Anda di halaman 1dari 6

DESKRIPSI KASUS A

Selama ini penanganan terhadap ADHD (Attention Defisit Hyperactivity Disorder/anak


hiperaktif) hanya terfokus pada si anak saja, padahal orangtua juga perlu mendapat perhatian.
Studi menemukan orangtua dari anak ADHD lebih rentan mengalami stres yang serius. Studi
baru yang dipublikasikan dalam Journal of Family Psychology menemukan orangtua dari anak-
anak ADHD sangat sensitif terhadap perilaku anaknya sehingga menguras lebih banyak emosi
dan energi. Kadar emosional yang dialami oleh orangtua dari anak ADHD terbilang naik turun,
orangtua harus bekerja keras melihat langkah-langkah positif untuk anak-anaknya agar bisa
membantu si anak beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Stres yang dialami orangtua masih
terus berlanjut saat ia harus melihat perjuangan anaknya dalam hal akademis. Orangtua akan
merasa bimbang apakah harus memasukkan anaknya ke sekolah umum atau sekolah untuk anak
berkebutuhan khusus. Keputusan yang diambilnya akan menyebabkan kecemasan dan stres
tersendiri. Andi merupakan anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan
bermasalah dengan tulisan seperti kesulitan mengeja dan memiliki tata bahasa yang buruk
dibandingkan teman-temannya. Andi duduk di kelas 3 Sekolah Dasar Inklusif dan memiliki
orang tua yang belum menerima keberadaan Andi sebagai anak yang spesial. Anda merupakan
guru kelas Andi, apakah yang akan Anda lakukan ketika melihat kondisi orang tua Andi dan
berikan dengan deskripsi singkat terkait PPI yang diberikan?
ANALISIS KASUS A

