Anda di halaman 1dari 19

KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL MAKALAH

RS BHAYANGKARA Februari 2020


PROVINSI SULAWESI TENGGARA
KEPANITERAAN KLINIK FK UHO

PERKIRAAN USIA BERDASARKAN GIGI GELIGI

Oleh:
Rizky Ayu Wirdaningsih (K1A1 11 017)
Abdul Rahim (K1A1 12 072)
Musdah Mulya (K1A1 13 087)

Pembimbing:
drg. Mulyati

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RS BHAYANGKARA KENDARI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan

sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas dalam

rangka menyelesaikan stase ilmu Forensik dan Medikolegal dengan judul

“Perkiraan Usia Berdasarkan Gigi Geligi”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata

sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya.

Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah

ini, supaya nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada semua pihak khususnya kepada dosen pembimbing kami

yang telah membimbing dalam penulisan makalah ini. Demikian, semoga laporan

kasus ini dapat bermanfaat.

Kendari, Februari 2020

Tim Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan 3

D. Manfaat 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi Sebagai Indikator Umur 4

BAB III. METODE ESTIMASI USIA DALAM ODONTOLOGI

FORENSIK

A. Metode Schour Dan Massler 11

B. Metode Nolla 12

C. Metode Demirjian 13

DAFTAR PUSTAKA 15

BAB I

3
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang secara geografis rawan bencana alam, seperti tanah

logsor, gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan banjir. Selain faktor alam, bencana

juga disebabkan oleh faktor manusia, misalnya bom Bali adalah contoh bencana yang

disebabkan oleh factor manusia .berbagai kejadian tersebut menyebabkan banyak korban

jiwa.1

Berbagai kejadian yang memakan banyak korban jiwa, membuat kegiatan identifikasi

korban bencana massal (Disaster Victim Identivication) menjadi kegiatan yang penting dan

dilaksanakan hampir pada setiap kejadian yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah

yang banyak. Tujuan utama pemeriksaan identifikasi korban bencana massal adalah untuk

mengetahui identitas korban.1,2

Identifikasi merupakan penentuan atau penetapan identitas orang hidup

atau mati, berdasarkan ciri-ciri yang khas yang terdapat pada orang tersebut.

Terdapat beberapa metode identifikasi yang dilakukan, antara lain pengenalan

visual, pengenalan barang milik pribadi, sidik jari, karakteristik gigi hingga

DNA. Di antara metode-metode tersebut, DNA, karakteristik gigi, metode

sidik jari mempunyai validitas individu yang tinggi. Manusia, memiliki 32

gigi dengan bentuk yang jelas dengan demikian di dalam rongga mulut

terdapat berbagai variasi keadaan gigi yaitu baik rusak, ditambal, dicabut, gigi

tiruan, implant, dan lain-lain.3

4
Gigi mempunyai peran dibidang kedokteran gigi forensik, yaitu dalam proses

identifikasi individu. Gigi dapat digunakan untuk menentukan identitas seseorang yang

meninggal karena kecelakaan, kejahatan, ataupun karena bencana alam karena gigi

merupakan material biologis yang paling tahan terhadap perubahan lingkungan. Dari semua

jaringan keras pada tubuh manusia, gigi memiliki kelebihan yaitu stabil dan tidak mudah

rusak selama penyimpanan.1

Pemeriksaan forensik dalam kasus dimana usia kronologis seorang

individu tidak diketahui karena identitas asli tidak ada ataupun adanya indikasi

pemalsuan identitas, pemeriksaan forensik diperlukan untuk memprakiraan

usia. Usia dapat diprakirakan karena bertambahnya usia seiring dengan

meningkatnya tahap pertumbuhan dan perkembangan struktur tubuh berupa

perubahan fisik yang konstan sehingga setiap tahap dari proses perubahan

tersebut dapat dihubungkan dengan usia seorang individu.2

Bagian tubuh yang umumnya dipakai untuk memprakiraan usia adalah

skeletal dan gigi. Kematangan skeletal sebagai media prakiraan usia memiliki

keterbatasan karena hanya dapat memprakirakan usia pada rentang usia

tertentu dengan simpangan baku usia yang besar. Sedangkan gigi sebagai

media prakiraan usia memiliki beberapa keunggulan, salah satunya adalah

dapat memprakirakan usia pada individu usia pranatal sampai usia dewasa.

