Anda di halaman 1dari 18

Kelas A Etanol-Air pada variasi 7 temperatur yang

1. Kelompok 1: Orde Reaksi Dipengaruhi Suhu berbeda

“Efek Suhu terhadap Laju Reaksi dari Plasma


Albumin dengan Formaldehid dalam Larutan Air
dan Campuran Etanol-Air”

- Hasil eksperimen Orde pertama dan kedua


dari Formaldehid dengan reaksi albumin
Tabel dan Gambar → hasil konstanta laju orde
plasma pada suhu berbeda dalam sistem air
kedua untuk reaksi dalam campuran etanol-air.
Terjadi penurunan konstanta laju secara
bertahap dengan peningkatan suhu seperti pada
media air yang disebabkan oleh efek pelarut dan
- Plot Linear Erying: log (k2/T) vs 1/T denaturasi substrat albumin plasma sebagai respon
reaksi.

Kecilnya nilai Ea (0,723 kJ.mol-1)


dan ΔH҂ (-1,715 kJ.mol-1) serta
besarnya nilai ΔG҂ (61,180 kJ.mol-1)
→ reaksi tidak spontan dalam
campuran etanol-air pada kisaran
- Hasil eksperimen konstanta orde pertama suhu yang dipertimbangkan dan pada
dan kedua konsentrasi formaldehida. Nilai
negatif ΔS҂ → reaksi kompatibel
dengan mekanisme asosiatif dalam
hal ini reaksi cross-linking atau
reaksi pengikatan.

- Hasilnya: laju orde kedua konstan, tidak Simpulan:

seperti kebanyakan pada kebanyakan reaksi


Efek suhu terhadap orde reaksi→ konstanta laju
dimana laju meningkat dengan adanya suhu orde dua.
- Nilai Ea dihitung dari plot Erying, hasilnya
negatif Konstanta laju reaksi menurun dengan
meningkatnya suhu. Maka reaksi tersebut tidak
- Kombinasi Erying Plots dari 1/T vs logk2/T
cocok ada suhu tinggi dalam air
dalam 1%, 5%, 15% b dan 20% Campuran
Hasil dari parameter termodinamika di kedua
media menunjukkan nilai negatif Ea dan ΔH yang
kecil dan ΔG҂ positif yang besar yang
menunjukkan bahwa reaksi tidak spontan

Reaksi dengan Ea negatif → barrierless, di mana


reaksi berlangsung bergantung pada penangkapan
molekul dalam potential well

Grafik
2. Kelompok 2: Orde Reaksi DIpengaruhi ini menunjukkan bahwa konstanta laju degradasi
Buffer dalam buffer yang mengandung 2 molal sukrosa
lebih rendah daripada reaksi dalam buffer saja
“Kinetika reaksi katalis asam-basa (degradasi atau buffer yang mengandung 2 molal gliserol.
aspartam) yang dipengaruhi perubahan pH buffer Karena larutan sukrosa dan gliserol memiliki
dan nilai pKa oleh induksi Poliol” aktivitas air yang sama yaitu 0,95, penurunan
aktivitas air bukan penyebab peningkatan
a. Plot pseudo-1st-order untuk degradasi
stabilitas dari penambahan sukrosa.
aspartam dalam buffer fosfat, dengan dan
tanpa penambahan poliol. c. Laju konstanta pseudo-1st-order untuk
degradasi aspartam dalam berbagai larutan
buffer fosfat 0,1 M sebagai fungsi dari pH
asli setelah penambahan poliol

degradasi aspartam dalam buffer fosfat dapat


dikurangi dengan menambahkan sukrosa, tetapi
tidak dengan penambahan gliserol.

efek penurunan pH yang terkait dengan sukrosa


b. Laju konstanta pseudo-1st-order untuk
yang ditambahkan ke buffer fosfat memang
degradasi aspartam dalam berbagai larutan
mempengaruhi kinetika reaksi yang dikatalisis
buffer fosfat 0,1 M sebagai fungsi dari pH
asam-basa.
asli sebelum penambahan poliol
Simpulan: sukrosa nonionik dapat mempengaruhi - Hasilnya yang HMP ukuran dropletnya lebih <
kinetika reaksi yang dikatalisis asam-basa dengan dari LMP, karena HMP sifat / kemampuan
mengubah nilai pKa, yang menyebabkan pH emulsifikasinya lebih tinggi.
buffer berubah serta jumlah relatif dari jenis - Zein sapat meningkatkan sifat pengemulsi
buffer. Efek potensial ini harus dikenali selama dari emulsi o/w yang distabilkan HMP
pengembangan produk sehingga formulasi dapat
- Zeta potensial sebelum dan sesudah
disesuaikan untuk stabilitas produk yang optimal.
melewati homogenisasi tekanan tinggi tidak

