Anda di halaman 1dari 9

SOSIOMETRI DAN SKALA

Diajukan Sebagai Tugas Terstruktur Pada Mata Kuliah


Pengukuran dan Penilaian

Dosen Pengampu:
Dr. Daharnis, M.Pd., Kons.

Oleh:
Suciana Fitriani (19151050)

PROGRAM PASCASARJANA JURUSAN BIMBINGAN DAN


KONSELING
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
A. Sosiometri
1. Pengertian Sosiometri
Kata sociometry berasal dari bahasa latin socius berarti sosial dan
metrum berarti pengukuran, yang secara harfiah bermakna pengukuran
sosial. Oleh karena itu, sosiometri adalah sebuah cara mengukur derajat
hubungan antar orang/manusia.
Definisi kerja dari sosiometri menurut Crisweel (dalam Moreno,
1960: 140) adalah sosiometri merupakan metode untuk menelusuri vector
energy dari hubungan interpersonal dalam grup serta menggambarkan pola
dan cara bagaimana asosiasi individu dengan individu lainnya ketika
berada dalam grup dengan tujuan tertentu.
Para peneliti sosiometri di Indonesia mendefinisikan sosiometri
dengan berbagai penegrtian sebagai berikut:
a. Sosiometri adalah alat yang tepat untuk mengumpulkan data mengenai
hubungan-hubungan sosial dan tingkah laku sosial murid (Djumhur dan
Muh Surya, 1985)
b. Sosiometri adalah alat untuk meneliti struktur sosial dari suatu
kelompok individu berdasarkan penelaahan terhadap relasi sosial dan
status sosial dari masing-masing anggota kelompok yang bersangkutan
(Bimo Walgito, 1987)
c. Sosiometri adalah alat untuk dapat melihat bagaimana hubungan sosial
atau berteman seseorang (Bimo Walgito, 1987)
d. Sosiometrimerupakan suatu metode untuk memperoleh data tentang
hubungan sosial dalam suatu kelompok yang berukuran kecil sampai
sedang (10-50 orang) berdasarkan preferensi pribadi antara anggota-
anggota kelompok (W.S Winkel, 1985)
e. Sosiometri adalah suatu alat yang diperginakan untuk mengukur
hubungan sosial siswa dalam kelompok (Dewa Ketut Sukardi, 1983).
2. Tujuan Teknik Sosiometri
Tujuan dari teknik sosiometri adalah:
1. Mengassesment hubungan interpersonal; menggali data tentang pola
hubungan antar pribadi yang mengindikasikan kulaitas tertentu.
2. Mendeteksi perilaku sosial yang ‘incongruen’, sehingga kesehatan
mental individu dapat diindentifikasi. Termasuk dapat pula dipakai
sebagai salah satu sumber diagnosa kesulitan belajar dan berbagai
macam persoalan lain.
3. Syarat Pengoperasian Sosiometri
Syarat untuk melakukan metode sosiometri adalah:
a. Setiap anggota kelompok harus memahami situasi kriterium/aktivitas
khusus yang dijadikan ‘tema’ pengukuran sosiometrik. Untuk
membantu pemahaman semua anggota kelompok, pertanyaan
sosiometrik harus jelas dan aplikable, sehingga anggota dapat benar-
benar terlibat dalam pengukuran kualitas kelompok dengan teknik
sosiometri. Pengukuran ini memakai kriterium (aktivitas kelompok)
yang jelas dan familiar bagi anggota kelompok.
b. Anggota kelompok harus sudah saling mengenal sehingga dapat
merefleksikan sikap dan perasaan tertentu yang selama ini cenderung
dialami terhadap anggota kelompok. Semakin lama individu yang
diukur dengan sosiometri memiliki pengalaman berinteraksi dalam
kelompok, hasil pengukuran dengan sosiometri semakin bermakna
(berkualitas).
c. Semakin dewasa usia individu yang diukur dengan sosiometri hasilnya
akan cenderung semakin reliable (konsisten) dan valid (sesuai kriteria)
sebab semakin dewasa kecenderungan preferensi individu terhadap
sesuatu semakin menetap.
d. Anonim: yaitu hasil pilihan setiap orang tidak boleh diketahui oleh
anggota kelompok yang lain untuk menjaga kondisi psikologis anggota
kelompok. Jika individu tahu bahwa ia adalah orang yang terisolir atau
bahkan ditolak di kelompok, akan menimbulkan dampak psikolgis yang
buruk.
4. Bentuk Hubungan dalam Sosiometri
Berdasarkan hasil sosiogram dapat diperoleh beberapa bentuk
hubungan, yaitu:
a. Hubungan sosial segitiga, menggambarkan intensitas hubungan tiga
orang individu yang cukup kuat atau intim.
b. Hubungan sosial terpusat, menggambarkan tingkat popularitas
seorang individu dalam kelompoknya.
c. Hubungan sosial intim, menggambarkan hubunga beberapa orang
yang saling memilh satu dengan yang lain dengan intensitas hubungan
yang kuat.
d. Hubungan sosial berbentuk jala, menggambarkan pola relasi yang
bersifat menyeluruh di mana setiap anggota saling saling berelasi.
Bentuk hubungan ini memiliki intensitas yang kuat, seluruh kelompok
sebagai satu kesatuan yang sukar untuk dipisahkan dan ketidakhadiran
seseorang dalam kelompok tidak akan menyebabkan perpecahan atau