Prakiraan usia melalui gigi dapat dilakukan dengan metode pemeriksaan

klinis, radiografis, histologis, atau biokimiawi.2

B. Rumusan Masalah

5
1. Bagaimana memperkirakan usia dengan gigi geligi?

C. Tujuan

1. Mengetahui perkirakan usia dengan gigi geligi

D. Manfaat

1. Menambah wawasan kepada pembaca mengenai perkiraan usia

berdasarkan gigi geligi.

2. Sebagai informasi tambahan bagi penulis lain dengan bidang yang relevan

dengan makalah ini.

3. Sebagai pengalaman bagi penulis dalam melaksanakan tugas ilmiah.

BAB II

6
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gigi Sebagai Indikator Estimasi Umur

Identifikasi forensik dilakukan terhadap jenazah yang tidak diketahui

identitasnya baik akibat kejadian bencana massal, kecelakaan, pembunuhan,

bunuh diri maupun kejadian lainnya. Gigi dinilai sangat penting, berbeda

halnya dengan jaringan lunak. Jaringan lunak seperti sidik jari dan DNA

mudah mengalami kerusakan sehingga metode penilaian visual dan

pemeriksaannya seringkali tidak dapat digunakan. Penentuan identitas dapat

diperoleh melalui perbandingan antemortem dan postmortem tampilan unik

gigi.4

Gigi digunakaan sebagai media yang bermanfaat dalam prakiraan usia

karena berbagai keunggulannya. Gigi mengalami tahap pertumbuhan dan

perkembangan, serta perubahan degeneratif yang terjadi pada usia tertentu,

sehingga dapat digunakan sebagai indikator prakiraan usia individu dari sejak

usia intrauterin sampai usia dewasa. Tahap pertumbuhan dan perkembangan

gigi sebagai indikator prakiraan usia lebih dikendalikan oleh faktor genetik

dibandingkan dengan faktor lingkungan seperti nutrisi dan sosioekonomi.

Sehingga usia dental menunjukkan variasi yang lebih sedikit dibandingkan

dengan tulang atau bagian tubuh lain. Selain itu, gigi merupakan struktur

tubuh yang paling keras dan resisten terhadap pengaruh eksternal, serta

mengalami perubahan biologis yang paling sedikit sehingga dapat digunakan

walaupun tubuh telah mengalami dekomposisi, mutilasi, terbakar, ataupun

7
menjadi sisa rangka. Gigi dapat menyediakan informasi mengenai identitas

seorang individu karena cirinya yang khas.5

Terdapat beberapa metode digunakan untuk menentukan usia dari gigi

yaitu metode klinis, radiografis, histologis, dan biokimiawi. Pemilihan metode

tersebut berdasarkan pertimbangan status individu (hidup atau mati), kategori

usia, jenis kasus (tunggal atau bencana massal), kondisi gigi dan jaringan

pendukung, lokasi kasus, ketersediaan fasilitas dan peralatan penunjang, serta

agama dan budaya yang dianut individu tersebut.5

Setiap bencana masal yang terjadi akan menimbulkan banyak korban

yang mungkin dapat utuh, separuh utuh, membusuk, terpecah menjadi

fragmen-fragmen, terbakar menjadi abu, separuh terbakar, atau terkubur. Pada

korban yang mengalami pembusukan, identifikasi melalui sidik jari akan sulit

dilakukan maka dapat digantikan dengan pemeriksaan gigi geligi karena gigi

bersifat lebih tahan lama dalam proses pembusukan.8 Gigi digunakan sebagai

media yang bermanfaat dalam identifikasi identitas korban dan prakiraan usia

karena memiliki beberapa kelebihan. Gigi memenuhi syarat untuk dapat

digunakan sebagai sarana identifikasi karena mempunyai faktor sebagai

berikut:

