Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya


memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat
untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa
sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan
sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok ataupun
organisasi, selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah
penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari atasan dan
bawahannya. Di antara kedua belah pihak (atasan dan bawahan) harus ada
komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan
adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita
pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi
ataupun perusahaan.
Salah satu bentuk dari komunikasi kepegawaian adalah
wawancara. Siapa pun yang akan berkarier, khususnya yang bersifat
formal, tentu akan menjalani suatu tahap wawancara. Wawancara
merupakan suatu factor yang sangat penting dalam proses penerimaan
karyawan dalam suatu perusahaan. Jumlah pelamar pada umumnya jauh
lebih banyak dari pada posisi atau lowongan yang tersedia. Oleh karena
itu, dibutuhkan alat penyaring/ alat seleksi yang dapat menemukan orang-
orang yang cocok untuk menempati posisi tersebut. Karena hal inilah
komunikasi bisnis sangat penting dalam perekrutan tenaga kerja. Mengapa
komunikasi bisnis sangat penting dalam proses perekrutan tenaga kerja?
Seringkali, ketidak berhasilan dalam wawancara kerja bukanlah akibat dari
kualifikasi yang buruk dari sang pelamar, namun akibat komunikasi bisnis
yang belum sesuai dengan harapan/kriteria dari perusahaan tersebut.
Dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana komunikasi
kepegawaian yang terjadi dalam perusahaan yang berupa wawancara.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu komunikasi kepegawaian?
2. Bagaimana wawancara kepegawaian yang efektif?
3. Bagaimana wawancara baku dan tidak baku?
4. Apa saja bentuk-bentuk pertanyaan wawancara?
5. Bagaimana struktur wawancara?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui apa itu komunikasi kepegawaian.
2. Mengetahui wawancara kepegawaian yang efektif.
3. Mengetahui wawancara baku dan tidak baku.
4. Mengetahui apa saja bentuk-bentuk pertanyaan wawancara.
5. Untuk mengetahui struktur wawancara.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi Kepegawaian
Komunikasi dapat dipandang sebagai suatu proses pribadi yang
meliputi pengalihan informasi dan input prilaku. Komunikasi adalah
sesuatu yang orang kerjakan, tanpa adanya tindakan tak akan ada
komunikasi. Komunikasi sangat erat kaitannya dengan hubungan antar
pribadi. Ia dapat menjadi sangat rumit atau sederhana, sangat formal atau
sangat informal, tergantung pada sifat pesan yang disampaikan, dan pada
hubungan antara pengirim dan penerima.1
Di dalam kehidupan perkantoran, komunikasi ini menjadi sebuah
kebutuhan. Banyak aturan yang harus dilengkapi penjelasan, dimaksudkan
agar kesalahpahaman interpretasi dapat dihindarkan. Apabila salah
seorang pegawai kantor merasa belum jelas dengan informasi yang
diterimanya, maka lebih baik meminta penjelasan. Hal ini disebabkan,
komunikasi yang tidak efektif di kantor bisa jadi mengakibatkan dampak
negatif dan kerugian yang serius. Komunikasi efektif di perkantoran akan
sangat membantu peningkatan kinerja dan ketepatan dalam penyelesaian
suatu urusan. Jadi, komunikasi kepegawaian merupakan interaksi atau
komunikasi yang terjadi antara bawahan, atasan, dan anggota-anggota
lainnya dalam suatu perusahaan. 2

B. Wawancara Kepegawaian Yang Efektif


Wawancara didefenisikan sebagai pertemuan tatap muka antar
pribadi.3 Meskipun mengungkapkan karakteristik fisik semua situasi
wawancara, definisi ini tidak memberi indikasi mengenai sebab mengapa
wawancara diadakan. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
1. Memilih seseorang untuk tugas tertentu

1
Deddy Jacobus, Komunikasi Efektif, (Yogyakarta: Andi, 1996), hlm. 3.
2
Sutrisna Dewi, Komunikasi Bisnis, (Jakarta: CV Andi Ofset, 2007), hlm. 47.
3
Guffey Rhodes, Komunikasi Bisnis: Proses dan Produk, (Jakarta: Salemba Empat, 2006), hlm.
11.