kerapuhan suatu kelompok.
e. Hubungan berbentuk rantai, menggambarkan pola hubungan searah
atau sepihak dan tidak menyeluruh. Intensits hubungan rendah,
sehingga relasi kelompok mudah rapuh.
5. Macam/Jenis Angket Sosiometri
a. Nominatif
Pada tipe ini kepada setiap individu dalam kelompok
ditanyakan, siapa-siapa kawan yang disenangi/tidak disenangi untuk
diajak melakukan suatu aktivitas tertentu. Pilihan harus ditulis
berurutan dari pilihan pertama (paling disenangi), pilihan kedua,
ketiga,dst. Pilihan pertama diberi skor 3, kedua diberi skor 2, ketiga
diberi skor 1.
Hasil pengukuran angket sosiometri nominatif diperoleh data
sebagai berikut:
1) Luas tidaknya hubungan sosial seseorang berdasarkan sedikit
banyaknya mendapat pilihan dari teman-temannya.
2) Intensitas hubungan seseorang berdasarkan nomor urutan pilihan
yang ditujukan padanya.
3) Struktur hubungan yang terjadi dalam kelompok (sosiogram)
4) Status hubungan (analisis indeks) pemilihan, penolakan, atau status
pemilihan dan penolakan.
b. Skala bertingkat
Pada tipe skala bertingkat, disediakan sejumlah pernyataan yang
disusun bertingkat, dari pernyataan yang menyatakan hubungan paling
dekat, sampai hubungan paling jauh. Pada setiap pernyataan, individu
diminta menuliskan nama salah seorang teman nya sesuai jarak
hubungannya. Pilihan pertama diberi skor 2, kedua skor 1, ketiga skor
0, keempat skor -1, kelima skor -2. Hasilnya diperoleh gambaran status
hubungan sosial setiap individu.
c. Siapa Dia
Tipe sosiometri siapa dia, disediakan pernyataan tentang sifat-
sifat individu. Sebagai pernyataan mengungkapkan sifat positif dan
sebagian negatif. Setiap anggota diminta memilih kawannya yang
memiliki sifat yang cocok dengan pernyataan tersebut. Setiap individu
dapat memilih lebih dari satu orang. Pilhan item (+) mendapat skor 1,
item (-) mendapat skor -1.
6. Kelebihan dan Kekurangan Sosiometri
a. Kelebihan dari sosiometri adalah:
1) Konselor memiliki peluang untuk memahami bentuk hubungan sosial yang
terjadi antara peserta didik yang dibimbingnya, dengan melihat bagaimana
frekuensi hubungan yang terjadi, bagaimana intensitas atau kedalaman
hubungan yang terjadi, bagaimana posisi popularitas peserta didik dalam
kelompoknya, maupun bagaimana posisi peserta didik yang terisolasi.
2) Informasi tentang fungsi individu dalam kelompok yang dihasilkan oleh
sosiometri objektif sebab bersumber dari banyak individu.
3) Dengan memanfaatkan hasil sosiometri, konselor memiliki peluang untuk
melakukan beberapa proses bimbingan untuk memperbaiki hubungan
peserta didik dalam kelompoknya antara lain :
a) Memperbaiki struktur hubungan sosial kelompok.
b) Memperbaiki penyesuaian sosial individu.
c) Mempelajari akibat proses pendidikan disekolah terhadap hubungan
sosial peserta didik.
d) Mempelajari mutu kepemimpinan dala berbagai situasi.
e) Menemukan norma pergaulan antara peserta didik yang diinginkan
dalam kelompok.
b. Kekurangan dari sosiometri adalah:
1) Hanya dapat diterapkan pada kelompok peserta didik yang sudah saling
mengenal dalam waktu yang cukup lama.
2) Akurasi data penggunaan sosiometri yang sesuai tujuan sangat ditentukan
oleh kemampuan guru pembimbing dalam menyusun angket sosiometri.
3) Peserta didik tidak mudah untuk menetapkan pilihan teman, menetapkan
intensitas hubungan yang selama ini terjadi, maupun saat menetapkan
kriteria pribadi/sifat-sifat anggota kelompok dikelasnya. Mengingat peserta
didik umumnya cenderung memilih anggota kelompok bukan atas dasar
pertimbangan dengan siapa mereka berhasil dalam melakukan kegiatan
dlm kelompok, melainkan lebih didasarkanpada pertimbangan rasa simpati
dan rasa antisipasi.
7. Peran dan Fungsi Konselor
Pada proses asesmen menggunakan sosiometri, konselor memiliki peran
dan fungsi sebagai :
a. Perencana, yaitu mulai dari menetapkan tujuan pelaksanaan asesmen,
pembuatan angket sosiometri, menetapkan peserta didik sebagai sasaran
asesmen, dan membuat suatu layanan asesmen sosiometri.
b. Pelaksana, yaitu memberikan verbal setting (menjelaskan tujuan, manfaat, dan
kerahasiaan data), memandu peserta didik dalam cara mengerjakan sehingga
dapat dipastikan seluruh peserta didik mengisinya dengan benar.
c. Melakukan pengolahan mulai dari membuat tabulasi, sosiogram, mengitung
indeks pemilihan, hingga melakukan analisis hasil.
d. Melakukan tindak lanjut dari hasil asesmen dengan membuat program layanan
bimbingan dan konseling yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi peserta
didik.