1. Derajat individualitas yang tinggi, kemungkinan untuk menemukan dua

orang yang sama giginya adalah satu per dua triliun. Adanya pola erupsi

20 gigi susu dan 32 gigi tetap serta adanya perlakukan khusus misalnya

ekstraksi, tambalan, perawatan saluran akar, ditambah ciri-ciri khas

menyebabkan gigi sangat khas bagi seorang individu.

8
2. Tahap pertumbuhan dan perkembangan gigi dikendalikan oleh faktor

genetik, sehingga usia dental menunjukkan variasi yang lebih sedikit

dibandingkan dengan tulang atau bagian tubuh lain yang pertumbuhan dan

perkembangannya dipengaruhi oleh nutrisi dan sosioekonomi.

3. Memiliki derajat kekuatan dan ketahanan terhadap berbagai pengaruh

kerusakan yang tinggi, hal ini terjadi karena struktur gigi mengandung

bahan anorganik, misalnya kalsium fosfat dan ion bikarbonat yang

nantinya membentuk senyawa hidroaksiapetit yang berfungsi sebagai

bahan pengeras, pembuat kaku, da penguat tulang serta gigi terdapat di

bagian mulut yang cukup memberikan perlindungan terhadap berbagai

pengaruh kerusakan, seperti trauma mekanis, termis, kimiawi, dan

dekomposisi.6

Dalam melaksanakan identifikasi manusia melalui gigi, kita dapatkan

2 kemungkinan, yaitu :

1. Memperoleh informasi melalui data gigi dan mulut untuk membatasi atau

menyempitkan identifikasi. Informasi yang dapat diperoleh antara lain

umur, jenis kelamin, ras, golongan darah, bentuk wajah, dan DNA.

2. Mencari ciri-ciri yang merupakan tanda khusus pada korban tersebut. Ciri-

ciri demikian antara lain misalnya ada gigi yang dibungkus logam, ada

sejumlah gigi yang ompong atau patah, atau lubang pada bagian depan

yang dapat dikenali oleh kenalan/teman/keluarga korban.

9
Metode identifikasi identitas dengan sarana gigi salah satunya adalah

dengan cara membandingkan antara data postmortem (hasil pemeriksaan

korban) dan data antemortem (data gigi sebelumnya yang pernah dibuat

korban). Dengan cara membandingkan ini, dapat memberikan hasil sampai

tingkat individu, yaitu dapat mengetahui identitas orang yang diidentifikasi

tersebut. Apabila hasil dari perbandingan itu sama, maka hasil identifkasi

tersebut positif yang artinya korban yang diperiksa tersebut sama dengan

orang yang diperkirakan. Sebaliknya apabila hasil identifikasi negatif, maka

korban tersebut bukan merupakan orang yang diperkirakan sehingga

diperlukan untuk mencari data gigi lain untuk dibandingkan. Apabila

identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan, maka data

antemortem gigi korban merupakan syarat utama yang harus ada. Data

antemortem bisa dapat berupa:

1. Dental record, keterangan tertulis tentang keadaan gigi pada pemeriksaan,

pengobatan, atau perawatan gigi.

2. Foto rontgen gigi.

3. Cetakan gigi.

4. Prothesis gigi atau alat ortodonsi.

5. Foto close up muka atau profil daerah gigi atau mulut.

6. Keterangan dari keluarga satau rekan terdekat korban yang diambil di

bawah sumpah.