Jika saya menjadi guru kelas Andi, yang akan saya lakukan adalah melakukan
pendekatan kepada anak dan orangtua. Mengapa dimulai dengan pendekatan? Karena untuk
menjalin suatu hubungan maka hal pertama yang perlu dilakukan adalah PDKT atau pendekatan.
Pendekatan dilakukan bertujuan agar kita sebagai guru dapat membangun kerjasama dengan
orangtua. Orangtua memiliki peran penting dalam pendidikan putra/putri mereka, terlebih lagi
anak dengan kebutuhan khusus, disini orang tua mempunyai peranan yang sangat signifikan
dalam memfasilitasi dan mendukung proses pendidikan anak mereka. Seperti yang dikatakan
oleh (Amin, n.d.) keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak adalah faktor pendorong dan
penentu dalam pengembangan pendidikan inklusif di seluruh dunia. Oleh karena pentingnya
peran orangtua dalam pendidikan anaknya maka kita sebagai guru perlu melakukan pendekatan
kepada orangtua peserta didik.
Kembali kepada permasalahan bahwa Andi memiliki orang tua yang belum menerima
keberadaan Andi sebagai anak yang spesial. Sebenarnya hal tersebut tidak hanya dirasakan oleh
orang tua Andi, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Anggraini, 2013),
menunjukkan bahwa dari 29 orangtua yang menjadi subjek penelitiannya ada 10 orang atau
(34,48%) orang tua yang sangat kecewa karena anaknya tergolong ABK tidak memenuhi apa
yang diharapkan. Namun sebanyak 25 orangtua (86,20%) atau hampir keseluruhan merasa
bahwa interaksi yang baik antara orangtua dan anak dapat memberikan dampak positif kepada
anaknya. Jadi dapat disimpulkan bahwa walaupun hampir kebanyakan orangtua merasa kecewa
namun mereka tetap menyadari bahwa kehadiran mereka (para orangtua) dapat memberikan
dampak positif bagi anak-anak mereka yang memiliki kebutuhan khusus. Kita sebagai guru dapat
memanfaatkan kesempatan untuk berkomunikasi dengan orangtua peserta didik dengan
memberikan penjelasan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang luar
biasa, anak-anak yang Allah atau Tuhan titipkan untuk orangtua yang spesial, orangtua yang luar
biasa, yang Allah atau Tuhan percayakan dapat mengasuh, membimbing, dan membesarkan
mereka. Buka mata hati mereka para orangtua anak-anak berkebutuhan khusus. Adakan
pertemuan, dalam pertemuan itu kita sebagai guru mencoba mengubah mindset atau persepsi
para orangtua bahwa anak berkebutuhan khusus itu bukanlah anak yang bodoh, bukanlah anak
yang nakal, tapi mereka adalah anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus yang harus kita
wadahi sehingga potensi yang ada pada diri mereka dapat kita kembangkan. Tampilkan prestasi-
prestasi yang pernah dicapai oleh anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah tempat kita
mengajar ataupun anak berkebutuhan khusus dimanapun. Bangun persepsi orangtua bahwa anak
mereka mampu, mampu menjadi seperti anak pada umumnya. Dengan adanya stimulus energi
positif kita sebagai guru kepada orang tua diharapkan dapat mengubah persepsi mereka terhadap
penerimaan anak berkebutuhan khusus. Hal ini termasuk dalam program bimbingan kepada
orangtua. Mengingat dengan adanya program bimbingan kepada orangtua ABK dapat berfungsi
sebagai langkah terapi ketidak stabilan emosi para orangtua ABK atas kehadiran anaknya
(Anggraini, 2013).
Setelah mindset atau persepsi orangtua Andi mengarah lebih baik maka kita perlu
sampaikan bahwa ada peran-peran penting orangtua dalam pendidikan khususnya pendidikan
inklusi untuk anak berkebutuhan khusus, seperti yang dikatakan oleh Hewett dan Frenk D., yang
dikutip dari (Darmono, 2013) penanganan dan pelayanan orang tua terhadap anak berkebutuhan
khusus adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu sebagai pendamping utama yang dalam
membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan pendidikan anak.
2. Sebagai advokat (as advocates), yang mengerti, mengusahakan, dan menjaga hak anak
dalam kesempatan mendapat layanan pendidikan sesuai dengan karakteristik khususnya.
3. Sebagai sumber (as resources), menjadi sumber data yang lengkap dan benar mengenai
diri anak dalam usaha intervensi perilaku anak.
4. Sebagai guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak dalam kehidupan sehari-
hari di luar jam sekolah.
5. Sebagai diagnostisian (diagnosticians) penentu karakteristik dan jenis kebutuhan khusus
dan berkemampuan melakukan treatmen, terutama di luar jam sekolah.
Sehingga dapat diketahui bersama oleh para orangtua bahwa peran orang tua dalam
pendidikan anak berkebutuhan khusus, memiliki peran yang sangat vital. Orang tua sebagai
orang yang sudah dari awal hidup bersama dengan anak sejak mulai dilahirkan, mereka
memahami betul tentang bagaimana pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Mereka lah yang
paling mengerti karakteristik anak mereka, yang mana catatan-catatan harian orang tua mengenai
karakteristik, kebiasaan dan kebutuhan anak mereka.
Jadi orang tua diharapkan dapat melakukan sharing dengan guru di sekolah, sangat