B. Skala
Skala pengukuran merupakan seperangkat aturan yang diperlukan untuk
mengkuantitatifkan data dari pengukuran suatu variable. Dalam melakukan analisis
statistik, perbedaan jenis data sangat berpengaruh terhadap pemilihan model atau alat
uji statistik.Tidak sembarangan jenis data dapat digunakan oleh alat uji tertentu.
Macam-macam skala pengukuran dapat berupa skala nominal, ordinal, interval dan
ratio.
1. Skala Nominal..
Pengukuran dengan skala nominal merupakan tingkat mengkategorikan,
memberi nama dan menghitung fakta-fakta dari obyek yang diteliti. Dimana angka
yang diberikan pada obyek hanya mempunyai arti sebagai label saja dan tidak
menunjukkan tingkatan yang berarti. Contoh, kita dapat menempatkan individu
untuk kategori seperti laki-laki dan perempuan tergantung pada jenis kelamin
mereka, atau kecerdasan dengan kategori tinggi dan rendah berdasarkan nilai
intelijen.
2. Skala Ordinal
Skala (ukuran) ordinal adalah skala yang merupakan tingkat ukuran kedua,
yang berjenjang sesuatu yang menjadi ‘lebih’ atau ‘kurang’ dari yang lainnya.
Ukuran ini digunakan untuk mengurutkan objek dari yang terendah hingga
tertinggi dan sebaliknya yang berarti peneliti sudah melakukan pengukuran
terhadap variable yang diteliti. Contohnya adalah: A lebih besar atau lebih baik
dari pada B, B lebih besar dari atau lebih baik dari daripada C, dan seterusnya.
Hubungan tersebut ditunjuk oleh simbol ‘>’ yang berarti ‘Lebih besar dari’
mengacu pada atribut tertentu. Kita bisa melanjutkan dengan latihan sebelumnya
untuk membuatnya lebih jelas. Perlu diingat bahwa hubungan antara kedua
peringkat adalah tidak bisa di gambarkan secara rinci bahwa nilai A adalah dua kali
lipat dari B atau A empat kali lipat dari C.
3. Skala Interval
Merupakan tingkat pengukuran ke tiga, dimana pemberian angka pada set
objek yang memilih sifat ordinal, ditambah dengan satu sifat yang lain, yakni
memberikan nilai absolute pada data/objek yang akan diukur. Ukuran rasio ini
mempunyai nilai nol (0) absolute (tidak ada nilainya). Contoh Interval adalah
timbangan seperti skala Fahrenheit dan IQ.
4. Skala Rasio
Merupakan tingkat pengukuran tertinggi, dimana ukuran ini mencakup
semua persyaratan pada ketiga jenis ukuran sebelumnya, ditambah dengan satu
sifat yang lain, yakni ukuran ini memberikan nilai absolute pada data/objek yang
akan diukur. Ukuran rasio ini mempunyai nilai nol (0). Contoh : penghasilan
pegawai 0 (berarti pegawai itu tidak menerima uang sedikitpun).
Sebuah bentuk skala akan mengingatkan kita pada alat ukur termometer,
penggaris, atau mungkin dipandang sebagai satu item pengukuran, seperti dalam
skala Likert. Hal ini menjadikan skala sebagai cara untuk mengukur secara
sistematis yang ditetapkan berdasarkan skor atau nilai pada skala yang dipilih.
Meskipun sejumlah skala yang ada dapat dibuat untuk mengukur atribut orang,
benda, peristiwa, dan sebagainya, semua skala memiliki empat tipe dasar yaitu:
Nominal, Ordinal, Interval dan Rasio.
Skala ini sebenarnya merupakan empat hirarki prosedur pengukuran,
terendah dalam hirarki adalah skala nominal dan yang tertinggi adalah skala
pengukuran ratio. Itulah sebabnya ‘Tingkat pengukuran’ ini telah digunakan oleh
beberapa sarjana dalam pembuatan dan penggunaan skala pengukuran.
KEPUSTAKAAN

Djumhur dan Moh Surya. 1985. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung:
Ilmu.
Sukardi, Dewa Ketut. 1983. Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di
Sekolah. Surabaya: Usaha Nasional.
Walgito, Bimo. 1987. Psikologi Sosial. Yogyakarta: UGM
Winkel, W.S. 1985. Bimbingan dan Konseling di Sekolah Mengengah. Jakarta:
Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai