,20 gram
NaCl. Tetapan E ini diturunkan oleh Wells dari angka penurunan titk beku
molal. Hal ini berdasarkan bahwa penurunan titik beku molal sebanding
dengan perbandingan penurunan titik beku zat terlarut dengan kadar molal
(Yazid, 2006).
Rumus:

V = (∑ (E x C) x 111,1)

Keterangan:
V = Larutan yang sudah isotonis
E = Ekivalensi NaCl bahan obat
C = Berat zat dalam gram
111,1 = Volume 1 gram NaCl yang sudah isotonis

∆t
L= C

Keterangan :
L : Penurunan titik beku molal
∆t : Penurunan titik beku yang disebabkan zat terlarut (0C)
C : Kadar molal zat terlarut

Contoh pertihungan ekivalensi NaCl


R/ Ranitidin HCl 27,9 mg (E = 0,18)
Aqua pro injc ad 1 ml

6
Dit: Berapakah harga tonisitasnya ?
Jawab:
 Ranitidin HCl 27,9 mg/ml = 2,79 g/100 ml
V = (∑ (E x C) x 111,1)
V = (0,18 x 2,79) x 111,1 = 55,79 ml
 Yang belum tonisitas:
100 – 55,79 = 44,21 ml  Hipotonis, sehingga perlu penambahan NaCl
agar menjadi isotonis.
 Penambahan NaCl
0,9
x 44,21 = 0,39 g/100 ml = 3,9 g/ml
100

C. Metode Liso
Merupakan metode yang digunakan apabila dalam suatu zat tidak ada nilai
ΔTbnya ataupun nilai ekivalen NaCl. Tetapi, metode Liso hanya untuk
mendapatkan nilai dari ΔTb atau ekivalen NaClnya saja (Yazid, 2006).
Rumus:
 Untuk mencari ΔTb
m.1000
ΔTb = Liso x
M.V

 Untuk mencari ekivalen NaCl

E = 17 x
Liso
M
Keterangan:
ΔTb = Nilai penurunan titik beku (ΔTb)
E = Nilai ekivalen NaCl
Liso = Harga tetapan dari zat obat
M = Berat Molekul
m = massa/berat zat terlarut
V = volume sediaan/larutan yang akan dibuat

Contoh perhitungan Liso

7
R/ Na2HPO4 0,034 g (Liso:4,3 ; BM = 141,96)
Aqua pro inj ad 10 ml
Dit:
1. Berapakah nilai ΔTb dan Ekivalensi NaCl ?
2. Berapakah tonisitasnya ?
Jawab:
1. ΔTb
 Na2HPO4 = 0,034 g/10 ml = 0,34 g/100 ml
 Perhitungan ΔTb
m.1000
ΔTb = Liso x
M.V
0,34 x 1000
ΔTb = 4,3 x = 0,1029
141,96 x 15
 Tonisitas
0,52−a
W =
b
0,52−( ΔTb x C )
W =
b
0,52−( 0,1029 x 0,34 )
W = = 0,8422 g/100 ml
0,576
 Tonisitas sebenarnya: 0,9 – 0,8422 = 0,0578 g/100 ml  Hipotonis,
sehingga perlu penambahan NaCl agar menjadi isotonis.
 Penambahan NaCl: 0,9 – 0,0578 = 0,8422 g/100 ml = 0,0842 mg/10 ml

2. Ekivalen NaCl
 Na2HPO4 = 0,034 g/10 ml = 0,34 g/100 ml
 Perhitungan Ekivalen NaCl
Liso
E = 17 x
M
4,3
E = 17 x = 0,51
141,96
 Tonisitas
V = (∑ (E x C) x 111,1)
V = (0,51 x 0,34) x 111,1 = 19,26 ml

8
 Yang belum tonisitas:
100 – 19,26 = 80,74 ml  Hipotonis, sehingga perlu penambahan
NaCl agar menjadi isotonis.
 Penambahan NaCl
0,9
x 80,74 = 0,726 g/100 ml = 0,0726 g/ 10 ml
100

2.2 Metode Osmolaitas


Etiket pada larutan yang diberikan secara intravena untuk melengkapi
cairan, makanan bergizi, atau elektrolit dan injeksi manitol sebagai diuretika
osmotik disyaratkan untuk mencantumkan kadar osmolarnya. Keterangan kadar
osmolar pada etiket suatu larutan parenteral membantu untuk memberikan
informasi pada dokter apakah larutan tersebut hipo-osmotik, iso-osmotik, atau
hiper-osmotik.
Satuan kadar osmolar = miliosmol (disingkat mOsm) = zat terlarut per liter
larutan. Kadar osmolar ideal dapat ditentukan dengan rumus (Lachman, 1993):

berat zat terlarut ( g/ L)


mOsmole/L = x 1000 x jumlah ion
Berat Molekul zat terlarut (BM )

Contoh perhitungan osmolaritas:


