UPANISAD
Oleh:
PUTU SARTIKA (18.1.1.1.1.07)
PUTU ANGGI MILDAYANTI (18.1.1.1.1.08)
JURUSAN DHARMA ACARYA
PRODI PENDIDIKAN AGAMA HINDU III
Atas Asung Kertha Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widi pada
akhirnya makalah ini tersusun dalam bentuk yang sederhana setelah banyak
rintangan baik teknis maupun non teknis.
Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakaang...........................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................
A. KESIMPULAN ...........................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pembelajaran Dalam Upanisad?
2. Bagaimana Teori Dalam Pembelajaran Upanisad?
3. Bagaimana Penerapan Pembelajaran Upanisad Saat Ini?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Pembelajaran Dalam Upanisad.
2. Untuk mengetahui Teori Dalam Pembelajaran Upanisad.
3. Untuk mengetahui Penerapan Pembelajaran Upanisad Saat Ini
BAB II
PEMBAHASAN
Warisan ini bersifat universal dan abadi, oleh karenanya berlaku untuk
orang-orang dari jaman dan segala negeri. Mungkin ditanyakan apa sebenarnya
sumber yang melahirkan warisan yang sangat luas dan kaya tersebut. Suatu
warisan yang telah tetap segar dan vital meskipun banyak abad telah berlalu sejak
warisan ini muncul untuk pertama kali di dalam permulaan jaman yang remang-
remang. Orang dapat berkata tanpa keraguan sedikitpun bahwa sumber warisan
ini terletak dalam upanisad-upanisad yang agung. Para Bijaksanawan pada jaman
India Kuno, sambil duduk di bawah sebatang pohon di dalam hutan yang jauh
terpencil, mengungkapkan prinsip-prinsip yang fundamental filsafat abadi kepada
para siswa yeng telah datang kepada mereka dengan pertanyaan-pertanyaan dari
penyelidikan yang dalam dan serius tentang hakikat kehidupan itu sendiri.
Upanisad-upanisad ini memuat prinsip-prinsip essensial yang abadi.
Upanisad-upanisad itu tidak dapat dinyatakan berkarakter religius atau
diasosiasikan dogma-dogma dan sistem kepercayaan religius yang mendapat
pengakuan, persyaratan pendidikan, dan kemampuan-kemampuan serta otoritas
pendeta, pahala-pahala, dan hukuman-hukuman. Orang harus berpaling kepada
kitab upanisad untuk menyadari diri dengan mantap, karena disini bahkan
pengetahuan yang terdapat dalam Wedapun dianggap sebagai pengetahuan
rendahan belaka. Meskipun memisahkan diri dari seluruh ekpresi agama yang
sempit dan bersifat sektarian, ajaran upanisad telah meletakan bobot jelas dan
pasti pada perspektif-perspektif spiritual kehidupan. Upanisad-upanisad telah
membuat perbedaan jelas antara pengetahuan dan kebijaksanaan. Walaupun para
rsi dari masa kebesaran upanisad-upanisad memberikan pelajaran kepada murid-
murid mereka dalam seluruh cabang pengetahuan manusia, merka
mengindikasikan kepada murid-murid itu bahwa pengetahuan belaka akan tidak
berguna dan bahwa mereka harus diilhami oleh kebijaksanaan. Guru-guru ini
mengusahakan agar nyala ilmu pengetahuan itu terus terpelihara sehingga
pembelajaran para murid itu tidak akan pernah berakhir. Namun mereka juga
menunjukan kepada murid-murid mereka bahwa sinar pengetahuan itu
dimaksudkan hanya untuk menjadikan kegelapan terlihat. Dengan kesadaran
terhadap kegelapan yang dijadikan terlihat ini, melalui proses-proses pengetahuan,
murid-murid ini terdorong supaya menempuh perjalanan penuh avontur memasuki
domain tidak dikenal, yang merupakan tempet satu-satunya kebijaksanaan dapat
ditemukan. Perjalanan ini harus tanpa mendapat bantuan, karena tidak ada guru
dapat membimbing seorang murid memasuki domain-domain yang tidak dikenal.
Perjalanan menuju yang tidak dikenal adalah suatu peningkatan dari yang
sendirian menuju yang sendirian.
Secara tradisi ada dua cara belajar dalam ajaran Upanisad. Belajar secara
interaktif dengan guru (gurukulo) dan belajar tanpa bimbingan guru (swadhyaya).