Aspartam, yang terdiri dari asam amino, juga berbeda secara signifikan ➝ muatan emulsi
dapat bereaksi dengan gliserol untuk permukaan masih sama
menyebabkan degradasi lebih cepat. - Stabilitas fisik emulsi dilihat dari indeks
creaming
- Hasilnya setelah melewati homogenizer
3. Kelompok 3: Pengaruh Proses Pembuatan
tekanan tinggi lalu disentrif atau diuji siklus
(Manufaktur) pada Sediaan Semisolid
suhu: index creaming LMP > dari HMP

“Pengaruh homogenisasi tekanan tinggi pada


4. Kelompok 4: Pengaruh Proses Pembuatan
stabilitas emulsi yang mengandung zein dan
pada Sediaan Solid
pektin”
a. Kualitas Fisik Tablet

Tujuan: lihat efek homogenisasi tekanan tinggi


pada ukuran droplet dan stabilitas fisik dari
formula emulsi yang berbeda-beda. Sebelum
diberi perlakuan homogenisasi dan sesudah, diuji
stabilitasnya dengan stress lingkungan yaitu suhu tablet inti maupun tablet salut memenuhi
4oC/40oC (6 siklus) dan sentrif 3000 rpm 10 menit. persyaratan kualitas fisik tablet dan kadar katekin
dalam tablet (sesuai dengan syarat Farmakope
- Homogenisasi tekanan ↑ dapat ↓ ukuran Indonesia), menggambarkan bahwa eksipien yang
tetes menjadi < 1 μm & dapat ↑ daya tahan digunakan dalam pembuatan tablet inti dan tablet
emulsi dengan mengurangi laju creaming. salut cukup optimal dalam membentuk massa
Memberikan hasil distribusi partikel yang tablet dengan kualitas yang baik.

lebih baik.
b. Uji STabilitas
- Formula emulsinya ada dua: (1) pake HMP
(high methoxy pectin) dan (2) LMP (low
methoxy pectin)
seluruh tablet mengalami penurunan kadar hingga
waktu ke 6 bulan. Namun, diantara keseluruhan
tablet, tablet dengan konsentrasi penyalut yang
k = laju degradasi konstan
tinggi menunjukkan penurunan kadar yang lebih
A = faktor frekuensi
rendah diantara tablet lain. Sehingga, hal ini
Ea = energi aktivasi
menunjukkan bahwa proses penyalutan
R = konstanta gas (1,987)
berpengaruh terhadap stabilitas kimia zat aktif.
T = suhu mutlak (K)
Pengujian stabilitas dilakukan pada kondisi
penyimpanan suhu 40 C dengan kelembaban 75%
+- 5% disesuaikan dengan iklim Indonesia dalam
zona iklim IV. Plot persamaan Arrhenius

Semua formula memenuhi persyaratan kandungan


zat aktif (katekin) yang dipersyaratkan sampai
bulan ke-6 setelah uji stabilitas dipercepat dengan
penurunan kadar (loss in potency) kurang dari 5%.
Melalui pengujian stabilitas dapat diketahui
penggunaan polimer plivinil alkohol sebagai
penyalut berfungsi untuk moisture barrier
yang dapat mencegah difusi air atau uap air
- Kinetika Reaksi Pseudo-orde pertama
masuk ke dalam tablet, mekanismenya polimer
akan mengabsorpsi air kemudian diikat dengan
ikatan hidrogen.

Simpulan: Makin meningkatnya kadar salut


menunjukkan loss in potency yang menurun →
penyalutan tablet dapat mengurangi loss in
potency. Selain itu, penyalutan juga dapat
mempengaruhi fisik tablet, di antaranya kekerasan
dan waktu hancur.