Akan dibuat sediaan infus yang mengandung KCl 2,98 g/l dan dekstrosa
42,09 g/l berapakah nilai osmolaritasnya?
Jawab:
1. Osmolaritas KCl
 Berat : 2,98 g/l
 BM : 74,55
 Jumlah ion : K+ + Cl- = 2 ion
berat zat terlarut ( g/ L)
 mOsmole/L = x 1000 x jumlah ion
Berat Molekul zat terlarut (BM )
2,98
 mOsmole/L = x 1000 x 2 = 79,5 mOsmole/L
74,55
2. Osmolaritas dekstrosa
 Berat : 42,09 g/l

9
 BM : 198,2
 Jumlah ion : 1 ion
berat zat terlarut ( g/ L)
 mOsmole/L = x 1000 x jumlah ion
Berat Molekul zat terlarut (BM )
42,09
 mOsmole/L = x 1000 x 1 = 212,36 mOsmole/L
198,2
3. Osmolaritas total:
Osmolaritas KCl + Osmolaritas dekstrosa = 79,5 + 212,36
= 292,31 mOsmole/L  Isotonis

Hubungan antara osmolaritas dan tonisitas:


Osmolarita
Tonisitas
(mOsmole/L)
> 350 Hupertonis
329 – 350 Sedikit Hipertonis
270 – 328 Isotonis
250 – 269 Sedikit Hipotonis
0 – 249 Hipotonis
Tabel 2.1 Hubungan Antara Osmolaritas dan Tonisitas

2.3 Bahan Tambahan Tonisitas Sediaan Steril


2.3.1 Pengatur Isotonis
Larutan dikatakan isotonis, apabila larutan tersebut memiliki
konsentrasi yang sama besar dengan konsentrasi dalam sel darah merah,
sehingga tidak terjadi pertukaran diantara keduanya. Sehingga, apabila
dari hasil perhitungan tonisitas didapatkan hasil hipotonis, maka sediaan
perlu ditambahkan dengan zat yang dapat meningkatkan isotonisnya.
Contoh zat yang dapat meningkatkan isotonis: NaCl, Glycerin, Mannitol,
Dextrosa, dsb (Lukas, 2006).

2.3.2 Pengatur pH
Untuk obat yang peka terhadap pH, maka pH tersebut perlu
diperhatikan. Pengatur pH sediaan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
dengan penambahan larutan dapar (dapar sitrat / dapar asetat / dapar

10
fosfat) dan dengan melakukan adjust pH ad pH stability (NaOH / Natrium
bikarbonat / HCl). Adanya penambahan pH ini dapat berfungsi untuk
mengurangi kerusakan jaringan dan rasa sakit pada saat penyuntikan,
meningkatkan efektifitas terapeutik beberapa obat, serta meningkatkan
stabilitas kimia dari obat (Lukas, 2006).
2.3.3 Pengawet
Pengawet dapat ditambahkan dalam pembuatan sediaan steril yang
bertujuan untuk menjamin stabilitas sediaan dari pengaruh
mikrooroganisme. Contoh zat pengawet, ialah Benzalkonium klorida,
Klorokresol, Fenol, Timerosal, Benzylalkohol, dsb (Lukas, 2006)..

2.3.4 Antioksidan
Antioksidan dapat ditambahkan dalam pembuatan sediaan steril
yang bertujuan untuk menjaga zat aktif agar tidak teroksidai dalam proses
penyimpanan. Contoh zat antioksidan, ialah BHA, Natrium bisulfate,
Asam sitrat, Asam tartat, dsb (Lukas, 2006).

2.3.5 Suspending agent


Suspending agent digunakan dalam pembuatan sediaan steril,
berupa injeksi dalam bentuk suspensi. Contoh zat suspending agent ialah
CMC, tylose, dsb (Lukas, 2006).

11
BAB III
KESIMPULAN

Salah satu syarat dari sediaan steril ialah sediaan tersebut harus bersifat
isotonis, untuk mengetahui nilai isotonis dari suatu zat tersebut dapat diketahui
melalui nilai osmolaritas dan tonisitas dari sediaan baik dengan metode ΔTb,
Disosiasi, Ekivalen NaCL, dan Liso.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Tonisitas. http://ilmu-


kefarmasian.blogspot.com/2013/02/tonisitas.html (Online). Diakses 4
September 2014, Pukul 21.00WIB.
Anief, M. 1990. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Horne, Mima M. 2000. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, dan Asam Basa. Jakarta
: EGC.
Mirawati, 2014. Farmasi Fisika 1. Makassar: Universitas Muslim Indonesia.
Yazid, Estian. 2006. Kimia Fisika Untuk Paramedis. Yogyakarta: Andi.
Lachman, Leon.1993. Pharmaceutical Dosage Forms: Parenteral Medications
Volume 2. 2nd edition. New York: Marcell Dekker Inc.
Lukas, Stefanus. 2006. Formulasi Steril. Yogyakarta: Andi Offset.

13

Anda mungkin juga menyukai