Anda di halaman 1dari 15

UKD IV

NAMA :
OKTAVIANI THEODORA GETE
15170210M
S1 AKUNTANSI
FAKUKULTAS EKONOMI
1. Contoh kasus subsequent event beserta jawaban dan anailisisnya
Saudara melakukan audit atas Laporan Keuangan PT PT “E” tertanggal 31 Desember
2009.  Laporan audit saudara tertanggal 26 Februari 2010 dan diserahkan kepada Klien
pada 9 Maret 2010.  Hal-hal yang saudara temui pada hari-hari pemeriksaan maupun
sesudahnya adalah di bawah ini.
Diminta:
Tindakan apakah yang akan saudara lakukan atas kejadian dibawah ini? Melakukan
penyesuaian atau memberikan pengungkapan?  Bila melakukan penyesuaian, berikan ayat
jurnal penyesuaiannya, dan bila memberikan pengungkapan, berikan kisi-kisi yang harus
diungkapkan dan jelaskan tempat pengungkapannya.
a. 15 Jan 2010., Persediaan telah dijual dengan harga di bawah net realizable value (nilai
netto yang dapat direalisir) per 31 Desember 2009. Nilai netto yang dapat direalisir
pada tanggal 31 Desember 2009 adalah Rp. 115.000.000,- tetapi barang tersebut
ternyata hanya laku Rp. 105.000.000 saja. Harga perolehan barang dagangan tersebut
adalah Rp. 125.000.000,- (lower of cost or market)
Jawaban :
Peristiwa ini adalah subsequent event type one karena peristiwa terjadi sesudah
tanggal neraca dan berdampak pada laporan keuangan yang bersifat materiil sehingga
perlu penyesuaian.
Dalam peristiwa ini terjadi pemakaian metode lower of cost or market dalam
menghitung harga pokok persediaan. Metode ini membandingkan antara harga pokok
dan harga pasar untuk kemudian dipilih yang terendah di antara keduanya.
Hal ini akan mempengaruhi harga jual serta mengurangi laba kotor dan laba bersih
untuk periode dimana harga turun. Pada periode tersebut dijual dengan harga yang
lebih rendah akan menghasilkan laba kotor yang lebih besar dari harga normal.
Dalam keadaan normal persediaan harus dinilai berdasarkan harga pokok (cost). Akan
tetapi,kadang – kadang harga pokok bukan merupakan ukuran yang wajar untuk
pembebanan terhadap laba di masa mendatang. Dalam keadaan seperti ini perlu
dilakukan penyimpangan dari basis harga pokoknya. Kerugian harus diakui sebagai
suatu beban terhadap periode dimana kerugian tersebut timbul. Dalam keadaan seperti
itu, persediaan harus dinilai berdasarkan “harga pasar”yang lebih rendah daripada
harga pokok (cost).
Lalu timbul pertanyaan mengenai pengertian harga pasar. Sebagaimana digunakan
dalam basis “the lower of cost or market” menunjukkan harga pengganti pada saat
sekarang, apakah dengan cara membeli atau memproduksi, tergantung dari keadaan.
Namun ada batas dalam mengaplikasikan aturan ini, yaitu:
1) Harga pasar tidak boleh melebihiharga jual yang ditaksir, dikurangi dengan biaya
untuk menyempurnakan dan menjual produk.
2) Harga pasar tidak boleh lebih rendah daripada harga jual yang ditaksir, dikurangi
dengan biaya penyempurnaan/penyelesaian dan menjual produk, serta dikurangi
lagi dengan margin laba normal.
b. 20 Jan 2010., Seorang konsumen “T” dengan saldo piutang kepadanya sebesar Rp.
500.000.000,- telah bankrut karena kerugian yang menumpuk. Manajemen PT “E”
sudah memprakirakan ini akan terjadi, oleh karena itu kepada “T” sudah tidak dikirim
barang selama 2 (dua) tahun terakhir ini. Nilai CKP di Neraca adalah Rp
750.000.000,-
Jawaban :
Peristiwa ini adalah subsequent event type one karena peristiwa terjadi sesudah
tanggal neraca dan berdampak pada laporan keuangan yang bersifat materiil sehingga
perlu penyesuaian. Jurnal penyesuaiannya adalah sebagai berikut :

