Anda di halaman 1dari 17

BAB II

PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN
Secara kimiawi, oksidasi di definisikan sebagai pengeluaran electron dan reduksi sebagai
penangkapan electron, sebagaimana di lukiskan oleh oksidasi ion fero menjadi feri e (elektron)
Fe 2+ ¬ Fe3+ Dengan demikian, oksidasi selalu disertai reduksi aseptor electron. Prinsip ini
osidasi – reduksi ini berlaku pada berbagai sistem biokimia dan merupakan konsep penting yang
melandasi pemahaman sifat oksidasi biologi. kita ketahui bahwa banyak oksidasi biologi dapat
berlangsung tanpa peran serta molekul oksigen, misalnya : dehidrogenasi.
Hukum termodinamika I dan II Kaidah pertama termodinamika:
Kaidah pertama ini merupakan hukum penyimpanan energi, yang berbunyi: energi total
sebuah sistem, termasuk energi sekitarnya adalah konstan. Ini berarti bahwa saat terjadi
perubahan di dalam sistem tidak ada energi yang hilang atau diperoleh. Namun energi dapat
dialihkan antar bagian sistem atau dapat diubah menjadi energi bentuk lain. Contohnya energi
kimia dapat diubah menjadi energi listrik, panas, mekanik dan sebagainya.
Kaidah kedua termodinamika: Kaidah kedua berbunyi: entropi total sebuah sistem harus
meningkat bila proses ingin berlangsung spontan. Entropi adalah derajat ketidakteraturan atau
keteracakan sistem. Entropi akan mencapai taraf maksimal di dalam sistem seiring sistem
mendekati keadaan seimbang yang sejati.
Dalam kondisi suhu dan tekanan konstan, hubungan antara perubahan energi bebas (ΔG)
pada sebuah sistem yang bereaksi, dengan perubahan entropi (ΔS), diungkapkan dalam
persamaan: ΔG = ΔH – TΔS
Keterangan:
ΔH adalah perubahan entalpi (panas) dan T adalah suhu absolut.
Di dalam kondisi reaksi biokimia, mengingat ΔH kurang lebih sama dengan ΔE, perubahan total
energi internal di dalam reaksi, hubungan di atas dapat diungkapkan dengan persamaan:
ΔG = ΔE – TΔS
Jika ΔG bertanda negatif, reaksi berlangsung spontan dengan kehilangan energi bebas
(reaksi eksergonik). Jika ΔG sangat besar, reaksi benar-benar berlangsung sampai selesai dan
tidak bisa membalik (irreversibel).
Jika ΔG bertanda positif, reaksi berlangsung hanya jika memperoleh energi bebas (reaksi
endergonik). Bila ΔG sangat besar, sistem akan stabil tanpa kecenderungan untuk terjadi reaksi.
Peran senyawa fosfat berenergi tinggi dalam penangkapan dan pengalihan energi Untuk
mempertahankan kehidupan, semua organisme harus mendapatkan pasokan energi bebas dari
lingkungannya. Organisme autotrofik melakukan metabolisme dengan proses eksergonik
sederhana, misalnya tumbuhan hijau menggunakan energi cahaya  Fe3+. matahari, bakteri
tertentu menggunakan reaksi Fe2+  organismeSebaliknya heterotrofik, memperoleh energi
bebasnya dengan melakukan metabolisme yaitu pemecahan molekul organik kompleks.
Adenosin trifosfat (ATP) berperan sentral dalam pemindahan energi bebas dari proses
eksergonik ke proses endergonik. ATP adalah nukleotida trifosfat yang mengandung adenin,
ribosa dan 3 gugus fosfat.
Ada 3 sumber utama yang berperan dalam konservasi atau penangkapan energi.
a.       Fosforilasi oksidatif. Fosforilasi oksidatif adalah sumberterbesar dalam organisme aerobik.
Energi bebas untuk menggerakkan proses ini berasal dari oksidasi rantai respirasi di dalam
mitokondria dengan menggunakan oksigen.
b.      Glikolisis Dalam glikolisis terjadi pembentukan netto dua yang terjadi akibat pembentukan
laktat.
c.       Siklus asam sitrat Dalam siklus asam sitrat satu.

