Anda di halaman 1dari 20

TUGAS WEDA II

UPANISAD

Dosen pengampu : Ketut Agus Nova, S.Fil.H., M.Ag

Oleh:
PUTU SARTIKA (18.1.1.1.1.07)
PUTU ANGGI MILDAYANTI (18.1.1.1.1.08)
JURUSAN DHARMA ACARYA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA HINDU III

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU


NEGERI MPU KUTURAN
SINGARAJA
2019
KATA PENGANTAR

Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widi pada
akhirnya makalah ini tersusun dalam bentuk yang sederhana setelah banyak
rintangan baik teknis maupun non teknis.

Penyuaun menyadari bahwa komposisi, struktur maupun materi yang


terdapat dalam makalah ini jauh dari yang diharapkan, oleh karena itu penyusun
menyadari beberapa kekurangan-kekurangan dan keterbatasan penulis miliki.
Oleh karena itu saran dan kritik dari semua pihak yang sifatnya membangun
sangat di harapkan dalam perbaikan makalah ini.

Dengan selesainya makalah ini penyusun ingin menyampaikan


terima kasih kepada dosen kami yang telah banyak memberi petunjuk dalam
pembuatan makalah ini, tak lupa juga kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada teman-teman karena telah membaca makalah ini.

Singaraja , 11 oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................

DAFTAR ISI ....................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN ...............................................................................

A. Latar Belakaang...........................................................................................

B. Rumusan Masalah .......................................................................................

C. Tujuan ....................................................................................................

BAB 11 PEMBAHASAN ................................................................................

A. Pembelajaran Dalam Upanisad ...................................................................

B. Teori Dalam Pembelajaran Upanisad ..........................................................

C. Penerapan Dalam Pembelajaran Upanisad .................................................

BAB 111 PENUTUP .......................................................................................

A. KESIMPULAN ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah Era globalisasi mambawa dampak yang signifikan terhadap


perubahan-perubahan tata nilai kehidupan masyarakat salah satu bentuk
perubahan tata nilai tersebut seperti “lemahnya keyakinan keagamaan, sikap
individualistis, materialistis dan hedonistis”. Keadaaan ini berlawanan dengan
ajaran Hindu sekaligus tidak mendukung pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Untuk menghindari pengaruh era globalisasi itu maka diperlukan Model
Pembelajaran yang lebih khusus yaitu belajar di suatu pasraman.

Model Pembelajaran dalam Upanishad secara umum di rujuk pada


pengertian secara etimologi dari kata Upanishad itu sendiri yang mengandung arti
“duduk dibawah dan didekatnya” (acarya). Jadi Upanisad memuat pokok-pokok
ajaran guru sejati untuk seorang siswa atau sisya (sadhaka), bersimpuh dekat kaki
sang guru. Dengan dekat ini seorang siswa akan dapat mendengar apa yang
disampaikan oleh sang guru (acarya), Orang-orang suci atau guru ini mengambil
sikap tidak banyak bicara dalam menyampaikan kebenaran. Mereka menuntun
siswa untuk tetap berpikiran rohani sehingga apa yang diajarkan tidak semata-
mata pemahaman kognitif tetapi tercermin juga asfek psikomotorik dan
afektifnya. Pembelajaran seperti ini biasanya dilakukan di pasraman-pasraman.
Dan sampai saat ini pasraman merupakan tempat yang paling baik untuk
mempertahankan model pembelajaran upanisad tersebut.
Dalam Pasraman bukan membentuk manusia yang hanya akan menggeluti
hal hal yang bersifat rohani saja akan tetapi mengajarkan rangkaian pengetahuan
yang bermanfaat dan memang dibutuhkan oleh masyarakat. Jadi didalam
hubungannya dengan UU Pendidikan Nasional dan Hinduisme, pasraman adalah
institusi pendidikan yang memberikan pendidikan baik yang formal dan non-
formal akan tetapi memiliki basis Hindu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pembelajaran Dalam Upanisad?
2. Bagaimana Teori Dalam Pembelajaran Upanisad?
3. Bagaimana Penerapan Pembelajaran Upanisad Saat Ini?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pembelajaran Dalam Upanisad.
2. Untuk mengetahui Teori Dalam Pembelajaran Upanisad.
3. Untuk mengetahui Penerapan Pembelajaran Upanisad Saat Ini
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendidikan Dalam Upanisad


Warisan kultural dan spiritual India sangat luas dan kaya. Akan teteapi
tidak ada yang bersifat kaya atau sektarian atau regional tentang warisan ini.
Warisan ini sungguh universal dalam daya tariknya dan sungguh umum dalam
pendekatannya sehinnga ini merupakan milik seluruh dunia. Lingkungan
sekitarnya yang aktual tentu saja India, tetapi isinya begitu rupa sehingga meliputi
seluruh asfek kehidupan manusia, terlepas dari unit-unit geografis dan ekpresi-
ekpresi historis.