5. Kelompok 5: Orde Reaksi Dipengaruhi pH


- Energi aktivasi = m (slope) x R (8,314)

“Evaluasi Degradasi Kinetik dan Stabilitas - Shelf-life

Fisikokimia dari Tenofovir”

- Plot Arrhenius
Kelas B
1. Kelompok 1 : Kinetika Isotermal

Gambar : 6 tingkat pemanasan


DSC(Differential Scanning Calorimeter)
secara kontinu suhu puncak eksotermik
tunggal = Kristalisasi
Data Dari kurva DSC Isotermal
Menunjukan bahwa Waktu untuk a. Plot 𝛂 terhadap T (Kelvin)
mencapai panas maksimum menurun dengan
meningkatkan suhu isotermal.

Astagfirullah ini skip aja we, dibaca 5x


balikan ga ngerti takut malah bikin
bingung ah :(
2. Kelompok 2 : Kinetics Study on Non-
Isothermal Crystallization of the Metallic
Co43Fe20Ta5.5B31.5Glass

a : menunjukkan terjadinya nukleasi


b : menunjukkan pertumbuhan inti dengan kemudian nilai Ec (α) menurun secara drastis
peningkatan kecepatan reaksi sebagai perluasan dalam proses kristalisasi dan nilai akhir mencapai
area nukleasi 217,7 KJ mol − 1 pada α = 99%.
c : menunjukkan penurunan perluasan area
sebagai dampak koalesen atau penggabungan inti c. Metode Suri˜nach

b. Metode Ozawa’s isoconversion

Menunjukkan representasi Surin masing-


masing untuk kristalisasi logam Co43 Fe20 Ta5.5
B31.5 di bawah kondisi eksperimental yang
berbeda. Untuk laju pemanasan 5 <β <20 K min −

Memperlihatkan adanya hubungan Ec (α) 1, kristalisasi dimulai dengan kinetika mirip JMA

dengan α untuk kristalisasi Co43 Fe20 Ta5.5 yang memiliki eksponen JMA n = 6,8 untuk α

B31.5 dimana ada kesesuian dengan rentang laju <4,8%; kemudian, nilai n berkurang menjadi 6

pemanasan. Laju pemanasan memiliki pengaruh untuk kisaran 4,8 <α <24,8% dan 1,5 untuk 26,1

signifikan terhadap variasi Ec (α) dengan α. <α <45% eksperimental berubah mengikuti garis

Ketika laju pemanasan berkisar antara 5 lurus teoretis seperti NGG dengan eksponen NGG

dan 20 K min − 1 kristalisasi berlangsung, Ec (α) m = 0,38 untuk 45 <α <97%.

secara bertahap berkurang dengan fraksi volume Sedangkan untuk laju pemanasan 25 <β

yang dikristalisasi melebihi 25% dan mencapai <65Kmin − 1, kristalisasi mengikuti mode kinetik

nilai 334,19 KJ mol − 1 di hasil akhir. Sedangkan seperti JMA dengan eksponen JMA menurun dari

ketika tingkat pemanasan berada dalam kisaran 4,3 menjadi 1,5 pada tahap kristalisasi awal (α

25–65 K min − 1, Ec (α) terus meningkat pada <23,4%).

tahap kristalisasi awal dan mencapai nilai


maksimum 499,63 KJ mol − 1 pada α = 2%, KESIMPULAN :
1. Tingkat pemanasan memiliki pengaruh
yang signifikan pada bentuk kurva DSC
2. Energi aktivasi untuk kristalisasi kaca
Co43Fe20Ta5.5B31.5 ditentukan pada
594.8, 581.4, and 506.1 KJ mol−1 dengan
tingkat pemanasan 5, 10, 15, and 20
Kmin−1 dengan metode Kissinger peak,
Ozawa peak, and Ozawa’s isoconversional,
Suri˜nach
Analisis Koefisien Regresi linier (r)
3. Mekanisme kristalisasi menggunakan
menunjukan degradasi fenofibrat sebagai reaksi
JMA-like dan the NGG-like modes
orde pertama
4. Nilai NGG-like modes m = 0.5
k 323 K = 0.148797926
k 333K = 0.181610946
3. Kelompok 3 : Pengaruh Proses Yang
k 343K = 0.381299703
Mengubah Nilai Konstanta Reaksi
k 353K = 0.591997704
berdasarkan Suhu
k 298 K = 0.031406672
Tujuan : Mengevaluasi stabilitas intrinsik obat-
T90 = 3.34 jam
obatan golongan fibrat pada stress condition
Persamaan Arrhenius = log k x 1/T.
Mempelajari degradasi kinetik dari obat-obatan
Slope : Persamaan Ea (2,303 × R)-1, sebelum,
tersebut yang sangat rentan terhadap reaksi
memungkinkan untuk menghitung energi aktivasi
kimia
sehingga didapatkan Ea = 455.14 J mol-1 untuk
reaksi degradasi fenofibrate.

Hasil Tablet FenoFibrat

Grafik hubungan suhu dan konstanta laju


degradasi pada fenofibrat.
Untuk citrofibrat sama orde pertamadengan
energi aktivasi sebesar 370.88 J mol-1 untuk
reaksi degradasi ciprofibrate
Simpulan : Fenofibrat dan citrofibrat memiliki
stabilitas yang rendah yang dipengaruhi oleh
adanya suhu dan pH.

4. Kelompok 4 : Pengaruh katalis terhadap


perubahan nilai K

Ion-exchanged Catalyzed reaction; Penelitian


dilakukan dengan reaksi esterifikasi asam laktat
dengan etanol dan hidrolisis etil laktat dengan
Amberlyst 15 sebagai katalisator. Diteliti
berdasarkan pengaruh suhu, Catalyst loading,
dan rasio molar reaktan awal.

Grafik jumlah katalis yang dimasukkan


divariasikan yaitu dari 1.1;2.5;6 wt%.

Pada grafik EL maupun HE menunjukkan grafik


laju reaksi meningkat seiring dengan banyaknya
jumlah katalis yang ditambahkan.

Grafik Suhu : menunjukkan Esterifikasi Asam


Lactat (EL) maupun Hidrolisis Etil Laktat (HE)
menunjukkan laju reaksi meningkat seiring
dengan meningkatnya temperature.
5. Kelompok 5 : Accelerated Stability
Testing of Pharmaceutical Products
Produk ditekankan pada beberapa suhu
tinggi (lebih hangat dari sekitar) dan jumlah input
panas yang diperlukan untuk menyebabkan
kegagalan produk ditentukan.
Dalam pengujian stabilitas yang
dipercepat sampel dikenai tekanan, didinginkan
setelah diberi tekanan, dan kemudian diuji secara
bersamaan.
Konsep pengujian stabilitas dipercepat
didasarkan pada persamaan Arrhenius (1) dan
persamaan Arrhenius yang dimodifikasi

Variasi molaritas untuk etanol ke asam laktat


K = laju degradasi / s
pada reaksi ester adalah 0.5 sampai 6. Pada grafik
A = faktor frekuensi,
dapat dilihat kenaikan konversi kesetimbangan
∆E = energi aktivasi (kJ / mol),
meningkat yaitu dari variasi molaritas 1 (9%)
R=konstanta gas universal (0,00831 kJ /
menuju 6 (35%).
mol),
T = suhu absolut

k1 dan k2 adalah konstanta laju pada suhu


T1 dan T2 diekspresikan dalam derajat kelvin; Ea
adalah energi aktivasi; R adalah konstanta gas.
Protokol uji stabilitas meliputi :
- Batch
- Wadah dan kemasan
- Gambar disamping menunjukkan nilai k - Orientasi penyimpanan wadah
sebagai fungsi dari rasio molar reaktan - Waktu sampling
awal untuk esterifikasi asam laktat dengan - Rencana Sampling
etanol - Kondisi penyimpanan
- Rasio molar reaktan awal memiliki - Parameter uji
pengaruh signifikan terhadap nilai k
- Metode uji
- Kriteria penerimaan
Zona Iklim Uji Stabilitas