Kerugian Piutang               500.000.000


            CKP                                       500.000.000

Piutang adalah tuntutan kepada pihak lain untuk memperoleh uang, barang atau jasa
tertentu (aktiva) pada masa yang akan datang, sebagai akibat penyerahan barang atau
jasa yang dilakukan saat ini.
Jumlah piutang yang disajikan dalam neraca hendaknya menunjukkan jumlah bersih
yang diperkirakan dapat direalisir (Net realizable value). Untuk itu harus dilakukan
prediksi terhadap jumlah piutang yang mungkin tidak akan tertagih. Piutang yang
tidak tertagih diakui sebagai kerugian piutang. Untuk menentukan besarnya piutang
yang wajar perlu dibentuk cadangan penghapusan piutang (Allowance for Bad Debt).
Dalam peristiwa ini, perusahaan telah memperkirakan bahwa konsumen “T” tidak
akan mampu melunasi hutang karena adanya kerugian yang menumpuk. Sehingga
mereka telah menganggarkan cadangan kerugian piutang sebesar Rp. 750.000.000.
Oleh karena itu, mereka telah berhenti mengirim barang sejak dua tahun yang lalu.
c. 31 Jan 2010., Dewan Direksi menyetujui untuk membeli perusahaan “B” sebagai anak
perusahaan. Realisasi direncanakan pada bulan Agustus 2010; oleh karena itu
manajemen harus menyiapkan dana sebesar Rp. 23.500.000.000,- untuk
pembayarannya.
Jawaban :
Peristiwa ini adalah subsequent event type two karena peristiwa terjadi sesudah
tanggal neraca, dimana peristiwa tersebut tidak berhubungan dengan laporan
keuangan tapi berhubungan dengan kondisi perusahaan di masa yang akan datang.
PT E telah memutuskan untuk membeli perusahaan “B” untuk dijadikan anak
perusahaan.  Maka hal yang harus dilakukan adalah membuat pengungkapan.
Realisasinya akan dilakukan pada Agustus 2010, sehingga manajemen harus
menyiapkan dana sebesar Rp.23.500.000 untuk membeli perusahaan yang
bersangkutan.
Hal yang di ungkapkan adalah “bahwa pada tanggal 31 Januari 2010 perusahaan “E”
telah mengakuisisi perusahaan “B”. Metode yang digunakan untuk pencatatan
akuntansi terhadap investasi bergantung pada tingkat kepemilikan investasi. Apabila
perusahaan “E” tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perusahaan “B”
akan dicatat dengan metode cost. Jika ada tambahan akuisisi hingga memperoleh
pengaruh signifikan namun kepemilikannya kurang dari 50% maka perusahaan “E”
harus mengganti metoda pencatatannya menjadi metoda Ekuitas. Bila perusahaan “E”
kepemilikan investasinya lebih dari 50% berarti harus menyusun laporan
konsolidasian.  Sementara itu investasi sahamnya dapat dicatat menggunakan metoda
Cost atau Ekuitas.  Bila pencatatan individual tersebut menggunakan metoda Ekuitas,
maka penyesuaian retroaktif tidak perlu dilakukan karena sebelumnya sudah
menggunakan metoda tersebut.  Namun bila perusahaan “E” memutuskan untuk
menggunakan metoda Cost, maka penyesuaian retroaktif harus dilakukan lagi, seolah-
olah metoda Cost selalu dilakukan sejak akuisisi pertama kali. Apabila terjadi
perubahan metode akan dicatat di pendapat auditor tanpa pengecualian.
d. 10 Feb 2010., Kebakaran telah menghanguskan sebagaian bangunan perusahaan.
Bangunan tersebut bernilai buku pada tanggal neraca sebesar Rp. 2.500.000.000,-
dengan saldo akun Akumulasi Depresiasi per 31 Desember 2009 sebesar Rp.
2.500.000.000,-