B.     KEPENTINGAN OKSIDASI DALAM BIOMEDIS


Pada kepentingan biomedis, fosforilasi oksidatif berguna untuk mempelajari proses
obat/racun yg dpt menghambat fosfolirasi oksidatif dan mempelajari kelainan bawaan
(miopati,encepalopati, dll).
Pemanfaatan Enzim Sebagai Alat Diagnosis
Pemanfaatan enzim untuk alat diagnosis secara garis besar dibagi dalam tiga kelompok:
1.      Enzim sebagai petanda (marker) dari kerusakan suatu jaringan atau organ akibat penyakit
tertentu.
Penggunaan enzim sebagai petanda dari kerusakan suatu jaringan mengikuti prinsip
bahwasanya secara teoritis enzim intrasel seharusnya tidak terlacak di cairan ekstrasel dalam
jumlah yang signifikan. Pada kenyataannya selalu ada bagian kecil enzim yang berada di cairan
ekstrasel. Keberadaan ini diakibatkan adanya sel yang mati dan pecah sehingga mengeluarkan
isinya (enzim) ke lingkungan ekstrasel, namun jumlahnya sangat sedikir dan tetap. Apabila
enzim intrasel terlacak di dalam cairan ekstrasel dalam jumlah lebih besar dari yang seharusnya,
atau mengalami peningkatan yang bermakna/signifikan, maka dapat diperkirakan terjadi
kematian (yang diikuti oleh kebocoran akibat pecahnya membran) sel secara besar-besaran.
Kematian sel ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti keracunan bahan kimia (yang
merusak tatanan lipid bilayer), kerusakan akibat senyawa radikal bebas, infeksi (virus),
berkurangnya aliran darah sehingga lisosom mengalami lisis dan mengeluarkan enzim-enzimnya,
atau terjadi perubahan komponen membrane sehingga sel imun tidak mampu lagi mengenali sel-
sel tubuh dan sel-sel asing, dan akhirnya menyerang sel tubuh (penyakit autoimun) dan
mengakibatkan kebocoran membrane.
Contoh penggunaan enzim sebagai petanda adanya suatu kerusakan jaringan adalah
sebagai berikut:
a.       Peningkatan aktivitas enzim renin menunjukkan adanya gangguan perfusi darah ke glomerulus
ginjal, sehingga renin akan menghasilkan angiotensin II dari suatu protein serum yang berfungsi
untuk menaikkan tekanan darah
b.      Peningkatan jumlah Alanin aminotransferase (ALT serum) hingga mencapai seratus kali lipat
(normal 1-23 sampai 55U/L) menunjukkan adanya infeksi virus hepatitis, peningkatan sampai
dua puluh kali dapat terjadi pada penyakit mononucleosis infeksiosa, sedangkan peningkatan
pada kadar yang lebih rendah terjadi pada keadaan alkoholisme.
c.       Peningkatan jumlah tripsinogen I (salah satu isozim dari tripsin) hingga empat ratus kali
menunjukkan adanya pankreasitis akut, dan lain-lain.

2.      Enzim sebagai suatu reagensia diagnosis.


Sebagai reagensia diagnosis, enzim dimanfaatkan menjadi bahan untuk mencari petanda
(marker) suatu senyawa. Dengan memanfaatkan enzim, keberadaan suatu senyawa petanda yang
dicari dapat diketahui dan diukur berapa jumlahnya. Kelebihan penggunaan enzim sebagai suatu
reagensia adalah pengukuran yang dihasilkan sangat khas dan lebih spesifik dibandingkan
dengan pengukuran secara kimia, mampu digunakan untuk mengukur kadar senyawa yang
jumlahnya sangat sedikit, serta praktis karena kemudahan dan ketepatannya dalam mengukur.
Contoh penggunaan enzim sebagai reagen adalah sebagai berikut:
a.       Uricase yang berasal dari jamur Candida utilis dan bakteri Arthobacter globiformis dapat
digunakan untuk mengukur asam urat.
b.      Pengukuran kolesterol dapat dilakukan dengan bantuan enzim kolesterol-oksidase yang
dihasilkan bakteri Pseudomonas fluorescens.
c.       Pengukuran alcohol, terutama etanol pada penderita alkoholisme dan keracunan alcohol dapat
dilakukan dengan menggunakan enzim alcohol dehidrogenase yang dihasilkan oleh
Saccharomyces cerevisciae, dan lain-lain.

3.      Enzim sebagai petanda pembantu dari reagensia.

Sebagai petanda pembantu dari reagensia, enzim bekerja dengan memperlihatkan


reagensia lain dalam mengungkapkan senyawa yang dilacak. Senyawa yang dilacak dan diukur
sama sekali bukan substrat yang khas bagi enzim yang digunakan. Selain itu, tidak semua
senyawa memiliki enzimnya, terutama senyawa-senyawa sintetis. Oleh karena itu, pengenalan
terhadap substrat dilakukan oleh antibodi. Adapun dalam hal ini enzim berfungsi dalam
memperlihatkan keberadaan reaksi antara antibodi dan antigen. Contoh penggunaannya adalah
sebagai berikut:
a.       Pada teknik imunoenzimatik ELISA (Enzim Linked Immuno Sorbent Assay), antibodi mengikat
senyawa yang akan diukur, lalu antibodi kedua yang sudah ditandai dengan enzim akan mengikat
senyawa yang sama. Kompleks antibodi-senyawa-antibodi ini lalu direaksikan dengan substrat
enzim, hasilnya adalah zat berwarna yang tidak dapat diperoleh dengan cara imunosupresi biasa.
Zat berwarna ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah senyawa yang direaksikan. Enzim
yang lazim digunakan dalam teknik ini adalah peroksidase, fosfatase alkali, glukosa oksidase,
amilase, galaktosidase, dan asetil kolin transferase.
b.      Pada teknik EMIT (Enzim Multiplied Immunochemistry Test), molekul kecil seperti obat atau
hormon ditandai oleh enzim tepat di situs katalitiknya, menyebabkan antibodi tidak dapat
berikatan dengan molekul (obat atau hormon) tersebut. Enzim yang lazim digunakan dalam
teknik ini adalah lisozim, malat dehidrogenase, dan gluksa-6-fosfat dehidrogenase.