Warisan ini bersifat universal dan abadi, oleh karenanya berlaku untuk
orang-orang dari jaman dan segala negeri. Mungkin ditanyakan apa sebenarnya
sumber yang melahirkan warisan yang sangat luas dan kaya tersebut. Suatu
warisan yang telah tetap segar dan vital meskipun banyak abad telah berlalu sejak
warisan ini muncul untuk pertama kali di dalam permulaan jaman yang remang-
remang. Orang dapat berkata tanpa keraguan sedikitpun bahwa sumber warisan
ini terletak dalam upanisad-upanisad yang agung. Para Bijaksanawan pada jaman
India Kuno, sambil duduk di bawah sebatang pohon di dalam hutan yang jauh
terpencil, mengungkapkan prinsip-prinsip yang fundamental filsafat abadi kepada
para siswa yeng telah datang kepada mereka dengan pertanyaan-pertanyaan dari
penyelidikan yang dalam dan serius tentang hakikat kehidupan itu sendiri.
Upanisad-upanisad ini memuat prinsip-prinsip essensial yang abadi.
Upanisad-upanisad itu tidak dapat dinyatakan berkarakter religius atau
diasosiasikan dogma-dogma dan sistem kepercayaan religius yang mendapat
pengakuan, persyaratan pendidikan, dan kemampuan-kemampuan serta otoritas
pendeta, pahala-pahala, dan hukuman-hukuman. Orang harus berpaling kepada
kitab upanisad untuk menyadari diri dengan mantap, karena disini bahkan
pengetahuan yang terdapat dalam Wedapun dianggap sebagai pengetahuan
rendahan belaka. Meskipun memisahkan diri dari seluruh ekpresi agama yang
sempit dan bersifat sektarian, ajaran upanisad telah meletakan bobot jelas dan
pasti pada perspektif-perspektif spiritual kehidupan. Upanisad-upanisad telah
membuat perbedaan jelas antara pengetahuan dan kebijaksanaan. Walaupun para
rsi dari masa kebesaran upanisad-upanisad memberikan pelajaran kepada murid-
murid mereka dalam seluruh cabang pengetahuan manusia, merka
mengindikasikan kepada murid-murid itu bahwa pengetahuan belaka akan tidak
berguna dan bahwa mereka harus diilhami oleh kebijaksanaan. Guru-guru ini
mengusahakan agar nyala ilmu pengetahuan itu terus terpelihara sehingga
pembelajaran para murid itu tidak akan pernah berakhir. Namun mereka juga
menunjukan kepada murid-murid mereka bahwa sinar pengetahuan itu
dimaksudkan hanya untuk menjadikan kegelapan terlihat. Dengan kesadaran
terhadap kegelapan yang dijadikan terlihat ini, melalui proses-proses pengetahuan,
murid-murid ini terdorong supaya menempuh perjalanan penuh avontur memasuki
domain tidak dikenal, yang merupakan tempet satu-satunya kebijaksanaan dapat
ditemukan. Perjalanan ini harus tanpa mendapat bantuan, karena tidak ada guru
dapat membimbing seorang murid memasuki domain-domain yang tidak dikenal.
Perjalanan menuju yang tidak dikenal adalah suatu peningkatan dari yang
sendirian menuju yang sendirian.

Perkataan Upanisad diambil dari Upa (dekat), Ni (dibawah) dan Sad


(duduk). jadi Upanisad adalah duduk dibawah dan didekatya. Sekelompok siswa
duduk dekat sang guru untuk mempelajari ajaran Upanisad, menkaji masalah yang
paling hakiki dan menyampaikan kepada para siswa didekat mereka.. Guru-guru
ini mengambil sikap tidak benyak bicara dalam mengkomunikasikan
pengetahuannya (tentang kebenaran), tetapi mereka berharap agar para siswa
selalu berpikiran rohani dan bukan berorientasi pada pemikiran duniawi. Oleh
karena itu untuk memperoleh hasil dari pelajaran kerohanian maka memerlukan
pembawaan rohani pula.