Jawaban :
Peristiwa ini adalah subsequent event type two karena peristiwa terjadi sesudah
tanggal neraca, dimana peristiwa tersebut tidak berhubungan dengan laporan
keuangan tapi berhubungan dengan kondisi perusahaan di masa yang akan datang.
Kebakaran tersebut merupakan kejadian yang tidak terduga. Sehingga perusahaan
tidak menyiapkan dana untuk menutup kerugian tersebut. dalam neraca, sebenarnya
nilai bangunan tersebut telah habis karena telah terdepresiasi sepenuhnya. Tapi
bangunan tersebut masih dapat digunakan kendati masa ekonomisnya telah habis. Jadi
nilai bangunan tersebut tidak akan mempengaruhi laporan keuangan karena telah
habis nilai ekonomisnya.
e. 25 Feb 2010 ., Sebuah penuntutan hukum telah dilakukan kepada perusahaan atas
kecelakaan yang terjadi pada tanggal 10 Oktober lalu.  Perusahaan telah
memprakirakan kewajiban yang harus dibayar karena kejadian ini sebesar Rp.
10.000.000,-. Vonis pengadilan pada hari ini telah memutuskan bahwa perusahaan
harus memberi ganti rugi sedesar Rp. 30.000.000,-
Jawaban :
Peristiwa ini adalah subsequent event type one karena peristiwa terjadi sesudah
tanggal neraca dan berdampak pada laporan keuangan yang bersifat materiil sehingga
perlu penyesuaian. Jurnal penyesuaiannya adalag sebagai berikut :
Denda pengadilan             20.000.000
            Kas                                         20.000.000

Dalam peristiwa ini, nominal uang sejumlah Rp. 10.000.000 bukan merupakan
subsequent event karena telah diperkirakan jumlahnya. Tapi denda sejumlah Rp.
20.000.000 sisanya adalah subsequent event karena tidak diperkirakan.
f. 28 Feb 2010., Dewan Direksi telah menyetujui pemecahan saham 1 : 2.
Jawaban :
Peristiwa ini adalah subsequent event type two karena peristiwa terjadi sesudah tanggal
neraca, dimana peristiwa tersebut tidak berhubungan dengan laporan keuangan tapi
berhubungan dengan kondisi perusahaan di masa yang akan datang.
Dengan adanya penerbitan saham baru, maka nilai yang dimiliki oleh masing – masing
pemegang saham akan berubah. Ketika PT E memutuskan untuk memecah saham
menjadi dua, maka nilai satu lembar saham akan berkurang atau akan menjadi lebih kecil.
Hal yang harus diungkapkan adalah tentang stock split, bahwa stock split mengurangi
nilai pasar saham yang terlalu tinggi. Dalam stock split tidak ada jurnal hanya ada memo
untuk menunjukkan bahwa nilai nominal telah berubah, jumlah saham telah bertambah
dan terjadi penurunan nilai nominal per saham.