Terkait dengan hal ini, sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung proses
belajar terdiri dari sumber yang berasal dari guru (gurutah) dan sastra (sastratah)
yang dapat dilihat dalam bentuk pustaka maupun referensi lainnya. Yang
dimaksudkan dengan guru adalah orang tua sendiri (guru reka), guru profesional
(guru waktra) dan pemerintah (guru wisesa). Bahkan pada tahap tertentu sebagai
sumber belajar adalah Brahman (Tuhan sebagai Guru Swadhyaya) dalam saktinya
sebagai sumber dari segala sumber pencerahan (brahmavido) dan ilmu
pengetahuan (saraswati).
Tradisi Hindu menggambarkan bahwa setelah masa pengawasan total
orang tua, ada masa menempuh pendidikan formal dibawah bimbingan guru
profesional. Masa ini diawali dengan proses inisiasi dalam mengukuhkan kesiapan
calon siswa untuk belajar. Inisiasi dilakukan melalui persembahan api suci
sebagai simbol api semangat belajar kepada guru. Mulailah kegiatan gurukulo
dilaksanakan. Inisiasi yang mengawali proses belajar ini tidak diadopsi begitu saja
dalam pendidikan Hindu di Indonesia. Proses inisiasi tetap dilaksanakan melalui
pawintenan. Kesiapan dikembangkan melalui Saraswati Puja yang dipimpin
manggala yadnya
2. Arah Pembelajaran
Kata pasraman berasal dari kata “asrama” (sering ditulis dan di baca
ashram) yang artinya tempat berlangsungnya proses belajar mengajar atau
pendidikan. Pendidikan pasraman menekankan pada disiplin diri,
mengembangkan akhlak mulia dan sifat-sifat yang rajin, suka bekerja keras,
pengekangan hawa nafsu dan gemar untuk menolong orang lain. Konsep
pasraman yang berkembang sekarang diadopsi dari sitim pendidikan Hindu
jaman dahulu di India, sebagaimana disuratkan dalam kitab suci Veda dan
hingga kini masih tetap terpelihara. Sistim ashram menggambarkan
hubungan yang akrab antara para guru (acarya) dengan para sisyanya,
bagaikan dalam sebuah keluarga, oleh karena itu sistim ini dikenal pula
dengan dengan para nama sistim pendidikan gurukula. Beberapa anak didik
tinggal di pasraman bersama para guru sebagai anggota keluarga dan para
guru bertindak sebagai orang tua siswa sendiri. Proses pendidikan di
pasraman dari masa lampau itu masih tetap berlangsung sampai saat ini
dikenal pula dengan istilah lainnya yakni parampara, di Jawa dan di Bali
dikenal dengan istilah padepokan atau aguron-guron. Adapun ciri-ciri
pasraman adalah :
1. Pasraman dipimpin oleh seorang acharya yang kawin. Acharya adalah
seseorang yang telah belajar, yang menjalankan apa yang dia pelajari dan
kemudian mengajarkan-nya kepada orang lain. Didalam pemahaman Gandhi
mengenai pendidikan, hanya seorang guru yang pernah mengalami apa yang
diajarkan sajalah yang pantas memberi pelajaran. (“Sebagaimana latihan fisik
harus ditanamkan melalui gerakan fisik, latihan kejiwaan juga dimungkinkan
hanya melaui penerapan latihan nyata pada jiwa. Dan latihan jiwa ini
seluruhnya tergantung pada kehidupan serta watak si guru. Oleh karena itu
jika disuruh mengerjakan sesuatu, selalu harus ada seorang guru yang
membimbing dan benar benar ikut mengerjakan pekerjaan itu bersama
mereka.”.Acharya yang kawin tentu saja untuk membuat suasana pasraman
persis seperti sebuah lingkungan keluarga dan juga untuk penghormatan
perempuan sebagai Ibu Sarasvati, yang memang dimulai dari waktu dini.
2. Lokasi pasraman tidak pernah dihutan belantara yang tidak ada
penghuninya. Kembali hal ini sebagai pengejawantahan dari penghormatan
kepada perempuan sebagai ibu, karena ketika setiap pagi para sisya memulai
pergi keluar ashram dan mengetuk pintu rumah untuk sedekah, yang
dihadapi mereka adalah para ibu yang sedang mempersiapkan santapan
3. Ideal-nya, setiap ashram sebaiknya sejak semula adalah svadyaya, bisa
berdiri sendiri. Hal ini sangat penting, karena tujuannya tentu sajalah
kepentingan jangka panjang. Ashram dimana sisyanya tidak bekerja dan
pembiayaan sepenuhnya kepada “dana abadi” misalnya adalah tidak benar,
karena hal ini mencerminkan bahwa (sejak semula) sisya itu tidak dilatih
untuk berdiri sendiri. Yang dihasilkan pastilah sisya yang sikap mentalnya
kurang baik. Sejak semula pula harus dicari suatu jalan didalam mana ashram
itu memiliki penghasilan dan membelajarkan para sisya untuk kegiatan yang
menghasilkan, misalnya saja menanam pohon obat, memiliki penginapan
atau program pelatihan dll.