3
2. Memantau kinerja
3. Tukar-menukar informasi
4. Member informasi
5. Menasehati
6. Mengkonseling4
Agar wawancara yang kita lakukan lebih efektif, maka kita harus
berlatih menulis resume dan surat lamaran kerja, menyiapkan diri untuk
wawancara juga termasuk bagian dari usaha untuk mendapatkan
pekerjaan. Pelamar harus benar-benar mempersiapkan diri agar bisa
memberikan kesan yang baik, dan meyakinkan pewawancara (interviewer)
akan kemampuan pelamar.5 Dan pada saat akan wawancara kita harus
memperhatikan berbagai aspek, khususnya aspek kepribadian, baik secara
verbal maupun nonverbal, sejak memasuki ruang wawancara akan
diperhatikan oleh pewawancara. Aspek-aspek kepribadian (personality
aspects) yang akan dinilai mencakup:
1. Penampilan secara fisik
2. Gerak-gerik dan sopan santun
3. Rasa percaya diri
4. Inisiatif
5. Kebijaksanaan
6. Tanggap dan kerja sama
7. Ekspresi wajah
8. Kemampuan berkomunikasi
9. Sikap terhadap pekerjaan
10. Selera humor
Penilaian terhadap aspek-aspek di atas akan membantu
pewawancara untuk memprediksi keberhasilan pelamar menduduki posisi
tertentu di dalam perusahaan. Jika pelamar lemah dalam suatu aspek
penting yang sangat dituntut pada jabatan yang diinginkan, atau yang

4
Deddy Jacobus, Komunikasi Efektif, (Yogyakarta: Andi, 1996), hlm. 33.
5
Djoko Purwanto, komunikasi Bisnis, (Jakarta: Erlangga, 2006), hlm. 268.

4
merupakan faktor penentu keberhasilan dalam menduduki jabatan tersebut,
tentunya pelamar tidak akan diterima.6

C. Wawancara Baku dan Tidak Baku


Berikut ini adalah perbedaan dari wawancara baku dan tidak baku.
Ciri-ciri wawancara baku adalah sebagai berikut:
1. Terdiri dari seperangkat pertanyaan yang dipegang teguh pewawancara
dan tidak boleh menyimpang dari pertanyaan-pertanyaan itu.
2. Pewawancara mengemukakan pertanyaan persis seperti yang tertulis,
bahkan ia tidak boleh mengubah urutan pertanyaan.
3. Mempunyai satu kelebihan yang khas, jawaban seragam yang dapat
ditangani sejumlah pewawancara dan responden.
4. Seseorang yang tidak berpengalaman pun bisa melakukan wawancara
yang cukup berhasil.
Ciri-ciri wawancara tidak baku adalah sebagai berikut:
1. Memungkinkan pewawancara dan juga responden memperoleh
keleluasaan. Pewawancara boleh menyimpang dari pertanyaan-
pertanyaan yang telah disiapkan.
2. Pewawancara boleh menambahi suatu pertanyaan yang telah
dibakukan itu dengan pertanyaannya sendiri untuk memperoleh
jawaban yang lebih lengkap atau layak.
3. Pewawancara boleh membatalkan suatu pertanyaaan yang tampak
tidak sesuai atau yang dapat membuat responden defensive.
4. Bila tiba-tiba menemukan bahan pembicaraan menarik yang belum
diantisipasi, pewawancara bebas membicarakan bahan tersebut sejauh
yang diinginkan.
5. Memberi keluwesan kepada pewawancara untuk memperoleh
informasi yang diharapkan.

6
Yatri Indah Kusumastuti, Komunikasi Bisnis: Membangun Hubungan Baik dan Kredibilitas,
(Bogor: IPB Press, 2009), hlm. 86.