2. Contoh kasus penyelesaian pemeriksaan beserta analisisnya


Kasus Bank Century ( 2009 )
Review Kasus
Suryadharma Ali (SDA) merupakan mantan Menteri Agama yang didakwa melakukan
penyelewengan dana pada kasus penyelengaraan biaya haji di Kementrian Agama tahun
2012 – 2013. Pada saat itu KPK mulai menyelidiki kasus dugaan tindak pidana korupsi
dana haji sejak awal tahun 2013.
Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan (PPATK) yang pada saat itu dijabat oleh Muhammad Yusuf selaku Ketua
PPATK, mengatakan sepanjang tahun 2004 – 2012 ada dana biaya penyelenggaraan
ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp. 80 triliun dengan bunga sekitar Rp. 2,3 Triliun.
Berdasarkan audit PPATK, ada transaksi mencurigakan sebesar Rp. 230 miliar yang tidak
jelas penggunaanya. Ini lah yang mengindikasi dana haji ditempatkan di bank tanpa ada
standarisasi penempatan yang jelas. Modus pencucian uang inilah yang disampaikan
pihak PPATK kepada pihak KPK untuk ditindak lanjuti.
KPK menyambut temuan dengan penyelidikan hampir setahun. Mulai Januari 2015, KPK
melakukan penyelidikan atas dugaan penyimpangan dana haji tahun anggaran 2012 –
2013. Selain pengadaan barang dan jasa, KPK juga menyelidki biaya penyelengaraan
ibadah Haji (BPIH) dan pihak – pihak yang diduga mendapatkan fasilitas haji. Februari
2015, KPK meminta keterangan anggota Komisi VIII DPR, Hasrul Azwar dan Jazuli
Juwaini, terkait pengelolaan dana haji. Maret 2015, KPK meminta keterangan Direktur
Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umroh Kementrian Agama, Anggito Abimanyu. 6
Mei 2015, KPK meminta keterangan Suryadharma Ali terkait proyek pengadaan barang
dan jasa dalam penyelengaraan haji.22 Mei 2015, KPK menggeledah ruang kerja
Suryadharma Ali di Lantai II Gedung Pusat Kementrian Agama di Lapangan Banteng,
Jakarta Pusat dan menetapkan SDA sebagai Tersangka kasus dugaan tindak pidana
korupsi terkait pengadaan barang dan jasa haji di Kementrian Agama tahun Anggaran
2012 – 2013.
1) Analisis Kasus
a. Tindakan Kecurangan
Dari uraian diatas modus penyalahgunaan wewenang dan memperkaya diri dan orang
lain itulah yang digunakan oleh SDA. Selain menerima uang, SDA juga diduga
melakukan korupsi dana haji, antara lain :
1) Menunjuk orang tertentu yang tidak memenuhi syarat untuk menjadi Petugas
Penyelengara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, yakni 180 orang petugas PPIH yang
tidak memenuhi syarat dengan nilai sebesar Rp. 12,778 miliar.
2) Mengangkat Petugas Pendampingan Amirul Haji tidak sesuai kriteria dengan nilai
sebesar Rp. 354,273 juta.
3) Menggunakan Dana Operasional Menteri (DOM)
4) Perbuatan memperkaya orang lain.
5) Perbuatan Memperkaya pihak Korporasi seperti pihak Hotel.
6) Memberangkatkan 1.771 jemaah tidak sesuai nomor antrian dengan nilai Rp.
12,328 miliar.
7) Mengarahkan tim penyewaan Perumahan Jamaah Haji Indonesia di Arab Saudi
untuk menunjukan penyedia perubahan jamaah Indonesia yang tiak sesuai ketentuan
dan memanfaatkan sisa kuota haji nasional tidak berdasarkan prinsip keadilan dan
proporsionalitas.
b. Kerugian Negara
Keuangan negara mengalami kerugian sebesar Rp. 27,283 Miliar dan 17,967 juta
Riyal.
Dari analisa kasus diatas, jika dihubungakan dengan landasan toeri tentang bukti audit
maka :
Tipe bukti audit dikelompokan menjadi 2 yaitu tipe data akuntansi dan tipe informasi
penguat.
a. Tipe Data Akuntansi
1) Pengendalian Intern Sebagai Bukti
Pengendalian intern yang dibentuk dalam setiap kegiatan perusahaan, kegiatan
lembaga, atau pun organisasi dapat digunakan untuk mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi. Auditor harus mengetahui bahwa klien telah merancang
pengendalian intern dan telah melaksanakannya dalam kegiatan usahanya setiap hari,
hal ini merupakan bukti yang kuat bagi auditor mengenai keandalan informasi yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
Dalam kasus SDA nampaknya pengendalian intern sudah dirancang sedemikian rupa
agar fraud yang terjadi dapat disembunyiin dari pihak pembaca laporan.
2) Catatan Akuntansi Sebagai Bukti
Auditor melakukan verifikasi terhadap suatu jumlah yang tercantum dalam laporan
keuangan, dengan melakukan penelusuran kembali jumlah tersebut melalui catatan
akuntansi. Dengan demikian, catatan akuntansi merupakan bukti audit bagi auditor
mengenai pengolahan transakasi keuangan yang telah dilakukan oleh klien.
Dalam hal ini catatan akuntansi di Departemen Agama tidak mencantumkan secara
gamblang hal – hal diluar pencatatan akuntansi seperti penggadaan barang – barang
diluar Anggaran pembelanjaan kebutuhan haji.