4. Semakin besar atau semakain banyak kegiatan pasraman, maka segi
pemeliharaan dan usaha dari pasraman akan semakin terasa. Hal ini
memerlukan satu sisi dari penanganan yang bersifat modern. Pengelolaan
dana, kekayaan dan usaha dari pasraman memerlukan suatu sistim
management yang modern, walaupun kegiatan sehari hari didalam ashram
tetap dipimpin oleh seorang acharya.\
5. Pendidikan dan latihan didalam pasraman juga terstruktur, dimana
semakin tinggi jenjang pendidikan, pemahaman para sisya mengenai tattva,
etika dll tentu lebih luas.
Jadi Pembelajaran upanisad dalam pasraman bisa kita lihat dari pengertian
Upanisad, yaitu etimologi dari kata Upanishad itu sendiri yang mengandung arti
“duduk dibawah dan didekatnya”. Sekelompok murid duduk dekat sang guru
untuk mempelajari ajaran Upanisad, mengkaji masalah yang paling hakiki dan
menyampaikan kepada siswa didekat mereka. Biasanya ajaran upanisad diyakini
mengajarkan hal-hal yang rahasia, yaitu rahasia alam semesta termasuk rahasia
ketuhanan, maka penyampaian dan sifat wahyu itupun harus disampaiakan secara
rahasia, yaitu tidak bersifat terbuka atau umum. maka dari itulah kitab upanisad
ini dikenal dengan nama kitab Rahasia. Sifat rahasia ini kita bisa lihat pada tradisi
bali yaitu ketika seseorang dinobatkan menjadi seorang dvijati (pandita sisya),
setelah dianugrahkan abhisekanama atau nama baru (delar dvijati) oleh pandita
guru, selanjutnya pandita sisya diberikan pawisik atau sabda rahasya untuk di
taati sepenuhnya dalam meniti hidup melakukan swadharma sebagai
seorang dvijati. Tradisi ini merupakan kelanjutan pula dari tradisi dan sistem
pendidikan di zaman Upanisad di masa yang lalu. pawisik atau sabda rahasya itu
harus tetap dirahasiakan oleh pandita sisya yang menerimanya. Karena memiliki
sifat rahasia kitab upanisad harus di pelajari di tempat-tempat yang rahasia pula
yaitu dalam sebuah pasraman. Kata pasraman berasal dari kata “asrama” (sering
ditulis dan di baca ashram) yang artinya tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar atau pendidikan.
Pendidikan pasraman menekankan pada disiplin diri, mengembangkan
akhlak mulia dan sifat-sifat yang rajin, suka bekerja keras, pengekangan hawa
nafsu dan gemar untuk menolong orang lain. Sistim ashram menggambarkan
hubungan yang akrab antara para guru (acarya) dengan para sisyanya, bagaikan
dalam sebuah keluarga, oleh karena itu sistim ini dikenal pula dengan dengan para
nama sistim pendidikan gurukula. Beberapa anak didik tinggal di pasraman
bersama para guru sebagai anggota keluarga dan para guru bertindak sebagai
orang tua siswa sendiri. Proses pendidikan di pasraman dari masa lampau itu
masih tetap berlangsung sampai saat ini dikenal pula dengan istilah lainnya yakni
parampara, di Jawa dan di Bali dikenal dengan istilah padepokan atau aguron-
guron.
Kata kunci hidup di pasraman ( Ashram adalah siap). Kesiapan dari kedua
belah pihak, baik dari pihak murid maupun pihak guru. Adapun Beberapa model
pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru-guru di Pasraman antara lain
dengan menggunakan metode pembinaan agama Hindu yang dikenal dengan sad
dharma, yaitu :
1. Brahman
Pada hakekatnya pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam berbagai kitab
Upanisad berkisar pada dua asas, yaitu Brahman dan Upanisad. Disamping
membahas dua asas tersebut, kitab-kitab Upanisad juga membahas hal-hali yang
berhubungan dengan kedua asas diatas seperti maya, dan penciptaan dunia, karma
dan penjelmaan serta ajaran tentang moksa sebagai tujuan tertinggi.