Tulisan-tulisan Upanishad lebih bersifat filosofis dari pada kitab-kitab


Veda. Mereka bukan hanya mencoba menjelaskan prinsip-prinsip dasar eksistensi,
tetapi juga mengenal perlunya memberikan alasan-alasan bagi klaim-klaimnya.
Mereka bagaimana pun juga tidak menghadirkan satu analisa formal tentang
kriteria kebenaran dan relasi antara kebenaran dan evidensi. Pada bagian terbesar,
pengalaman pribadi akan apa yang diklaim diambil sebagai evidensi yang cukup
kuat untuk kebenaran klaimnya. Dan selama ada pengakuan umum bahwa
pandangan-pandangan yang bertentangan dengan self (diri) tidak bisa benar, maka
terlalu jauhlah untuk mengatakan bahwa akal budi menentukan kebenaran dan
kepalsuan pandangan, karena prinsip-prinsip logika dan akal budi belum berfungsi
secara formal.
Konsekwensinya, tulisan-tulisan Upanishad cenderung menekankan isi visi dari si
resi lebih dari pada alat yang dapat membenarkan visi. Klaim-klaim dalam
Upanishad diambil sebagai laporan tentang pengalaman-pengalaman para resi,
bukannya teori-teori filosofis yang menanti pembelaannya. Itulah pengalaman
para resi yang menyuguhkan evidensi untuk kebenaran klaim-klaim yang telah
dibuatnya.

B. Teori Pembelajaran Upanisad


Upanisad menekankan bahwa belajar merupakan esensi hidup manusia.
Sejak lahir sebagai bayi, dia belajar menyusui dan mengenal orang tua. Dia
kemudian belajar merangkak, berdiri, mengenal bahasa, menjadi dewasa, dan
menjadi orang tua. Upanisad menjelaskan masih ada yang mesti dipelajari. Belajar
melewati jalan kematian (durga). Mempelajari jalan mencapai moksa (ganesha)
sebagai tujuan pelaksanaan hukum suci ketuhanan (dharma).

Secara tradisi ada dua cara belajar dalam ajaran Upanisad. Belajar secara
interaktif dengan guru (gurukulo) dan belajar tanpa bimbingan guru (swadhyaya).
Terkait dengan hal ini, sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung proses
belajar terdiri dari sumber yang berasal dari guru (gurutah) dan sastra (sastratah)
yang dapat dilihat dalam bentuk pustaka maupun referensi lainnya. Yang
dimaksudkan dengan guru adalah orang tua sendiri (guru reka), guru profesional
(guru waktra) dan pemerintah (guru wisesa). Bahkan pada tahap tertentu sebagai
sumber belajar adalah Brahman (Tuhan sebagai Guru Swadhyaya) dalam saktinya
sebagai sumber dari segala sumber pencerahan (brahmavido) dan ilmu
pengetahuan (saraswati).
Tradisi Hindu menggambarkan bahwa setelah masa pengawasan total
orang tua, ada masa menempuh pendidikan formal dibawah bimbingan guru
profesional. Masa ini diawali dengan proses inisiasi dalam mengukuhkan kesiapan
calon siswa untuk belajar. Inisiasi dilakukan melalui persembahan api suci
sebagai simbol api semangat belajar kepada guru. Mulailah kegiatan gurukulo
dilaksanakan. Inisiasi yang mengawali proses belajar ini tidak diadopsi begitu saja
dalam pendidikan Hindu di Indonesia. Proses inisiasi tetap dilaksanakan melalui
pawintenan. Kesiapan dikembangkan melalui Saraswati Puja yang dipimpin
manggala yadnya

1. Pembelajaran Dalam Ajaran Upanisad

Belajar menurut Upanisad merupakan usaha pendewasaan diri


melalui berbagai perubahan berdasarkan pengkondisian lingkungan secara
eksternal (hal ini sesuai dengan teori behavioris) dan kesadaran mandiri
menyusun bahannya secara internal (hal ini sesuai dengan teori contructivis).
Usaha membentuk manusia dewasa berkepribadian mantap, kreatif serta
berkepercayaan diri dalam mengembangkan dan menyelesaikan segala
problema secara mandiri. Secara normal proses ini melibatkan antaraksi
antara siswa (sisya) dengan guru dalam proses belajar (adhyaya) dan
mengajar (adhyaapayitum) yang sekarang dikenal sebagai pembelajaran
(svadhyaya adhyaapayitum atau svadhyaya pravacane).