b. Tipe Informasi Penguat
1) Bukti Fisik
Bukti fisik adalah bukti audit yang diperoleh dengan cara inspeksi atau perhitungan
aktiva berwujud. Pengamatan fisik terhadap suatu aktiva merupakan cara untuk
mengidentifikasi sesuatu yang diperiksa, untuk menentukan kuantitas, dan merupakan
suatu usaha untuk menentukan mutu atau keaslian kekayaan tersebut.
2) Bukti Dokumenter
Bukti dokumenter adalah bukti yang terbuat dari kertas bertuliskan huruf dan atau
angka atau simbol – simbol yang lain. Menurut sumbernya, bukti dokumenter dibagi
menjadi 3 golongan, yaitu :
4 | Studi Kasus : Bukti Audit by Agung Widiyarti
a) Bukti yang dibuat oleh pihak luar yang bebas yang dikirimkan langsung kepada
auditor.
b) Bukti yang dibuat pihak luar yang bebas yang dismpan dalam arsip klien.
c) Bukti yang dibuat dan disimpan dalam organisasi klien.
3) Perhitungan Sebagai Bukti
Perhitungan yang dilakukan sendiri oleh auditor, dapat berupa :
a) Footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan vertikal.
b) Cross – footing, yaitu pembuktian ketelitian penjumlahan horizontal.
c) Pembuktian ketelitian perhitungan biaya depresiasi.
d) Pembuktian ketelitian penentuan taksiran kerugian piutang usaha, laba per saham
yang beredar, taksiran pajak perseroan, dan lain – lain.
4) Bukti Lisan
Dalam rangka mengumpulkan bukti, auditor banyak meminta keterangan secara lisan
dari klien terutama para manajer. Jawaban lisan yang diperoleh dari permintaan
keterangan tersebut merupakan tipe bukti lisan.
Bukti lisan dari kasus SDA diperoleh dari beberapa orang yang terlibat didalamnya
antara lain KPK meminta keterangan anggota Komisi VIII DPR, Hasrul Azwar dan
Jazuli Juwaini, terkait pengelolaan dana haji. Maret 2015, KPK meminta keterangan
Direktur Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umroh Kementrian Agama, Anggito
Abimanyu. 6 Mei 2015, KPK meminta keterangan Suryadharma Ali terkait proyek
pengadaan barang dan jasa dalam penyelengaraan haji
5) Perbandingan Untuk menentukan akun atau transaksi yang akan dipisahkan guna
penyelidikan yang lebih intensif, auditor melakukan analis terhadap perbandingan
setiap aktiva, utang, penghasilan, dan biaya dengan saldo yang berkaitan dalam tahun
sebelumnya.
6) Bukti dari Spesialis
Spesialis adalah seorang atau perusahaan yang memiliki keahlian atau pengetahuan
khusus dalam bidang selain akuntansi dan auditing. Pada umumnya spesialis yang
digunakan oleh auditor bukan orang atau perusahaan yang mempunyai hubungan
dengan klien. Penentuan persyaratan keahlian dan nama baik spesialis sepenuhnya
berada ditangan auditor. Jika auditor menerima hasil penemuan spesialis sebagai bukti
audit yang kompeten, hasil kerja spesialis tersebut tidak perlu disebut dalam
5 | Studi Kasus : Bukti Audit by Agung Widiyarti
laporan auditor yang berisi pendapat wajar. Jika auditor puas dengan hasil penemuan
spesialis, dan jika ia memberikan pendapat selain pendapat wajar, maka ia dapat
menunjukkan hasil pekerjaan spesialis tersebut untuk mendukung alasan tidak
diberikan pendapat wajar dalam laporan auditnya.
Dalam kasus SDA, banyak pihak ahli yang dipercaya telah memberikan kesaksian
yang memberatkan SDA disertai pendukung yang kuat.
Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas atau keandalan data akuntansi
dan informasi penguat. Pengendalian intern yang kuat menyebabkan keandalan
catatan akuntansi dan bukti bukti lainnya yang dibuat dalam organisasi klien memiliki
Kompetensi Informasi Penguat Dipengaruhi oleh berbagai faktor, berikut ini :
1. Ketepatan waktu.
Berkaitan dengan tanggal berlakunya bukti yang diperoleh oleh auditor.untuk saldo
akun – akun neraca, bukti yang diperoleh dekat tanggal neraca memiliki tingkat
keandalan yang lebih tinggi. Untuk akun – akun, bukti lebih meyakinkan bila
diperoleh dari sampel yang dipilih sepanjang periode laporan
2. Secara garis besarnya sumber – sumber informasi yang dapat mempengaruhi
kompetensi bukti yang diperoleh adalah sebagai berikut : bukti audit berasal dari klien
atau pun diluar organisasi klien.
a. Bukti yang diperoleh dari pihak independen lebih dapat diandalkan
b. Efektifitas internal control. Semakin efektif internal control perusahaan, semakin
tinggi tingkat keandalan bukti yang diperoleh secara langsung oleh auditor
3. Kualifikasi pemberi informasi
4. Releavansi bukti audit harus berkaitan dengan tujuan audit.suatu bukti mungkin
relevan dalam suatu tujuan audit, tetapi tidak relevan dalam tujuan audit yang lain.
5. Objektivitas, bukti objektif umumnya lebih andal dibandingkan dengan bukti yang
bersifat subjektif.

3. Contoh kasus management letter beserta analisisnya


Kasus Audit Kas/Teller
Laporan Fiktif Kas di Bank BRI Unit TapungRaya
Kepala Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Tapung Raya, Masril (40) ditahan polisi. Ia
terbukti melakukan transfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa dokumen laporan
keuangan. Perbuatan tersangka diketahui oleh tim penilik/pemeriksa dan pengawas
dari BRI Cabang Bangkinang pada hari Rabu 23 Februari 2011 Tommy saat melakukan
pemeriksaan di BRI Unit Tapung. Tim ini menemukan kejanggalan dari hasil
pemeriksaan antara jumlah saldo neraca dengan kas tidak seimbang. Setelah dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut dan cermat, diketahu iadanya transaksi gantung yaitu adanya
pembukuan setoran kas Rp 1,6 miliar yang berasal BRIUnit Pasir Pengaraian II
ke BRI Unit Tapung pada tanggal 14 Februari 2011 yang dilakukanMasril, namun tidak
disertai dengan pengiriman fisik uangnya.Kapolres Kampar AKBP MZ Muttaqien yang
dikonfirmasi mengatakan, Kepala BRI Tapung Raya ditetapkan sebagai tersangka dan
ditahan di sel Mapolres Kampar karenamentransfer uang Rp1,6 miliar dan merekayasa
laporan pembukuan.Kasus ini dilaporkan oleh Sudarman (Kepala BRI Cabang
Bangkinang dan Rustian
Martha pegawai BRI Cabang Bangkinang. “Masril telah melakukan tindak pidana
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau laporan
maupun dalam dokumen laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening Bank
(TP Perbankan). Tersangka dijeratpasal yang disangkakan yakni pasal 49 ayat (1) UU No.
10 tahun 1998 tentang perubahan atasUU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dangan
ancaman hukuman 10 tahun,” kata Kapolres.
 Polres Kampar telah melakukan penyitaan sejumlah barang bukti dokumen BRI serta
melakukan koordinasi dengan instansi terkait, memeriksa dan menahan tersangka dan 6
orang saksi telah diperiksa dan meminta keterangan ahli.
PENYELESAIAN MASALAH
yaitu : 
Skills Kemampuan yang diberikan harus sesuai dengan bidang kerja yang ia
lakukan.Kemudian kemampuan tersebut dikembangkan lebih lanjut untuk
meningkatkankontribusi karyawan pada perusahaan.Perusahaan melakukan pelatihan
pendidikan secara periodik kepada karyawan sesuaidengan perkembangan teknologi yang
berkembang.
Pembinaan ini sangatlah penting karena setiap karyawan memiliki kepribadian
yangberbeda jadi attitude ini harus ditekankan kepada karyawan. Dalam hal ini
karyawandiharapkan dapat memiliki kepribadian yang baik sehingga dapat memperkecil
resikoterjadinya penyimpangan dari karyawan itu sendiri.
2 Prosedur Otoritas Yang Wajar
a)     Harus ada batas transaksi untuk masing-masing teller dan head teller.
b)     Penyimpanan uang dalam khasanah harus menggunakan pengawasan ganda.
c)     Teller secara pribadi tidak diperkenankan menerima kuasa dalam bentuk apapundari
nasabah untuk melaksanakan transaksi atas nasabah tersebut.
d)     Teller secara pribadi dilarang menerima titipan barang atau dokumen pentingmilik
nasabah.

3.Dokumen dan catatan yang cukup


a)   Setiap setoran/penarikan tunai harus dihitung dan dicocokan dengan buktisetoran/
penarikan. Setiap bukti setoran/ penarikan harus diberi cap identifikasiteller yang
memproses.
b)   Setiap transaksi harus dibukukan secara baik dan dilengkapi dengan buktipendukung
seperti Daftar Mutasi Kas,
Cash Register (daftar persediaan uangtunai berdasarkan kopurs/masing-masing pecahan)
4.Kontrol fisik atas uang tunai dan catatan
a)        Head teller harus memeriksa saldo kas, apakah sesuai dengan yang dilaporkanoleh
teller.
b)        Head teller harus menghitung saldo uang tunai pada box teller sebelum teller
yangbersangkutan cuti atau seteleh teller tersebut absen tanpa pemberitahuan.
c)        Setiap selisih harus diindentifikasi, dilaporkan kepada head teller dan
pemimpincabang, diinvestigasi dan dikoreksi.
d)       Selisih uang tunai yang ada pada teller ataupun dalam khasanah harus
dibuatkanberita acara selisih kas.
e)        Area teller/ counter/khasanah adalah area terbatas dalam arti selain petugas
ataupejabat yang berwenang, tidak diperbolehkan masuk.
f)         Teller dilarang membawa tas, makanan, ataupun perlengkapan pribadi ke
counterarea.
5. Pemeriksaan yang dilakukan oleh unit yang independen
a.       Setiap hari Unit Kontrol Intern harus memeriksa transaksi-transaksi yang
berasaldari unit kas.
b.      Secara periodik saldo fisik harus diperiksa oleh SKAI.
c.       Pemimpin Cabang melakukan pemeriksaan kas dadakan