10
Data-data antemortem tersebut bisa didapatkan melalui:

1. Klinik gigi rumah sakit pemerintah/TNIPolri dan swasta.

2. Puskesmas.

3. Rumah Sakit Pendidikan Universitas/Fakultas Kedokteran Gigi.

4. Klinik gigi swasta.

5. Praktik pribadi dokter gigi.

Pemeriksaan odontologi pada korban hidup dapat dilakukan dengan

metode noninvasif (tanpa etraksi) misalnya radiografis, sedangkan pada

korban mati dapat dilakukan dengan semua jenis metode karena pada korban

mati dapat dilakukan ekstraksi gigi. Pada korban mati dipilih metode

radiografi ekstraoral panoramik. Sedangkan, berdasarkan usia, ada beberapa

pilihan metode yang dapat dipilih untuk dilakukan pemeriksaan odontologi.

Pada korban kategori usia anak dan remaja , metode yang paling sesuai adalah

metode klinis. Pemeriksaan biokimiawi dapat dilakukan pada kelompok usia

anak sampai remaja apabila gigi sudah diekstraksi. Pemeriksaan histologis

dipilih untuk kategori usia dewasa (lebih dari 21 tahun).6

1. Klinis

Metode klinis didasarkan pada evaluasi urutan erupsi gigi di rongga

mulut dan perubahan morfologis pada struktur gigi karena fungsi seperti

gesekan, perubahan dalam warna gigi yang merupakan indikator penuaan.

Jadi, pemeriksaan gigi mempertimbangkan keausan/gesekan gigi, warna

gigi, dan status periodontal yang dapat memberikan informasi berharga

11
tentang perkembangan dan usia seseorang, yaitu dengan menggunakan

metode Gustafson.7,8

2. Radiografis

Usia dental dapat diperkirakan dengan dua pendekatan yaitu

berdasarkan waktu kemunculan gigi di rongga mulut dan pola

perkembangan gigi, dengan kata lain melihat tahap kematangan gigi.

Perkembangan masing-masing gigi dapat dinilai dalam jangka waktu lama

menggunakan radiografi dalam pola berkelanjutan menggunakan tahap

maturitas mahkota dan akar yang berbeda dari kriteria pembentukan gigi.

Metode radiologi didasarkan pada evaluasi perkembangan gigi pada

berbagai gambar radiografi seperti periapikal intraoral, radiografi

panoramik, teknologi teknologi digital untuk menilai tingkat mineralisasi

gigi dari saat sebelum kalsifikasi gigi sampai apeks gigi ditutup. Mulai

dari mineralisasi awal gigi, pembentukan mahkota, pertumbuhan akar,

erupsi dari gigi ke dalam mulut dan pematangan apeks dapat dinilai.7,9

3. Histologis

Metode histologis memerlukan persiapan jaringan untuk pemeriksaan

mikroskopis terperinci. Teknik ini lebih tepat untuk situasi postmortem.