Kelas C
1. Kelompok 1: Stabilitas Stres

Waktu Pengambilan Sampel

Pengujian stres dievaluasi secara


retrospektif dengan membandingkan pola
degradasi yang diperoleh selama
Kondisi Penyimpanan
penyimpanan real-time dalam studi
stabilitas regulasi produk yang dipasarkan.
Empat produk dari perusahaan A, B, C, D
dibandingkan.
Senyawa uji dari Perusahaan A
menunjukkan semua produk degradasi
yang diamati dalam studi stabilitas
regulasi mudah terdeteksi dibawah
kondisi stres dari protokol pengujian stres
generik yang diusulkan. Produk degradasi pengotor, yang tidak relevan untuk
1, 2 3 relevan sampel akhir masa simpan.
Senyawa uji dari Perusahaan B 2. Kelompok 2: Perbandingan Stabilitas
menunjukkan bahwa produk degradasi Dipercepat dan Stabilitas Jangka Panjang
yang relevan mudah dibentuk dalam zat Stabilitas produk farmasi adalah
obat dengan beberapa tes dalam protokol kemampuan formulasi tertentu dalam
pengujian stres generik. Photostability wadah/sistem penutupan tertentu untuk
adalah kondisi yang paling relevan yang tetap dalam spesifikasi fisik, kimia,
diperlukan oleh ICH Q1B. mikrobiologis, toksikologis, pelindung dan
Senyawa uji dari Perusahaan C informasi.
menunjukkan produk degradasi 1 Kode dan judul yang dicakup dalam
terbentuk dibawah pengaruh kelembapan panduan ICH:
dan bahkan dalam kondisi jangka panjang
ketika rasio aktif terhadap eksipien lebih
buruk.
Senyawa uji dari Perusahaan D
menunjukkan produk degradasi 1 diamati
➢ Stabilitas Dipercepat
selama semua studi stabilitas jangka
Dalam pengujian stabilitas dipercepat,
panjang. Produk degradasi ini terbentuk
suatu produk ditekankan pada beberapa suhu
selama 3 bulan penyimpanan terbuka
tinggi (lebih hangat dari suhu sekitarya) dan
pada 40 derajat C dan 75% RH pH 7.
jumlah input panas yang diperlukan untuk
Produk degradasi 2 diamati pada suhu 30
menyebabkan degradasi produk. Informasi ini
dan 40 pada pH asam.
kemudian digunakan untuk memprediksi
Hasil dari studi stress stability test
umur simpan atau untuk membandingkan
digunakan untuk menilai zat obat dan
stabilitas relatif dan formulasi alternatif.
stabilitas produk obat, untuk memberikan
informasi tentang kemungkinan jalur
degradasi, dan untuk menunjukkan
kemampuan indikasi-stabilitas dari Empat zona iklim dapat dibedakan untuk

metode analitik yang digunakan. Kondisi tujuan pengujian stabilitas di seluruh dunia:

drastis cenderung menghasilkan degradasi


yang tidak relevan dalam sampel dan
dapat mengarah pada metode yang
dioptimalkan untuk pemisahan profil
Untuk produk dengan umur simpan yang Studi stabilitas dipercepat (Suhu: 40°C ±
ditentukan minimal 12 bulan, frekuensi 2, RH: 75% ± 5). Studi stabilitas longterm
pengujian pada kondisi penyimpanan jangka (Suhu: 25°C ± 2, RH: 60% ± 5) dilakukan

panjang harus setiap 3 bulan selama tahun sesuai pedoman ICH Q1A (R2).

pertama, setiap 6 bulan selama tahun kedua Stabilitas longterm dilakukan secara

dan setiap tahun sesudahnya sepanjang komparatif untuk mengevaluasi tingkat


degradasi nyata dibandingkan dengan kondisi
tangal kedaluwarsa umur simpan yang
yang dipercepat.
ditentukan.
Dalam hal kondisi penyimpanan
dipercepat, minimal tiga titik waktu, termasuk
titil awal dan akhir, misalnya, 0, 3 dan 6 bulan
direkomendasikan.
Hasil Pengujian Stabilitas Dipercepat

➢ Stabilitas Jangka Panjang


Pengujian stabilitas longterm biasanya
untuk durasi periode pengujian yang lebih
lama untuk memungkinkan terjadinya Hasil Pengujian Stabilitas Longterm
degradasi produk yang signifikan dalam Hingga didapatkan bahwa Rasayana

kondisi penyimpanan yang direkomendasikan. churna cocok pada kondisi dipercepat hingga