5
D. Bentuk-Bentuk Pertanyaan Wawancara
Tanpa pertanyaan-pertanyaan yang tepat, seorang pewawancara
tidak akan memperoleh informasi yang cukup. Di bawah ini adalah
beberapa tipe pertanyaaan yang dapat dipertimbangkan untuk dipilih
sebelum melakukan wawancara, disertai contohnya untuk wawancara
kerja.
1. Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengharapkan
pendapat atau opini dari orang yang diwawancarai. Pada pertanyaan
terbuka, orang yang diwawancarai mempunyai kebebasan untuk
menguraikan pendapatnya sampai seberapa jauh ia ingin menjelaskan
uraiannya.
2. Pertanyaan Tertutup
Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang mengharapkan
jawaban yang singkat, atau sangat singkat. Pada pertanyaan tertutup,
pewawancara membatasi jawaban yang akan diberikan.
3. Pertanyaan Terarah 
Pertanyaan terarah adalah pertanyaan yang mengarahkan
jawabannya pada suatu arah tertentu. Jawabannya sudah sama-sama
diketahui oleh pewawancara dan orang yang diwawancarai, dilakukan
hanya untuk ferivikasi informasi faktual saja.
4. Pertanyaan Netral
Dalam pertanyaan netral, pewawancara tidak berusaha untuk
mengarahkan respon orang yang diwawancarai. Pertanyaan
diungkapkan sedemikian rupa sehingga tidak memperlihatkan indikasi
jawaban yang diinginkan pelamar.
5. Pertanyaan Reflektif
Pertanyaan reflektif adalah pertanyaan yang diajukan berdasarkan
refleksi jawaban orang yang diwawancarai, dengan maksud untuk
mengembangkan jawaban.

6
6. Pertanyaan Hipotetis
Pertanyaan hipotetis adalah pertanyaan untuk mengetahui
kecepatan reaksi dan daya pikir orang yang diwawancarai dalam
kaitannya dengan suatu masalah. 7
Dalam pelaksanaan wawancara, pewawancara harus
terampil  mengombinasikan bentuk pertanyaan yang akan
diajukan. Terdapat banyak pertanyaan yang akan diajukan pewawancara
kepada pelamar. Urutan atau jenis pertanyaan yang diajukan tentu sangat
berbeda dan bervariasi antara satu pewawancara dan pewancara lainnya.
Bagaimanapun, secara umum suatu wawancara biasanya berlangsung
dengan suatu pengelompokkan pertanyaan ke dalam beberapa bagian
seperti berikut ini:
1. Wawancara pembuka
Begitu memasuki ruang tempat berlangsungnya wawancara,
seorang pewawancara yang berpengalaman tidak akan langsung
mengajukan pertanyaan kepada pelamar. Pada awal wawancara,
umumnya pewawancara mengadakan percakapan-percakapan singkat
dan ringan atau mengajukan beberapa pertanyaan sederhana. Tahap
awal ini ditujukan untuk menciptakan suatu suasana wawancara yang
tidak kaku sehingga akan lebih tercipta suatu suasana yang lebih akrab
dan menyenangkan sebelum memasuki tahap-tahap atau pertanyaan
yang lebih menjurus sesuai dengan bidang pekerjaan yang dilamar.
2. Fakta mengenai perusahaan
Setelah mengajukan beberapa pertanyaan ringan dan sederhana
pada wawancara pembuka, seorang pewawancara biasanya akan
memberikan informasi atau gambaran singkat tentang perusahaan serta
pekerjaan dan tanggung jawab yang akan diberikan kepada pelamar.
Dengan sedikit informasi itu, pelamar tentu diharapkan akan lebih
mendapatkan suatu gambaran yang lebih baik tentang perusahaan atau
pekerjaan yang ditawarkan. Tentu tidak semuanya akan dijelaskan saat