Dalam tahap prenatal hingga 6 bulan, gambar dentin dan enamel tidak

cukup radiopak untuk divisualisasikan radiografi. Metode histologis dapat

mendeteksi mineralisasi sebelum terdeteksi dalam radiografi. Metode yang

dapat dilakukan adalah metode Murray.7,10

4. Biokimia

12
Metode biokimia adalah metode yang berbasis pada rasemisasi asam

amino. Rasemisasi asam amino ini merupakan reaksi perintah awal yang

relatif cepat dalam jaringan hidup pada metabolisme yang lambat. Asam

aspartat merupakan asam yang memiliki tingkat rasemisasi tertinggi dari

seluruh asam amino dan tersimpan selama bertambahnya umur. Metode

biokimiawi ini hanya dapat digunakan apabila gigi dapat diekstraksi atau

pada individu yang telah mati. Metode yang digunakan adalah metode

Helfman dan Bada yang fokus pada resemisasi asam amino dan korelasi

signifikan antara usia dan rasio D-aspartat/L aspartat di enamel dan dentin

koronal. Selain itu juga menggunakan metode Ritz dkk yang membuat

rasemisasi pada spesimen biopsi dentin utnuk mengetahui usia seseorang

individu.7

BAB III

13
METODE ESTIMASI USIA DALAM ODONTOLOGI FORENSIK

A. Metode Schour Dan Massler

Estimasi usia dental pada anak-anak dan remaja didasarkan pada saat

waktu erupsi gigi ke rongga mulut dan kalsifikasi gigi. Metode Schour-

Massler Pada tahun 1941, Schour and Massler meneliti perkembangan gigi

desidui dan permanen, menjabarkan 21 tahap-tahap kronologis mulai umur 4

bulan hingga 21 tahun dan mempublikasikannya dalam bentuk diagram

perkembangan numerikal. American Dental Association (ADA) secara berkala

telah memperbarui grafik ini dan menerbitkannya pada tahun 1982, sehingga

memungkinkan untuk membandingkan secara langsung tahap kalsifikasi gigi

pada radiografi dengan standar yang telah dibuat Schour-Massler. Pada grafik

ini jenis kelamin tidak diperhitungkan.11,12

Berikut adalah tahapan perkembangan gigi yang di jabarkan oleh

Schour Massler yang di bagi atas tahapan pada gigi desidui, gigi bercampur,

dan gigi permanen

Gambar 1. Perkembangan gigi Schour dan Massler

B. Metode Nolla

14
Metode Nolla membagi periode kalsifikasi gigi permanen menjadi 10

tahapan dimulai dari terbentuknya benih gigi sampai dengan penutupan

foramen apical gigi. Pembentukan crypte hingga penutupan apeks akar gigi

yang dapat dilihat pada foto radiografi disebut tingkat 1, dan selanjutnya

sampai penutupan apeks akar gigi adalah tingkat 10. Masing-masing tahapan

juga diberinilai skor. Dengan foto panoramic cukup menggunakan satu sisi

dengan mengabaikan geraham 3, gigi permanen rahang atas dan rahang bawah

dianalisis, dicocokkan tahapannya dan diberi skor. Skor masing-masing

tahapan ditotal. Metode Nolla juga menggunakan table konversi.1

Gambar 2. Tahap Kalsifikasi Gigi Menurut Nolla

Metode ini mudah karena hanya mencocokkan gambaran gigi di foto

rontgen dengan gambaran 10 tahapan yang sudah di publikasikan. Kendala

penggunaan metode ini adalah subjektivitas interpretasi gambaran rontgen

khususnya pada 1/3 pembentukan akar dan penggunaannya di populasi

berbeda.1

C. Metode Demirjian

15
Demirjian merekomendasikan bahwa sistem penilaian kematangan

usia dental ini adalah alat ukur yang valid untuk penggunaan secara universal,

karena akan sangat masuk akal untuk mengasumsikan bahwa pola

perkembangan gigi tidak akan jauh berbeda pada populasi yang berbeda,

sehingga skor kematangan usia dental ini akan sama pada populasi yang

berbeda. Jika terdapat kehilangan gigi di sebelah kiri, Demirjian

merekomendasikan penggunaan gigi homolog atau kontralateral yang berarti

dapat digunakan pada gigi mandibula sebelah kanan, tetapi jika kehilangan

gigi secara bilateral maka metode Demirjian tidak dapat digunakan untuk