Kata kunci pembelajaran dalam Upanisad adalah siap. Kesiapan dari


kedua belah pihak, murid maupun guru. Itulah yang menjadi alasan mengapa
saat Sukesa, Satyakama, Gargya, Kausalya, Bhargawa, dan Kabandhi datang
untuk mempelajari pengetahuan suci ketuhanan, Rsi Pippalada berkata,
“diamlah bersamaku setahun dengan mengembangkan keingintahuan
(tapasa), pemusatan perhatian (brahmacaryena) dan kepercayaan
(shraddaya)” (Prsna Upanisad 1 dan 2). Makna kesiapan sangat penting.
Kalau tidak siap maka pembelajaran percuma diselenggarakan. Itulah yang
menyebabkan sutra-sutra Hindu secara umum dimulai dengan kata ‘atha’,
saat ini, saat siap secara menyeluruh menginternalisasi pengetahuan.
Upanisad menekankan pembelajaran dengan pendekatan partisipatif.
Siswa aktif menyusun pengetahuan sendiri dengan berbagai macam cara atau
metode pembelajaran seperti mengembangkan kemampuan bertanya,
berdiskusi, meneliti perilaku alam dan lain-lain. Sebagai contoh adalah
Satyakama yang dianjurkan Rsi Gautama menyusun pengetahuan secara
mandiri dengan meneliti perilaku dan tanda-tanda semesta sebelum mengkaji
landasan tattwa secara mendalam (Chandogya Upanisad).

Upanisad menjamin siswa mengembangkan kreatifitas berinovasi


melewati garis-garis kebiasaan dalam pembelajaran. Walaupun kreativitas
pembelajaran semacam itu muncul dari hal yang sangat tidak mungkin
dilakukan sekalipun. Naciketa yang tidak puas dengan pencapaian orang tua
dan masyarakat yang terikat pada kebiasaan pembelajaran yang sudah
mentradisi, melakukan eksperimen dalam jalan kematian (Katha Upanisad).
Keberanian berkreasi dalam inovasi ini membawa Naciketa pada pencapaian
perilaku hidup yang luar biasa. Perilaku yang dapat digunakan untuk
memperbaiki lubang-lubang kelemahan batasan kebiasaan pada
pembelajaran secara umum.

Aktivitas pembelajaran yang umum dilakukan pada tradisi


pembelajaran Upanisad adalah melalui pembelajaran langsung dengan
pendekatan individual maupun klasikal, pembelajaran melalui kerja
kelompok, dan pembelajaran berbasiskan masalah yang ditemui secara
faktual maupun abstrak. Polanya tentu berbeda sesuai dengan subjeknya,
anak-anak yang belum dewasa atau orang dewasa. Aktivitas tersebut pada
jaman Mahabarata digambarkan dengan pembelajaran formal yang dilalui
putra-putra Pandu dan Drestarata dibawah bimbingan Guru Drona
(Dronacharya) pada saat mereka masih belum dewasa. Pola yang berbeda
mereka peroleh ketika melakukan pembelajaran dibawah bimbingan Krishna.
Aktivitas pembelajaran sedemikian rupa juga banyak ditemui dalam berbagai
Upanisad sampai ke kitab panca tantra yang penuh dengan cerita-cerita
simbolis kehidupan. Aktivitas pembelajaran tersebut masih tercermin sampai
sekarang pada kegiatan pasraman sampai kegiatan universitas-universitas
berbasiskan Veda.

2. Arah Pembelajaran

Pembelajaran adalah sentra dalam kehidupan manusia dan meliputi


semua strata kehidupan, mulai brahmacari sampai biksuka. Manggala yajna,
sebagai contoh, tidak lepas dari kegiatan pembelajaran. Pembelajaran untuk
mendekatkan diri pada Yang Kuasa dengan cara memanggalai segenap
upakara (upa = mendekat akara = Yang Kuasa) yang dipercayakan padanya
dibawah kontrol manggala guru.