Brahman berasal dari kata brh berarti yang memberi hidup, menjadikan kembang,
meluap. Kata brahman ini menunjukan pada pengertian aktif yang membawa
pada suatu pertumbuhan yang tidak henti-hentinya. Adapun pengertian Brahman
yang lain yang dikemukaan oleh swami rama dalam bukunya Mandukya
Upanisad, Enlightenment without God yaitu sebagai berikut :
Kata Brahnam berasal dari bahasa sansekerta, akar kata brha atau brhi yang
berarti meluap/mengembang, pengetahuan atau yang meresapi segala. Kata ini
selalu dalam jenis kelamin neutrum (banci), hal ini menunjukan bahwa Tuhan
(kebenaran mutlak) berada diluar konsep jenis kelamin laki-laki (masculinum) dan
wanita (feminium) dari segala sesuatu yang bersifat dualitas. Brahman hadir
dimana-mana, maha tahu, maha kuasa, itulah sifat dasar dari satu kebenaran
mutlak. Ia adalah kebenaran sejati, Kesadaran tertinggi, yang tidak pernah
dipengaruhi oleh perubahan sifat duniawi, adalah Berahman itu. Ia yang
menjadikan diriNya sendiri dan memenuhi seluruh alam semesta untuk
menampakan diri-Nya itulah Brahman.
Dari uraian tersebut diatas maka pengertian brahman adalah Tuhan Yang Maha
Esa, Mahaada, Maha mengetahui, Maha kuasa, tidak berjenis kelamin laki-laki
ataupun perempuan, yang meresapi seluruh alam semsta dan merupakan hakikat
Sang Diri dan seluruh umat manusia. Brahman adalah asas alam semesta, Ia yang
menggunakan alam semesta sesuai dengan kuasa dan hukumNya
1. Atman
Atman berasal dari kata an yang artinya bernafas. Dengan bernapas itu
hidup. Jadi napas itu satu kehidupan. Didalam pengkajianya istilah atman makin
berkembang, mencangkup seluruh aspek hidup, roh, dan pribadi roh itu.
Tetapi disadari pula jiwa atau Atman itu kekal, tidak pernah mati dan karena
itu pengalaman suka dan duka bukan merupakan sifatnya. Bahakan dalam Rg
Veda, atman juga disebut ajo bhagah atau bagian yang tidak dilahirkan.
Atman dan Brahman tidak dapat dipisahkan karena Atman merupakan asas
hidup makhluk yang menjadiakan makhluk itu hidup, bergerak, dan menerima
pahala dari karmanya. Sedangakn Brahman merupakan asas dari alam semaesta
yang menjadiakan alam semaesta ini bergerak menurut hukum-Nya.
Ajaran karma berkembang dari ajaran rta pada weda kuna yang berarti
hukum dan hukum alam kodrat. Kata Karma ini tidak saja berarti hukum alam
teteapi juga hukum moral di dunia ini.
Kata Karma berasal dariurat kata Kr yang artinya mengerjakan, dan
karenanya Karma berarti kerja atau perbuatan. Jadi Karma adalah perbuatan yang
dilakukan baik atau buruk, benar atau salah tidak dapat dipungkiri pasti akan
berpahala baik pada waktu hidupnya kini atau dalam penjelmaan atau kehidupan
yang akan datang. Dari karma ini akan terjadi penjelmaan akan terjadi.
4. Moksa
Kitab-kitab Upanisad yakin bahwa moksa itu dapat dicapai setelah
seseorang meninggal ataupun juga pada setiap kehidupan. Bila jiwa dapat
merealisasikan dirinya dengan brahman, maka Moksapun segera dapat tercapai .
Moksa adalah kelepasan dari segala ikatan dan bebas dari Samsara. Hal ini
bukanlah keaddan yang negatif, tidak saja bebas dari penderitaan, melainkan
adalah hal yang positif, mutlak dan merupakan rahmat yang tidak dapat diganggu.
Jadi manfaat Model Pembelajaran Upanisad adalah :
A Kesimpulan
Perkataan Upanisad diambil dari Upa (dekat), Ni (dibawah) dan Sad
(duduk). jadi Upanisad adalah duduk dibawah dan didekatya. Sekelompok siswa
duduk dekat sang guru untuk mempelajari ajaran Upanisad, menkaji masalah yang
paling hakiki dan menyampaikan kepada para siswa didekat mereka.. Guru-guru
ini mengambil sikap tidak benyak bicara dalam mengkomunikasikan
pengetahuannya (tentang kebenaran), tetapi mereka berharap agar para siswa
selalu berpikiran rohani dan bukan berorientasi pada pemikiran duniawi. Oleh
karena itu untuk memperoleh hasil dari pelajaran kerohanian maka memerlukan
pembawaan rohani pula.