Pemanfaatan Enzim Di Bidang Pengobatan


Pemanfaatan enzim dalam pengobatan meliputi penggunaan enzim sebagai obat,
pemberian senyawa kimia untuk memanipulasi kinerja suatu enzim dengan demikian suatu efek
tertentu dapat dicapai (enzim sebagai sasaran pengobatan), serta manipulasi terhadap ikatan
protein-ligan sebagai sasaran pengobatan.
1.      Penggunaan enzim sebagai obat biasanya mengacu kepada pemberian enzim untuk mengatasi
defisiensi enzim yang seyogyanya terdapat di dalam tubuh manusia untuk mengkatalis rekasi-
reaksi tertentu. Berdasarkan lamanya pemberian enzim sebagai pengobatan, maka keadaan
defisiensi enzim dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keadaan defisiensi enzim yang bersifat
sementara dan bersifat menetap. [6] Contoh keadaan defisiensi enzim yang bersifat sementara
adalah defisiensi enzim-enzim pencernaan. Seperti yang diketahui, enzim-enzim pencernaan
sangat beragam, beberapa di antaranya adalah protease dan peptidase yang mengubah protein
menjadi asam amino, lipase yang mengubah lemak menjadi asam lemak, karbohidrase yang
mengubah karbohidrat seperti amilum menjadi glukosa serta nuklease yang mengubah asam
nukleat menjadi nukleotida.[7] Adapun defisiensi enzim yang bersifat menetap menyebabkan
banyak kelainan, yang biasanya juga disebut sebagai kelainan genetic mengingat enzim
merupakan protein yang ditentukan oleh gen. Contoh kelainan akibat defisiensi enzim antara lain
adalah hemofilia. Hemofilia adalah suatu keadaan di mana penderita mengalami kesulitan
penggumpalan darah (cenderung untuk pendarahan) akibat defisiensi enzim-enzim terkait
penggumpalan darah. Saat ini telah diketahui ada tiga belas faktor, sebagian besar adalah
protease dalam bentuk proenzim, yang diperlukan dalam proses penggumpalan darah. Pada
penderita hemofilia, terdapat gangguan/defisiensi pada faktor VIII (Anti-Hemophilic Factor),
faktor IX, dan faktor XI. Kelainan ini dapat diatasi dengan transfer gen yang mengkode faktor
IX.[8] Diharapkan gen tersebut dapat mengkode enzim-enzim protease yang diperlukan dalam
proses penggumpalan darah.
2.      Enzim sebagai sasaran pengobatan merupakan terapi di mana senyawa tertentu digunakan untuk
memodifikasi kerja enzim, sehingga dengan demikian efek yang merugikan dapat dihambat dan
efek yang menguntungkan dapat dibuat. Berdasarkan sasaran pengobatan, dapat dibagi menjadi
terapi di mana enzim sel individu menjadi sasaran dan terapi di mana enzim bakteri patogen
yang menjadi sasaran.
Pada terapi di mana enzim sel individu sebagai sasaran kinerja terapi, digunakan
senyawa-senyawa untuk mempengaruhi kerja suatu enzim sebagai penghambat bersaing. Contoh
penyakit yang dapat diobati dengan terapi ini adalah:
a.       Melitus. Pada penyakit Diabetes Melitus, senyawa yang diinduksikan adalah akarbosa
(acarbose), di mana akarbosa akan bersaing dengan amilum makanan untuk mendapatkan situs
katalitik enzim amilase (pankreatik α-amilase) yang seyogyanya akan mengubah amilum
menjadi glukosa sederhana. Akibatnya reaksi tersebut akan terganggu, sehingga kenaikan gula
darah setelah makan dapat dikendalikan.
b.      Penumpukan cairan. Enzim anhidrase karbonat merupakan enzim yang mengatur pertukaran H
dan Na di tubulus ginjal, di mana H akan terbuang keluar bersama urine, sedangkan Na akan
diserap kembali ke dalam darah. Adalah senyawa turunan sulfonamida, yaitu azetolamida yang
berfungsi menghambat kerja enzim tersebut secara kompetitif sehingga pertukaran kation di
tubulus ginjal tidak akan terjadi. Ion Na akan dibuang keluar bersama dengan urine. Sifat ion Na
yang higroskopis menyebabkan air akan ikut keluar bersamaan dengan ion Na; hal ini membawa
keuntungan apabila terjadi penumpukan cairan bebas di ruang antar sel (udem). Dengan kata lain
senyawa azetolamida turut berperan dalam menjaga kesetimbangan cairan tubuh.
c.       Pengendalian tekanan darah diatur oleh enzim renin-EKA dan angiosintase. Enzim renin-EKA
berperan dalam menaikkan tekanan darah dengan menghasilkan produk angiotensin II,
sedangkan angiosintase bekerja terbalik dengan mengurangi aktivitas angiotensin II. Untuk
menghambat kenaikan tekanan darah, maka manipulasi terhadap kerja enzim khususnya EKA
dapat dilakukan dengan pemberian obat penghambat EKA (ACE Inhibitor).
d.      Mediator radang prostaglandin yang dibentuk dari asam arakidonat melibatkan dua enzim, yaitu
siklooksigenase I dan II (cox 1 dan cox II). Ada obat atau senyawa tertentu yang mempengaruhi
kinerja cox 1 dan cox II sehingga dapat digunakan untuk mengurangi peradangan dan rasa sakit.
e.       Dengan menggunakan prinsip pengaruh senyawa terhadap enzim, maka enzim yang berfungsi
untuk memecah AMP siklik (cAMP) yaitu fosfodiesterase (PD) dapat dihambat oleh berbagai
senyawa, antara lain kafein (trimetilxantin), teofilin, pentoksifilin, dan sildenafil. Teofilin
digunakan untuk mengobati sesak nafas karena asma, pentoksifilin digunakan untuk menambah
kelenturan membran sel darah merah sehingga dapat memasuki relung kapiler, sedangkan
sildenafil menyebabkan relaksasi kapiler di daerah penis sehingga aliran darah yang masuk akan
bertambah dan tertahan untuk beberapa saat.
f.       Penyakit kanker merupakan penyakit sel ganas yang harus dicegah penyebarannya. Salah satu
cara untuk mencegah penyebarannya adalah dengan menghambat mitosis sel ganas. Seperti yang
diketahui, proses mitosis memerlukan pembentukan DNA baru (purin dan pirimidin). Pada
pembentukan basa purin, terdapat dua langkah reaksi yang melibatkan formilasi (penambahan
gugus formil) dari asam folat yang telah direduksi. Reduksi asam folat ini dapat dihambat oleh
senyawa ametopterin sehingga sintesis DNA menjadi tidak berlangsung. Selain itu penggunaan
azaserin dapat menghambat biosintesis purin yang membutuhkan asam glutamate. 6-
aminomerkaptopurin juga dapat menghambat adenilosuksinase sehingga menghambat
pembentukan AMP (salah satu bahan DNA).
g.      Pada penderita penyakit kejiwaan, pemberian obat anti-depresi (senyawa) inhibitor monoamina
oksidase (MAO inhibitor) dapat menghambat enzim monoamina oksidase yang mengkatalisis
oksidasi senyawa amina primer yang berasal dari hasil dekarboksilasi asam amino. Enzim
monoamina oksidase sendiri merupakan enzim yang mengalami peningkatan jumlah ada sel
susunan saraf penderita penyakit kejiwaan.