4. Contoh kasus client representattion letter beserta analisisnya


KASUS:
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja
Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun
2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$
2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada
di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources
International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan
Pacific Oil & Gas. Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet,
kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand.
Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu
memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga
pabrik minyak goreng. Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula
dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis
Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu
menjabat sebagai group financial controller di PT AAG yang mengetahui seluk-beluk
keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda
Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura
sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya
inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo. Pelarian VAS
berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro
Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK
untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah
dokumen keuangan dan data digital. Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang
berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun
pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG
secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah
(Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di
bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi.
Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.
Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT Asian
Agri sebagian adalah perusahaan fiktif. Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti
oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Ditjen Pajak karena memang
permasalahan PT Asian Agri tersebut terkait dengan perpajakan.
Terjadinya penggelapan pajak yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan
pajak pertambahan nilai (PPN).selain itu juga "bahwa dalam tahun pajak 2002-2005,
terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa
menggelembungkan biaya perusahaan hingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian
transaksi ekspor Rp 232 miliar. mengecilkan hasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus
ini, Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai
total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agri yang digelapkan berasal dari SPT
periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu diduga
berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.
Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-
perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sudah selesai menghitung nilai piutang
pajak dan denda terhadap 14 anak usaha Asian Agri Group. Hasilnya, nilai piutang dan
denda terhadap kelompok usaha perkebunan itu bertambah Rp 130 miliar dari
perhitungan awal Rp 1,829 triliun menjadi Rp 1,959 triliun. Direktur Jenderal Pajak Fuad
Rahmany menuturkan, Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada seluruh perusahaan Asian
Agri sudah diserahkan secara bertahap mulai pekan lalu. “SKP telah kami serahkan
kepada wajib pajak,” ujar dia di kompleks Parlemen, Senayan kemarin. Kewajiban itu
belum termasuk denda yang dijatuhkan Mahkamah Agung. Pada 18 Desember 2012
Mahkamah memvonis mantan manajer pajak Asian Agri, Suwir Laut, dengan hukuman
dua tahun penjara karena terbukti menggelapkan pajak selama empat tahun berturut-turut
dari 2002 hingga 2005 senilai Rp 1,259 triliun. Asian Agri dengan 14 anak usahanya juga
diharuskan membayar denda Rp 2,5 triliun lebih atau senilai dua kali lipat dari pajak yang
digelapkan. Denda tersebut harus dibayar tunai dalam waktu satu tahun. Kewenangan
penagihan sanksi denda ada di tangan Kejaksaan Agung.
ANALISIS:
PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
Jika dilihat dari etika bisnis dalam kasus PT Asian Agri, dapat ditinjau bahwa adanya
tindakan kecurangan dalam hal penggelapan pajak. Menurut Kepala Bidang Investigasi