Contoh Penerapan Pembelajaran Upanisad

Kata pasraman berasal dari kata “asrama” (sering ditulis dan di baca
ashram) yang artinya tempat berlangsungnya proses belajar mengajar atau
pendidikan. Pendidikan pasraman menekankan pada disiplin diri,
mengembangkan akhlak mulia dan sifat-sifat yang rajin, suka bekerja keras,
pengekangan hawa nafsu dan gemar untuk menolong orang lain. Konsep
pasraman yang berkembang sekarang diadopsi dari sitim pendidikan Hindu
jaman dahulu di India, sebagaimana disuratkan dalam kitab suci Veda dan
hingga kini masih tetap terpelihara. Sistim ashram menggambarkan
hubungan yang akrab antara para guru (acarya) dengan para sisyanya,
bagaikan dalam sebuah keluarga, oleh karena itu sistim ini dikenal pula
dengan dengan para nama sistim pendidikan gurukula. Beberapa anak didik
tinggal di pasraman bersama para guru sebagai anggota keluarga dan para
guru bertindak sebagai orang tua siswa sendiri. Proses pendidikan di
pasraman dari masa lampau itu masih tetap berlangsung sampai saat ini
dikenal pula dengan istilah lainnya yakni parampara, di Jawa dan di Bali
dikenal dengan istilah padepokan atau aguron-guron. Adapun ciri-ciri
pasraman adalah :
1. Pasraman dipimpin oleh seorang acharya yang kawin. Acharya adalah
seseorang yang telah belajar, yang menjalankan apa yang dia pelajari dan
kemudian mengajarkan-nya kepada orang lain. Didalam pemahaman Gandhi
mengenai pendidikan, hanya seorang guru yang pernah mengalami apa yang
diajarkan sajalah yang pantas memberi pelajaran. (“Sebagaimana latihan fisik
harus ditanamkan melalui gerakan fisik, latihan kejiwaan juga dimungkinkan
hanya melaui penerapan latihan nyata pada jiwa. Dan latihan jiwa ini
seluruhnya tergantung pada kehidupan serta watak si guru. Oleh karena itu
jika disuruh mengerjakan sesuatu, selalu harus ada seorang guru yang
membimbing dan benar benar ikut mengerjakan pekerjaan itu bersama
mereka.”.Acharya yang kawin tentu saja untuk membuat suasana pasraman
persis seperti sebuah lingkungan keluarga dan juga untuk penghormatan
perempuan sebagai Ibu Sarasvati, yang memang dimulai dari waktu dini.
2. Lokasi pasraman tidak pernah dihutan belantara yang tidak ada
penghuninya. Kembali hal ini sebagai pengejawantahan dari penghormatan
kepada perempuan sebagai ibu, karena ketika setiap pagi para sisya memulai
pergi keluar ashram dan mengetuk pintu rumah untuk sedekah, yang
dihadapi mereka adalah para ibu yang sedang mempersiapkan santapan
3. Ideal-nya, setiap ashram sebaiknya sejak semula adalah svadyaya, bisa
berdiri sendiri. Hal ini sangat penting, karena tujuannya tentu sajalah
kepentingan jangka panjang. Ashram dimana sisyanya tidak bekerja dan
pembiayaan sepenuhnya kepada “dana abadi” misalnya adalah tidak benar,
karena hal ini mencerminkan bahwa (sejak semula) sisya itu tidak dilatih
untuk berdiri sendiri. Yang dihasilkan pastilah sisya yang sikap mentalnya
kurang baik. Sejak semula pula harus dicari suatu jalan didalam mana ashram
itu memiliki penghasilan dan membelajarkan para sisya untuk kegiatan yang
menghasilkan, misalnya saja menanam pohon obat, memiliki penginapan
atau program pelatihan dll.
4. Semakin besar atau semakain banyak kegiatan pasraman, maka segi
pemeliharaan dan usaha dari pasraman akan semakin terasa. Hal ini
memerlukan satu sisi dari penanganan yang bersifat modern. Pengelolaan
dana, kekayaan dan usaha dari pasraman memerlukan suatu sistim
management yang modern, walaupun kegiatan sehari hari didalam ashram
tetap dipimpin oleh seorang acharya.\
5. Pendidikan dan latihan didalam pasraman juga terstruktur, dimana
semakin tinggi jenjang pendidikan, pemahaman para sisya mengenai tattva,
etika dll tentu lebih luas.
Jadi Pembelajaran upanisad dalam pasraman bisa kita lihat dari pengertian
Upanisad, yaitu etimologi dari kata Upanishad itu sendiri yang mengandung arti
“duduk dibawah dan didekatnya”. Sekelompok murid duduk dekat sang guru
untuk mempelajari ajaran Upanisad, mengkaji masalah yang paling hakiki dan
menyampaikan kepada siswa didekat mereka. Biasanya ajaran upanisad diyakini
mengajarkan hal-hal yang rahasia, yaitu rahasia alam semesta termasuk rahasia
ketuhanan, maka penyampaian dan sifat wahyu itupun harus disampaiakan secara
rahasia, yaitu tidak bersifat terbuka atau umum. maka dari itulah kitab upanisad
ini dikenal dengan nama kitab Rahasia. Sifat rahasia ini kita bisa lihat pada tradisi
bali yaitu ketika seseorang dinobatkan menjadi seorang dvijati (pandita sisya),
setelah dianugrahkan abhisekanama atau nama baru (delar dvijati) oleh pandita
guru, selanjutnya pandita sisya diberikan pawisik atau sabda rahasya untuk di
taati sepenuhnya dalam meniti hidup melakukan swadharma sebagai
seorang dvijati. Tradisi ini merupakan kelanjutan pula dari tradisi dan sistem
pendidikan di zaman Upanisad di masa yang lalu. pawisik atau sabda rahasya itu
harus tetap dirahasiakan oleh pandita sisya yang menerimanya. Karena memiliki
sifat rahasia kitab upanisad harus di pelajari di tempat-tempat yang rahasia pula
yaitu dalam sebuah pasraman. Kata pasraman berasal dari kata “asrama” (sering
ditulis dan di baca ashram) yang artinya tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar atau pendidikan.
Pendidikan pasraman menekankan pada disiplin diri, mengembangkan
akhlak mulia dan sifat-sifat yang rajin, suka bekerja keras, pengekangan hawa
nafsu dan gemar untuk menolong orang lain. Sistim ashram menggambarkan
hubungan yang akrab antara para guru (acarya) dengan para sisyanya, bagaikan
dalam sebuah keluarga, oleh karena itu sistim ini dikenal pula dengan dengan para
nama sistim pendidikan gurukula. Beberapa anak didik tinggal di pasraman
bersama para guru sebagai anggota keluarga dan para guru bertindak sebagai
orang tua siswa sendiri. Proses pendidikan di pasraman dari masa lampau itu
masih tetap berlangsung sampai saat ini dikenal pula dengan istilah lainnya yakni
parampara, di Jawa dan di Bali dikenal dengan istilah padepokan atau aguron-
guron.