estimasi usia kronologis karena skor kematangan usia dental tidak dapat

diketahui.13

Tahapan Keterangan
A Untuk gigi akar tunggal maupun lebih, tahap kalsifikasi gigi dimulai
dari bagian tertinggi dari crypt
B Ujung cusp yang mengalami kalsifikasi menyatu, dan mulai
menunjukkan pola permukaan oklusal
C a. Pembentukan email selesai pada permukaan oklusal. Tampak
perluasan dan pertemuan pada bagian servikal gigi
b. Mulai terlihat deposit dentinal
c. Pola kamar pulpa tampak berbentuk garis pada batas oklusal
D a. Pembentukan mahkota gigi selesai dan terjadi perluasan menuju
cemento-enamel junction
b. Tepi atas kamar pulpa pada gigi yang berakar tunggal menunjukkan
batas yang jelas dan proyeksi tanduk pulpa memberi gambaran seperti
payung serta berbentuk trapezium pada gigi molar
c. Akar gigi mulai terbentuk
E Gigi berakar tunggal
a. Dinding kamar pulpa tampak sebagai garis lurus yang
kontuinitasnya terputus akibat adanya tanduk pulpa
b. Panjang akar gigi kurang dari mahkota gigi
Gigi molar
a. Inisiasi pembentukan bifurkasi akar
b. Panjang akar gigi kurang dari mahkota gigi
F Gigi berakar tunggal
a. Dinding kamar pulpa tampak menyerupai segitiga sama kaki dan

16
ujung akar seperti corong
b. Panjang akar sama atau lebih panjang dari tinggi mahkota
Gigi molar
a. Kalsifikasi pada bifurkasi mengalami perluasan, bentuk akar lebih
nyata dan ujung akar tampak seperti corong
b. Panjang akar sama atau lebih dari tinggi mahkota
G Dinding saluran akar tampak sejajar, namun ujung apikal masih
terbuka
H Ujung apikal sudah tertutup

Gambar 3. Tahapan Kalsifikasi Gigi oleh Demirjian

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Apriyono DK, Metode Penentuan Usia Melalui Gigi dalam Proses Identifikasi

Korban. CDK-236/ vol. 43 no. 1, th. 2016

2. Prawestiningtyas E, Algozi AM. 2009. Forensic Identification Based on Both

Primary and Secondary Examination Priority in Victim Identifiers on Two

Different Mass Disaster Cases: Fakultas kedokteran brawijaya.

3. Tandaju CF, Siwu J, dan Bernart S. 2017. Gambaran pemeriksaan gigi untuk

identifikasi korban meninggal di Bagian Kedokteran Forensik dan

Medikolegal RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2010 – 2015.

Jurnal e-GiGi.

4. Nandiasa SR, Kiswanjaya B, Yuniastuti M. 2016. Penggunaan Radiograf Gigi

Untuk Kepentingan Identifikasi Forensik. Dodnto dental journal.

5. Putri AS, Nehemia B, Soedarsono N. 2013. Prakiraan usia individu melalui

pemeriksaan gigi untuk kepentingan forensik kedokteran gigi. Jurnal PDGI.

6. Larasati AW, Irianto MG, Bustomi EC. 2018.Peran Pemeriksaan Odontologi

Forensik Dalam Mengidentifikasi Identitas Korban Bencana Masal.

Lampung. Majority

7. Priyadarshini C, Puranik MP, Uma SR. Dental Age Estimation Methods: A

Review. Int J of Advanced Health Sci. 2015; 12 (1): 20-2.

8. Herschaft EE, Alder ME, Ord DK, Raymond DR, Smith ES, eds. Manual of

Forensic Odontology. America. CRC Press, 2007: 55-65.

9. Senn DR, Weems RA, eds. Manual of Forensic Odontology. America. CRC

Press, 2013: 131-2, 211-54.

18
10. Ebrahim E, Rao PK, Chatra L, Shenai P, Veena KM, Prabhu RV, et al. Dental

Age Estimation Using Schour and Massler Method in South Indian Children.

Sch J of App Med Sci 2014; 2(5C):1669-1674.

11. Goltz RA. A Comparison of Four Methods of Dental Age Estimation and Age

Estimation from the Risser Sign of the Iliac Crest. Thesis. Michigan: Eastern

Michigan University, 2016: 8-9.

12. Gandhi N, Jain S, Kumar M, Rupakar P, Choyal K, Prajapati S. Reliability of

Third Molar Development for Age Estimation In Gujariti Population: A

Comparative Study. J For Dent Sci 2015; Vol 7 (2) : 107-113.

19

Anda mungkin juga menyukai