7
Bovee C.L. dan Thill J.V., Komunikasi Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat, 2007), hlm. 51-52.

7
itu. Pelamar akan diberi kesempatan untuk menanyakan hal-hal yang
mungkin belum sempat dijelaskan pada akhir wawancara. Setelah
merasa bahwa pelamar sudah cukup mengerti, pewawancara biasanya
akan langsung ke pokok permasalahan dengan mengajukan lebih
banyak pertanyaan tentang diri pelamar, khususnya tentang data
pribadi.
3. Latar belakang keluarga dan lingkungan
Pertanyaan-pertanyaan mengenai latar belakang keluarga tidak
selalu ditanyakan oleh pewawancara. Kalaupun ada, sifatnya
sekadarnya dan lebih banyak ditujukan kepada para pelamar baru dan
belum mempunyai banyak pengalaman kerja. Bagi seorang pelamar
yang belum berpengalaman, latar belakang keluarga masih merupakan
bagian utama dan tentu sangat berpengaruh pada kepribadian,
pandangan hidup, ataupun karakter. Tujuan seorang pewawancara
mengetahui latar belakang keluarga pelamar ialah untuk mengetahui
dan menentukan apakah pelamar bias bekerja dengan baik sehubungan
dengan lingkungan keluarganya. Meengetahui latar belakang keluarga
dan lingkungan tentu dapat memberikan suatu informasi apakah
lingkungan keluarga ikut campur dalam pekerjaan pelamar nantinya
(misalnya, jika pelamar harus bekerja lembur atau berperpegian ke luar
kota secara berkala).
4. Latar belakang pendidikan dan pelatihan
Latar belakang pendidikan tentu maksudnya pendidikan yang
didapat di bangku pendidikan formal dari sekolah dasar sampai ke
perguruan tinggi dan pendidikan nonformal atau pelatihan-pelatihan
yang didapat melalui kursus-kursus. Kepada pelamar yang telah
mempunyai banyak pengalaman, latar belakang pendidikan tidak akan
banyak ditanyakan. Kepada pelamar yang hanya mempunyai sedikit
pengalaman kerja atau bahkan belum berpengalaman sama sekali,
tentu bagian ini akan ditanyakan karena merupakan sumber informasi
utama bagi pewawancara. Meskipun sebagian besar informasi tentang

8
pendidikan sudah diberikan pelamar dalam daftar riwayat hidup atau
formulir lamaran, dengan wawancara langsung semua rincian akan
terlihat jelas.
5. Bagian atau jabatan yang dilamar
Jawaban-jawaban yang diberikan pelamar atas beberapa
pertanyaan mengenai bagian atau jabatan yang dilamar akan
memberikan gambaran kepada pewawancara seberapa jauh
pengetahuan atau penguasaan pelamar tentang bidangnya atau jabatan
yang dilamar. Seberapa jauh mereka mengetahui posisi pekerjaan,
apakah mereka mempersiapkan diri untuk kebutuhan pekerjaan,
apakah mereka bertanggung jawab terhadap jenis pekerjaan, akan
terlihat dari jawaban-jawaban yang diberikan.
6. Pengalaman bekerja di perusahaan lain
Dalam bagian ini pewawancara akan menanyakan masa
pengangguran dan masa mencari pekerjaan, atau masa bekerja
sebelumnya. Kepada pelamar yang belum berpengalaman, atau
mungkin hanya pernah bekerja sambilan saat liburan, akan ditanyakan
alasan-alasan mengapa menganggur. Pelamar yang mempunyai
pengalaman kerja akan mendapat pertanyaan tentang pekerjaan
sebelumnya, mengapa pindah kerja dari satu tempat ke tempat lain,
dan sebagainya. Pewawancara akan memberikan perhatian kepada
calon yang berpengalaman luas, seperti bagaimana mereka bisa bekerja
sama dengan teman sekerja, bagaimana mereka mengatasi pekerjaan,
bagaimana pendapat mereka tentang manajemen perusahaan serta
perbedaan-perbedaan dalam pekerjaan.
7. Perhatian dan minat
Bagian ini mencakup sejumlah bidang, seperti fisik, intelektual,
praktis, social, dan hobi. Dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
pewawancara akan mencoba mendapat berbagai hal tentang pelamar,
khususnya terhadap pertanyaan pelamar sebagai minatnya. Seberapa
jauh seorang pelamar menekuni minatnya, apakah seorang pelamar