Periode pengujian tergantung pada penyimpanan 6 bulan, sedangkan hasil data


stabilitas real-time, Rasayana churna memiliki
stabilitas produk, semakin lama menunjukkan
stabilitas sangat baik hingga 1 tahun.
bahwa tidak ada degradasi yang terukur.
3. Kelompok 3: Metode Matrixing dan
Selama pengujian, data dikumpulkan pada
Bracketing
frekuensi yang sesuai dan interpretasi data
➢ Tipe Perubahan Minor, Moderate,
dapat ditingkatkan dengan memasukkan satu
Mayor
batch bahan referensi yang karakteristik
Minor adalah perubahan yang
kestabilannya telah ditetapkan.
memiliki potensi minimal untuk memiliki
➢ Contoh Pengujian Stabilitas Dipercepat
efek buruk pada identitas, kekuatan,
dan Jangka Panjang pada Formulasi
kualitas, kemurnian atau potensi produk
Ayurvedic (Rasayana Churna)
obat.
Moderat adalah perubahan yang
memliki potensi sedang untuk memiliki
efek buruk pada identitas, kekuatan,
kualitas, kemurnian atau potensi produk
➢ Ukuran Batch
obat.
Mayor adalah perubahan yang
memiliki potensi besar untuk memiliki
efek buruk pada identitas, kekuatan,
kualitas, kemurnian atau potensi produk
obat.
➢ Container/closure
➢ Perubahan Tempat

➢ Perubahan Formulasi
➢ Uji Stabilitas Metode Bracketing
Adanya perubahan minor, moderat
atau mayor dapat mempengaruhi
stabilitas produk, sehingga diperlukan uji
stabilitas salah satunya metode
bracketing.
➢ Penambahan New Strength Bracketing adalah desain jadwal
stabilitas sehingga hanya sampel pada
faktor-faktor desain tertentu yang
ekstrem, misalnya kekuatan, ukuran yang
diujikan pada semua titik waktu seperti
dalam desain penuh.
➢ Perubahan Proses Manufaktur Digunakan tablet glimepiride tablet
dan/atau Peralatan dengan empat dosis berbeda (1, 2, 3, 4
mg). Desain bracketing mengasumsikan
bahwa stabilitas setiap tingkat menengah
diwakili oleh stabilitas ekstrem yang diuji.
Dikembangkan tes stabilitas jangka
panjang dan dipercepat selama 6 bulan merepresentasikan stabilitas dari seluruh
dengan dosis ekstrem (1 mg dan 4 mg): sampel pada titik waktu tertentu.
Matrixing digunakan untuk sediaan:
● Kapsul dengan variasi kekuatan
sediaan, yang diproduksi dari
campuran serbuk obat yang sama

Diperoleh hasil uji berdasarkan ● Tablet dengan variasi kekutaan

kestabilan: sediaan, yang diproduksi dari suatu


campuran granulasi yang sama tetapi
bervariasi jumlahnya
● Larutan oral dengan kekuatan sediaan
yang bervariasi, dimana formulasinya
hanya berbeda pada eksipien
minornya saja (Misal: pewarna dan
perasa).
Tipe pengujian matrix:
Ketika hasil eksperimen dan prediksi
● Matrix dipercepat ⅔ : Hanya dapat
dievaluasi, ditemukan bahwa beberapa
diuji pada titik waktu menengah yang
temuan yang diprediksi berada diluar
didesain untuk dua dari 3 bets.
batas. Tetapi, ini bukan masalah terkait
Desain ini dapat diuji selama 18 bulan
pemodelan. Jika stabilitas salah satu dosis
pada semua bets.
tertinggi atau terendah ditemukan lebih
buruk dari dosis menengah, maka dapat
disimpulkan ada masalah terkait
pemodelan ● Matrix dipercepat ⅔ dengan banyak
➢ Uji Stabilitas Metode Matrixing kemasan: satu dosis dibagi dalam tiga
Mtrixing adalah salah satu bentuk kemasan dengan keseimbangan yang
desain schedule dalam proses studi dan sama dimana keseimbangan yaitu
pengujian stabilits obat. Dalam metode setiap bets telah diuji dua kali pada
ini, sebagian jumlah (subset) yang terpilih waktu tengah dan analisis dilakukan
dari jumlah total sampel akan diuji pada setelah 18 bulan.
satu titik waktu yang ditentukan. Pada titk
waktu berikutnya, sebagian jumlah
sampel lainnya juga akan diuji. Desain ini
menyatakan bahwa stabilitas dari tiap
subset sampel yang diuji sudah dapat
● Matrix dipercepat ⅔ dengan banyak ● Desain matrix uniform: Dilakukan
kemasan dan kekuatan: tiga dosis hanya pada bulan ke-12, 24, 36.
yang berbeda dibagi menjadi 9 subset Keuntungan: Lebih sederhana dengan
dengan tiap dosis terdiri dari 3 variabilitas slope garis regresi
kemasan. Setiap subset pada waktu berkurang.
tengah, diuji dua kali sedemikian Kekurangan: Permasalahan stabilitas
rupa hingga setiap bets telah diuji 6 mayor, sehingga model ini jarang
kali pada waktu tengah dan analisis digunakan.
selesai setelah 18 bulan. 4. Kelompok 4: Stabilitas Dipengaruhi
Eksipien
➢ Interaksi Eksipien Dengan Zat Aktif
● Direct Interaction
Adalah interaksi langsung ketika gugus
fungsi zat aktif bereaksi dengan gugus
fungsi eksipien sehingga menghasilkan