Pada terapi di mana enzim mikroorganisme yang menjadi sasaran kerja, digunakan
prinsip bahwa enzim yang dibidik tidak boleh mengkatalisis reaksi yang sama atau menjadi
bagian dari proses yang sama dengan yang terdapat pada sel pejamu. Hal ini bertujuan untuk
melindungi sel pejamu, sekaligus meningkatkan spesifitas terapi ini. Karena yang dibidik adalah
enzim mikroorganisme, maka penyakit yang dihadapi kebanyakan adalah penyakit-penyakit
infeksi. Contoh terapi dengan menjadikan enzim mikroorganisme sebagai sasaran kerja antara
lain:
a.       Pada penyakit tumor, sel tumor dapat dikendalikan perkembangannya dengan menghambat
mitosisnya. Mitosis sel tumor membutuhkan DNA baru (purin dan pirimidin baru). Proses ini
membutuhkan asam folat sebagai donor metil yang dapat dibuat oleh mikroorganisme sendiri
dengan memanfaatkan bahan baku asam p-aminobenzoat (PABA), pteridin, dan asam glutamat.
Suatu analog dari PABA, yaitu sulfonamida dan turunannya dapat dimanfaatkan untuk
menghambat pemakaian PABA untuk membentuk asam folat.
b.      Penggunaan antibiotika, yaitu senyawa yang dikeluarkan oleh suatu mikroorganisme di alam
bebas dalam rangka mempertahankan substrat dari kolonisasi oleh mikroorganisme lain dalam
memperebutkan sumber daya, juga berperan dalam terapi. Contohnya adalah penisilin, suatu
antibiotik yang menghambat enzim transpeptidase yang mengkatalisis dipeptida D-alanil D-
alanin sehingga peptidoglikan di dinding sel bakteri tidak terbentuk dengan sempurna. Bakteri
akan rentan terhadap perbedaan tekanan osmotik sehingga gampang pecah.
c.       Perbedaan mekanisme sintesis protein antara mikroorganisme dan sel pejamu juga dapat
dimanfaatkan sebagai salah satu prinsip terapi. Penggunaan antibiotika tertentu dapat
menghambat sintesis protein pada mikroorganisme.

3.      Interaksi protein-ligan sebagai sasaran pengobatan. Pengobatan dengan sasaran interaksi protein-
ligan mengacu kepada prinsip interaksi sistem mediator-reseptor, di mana apabila mediator
disaingi oleh molekul analognya sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor, sehingga efek
dari mediator tersebut tidak terjadi. Contoh pengobatan dengan menjadikan interaksi protein-
ligan sebagai sasarannya antara lain:
a.       Pengendalian tekanan darah yang diatur oleh hormon adrenalin. Reseptor yang terdapat pada
hormon adrenalin, yaitu α-reseptor dan β-reseptor dapat dihambat oleh senyawa-senyawa yang
berbeda. Penghambatan pada β-reseptor dapat menimbulkan efek pelemasan otot polos dan
penurunan detak jantung. Obat-obatan yang bekerja dengan cara tersebut dikenal sebagai β-
blocker.
b.      Penggunaan antihistamin untuk tujuan tertentu. Histamin merupakan turunan asam amino
histidin yang berperan sangat luas, mulai dari neuromediator, mediator radang pada kapiler,
meningkatkan pembentukan dan pengeluaran asam lambung HCl, kontraksi otot polos di
bronkus, dan lain-lain. Tidak jarang ketika misalnya terjadi peradangan yang memicu
pengeluaran histamin, terjadi efek-efek lain seperti sakit perut dan lain-lain. Untuk itu
dikembangkan senyawa spesifik yang mampu bekerja sebagai pesaing histamin, yaitu
antihistamin. Dengan adanya antihistamin ini, maka respon yang ditimbulkan akibat kerja
histamin dapat ditekan.