Kata kunci hidup di pasraman ( Ashram adalah siap). Kesiapan dari kedua
belah pihak, baik dari pihak murid maupun pihak guru. Adapun Beberapa model
pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru-guru di Pasraman antara lain
dengan menggunakan metode pembinaan agama Hindu yang dikenal dengan sad
dharma, yaitu :

1. Dharma Tula, yaitu bertimbang wirasa atau berdiskusi. Tujuan metode


dharma tula adalah sebagai salah satu metode yang dapat dipakai sarana
untuk melaksanakan proses pembelajaran agar siswa lebih aktif, dengan
harapan para siswa nantinya mampu dan memiliki keberanian untuk
mengemukakan pendapat serta dalam rangka melatih siswa untuk
berargumentasi dan berbicara tentang keberadaan Hindu.
2. Dharma Wacana, adalah metode pembelajaran agama Hindu yang dapat
digunakan untuk mendiskripsikan materi pembelajaran agama Hindu kepada
siswa.
3. Dharma Gita, adalah nyanyian tentang dharma atau sebagai dharma,
maksudnya ajaran agama Hindu yang dikemas dalam bentuk nyanyian
spiritual yang bernilai ritus sehingga yang menyanyikan dan yang
mendengarkannya sama-sama dapat belajar menghayati serta memperdalam
ajaran dharma.
4. Dharma Yatra, yaitu usaha meningkatkan pemahaman dan pengalaman
pembelajaran agama Hindu melalui persembahyangan langsung ke tempat-
tempat suci.
5. Dharma Sadhana, adalah realisasi ajaran dharma yang harus ditanamkan
kepada siswa dalam rangka meningkatkan kualitas diri untuk selalu taat dan
mantap dalam menjalankan ajaran agama Hindu.
6. Dharma Santi, yaitu kebiasaan saling memaafkan diantara sesama umat,
bahkan diantara umat beragama.
Sedangkan siswanya atau sisyanya duduk di bawah sambil mendengarkan
gurunya (acarya) melakukan pencerahan jiwa bagi dirinya maupun orang lain. Ini
merupakan ciri khas dari kitab-kitab upanisad yaitu bentuk penyajian ajaran yang
disampaikannya, yaitu selalu berbentuk dialog antara murid (sisya) yang bertanya
kepada seorang guru (acarya) dalam pendidikan pesraman (ashram). Rupanya
bentuk tanya jawab semacam ini sangat disenangi dan efektif terbukti dari buku-
buku yang tersusun pada masa kemudiannya sebagai besar memakai bentuk tanya
jawab. Bentuk tanya jawab ini antara guru dengan sisya/ siswa terdapat dalam
kitab-kitab Tattwa seperti wrhaspatitattwa, Ganapatitattwa, Agastayaparwa dan
lain-lain.