9
lebih menyukai sesuatu yang bersifat fisik atau intelektual, kegiatan
yang bersifat kelompok atau perorangan, apakah seorang pelamar aktif
berorganisasi dan memimpin suatu organisasi. Minat pelamar mungkin
saja akan mendukung atau bertentangan dengan pekerjaan.
8. Masalah-masalah umum
Pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum, misalnya peristiwa-
peristiwa yang baru, sedang atau akan berlangsung biasanya muncul
dalam suatu wawancara panel. Jawaban-jawaban yang diberikan akan
memperlihatkan apakah pelamar menaruh perhatian atau tidak
terhadap masalah-masalah yang terjadi. Meskipun bersifat umum,
seorang pewawancara tidak akan menanyakan sesuatu yang bersifat
peka, misalnya tentang agama dan politik.
9. Ambisi dan motivasi
Pertanyaan bagian ini tidak kalah penting dengan bagian-bagian
sebelumnya. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bertujuan untuk
mengetahui apa yang ingin dilakukan para calon untuk mengisi
kehidupan mereka dalam berkarier nanti. Apa yang suka mereka
kerjakan, apa yang akan mereka dapatkan nanti? Apakah ambisi-
ambisi mereka realistis? Apa yang membuat mereka berhenti, apa yang
mendorong mereka untuk bekerja? Seberapa besar semangat mereka
untuk melakukan sesuatu? Apa tanggung jawab mereka terhadap
pekerjaan? Tujuan semua informasi ini adalah untuk menentukan sikap
calon dalam bekerja nanti pada posisi yang akan diberikan.
10. Kesehatan pelamar
Saat wawancara berlangsung, seorang pewawancara jarang
mengajukan pertanyaan mengenai kesehatan pelamar. Bagi perusahaan
yang memang tidak menjadikan tes kesehatan sebagai proses
tersendiri, informasi singkat yang diberikan pelamar saat wawancara
atau yang tertulis di formulir lamaran biasanya sudah cukup. Bagi
perusahaan yang menawarkan pekerjaan yang memang menuntut
tingkat kesehatan fisik yang tinggi dan prima, tes kesehatan biasanya

10
merupakan tes terakhir yang harus dijalani. Di perusahaan yang
memang mempunyai fasilitas kesehatan, calon karyawan akan
diperiksa langsung oleh dokter perusahaan. Perusahaan yang tidak
memiliki fasilitas kesehatan, atau memang agar hasilnya lebih objektif,
akan mengirim pelamar ke tempat yang telah ditentukan untuk
pemeriksaan kesehatan.
11. Pertanyaan-pertanyaan pelamar
Pada bagian akhir wawancara, sebagian besar pewawancara
khususnya pewawancara yang telah berpengalamn, akan member
kesempatan kepada pelamar untuk menanyakan sesuatu yang mungkin
belum dibahas atau disinggung. Ini merupakan kesempatan yang baik
bagi pelamar untuk mengenal perusahaan serta menemukan apakah
pekerjaan itu cocok dengan yang diinginkan. Berdasarkan pertanyaan-
pertanyaan itu, pelamar akan bisa mengambil suatu kesimpulan apakah
menerima atau menolak pekerjaan yang akan diberikan. Pertanyaan-
pertanyaan yang perlu pelamar ajukan bisa saja antara lain mengenai
tanggung jawab atas pekerjaan, kebijakan perusahaan, kemungkinan
untuk promosi jabatan atau kesempatan untuk mengembangkan karier,
lamanya masa percobaan sebelum diangkat sebagai karyawan tetap,
tunjangan-tunjangan yang diberikan perusahaan, jam kerja, hak cuti
dan basis kenaikan gaji. Ingat, dalam mengajukan pertanyaan pelamar
harus bersikap sopan dan jangan sekali-kali bernada interogasi karena
ini jelas akan merugikan pelamar sendiri.8

E. Struktur Wawancara
Meskipun terdapat berbagai macam wawancara dengan tujuan
yang berbeda-beda, setiap wawancara pada dasarnya mempunyai struktur
yang sama. Kesadaran pewawancara untuk mengikuti struktur tersebut