C.     ENZIM YANG TERLIBAT DALAM OKSIDASI BIOLOGIS


Enzim yang terlibat dalam proses oksidasi dan reduksi dinamakan oksidoreduktase
dalam uraian berikut, enzim oksidoreduktase dipilah menjadi 4 kelompok, yaitu:
1.      Enzim Okidase
Enzim Oksidase Menggunakan Oksigen Sebagai Akseptor Hidrogen
Enzim oksidase mengatalisis pengeluaran hydrogen dari substrat dengan menggunakan oksigen
sebagai akseptor hidrogennya. Enzim-enzim tersebut membetuk air atau hydrogen peroksida
sebagai produk reaksi.
Sebagi Oksidase Mengandung Tembaga Sitokrom oksidase merupakan hemoprotein yang
tersebar luas dalam banyak jaringan, dengan gugus prostetik heme yang secara khas ditemukan
dalam mioglobin, hemoglobin, serta sitrokom lain. Enzim ini merupakan komponem terakhir
pada rantai pembawa (carrier) respiratorik yang ditemukan dalam mitokondria dan dengan
demikian bertanggung jawab atas reaksi pemindahan elektron yang dihasilkan dari oksidasi
molekul substrat oleh dehidrogenase kepada akseptornya yang terakhir, yaitu oksigen. Gas
karbon monoksida, sianida, dan hydrogen sulfide merupakan racun bagi enzim sitokrom
oksidase. Sifat yang berlainan sehubungan dengan efek karbon monoksida serta sianida.
Penelitian yang lebih mutakhir menunjukkan bahwa kedua sitokrom tersebut bergabung
dengan sebuah protein tunggal, dan kompleks tersebut dikenal sebagai sitokrom.
Oksidase Lain Merupakan Flavoprotein Enzim flavoprotein memiliki flavin mononukleotida
(FMN) atau flavin adenin dinukleotida (FAD) sebagai gugus prostetiknya. FMN dan FAD
biasanya terikat erat-tetapi tidak secara kovalen dengan masing-masing protein
apoenzimnya.banyak enzim flavoprotein mengandung satu atau lebih logam sebagai
kofaktoresensial dan dikenal dengan nama metaloflavoprotein. Enzim yang termasuk kedalam
kelompok enzim oksidase ini mencakup oksidase asam L-amino, suatu enzim terikat –FMN yang
ditemukan dalam ginjal dengan spesifisitas umum untuk deaminasi oksidatif asam L-amino yang
terdapat dialam.
Enzim xantin oksidase tersebar luas dan terdapat didalam susu,usus halus, ginjal, serta
hati. Enzim ini mengandung molibdenum dan mempunyai peranan penting dalam konversi basa
purin menjadi asam urat sebagai produk nitrogenosa akhir utama, bukan saja dari metabolisme
purin, tetapi juga dari katabolisme protein dan asam amino.Aldehid dehidrogenase merupakan
enzim terikat-FAD yang terdapat didalam hati mamalia. Enzim ini merupakan
metaloflavoprotein yang mengandung molibdenum serta besi nonheme dan bekerja pada
senyawa aldehid serta substret N-heterosiklik.
Mekanisme oksidase dan reduksi semua enzim ini bersifat sangat kompleks.meskipun
demikian, bukti-bukti menunjukkan bahwa reduksi cincin isoaloksazin berlangsung dalam 2
yahap lewat intermediat.
2.      Dehidrogenase
Dehidrogenase Tidak Dapat Menggunakan Oksigen Sebagai Akseptor Hidrogen
Ada sejumlah besar enzim didalam kelompok ini. Enzim-enzim tersebut melaksanakan 2 fungsi
utama:
a.       pemindahan hidrogen dari substrat yang satu kepada substrat yang lain dalam reksi oksidasi-
reduksi berpasangan . enzi dehidrogenase ini bersifat sangat spesifik untuk substratnya, tetapi
sering memakai koenzim atau pembawa hidrogen yang sama seperti enzim dehidrogenase lain,
misal, NAD. Karena reaksi berlangsung reversibel, sifat-sifat ini memudahkan senyawa
ekuivalen preduksi dipindahkan secara bebas didalam sel.
b.      sebagai komponem dalam rantai respirasi pengangkutan elektron dari substrat ke oksigen.

3.      Hidroperoksidase
Enzim Hidroperoksidase Menggunakan Hidrogen Peroksida Atau Peroksida Organik
Sebagai Substrat. Ada dua tipe enzim yang masuk ke dalam kategori ini : peroksidase dan
katalase. Kedua tipe enzim ini ditemukan baik pada hewan maupun tumbuhan. Enzim
hidroperoksidase melindungi tubuh terhadap senyawa-senyawa peroksida yang berbahaya.
Penumpukan senyawa peroksida dapat menghasilkanradikal bebas yang selanjutnya akan
merusak membran sel dan keungkinan menimbulkan penyakit kanker serta aterosklerosis.
4.      Oksigenase
Enzim Oksigenase Mengatalisis Pemindahan Langsung Dan Inkorporasi Oksigen Ke
Dalam Molekul Substrat. Enzim oksigenase lebih berhubungan dengan sintesis atau penguraian
berbagai tipe metabolit dibandingkan mengambil bagian dalam reaksi yang bertujuan
memberikan enegi pada sel. Enzim-enzim dlam kelompok ini mengatalisis inkorporasi
(penyatuan) oksigen kedalam molekul substrat.peristiwa ini berlangsung melalui 2 tahap :
a.       pengikatan oksigen dengan enzim pada tapak aktif.
b.      reaksi saat oksigen yang terikat direduksi atau dipindahkan kepada substrat.