C. Manfaat Model Pembelajaran Upanisad


Sebelum kita mengetahi manfaat dari model pembelajaran Upanisad, lebih
baik kita mengetahi pokok-pokok dari ajaram kitab Upanisad. Adapun pokok-
pokok ajaran Kitab Upanisad, yaitu:

1. Brahman
Pada hakekatnya pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam berbagai kitab
Upanisad berkisar pada dua asas, yaitu Brahman dan Upanisad. Disamping
membahas dua asas tersebut, kitab-kitab Upanisad juga membahas hal-hali yang
berhubungan dengan kedua asas diatas seperti maya, dan penciptaan dunia, karma
dan penjelmaan serta ajaran tentang moksa sebagai tujuan tertinggi.

Brahman berasal dari kata brh berarti yang memberi hidup, menjadikan kembang,
meluap. Kata brahman ini menunjukan pada pengertian aktif yang membawa
pada suatu pertumbuhan yang tidak henti-hentinya. Adapun pengertian Brahman
yang lain yang dikemukaan oleh swami rama dalam bukunya Mandukya
Upanisad, Enlightenment without God yaitu sebagai berikut :

Kata Brahnam berasal dari bahasa sansekerta, akar kata brha atau brhi yang
berarti meluap/mengembang, pengetahuan atau yang meresapi segala. Kata ini
selalu dalam jenis kelamin neutrum (banci), hal ini menunjukan bahwa Tuhan
(kebenaran mutlak) berada diluar konsep jenis kelamin laki-laki (masculinum) dan
wanita (feminium) dari segala sesuatu yang bersifat dualitas. Brahman hadir
dimana-mana, maha tahu, maha kuasa, itulah sifat dasar dari satu kebenaran
mutlak. Ia adalah kebenaran sejati, Kesadaran tertinggi, yang tidak pernah
dipengaruhi oleh perubahan sifat duniawi, adalah Berahman itu. Ia yang
menjadikan diriNya sendiri dan memenuhi seluruh alam semesta untuk
menampakan diri-Nya itulah Brahman.
Dari uraian tersebut diatas maka pengertian brahman adalah Tuhan Yang Maha
Esa, Mahaada, Maha mengetahui, Maha kuasa, tidak berjenis kelamin laki-laki
ataupun perempuan, yang meresapi seluruh alam semsta dan merupakan hakikat
Sang Diri dan seluruh umat manusia. Brahman adalah asas alam semesta, Ia yang
menggunakan alam semesta sesuai dengan kuasa dan hukumNya

1. Atman
Atman berasal dari kata an yang artinya bernafas. Dengan bernapas itu
hidup. Jadi napas itu satu kehidupan. Didalam pengkajianya istilah atman makin
berkembang, mencangkup seluruh aspek hidup, roh, dan pribadi roh itu.

Tetapi disadari pula jiwa atau Atman itu kekal, tidak pernah mati dan karena
itu pengalaman suka dan duka bukan merupakan sifatnya. Bahakan dalam Rg
Veda, atman juga disebut ajo bhagah atau bagian yang tidak dilahirkan.

Atman dan Brahman tidak dapat dipisahkan karena Atman merupakan asas
hidup makhluk yang menjadiakan makhluk itu hidup, bergerak, dan menerima
pahala dari karmanya. Sedangakn Brahman merupakan asas dari alam semaesta
yang menjadiakan alam semaesta ini bergerak menurut hukum-Nya.

2. Maya dan Penciptaan


Kata maya diartikan prajna dan kapata. Kata kapata berarti fatamorgana
atau menyesatkan, sehingga seseorang melihat kenyataan yangb tidak benar itu
seakan-akan nyata seperti apa yang dialami dalam alam empiris. Tuhan Yang
Maha Esa (Brahman) dianggap sebagai sebagai pencipta adalah karena maya atau
sakti yang melekat pada diri-Nya yang secara potensial mampu mengadakan dari
tidak ada menjadi ada. Ini ajaib dan ini mujisat. Ini pula yang disebut maya.
Jadi berdasarkan kutipan diatas, maka maya adalah kekuatan yang melekat pada
Tuhan, sebagai bayanganNya, yang nampak hanya gejalanya (seperti alam
semesta ini) yang sesungguhnya tidak bersifat absolut atau sejati.