penting sekali untuk diinformasikan apapun tentang anak kepada guru sebagai bahan masukan
dan pertimbangan dalam memberikan program pendidikan yang tepat bagi anak berkebutuhan
khusus dan agar pihak sekolah serta profesional lainnya dapat memfasilitasi dan membuat
program pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak mereka. Dengan demikian terjalinlah
kerjsama antara orangtua dan pihak sekolah. Sehingga diharapkan segala sesuatu yang
disampaikan oleh guru di sekolah pastinya akan ditindak lanjuti oleh para orang tua di rumah.
Berbicara tentang program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan
khusus tentunya akan mengerucut pada istilah PPI atau Program Pembelajaran Individual. The
IEP is a legal document developed to outline a student’s learning needs; specify goals to
address those needs; and list the program, placement, and services that will support the student
in attainment of the goals in the least restrictive environment (Klang et al., 2016). Dapat
simpulkan bahwa PPI adalah suatu dokumen resmi yang dikembangkan untuk menjabarkan
kebutuhan belajar siswa, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan terdiri dari
program, penempatan dan layanan.
Roycadi dan Alimin (2005:21) dikutip dari (Bestarina: 2017) mengatakan bahwa
langkah-langkah pengembangan rancangan PPI setidaknya memperhatikan 6 komponen yaitu:
asesmen, perumusan tujuan jangka panjang, perumusan tujuan jangka pendek, menetapkan
materi pembelajaran, menetapkan kegiatan pembelajaran, serta evaluasi kemajuan hasil belajar.
Sebelum membahas rancangan PPI secara singkat untuk Andi, kondisi Andi yang
kesulitan mengeja dan memiliki tata bahasa yang buruk menjadi teringat bahwa dalam buku
Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Mangunsong: 2011) menyebutkan anak
dengan ADHD cenderung memiliki kesulitan akademik seperti kesulitan membaca dan menulis
diakibatkan oleh inatensi. Disebutkan juga ada dua aspek pemrograman pendidikan yang efektif
untuk siswa dengan ADHD menurut Cruickshank, yaitu struktur kelas dan arahan guru serta
Functional Behavioral Assessment dan Contingency-Based Self-Management.
Bertolak dari itu maka rancangan PPI secara singkat untuk Andi yaitu kita sebagai guru
melakukan asesmen kondisi Andi saat ini, kondisi secara singkat Andi kesulitan mengeja dan
memiliki tata bahasa yang buruk. Tujuan dari PPInya yaitu meningkatkan kemampuan anak
dalam mengeja dan menyusun tata bahasa agar dapat seperti teman-temannya. Materi subtema 1
yaitu perkembangbiakan dan daur hidup hewan, dengan metode ceramah dan demonstrasi.
Media yang digunakan pastinya yang berhubungan dengan subtema 1 yaitu bisa diantaranya
media kartu gambar hewan agar dapat meningkatkan atensi anak. Kemudian dalam pelaksanaan
program pembelajaran individual ini saya akan memasukkan metode struktur kelas dan arahan
guru serta Functional Behavioral Assessment dan Contingency-Based Self-Management. Struktur
kelas digambarkan seperti menurunkan stimulus yang tidak relevan dengan pembelajaran
(misalnya: anak menjadi kurang perhatian karena disebabkan oleh posisi duduk yang berdekatan
dengan pintu), kemudian arahan guru seperti menggunakan media pengajaran yang menarik dan
berwarna cerah atau cara ini disebut oleh Witberg sebagai attention grabbing ways. Untuk
Functional Behavioral Assessment lebih kepada metode untuk menentukan konsekuensi,
penyebab, dan setting events yang mempertahankan tingkah laku tidak pantas. Sedangkan
Contingency-Based Self-Management metode yang dapat membuat anak tetap mempertahankan
tingkah laku tertentu dan mereka akan mendapatkan reward. Jadi FBA dan CBSM akan
dilakukan sebagai kontrol dari perilaku anak.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, B. (n.d.). Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Inklusif (Peran Orang Tua Anak
Berkebutuhan Khusus Dalam Konteks Sekolah Inklusi). Unisa, 99–108.
Anggraini, R. R. (2013). Persepsi Orangtua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (Deskriptif
Kuantitatif di SDLB N.20 Nan Balimo Kota Solok). E-JUPEKhu (Jurnal Ilmiah
Pendidikan Khusus), 1, 258–265.
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/jupekhu/article/viewFile/951/807
Bestarina, R. (2018). Analisis program pembelajaran individual (ppi) untuk anak disleksia di
kelas 5a SD Muhammadiyah 1 kota Malang. Doctoral dissertation. University of
Muhammadiyah Malang.
Darmono, A. (2013). Peran Orang Tua Dalam Penerapan Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus. Peran Orang Tua Dalam Penerapan Pendidikan Agama Dan Moral, 03(01), 63–
86.
Klang, N., Rowland, C., Fried-Oken, M., Steiner, S., Granlund, M., & Adolfsson, M. (2016). The
content of goals in individual educational programs for students with complex
communication needs. AAC: Augmentative and Alternative Communication, 32(1), 41–48.
https://doi.org/10.3109/07434618.2015.1134654

Anda mungkin juga menyukai