8
Dhanny R. Cyssco, Kiat Berhasil Dalam Wawancara Kerja, (Jakarta: Puspa Swara, 2000), hlm.
12-32.

11
akan menciptakan suatu wawancara yang efektif.9 Proses wawancara
biasanya dibagi ke dalam enam fase dan akan diuraikan di bawah ini:
1. Perencanaan
Fase perencanaan sebenarnya tidak termasuk bagian dari
wawancara, karena dilakukan sebelum wawancara dilaksanakan.
Walaupun demikian penting untuk dimasukkan, karena perencanaan
dapat menjamin keberhasilan wawancara.
2. Menetapkan tujuan
Mempelajari hal-hal mengenai pelamar dan subyek atau pekerjaan
yang ditawarkan. Menetapkan spesifikasi pekerjaan yang akan
ditawarkan dan berdasarkan hal tersebut Mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan yang penting Mengidentifikasikan jawaban-jawaban yang
diinginkan. Memilih tempat yang tepat dan memberitahukannya
kepada pelamar.10 Seorang pewawancara harus menjelaskan tujuan
utama wawancara tersebut. Berikan pengertian pada pelamar tentang
keinginan anda, karena seringkali masalah timbul disebabkan
pewawancara mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan yang
diharapkannya sudah jelas bagi pelamar. Untuk menghindari hal ini
maka jelaskan tujuan-tujuan tersebut pada saat wawancara.
3. Menciptakan Hubungan
Bagi sebagian orang, wawancara merupakan suatu peristiwa yang
bisa menciptakan ketegangan. Untuk mengurangi ketegangan dan
memudahkan jalannya pertukaran informasi, di awal wawancara,
pewawancara harus menciptakan hubungan dengan pelamar. Jabatan
tangan, senyum yang hangat, dan suara yang ramah, merupakan salah
satu cara dalam menyambut pelamar. Sikap seperti ini sama dengan
yang dilakukan saat menerima tamu yang sedang mengunjungi kantor
atau rumah. Karena ada kemungkinan pewawancara merasa gugup,
atau mungkin asing dengan keadaan sekitarnya, maka sebaiknya
9
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling: Studi dan Karier, (Yogyakarta: CV Andi Offset,
2004) hlm. 61.
10
Gordon, Sukses Dalam Komunikasi Bisnis, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004) hlm. 45.

12
percakapan dimulai dengan yang ringan-ringan dahulu. Misalnya,
mengajak bicara mengenai cuaca, kejadian sehari-hari, atau mungkin
topik yang berhubungan dengan minat pelamar (olah raga, politik, dan
lain-lain). hal tersebut dilakukan untuk mengembangkan komunikasi
dan memenunjukkankan bahwa pewawancara menghargai minat
pelamar. Dengan sambutan hangat pelamar akan merasa percaya diri
sehingga informasi yang diharapkan dapat mengalir lancar.
4. Tahap Tanya Jawab
Setelah tahap di atas, maka dimulai pembicaraan mengenai subyek
yang ingin diketahui dari pelamar. Skema yang baik harus mengikuti
sebuah kronologi yang tepat yaitu dimulai dengan latar belakang
pendidikan dan aktivitas pelamar, dilanjutkan dengan pengalaman
pekerjaan (jika ada) dan diakhiri dengan aktivitas pekerjaan. Dalam
merangkum hal-hal tersebut, pewawancara harus memeriksa
kualifikasi teknis (kemampuan untuk melakukan pekerjaan) dorongan
dan aspirasi (kemauan untuk melakukan pekerjaan), hubungan sosial
dan keseimbangan emosi (hubungan dengan sesama teman dan diri
sendiri), karakter (sifat yang dapat dipercaya), dan faktor lain yang
dibutuhkan untuk mengukur keberhasilan suatu pekerjaan. Faktor
tersebut mungkin berhubungan dengan kekuatan fisik, sikap dari
suami/istri terhadap pekerjaan, stabilitas keuangan, kemauan untuk
melakukan perjalanan, kemauan pindah secara permanen. Hal yang
juga penting mengenai pelamar adalah mengenai aspek-aspek
keperibadian pelamar yang berhubungan dengan minat, sikap,
karakter, dan temperamen. Pada saat mempelajari kualifikasi penting
dan perilaku pelamar, perhatian dapat dialihkan dengan menjelaskan
tentang perusahaan. Misalnya gaji, bonus, dan hal lain yang menarik
perhatian, juga memberikan kesempatan kepada pelamar untuk
bertanya, sehubungan dengan pekerjaan dan perusahaan.