3. Karma dan Penjelmaan


Karma atau Karmaphala merupakan salah satu sraddha dan Panca sraddha
(lima keimanan dalam agama Hindu). Untuk jelasnya pengertian tentang Karma
itu, disini di kutipkan beberapa pendapat.

Menurut kitab-kitab Upanisad, semua perbuatan, apakah baik atau buruk


masing-masing akan berbuah (berpahala) apakah dinikmati di dunia ini atau di
akhirat. Hukum karma tidak dapat dipungkiri dan tak seorangpun yang dapat
menghindarinya, kecuali orang-orang suci yang telah mencapai penerangan dapat
bersatu dengan Brahman.

Ajaran karma berkembang dari ajaran rta pada weda kuna yang berarti
hukum dan hukum alam kodrat. Kata Karma ini tidak saja berarti hukum alam
teteapi juga hukum moral di dunia ini.
Kata Karma berasal dariurat kata Kr yang artinya mengerjakan, dan
karenanya Karma berarti kerja atau perbuatan. Jadi Karma adalah perbuatan yang
dilakukan baik atau buruk, benar atau salah tidak dapat dipungkiri pasti akan
berpahala baik pada waktu hidupnya kini atau dalam penjelmaan atau kehidupan
yang akan datang. Dari karma ini akan terjadi penjelmaan akan terjadi.

4. Moksa
Kitab-kitab Upanisad yakin bahwa moksa itu dapat dicapai setelah
seseorang meninggal ataupun juga pada setiap kehidupan. Bila jiwa dapat
merealisasikan dirinya dengan brahman, maka Moksapun segera dapat tercapai .

Moksa adalah kelepasan dari segala ikatan dan bebas dari Samsara. Hal ini
bukanlah keaddan yang negatif, tidak saja bebas dari penderitaan, melainkan
adalah hal yang positif, mutlak dan merupakan rahmat yang tidak dapat diganggu.
Jadi manfaat Model Pembelajaran Upanisad adalah :

1. Penanaman nilai-nilai ajaran kitab Upanisad yang dapat dijadikan


pedoman hidup dalam mencapai kebahagiaan hidup (Moksartham Jagadhita).
2. Pengembangan Sradha dan Bhakti kehadapan Hyang Widhi (Tuhan)
3. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum.
4. Penyiapan kemampuan sikap mental siswa yang ingin melanjutkan studi
kejenjang yang lebih tinggi.
5. Mempersiapkan kematangan dan daya resistensi siswa dalam
mengadaptasi diri terhadap lingkungan fisik dan sosial.
6. Perbaikan kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan peserta didik dalam
keyakinan dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
7. Pencegahan peserta didik dari hal-hal negatif yang diakibatkan oleh
pergaulan dunia luar.
BAB III
PENUTUP

A Kesimpulan
Perkataan Upanisad diambil dari Upa (dekat), Ni (dibawah) dan Sad
(duduk). jadi Upanisad adalah duduk dibawah dan didekatya. Sekelompok siswa
duduk dekat sang guru untuk mempelajari ajaran Upanisad, menkaji masalah yang
paling hakiki dan menyampaikan kepada para siswa didekat mereka.. Guru-guru
ini mengambil sikap tidak benyak bicara dalam mengkomunikasikan
pengetahuannya (tentang kebenaran), tetapi mereka berharap agar para siswa
selalu berpikiran rohani dan bukan berorientasi pada pemikiran duniawi. Oleh
karena itu untuk memperoleh hasil dari pelajaran kerohanian maka memerlukan
pembawaan rohani pula.

Upanisad menekankan bahwa belajar merupakan esensi hidup manusia.


Sejak lahir sebagai bayi, dia belajar menyusui dan mengenal orang tua. Dia
kemudian belajar merangkak, berdiri, mengenal bahasa, menjadi dewasa, dan
menjadi orang tua. Upanisad menjelaskan masih ada yang mesti dipelajari. Belajar
melewati jalan kematian (durga). Mempelajari jalan mencapai moksa (ganesha)
sebagai tujuan pelaksanaan hukum suci ketuhanan (dharma)

Dengan adanya model pembelajaran tersebut maka siswa lebih dekat


dengan sang guru. Selain itu siswa lebih jelas mengetahui ajaran-ajaran pokok
yang terkandung dalam kitab Upanisad yaitu seperti percaya dengan Brahman,
Atman, Maya dan Penciptaan, Karma dan Penjelmaan, dan Moksa.
DAFTAR PUSTAKA
Titib I Made. 1994. Untaian Ratna Sari Upanisad. Denpasar : Yayasan Dharma
Narada.

Anda mungkin juga menyukai