Rantai Respirasi Dan Fosforilasi Oksidatif


Mitokondria telah mendapatkan nama yang tepat sebagai “pusat tenaga”sel karena di
dalam organel inilah berlangsung seagaian besar peristiwa penangkapan energy yang berasal dari
oksidasi respiratorik, system daam mitokondria yang memasangkan respirasi dengan proses
pembentukan intermediate berenergi tinggi, ATP di sebut Fosforilasi Oksidatif.
1.      Sejumlah Enzim Spesifik bertindak sebagai penanda bagi kompartemen yang dipisahkan oleh
membran Mitokondria Mitokondra mempunyai membran eksterna yang bersifat permeabel
terhadap sebagian besar Metabolit, membran eksterna yang permeabilitas nya selektif serta
tersusun dalam bentuk lipatan atau Krista, serta matriks di dalam membran interna tersebut.
Membran eksterna dapat di hilangkan melalui reaksi dengan digitonin dan dikarakterisasi oleh
keberadaan monoamine oksidase, asil – koA sintetase, gliserofosfat asiltransferase, serta
fosfolipase A 2. Adenilkinase dan keratin kinase ditemukan dalam ruang antar membran.
Fosfolipid kardiolipid teronsentrasi di dalam merman interna.
2.      Rantai Respirasi Mengumpul Dan mengoksidasi Sejumlah Zat Ekvalen Pereduksi. Semua
energy bermanfaat yang di bebaskan selama oksidasi asam lemak serta asam amino, dan hampir
seluruh energy yang di lepaskan dari oksidasi karbohidratterdapat di dalam mitokondria sebagai
unsure ekivalen pereduksi (-H atau electron). Mitokondria mengandung seri katalisator yang
dikenal sebagai rantai respirasi. Yang mengumpulkan, Mengangkut unsure ekivalen pereduksi
dan mengarahkan kepada reaksi dengan oksigen untuk membentuk air. Yang juga terdapat dalam
mitokondria adalah rangkaian mesin untuk menangkap energy bebas yang di lepas sebagai fosfat
berenergi tinggi. Mitokondria juga mengandung berbagai system enzim yang memang pada
dasarnya bertanggaung jawab memproduksi sebagian besar unsure ekuivalen pereduksi , yaitu
enzim – enzim β – oksidasi dan siklus asam sitrat. Siklus asam sitrat merupakan metabolism
umum terakhir untuk oksidasi semua bahan mekanan utama. Rantai respirasi dalam mitokondria
terdiri atas sejumlah pembawa (carier) redoks yang berjalan dari system dehidrogenase spesifik
NAD, lewat semua substrat berhubungan dengan rantai respirasi melalui dehidrogenase spesifik
NAD; sebagian substrat karena potensial redoksnya lebih positif (missal, fumarat/suksinat)
berhubungan langsungdengan protein flavoprotein dehidrogenase, yang pada giliranya akan
berhubungan dengan enzim sitikrom pada rantai respirasi. Telah jelas bahwa terdapat sesuatu
pembawa tambahan dalam rantai respirasi yang merangkaikan flavoprotein ke sitokrom b,
anggota rantai sitokrom yang memiliki potensial redoks paling rendah. Zat ini yang di namakan
ubikuinon atau Q (koenzim Q) terdapat di dalam mitokondria dalam bentuk kuinon teroksidasi
pada keadaan aerob dan dalam bentuk kuinon tereduksi pada keadaan anaerob. Q merupakan
konstituen lipid mitokondria: lipit lipit iterutama terdapat dalam bentuk fosfolipit yang menjadi
bagian mitokondria. Di dalam kloroplas. Semua zat ini dicirikan oleh rantai sampai
piliisoprenoid. Didalam mitokondria, Q terdapat dalam jumlah sitoikimetrik berlebihan jauh
lebih besar disbanding anggota lain respirasi, hal ini sesuai dengan fungsi Q yang bekerja
sebagai komponen mobil rantai respirasi yang mengumpulkan unsure ekivalen pereduksi
kompleks flavoprotein yang lebih terfiksasi dan mengantarkan kepada sitokrom. Komponen
tambahan yang ditemukan dalam sediaan rantai respirasi adalah protein besi – sulfur (FeS ; besi
nonhem) Unsur ini berikatan dengan flavonprotein (metaloplavoprotein) dan dengan sitokrom b.
sulfur dan za besi dianggap berperan dalam mekanisme oksidoreduksi antara flavin dengan Q
yang melibatkan perubahan pada hanya satu e’ tunggal dengan atom besi menjalani
oksidoreduksi antara Fe2+ dan Fe3+.enzim dehidrogenase menganalisis proses perpindahan
electron dari substrat kepada NAD rantai tersebut. Terdapat beberapa perbedaan dalam
menyelenggarakan proses ini asam α – ketopiruvat keteloglutara ,mempunyai system
dehidrogenase kompleks yang melibatkan lipoat dan FAD, sebelum electron dipindah kepada
NAD rantai respirasi. Pemindahan electron dari enzim dehidrogenase lain seperti L(+)-3-
hidroksiasil-KoA. D(-)-3-hidrosibutirat, prolin, glutamat, malat dan isositrat dehidrogenase
berPasangan langsung dengan NAD ‘pada rantai respirasi. NADH (reduksi) pada rantai respirasi
selanjutnya diksidasidasikan oleh enzim metaloflavoprotein – NADH dehidrogenase. Enzim ini
mengandung FeS dan FMN, terikat erat pada rantai respirasi dan menghantarkan unsure ekivalen
pereduksi kepada Q. Q juga merupakan titik pengumpulan dalam rantai respirasi bagi unsur –
unsur ekivalen pereduksi yang berasal dari substrat lain yang berikatan langsung dengan rantai
respirasi lewat enzim flavoprotein dehodrogenase. Substrat ini mencangkup suksinat, kolin,
gliserol 3-fosfat, sarkosin, dimetiglisi, dan asil – KoA. Moietas (moiety) flavin semua enzim
dehidrogenase ini adalah FAD. Elektron mengalir dari Q, melalui rangkaian sitokrom yang
terlihat dalam ke molekul oksigen. Sitokrom tersusun dalam urutan poensial redoks yang
meningkat. Gugus terminal sitokrom aa3 (sitokrom oksidase) bertanggung jawab atas
penggabungan terakhir sejumlah unsu ekivalen pereduksi dengan molekul oksigen. System
enzim ini ternyata mengandung tembaga, suatu komponen yang ditemukan dalam beberapa
enzim oksidase.
3.      Rantai respirasi menyediakan sebagian besar energy yang di tangkap di dalam metabolisme ADP
merupakan molekul yang ditangkap sebagian energy bebas dalam bentuk fosfat berenergi tinggi,
yang di lepas oleh proses katabolisme. ATP yang dihasilkan akan menghanarkan energi. Jadi,
ATP dapat disebut sebagai “penukar” energy pada sel. Pada reaksi glikolisis , terjadi
pengambilan netto langsung dan gugus fosfat berenergi tinggi , yang setara dengan kurang lebih
103,2 kj/mol glukosa. (secara invivo, ΔG untuk sintesis ATP dari ADP telah dihitung sebesar
kurang lebih 51,6 kj/mol sehingga memungkinkan terdapatnya reaktan dalam konsentrasi
aktualdi dalam sel. Nilai ini lebih besar dari pada nilai ΔG0 untuk hidrolisis ATP yang diperoleh
dibawah konsentrasi standart 1,0 mol/L). karena 1 mol glukosa menghasilkan kurang lebih 2870
kj pada pembakaran sempurna, energy kyang ditangkap fosforilasi dalam proses glikolisis hana
sedikit. Berbagai reaksi pada asam simsus asam sitrat pada lintasan terakhir untuk oksidasi
lengkap glukosa mencangkup satu tahap fosforilasi, yaitu perubahan suksionil Ko-A menjadi
suksinat kyang memungkinkan penangkapan tambahan hanya dua fosfat berenergi tinggi permol
glukosa. Semua reaksi fosforilasi yang di uraikan terjadi pada tngkat substrat. Pemeriksaan
terhadap mitokondria utuh yang melakukan respirasi mengungkap bahwa kalau substrat
teroksidasi lewat enzim dehidrogenase yang terikat NAD dan rantai respirasi, kurang lebih 3 mol
fosfat anorganik dan akan diinkorporasikan ke dalam 3 mol ADP untuk membentuk 3 mol ATP
per mol O₂ yang di komsusi, yaitu rasio P : Oksidasi = 3.  Sebaliknya kalau substrat dioksidasi
melalui dehidrogenase yang terikat flavoprotein , hanya 2 mol ATP yang terbentuk , yaitu P :
Oksidasi = 2. Kontrol Respiratorik Menjamn Pasokan ATP Yang Konstan Laju respiratorik
mitokondria dapat dikontrol oleh konsentrasi ADP. Hal ini terjadi karena terjadi oksidasi dan
fosforilasi berpasangan secara erat dengan kata lain, oksidasi tidak dapat berlangsung lewat
ranotai respirasi bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi berlangsung lewat rantai respirasi
bila pada saat yang bersamaan tidak terjadi fosorilasi ADP. Chance dan wiliams menyebutkan 5
keadaan yang dapat mengontrol laju respirasi dalam mitokondria. Umumnya, kebanyakan sel
dalam kondisi istirahat berada dalam status 4 dan respirasi di control oleh ketersediaan ADP.
Jika kita menyelenggarakan kerja, ATP di ubah menjadi ADP. Jika kita menylenggarakan kerja,
ATP diubah menjadi ADP ehingga memungkinkan terjadinya lebih banyak resprasi yang pada
gilirannya akan memperbaharui persimpanan ATP. Dalam kondisi terentu akan terlihat bahwa
konsentrasi fsfat anorganik dapat pula mempengaruhi kecepatan kerja rantai respirasi. Dengan
semakan meningkatnya respirasi (seperti terjadinya pada saat olahraga), sel akan mendekati
status 3 atau 5 jika kapasitas antai respirasi menjadi jenuh atau jika PO₂ turun dibawah nilai Km
untuk sitokrom a₃. terdapatpula kemungkinan bahwa pengangkut ADP/ATP yangmemudahkan
pemasukan ADP sitosol ke dalam dan ATP ke luar mitokondria, menjadi suatu penentu
kecepatan respirasi mitokondria.
4.      Banyak racun menghambat rantai respirasi Sebagian besar informasi tantang rantai respirasi
diperoleh dari penggunaan inhibitor, dan sebaliknya, hal ini telah memberi pengetahan mengenai
mekanisme kerja beberapa jenis racun . untuk tujuan deskriptif, inhibitor dapat dibagi menjadi
inhibitor untuk rantai respirasi sendiri, inhibitor fosforilasi oksidatif, pemutus pasangan
fosforilasi oksidatif. Inhibitor yang menghentikan respirasi dengan menyekat rantai respirasi
berkerja pada tiga tempat. Tempat pertaa dihamba oleh olongan barbiturat seperti amobarbitual,
anti biotic pirisidin A, dan intektisida serta racun ikan rotenon. Semua inhibitor ini mencegah
oksidasi substrat yang berhubungan langsung dengan rantai respirasi lewat enzim
dehidrogenaseterikat NAD, dengan menyekat pemindahan dari FeS ke Q. dalam takaran yang
cukup, pemberian inhibitor ini secara in vivo akan berakibat fatal. Dimerkaprol dan antimisi A
menghambat rantai respirasi antara stokrom b dan sitokrom c. racun klasik seperti H₂S, karbon
monoksida serta sianida menghambat sitokrom oksidase dengan demikian dapat menghentikan
respirasi secara total. Karboksin dan TCA secara spesifik menghambat dehidrogenase ke Q,
sedangkan manolat merupakan inhibitor kompentitif enzim suksinat dehidrogenase. Anti biotic
oligomisin menyebabkan penyekatan (blockade) seluruhproses oksidasi dan fosforilasi dalam
mitokondria utuh. Pemutusan pasangan (uncoupler) bekerja memisahkan proses oksidasi dalam
rantai respirasi dari proses fosforilasi, dan hal ini dapat menjelaskan kerja toksik senyawa –
senyawa in vivo. Pemisah kedua proses tersebut akan membuat respirasi tidak terkontrol karena
konsentrasi ADP atau P₁ tidak lagi membatasi laju respirasi. Preparat pemutus pasangan yang
paling sering di gunakan adalah 2,4 dinitrofenol, tetapi juga ada beberapa senyawa lain yang
bekerja dengan cara serupa, yaitu dinitrofenol, tetapi juga ada beberapa senyawa lain yang
bekerja dengan cara serupa, yaitu dinitrokresol, petakklofenol dan CCCP (in – klorokarbonil
sianida fenilhidrazon). Senyawa terakhir ini dimiliki keaktifan sekitar 100 kali lebih besar dari
pada keaktifan dinitrofenol.
5.      Enzim ATP Sintase Yang Terletak Pada Membran Membentuk ATP Selisih potensial elektro
kimia digunakan untuk menggerakkan enzim ATP sintase dimembran yang akan membentuk
ATP pada adanya P1 + ADP dengan demikian tidak ada intermediate berenergi tinggi yang
digunakan bersama, baik oleh proses oksidasi maupun fosforilasi seperti di syaratkan dalam
hipotesis kimiawi. Tersebar pada permukaan membran interna adalah kompleks yang
melaksanakan fosforilasi dan bertanggung jawab atas produksi ATP.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN

1.      Reaksi berlangsung spontan bila terjadi pelepasan energi bebas (tG negatif) yaitu reaksi tersebut
bersifat eksergonik, dan jika tG positif, reaksi hanya berlangsung bila diperoleh energi bebas,
reaksi ini bersifat endergonik.
2.      ATP adalah zat perantara penukar energi bebas, yang merangkaikan proses-proses yang bersifat
eksergonik dengan proses-proses yang bersifat endergonik.
3.      Enzym oksidase dan dehidrogenase memiliki peran utama dalam proses rantai pernapasan.
4.      Komplek-komplek enzym dalam rantai pernapasan menggunakan potensial energi dari gradien
proton untuk mensintesa ATP dari ADP dan Pi. Dengan demikian jelas terlihat bahwa rangkaian
reaksi oksidasi terangkai erat dengan fosforilasi.
5.      Terdapat sejumlah senyawa kimia yang dapat menghambat rangkaian reaksi oksidasi dan
peristiwa fosforilasi atau memutus rangkaian oksidasi dan fosforilasi.
6.      Terdapat protein pengangkut khusus untuk perlintasan beberapa ion dan metabolit pada
membran mitokondria.

B.     SARAN
Kami yakin dalam penyusunan makalah ini belum begitu sempurna karena kami dalam
tahap belajar, maka dari itu kami berharap bagi kawan-kawan semua bisa memberi saran dan
usul serta kritikan yang baik dan membangun sehingga makalah ini menjadi sederhana dan
bermanfaat dan apabila ada kesalahan dan kejanggalan kami mohon maaf karena kami hanyalah
hamba yang memiliki ilmu dan kemampuan yang terbatas.
DAFTAR RUJUKAN
Murray R K, et al. Harper’s Biochemistry 25th ed. Appleton & Lange. America 2000.
Davis S.P., 1985, prinsip-prinsip biokimia, Jakarta (BU II)
Gernida, 1996, Biokimia, Gramedia, jakarta (BA II) 
Lehninger A, Nelson D, Cox M M. Principles of Biochemistry 2nd 1993
http://id.wikipedia.org//w/index.Enzim.25 Maret 2009. Anonim. 2009.
http://openid.claimid.com/fionaangelina. 25 Maret 2009.Anonim. 2009. 
http://id.wikipedia.org//w/index.Nanas.25Maret 2009.Anonim. 2009.
http://id.wikipedia.com//w/index.Pisang. 25 Maret 2009.Anonim. 2009.
Pengaruh Konsentrasi enzim α -amilaseterhadap Sifat fisik dan Organoleptik Filtrat Bubur .
 http://lemlit.unila.ac.id//file.25 Maret 2009.Anonim. 2009.
http://kungfichem.blogspot.com/feeds/spots/default. 25 Maret2009. Anonim. 2009.

Anda mungkin juga menyukai