13
5. Tahap Meringkas
Pada saat wawancara, terjadi pertukaran informasi antara
pewawancara dengan pelamar, kemungkinan saja informasi yang
didapat relevan dengan tujuan, tetapi mungkin pula sama sekali tidak
relevan. Informasi yang tidak relevan akan mengakibatkan kesimpulan
yang baku atau tidak jelas. Untuk menghindari hal tersebut,
pewawancara harus meringkas hasil wawancara pada saat akhir. Bila
hal itu tidak dilakukan, akibatnya kedua pihak tidak menyadari adanya
perbedaan-perbedaan yang terjadi. Seorang pelamar tidak akan sadar
bahwa wawancara telah berakhir, sampai ia melihat tanda-tanda yang
ditunjukkan oleh pewawancara. Karena itu harus terdapat suatu
kesepakatan tentang kesimpulan wawancara tersebut sebelum
wawancara berakhir. Ringkasan ini juga harus dicatat dan disimpan
sebagai suatu arsip, sehingga akan memudahkan bila sewaktu-waktu
dibutuhkan.
6. Tahap Evaluasi
Tahap ini dilakukan setelah wawancara berakhir. Semua informasi
yang telah didapatkan dari orang yang diwawancarai, harus dirangkum
secara keseluruhan tanpa ditambah ataupun dikurangi. Dalam
wawancara kerja, informasi tersebut dapat dilengkapi dengan fakta dari
sumber lain yang dapat digunakan sebagai indikator untuk menilai
jalan pikiran pelamar. Indikator tersebut dapat berguna untuk bahan
evaluasi. Setalah wawancara perlu dibuat laporan tertulis mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan wawancara. Pada akhir laporan
tersebut diberikan kesimpulan, yang memberikan gambaran mengenai
penilaian secara keseluruhan.11

BAB III
11
Joko, Komunikasi Bisnis, (Jakarta: Erlangga, 2003), hlm. 71-72.

14
PENUTUP
KESIMPULAN
Komunikasi dirumuskan sebagai suatu proses penyampaian pesan atau
berita ke beberapa orang. Dikarenakan komunikasi melibatkan seorang pengirim
dan menerima pesan yang mungkin juga memberikan umpan balik untuk
menyatakan bahwa pesan telah diterima. Komunikasi sangat penting dalam
kehidupan manusia karena manusia adalah makhluk sosial yang saling
membutuhkan satu sama lain. Dalam berkomunikasi seseorang harus memiliki
dasar yang akan menjadi patokan seseorang tersebut dalam berkomunikasi. Dalam
proses komunikasi kita juga harus ingat bahwa terdapat banyak hambatan-
hambatan dalam berkomunikasi. Saat melakukan wawancara, pendekatan kita
dalam hal wawancara akan berkembang dan lebih maju dalam melewati setiap
tahapan. Cara untuk meraih keberhasilan dalam wawancara kerja hampir
seluruhnya serupa. Untuk meraih itu, perhatikan kesan pewawancara yang sukses
memberikan hal positif kepada kita dengan berhasil menghindari kesalahan. Jika
kita masih pertama kali melakukan wawancara, tugas kita adalah membedakan
diri kita dengan pelamar lain. Bukan bermaksud membandingkan, namun dengan
mengetahui sedikit tentang mereka kita dapat mengatur strategi untuk
mengalahkan mereka.

15
DAFTAR PUSTAKA

Jacobus, Deddy, Komunikasi Efektif, Yogyakarta: ANDI, 1996.

Sutrisna, Dewi, Komunikasi Bisnis, Jakarta: CV Andi Ofset, 2007.

Rhodes, Guffey, Komunikasi Bisnis: Proses dan Produk, Jakarta: Salemba Empat,
2006.

Purwanto, Djoko, Komunikasi Bisnis, Jakarta: Erlangga, 2006.

Kusumastuti, Yatri Indah, Komunikasi Bisnis: Membangun Hubungan Baik dan


Kredibilitas, Bogor: IPB Press, 2009.

Thill J.V., Bovee C.L., Komunikasi Bisnis, Jakarta: Salemba Empat, 2007.

Cyssco, Dhanny R, Kiat Berhasil Dalam Wawancara Kerja, Jakarta: Puspa Swara,
2000.

Walgito, Bimo, Bimbingan dan Konseling: Studi dan Karier, Yogyakarta: CV


Andi offset, 2004.

Gordon, Sukses Dalam Komunikasi Bisnis, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2004.

Joko, Komunikasi Bisnis, Jakarta: Erlangga, 2003.

16

Anda mungkin juga menyukai