BPKP DKI Jakarta, Arman Sahri Harahap, ada empat modus yang dipakai Asian Agri
dalam mengemplang pajak. Modus pertama, memperbesar harga pokok penjualan barang
dari yang sebenarnya. "Modus ini kami temukan dari adanya pengiriman uang kepada dua
pegawai berinisial H dan E. Ternyata, uang tersebut dimasukkan ke dalam biaya,
sehingga harga pokok penjualan menjadi lebih tinggi dari yang sebenarnya," ungkap
Arman di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis 15 September 2011. Modus kedua,
Arman menuturkan, dengan menjual produk kepada perusahaan afiliasi Asian Agri di luar
negeri dengan harga yang sangat rendah. Sementara itu, modus ketiga terkait
manajemen fee. "Ada kegiatan jasa konsultan yang dimasukkan dalam biaya, padahal
pekerjaannya tidak ada," kata dia. Arman melanjutkan, modus keempat dilakukan dengan
membebankan biaya ke dalam keuangan. "Perhitungan laba rugi yang tidak sesuai dengan
kondisi sebenarnya," tuturnya.
Alasan pihak manajemen PT Asian Agri melakukan penggelapan pajak adalah agar PT
Asian Agri tidak membayar pajak dan mendapat keuntungan yang berlimpah untuk
dinikmati oleh pihak manajemen PT Asian Agri demi memenuhi kepentingan pribadi.
PERILAKU ETIKA  DALAM PROFESI AKUNTANSI
Dalam kasus PT Asian Agri pihak manajemen telah melakukan tindakan penggelapan
pajak, tindakan tersebut merupakan pelanggaran kode etik dalam profesi Akuntan.
Seharusnya pihak Ditjen Pajak memiliki integritas dan obyektifitas yang tinggi agar
profesi tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Laporan Audit
Laporan Keuangan berupa Neraca dan Rugi Laba untuk 14 perusahaan tersebut diaudit
oleh KAP yaitu :
1. Tahun 2002 dan 2003, oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Purwantono, Sarwoko &
Sandjaja (Ernst and Young) ;
2. Tahun 2004 dan 2005, oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) Paul Hadiwinata, Hidajat,
Arsono dan Rekan (PKF).
Proses audit tersebut selalu diawali dengan penandatanganan Client Representation Letter
(surat mengenai kebenaran, kelengkapan dan keakuratan catatan akuntansi dan laporan
keuangan yang akan diaudit) oleh Suwir Laut selaku manajer pajak dan pembuat laporan
keuangan PT Asian Agri yang diberikan kepada KAP Purwantono, Sarwoko & Sandjaja
(Ernst and Young) dan KAP Paul Hadiwinata, Hidajat, Arsono dan Rekan (PKF).
Meskipun 14 (empat belas) perusahaan yang tergabung dalam AAG tersebut telah diaudit
oleh KAP, Suwir Laut tidak melakukan perubahan/pembetulan atas SPT Tahunan PPh
WP Badan 14 (empat belas) perusahaan yang telah disampaikan kepada KPP terkait
walaupun Suwir Laut secara sadar mengetahui bahwa ada perbedaan Neraca dan Rugi
Laba antara SPT yang Suwir Laut buat dan telah dikirimkan ke KPP dengan hasil audit
KAP.
Pada akhirnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan audit atas proses
pemeriksaan dan penyidikan pajak terhadap enam perusahaan. Hasil pemeriksaan itu
mengungkap proses pemeriksaan rupanya tidak efektif. Berdasarkan dokumen hasil audit
BPK yang diterima, pemeriksaan BPK tersebut lebih ditujukan untuk menilai kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, serta efektivitas proses pemeriksaan dan
penyidikan terhadap wajib pajak. Dari hasil audit BPK terungkap, kinerja pemeriksaan
bukti permulaan dan penyidikan pajak oleh Ditjen Pajak terhadap Asian Agri periode
2002-2005 yang belum sepenuhnya efektif. Akibatnya, proses pemeriksaan atas kasus ini
berjalan berlarut-larut cukup lama. Jangka waktu pelaksanaan bukti permulaan atas Asian
Agri melebihi ketentuan, yakni melewati dua bulan dan tidak didukung dengan usulan
serta surat persetujuan perpanjangan pemeriksaan. Akibatnya, pelaksanaan pemeriksaan
bukti awal tidak punya kepastian penyelesaian dan mengganggu efektivitas penyelesaian
tindak pidana perpajakan.
Dalam penjelasan diatas dapat diketahui bahwa Suwir Laut selaku manajer pajak dan
pembuat laporan keuangan telah berani melakukan penyelewengan dengan melaporkan
ke KPP hasil laporan keuangan SPT yang Suwir Laut buat, bukan dari hasil laporan
keuangan SPT dari Audit KAP.
Sebagai Ditjen Pajak seharusnya mereka lebih teliti dan cermat memeriksa berkas
ataupun dokumen pembayaran pajak dari PT Asian Agri sehingga kasus ini dapat diusut
dengan tuntas dan agar tidak terjadi lagi penyelewengan kasus seperti ini.

Anda mungkin juga menyukai