● Matrix dipercepat ⅓ : Pengujian ikatan antara 2 molekul. Umumnya terjadi

dikurangi dari ⅔ menjadi ⅓. Misalnya ketika obat yang memiliki gugus amina

satu dari 3 bets diuji pada waktu dengan laktosa sebagai eksipien.

tengah pada desain ⅓ waktu biasa. Contohnya: serangan nukleofilik dari


gugus amine (zat aktif) terhadap gugus
karbonil. Reaksi ini juga disebut sebagai
reaksi Maillard.

● Matrix dengan kombinasi bets,


kemasan dan kekuatan: Dilakukan ● Katalis
untuk kombinasi pengujian dengan Terjadi ketika eksipien berperan sebagai
banyak kemasan dan banyak dosis. katalis untuk meningkatkan laju degradasi
Untuk pengujian bets, hanya diambil molekul obat tetapi tidak membentuk
1 bagian dari kombinasi bets per ikatan yang lama sehingga menurunkan
dosis per kemasan. energi aktivasi pada reaksi. Contoh: zat
aktif Carvedilol dan 5aminosalicylic acid
berinteraksi dengan asam sitrat
membentuk ester sitrat.
● pH microenvironmental
Eksipien dengan gugus fungsi yang mudah ● Contoh-contoh eksipien dan
terionisasi bekerja sebagai perubah pH inkompatibilitasnya
dan dapat merubah pH dalam formula. 1. Laktosa
Contoh: counter ion dalam bentuk garam Inkompatibilitas dengan terjadinya
dapat mempengaruhi pH reaksi Maillard, reaksi kondensasi
microenvironmental. Maka disarankan Claissen-Schmidt, serta menjadi katalis
penggunaan zat dengan karakteristik pKa dari reaksi hidrolisis.
yang sesuai. 2. Mikrokristalin Selulosa
➢ Contoh pengaruh Eksipien dengan Zat Inkompatibilitas dengan terjadinya
Aktif penyerapan air sehingga menghasilkan
● Interaksi Pengotor dengan Zat Aktif peningkatan reaksi
1. Peroksida hidrolisis, Reaksi Maillard dengan sisa
Polietilen glikol (PEG), povidone, glukosa, dan inkompatibilitas tidak
hidroksipropil selulosa, dan polisorbat spesifik karena kemampuan mikrokristalin
menghasilkan pengotor hidroperoksida selulosa untuk berikatan dengan
(HPO) yang bersifat radikal bebas dan hidrogen.
sangat reaktif. Cara mengatasinya 3. Starch
dilakukan dengan penggunaan silikat, Inkompatibilitas karena Aldehid dalam
enzim atau aditif melalui modifikasi kimia pati bereaksi dengan HCl, dan dapat
dari cross-linker. bereaksi dengan formaldehida sehingga
2. Asam dan Aldehid fungsinya sebagai disintegrant akan
Obat adefovir akan bereaksi dengan berkurang.
formaldehid membentuk ikatan dimer, 4. Asam Stearat
haloperidol bereaksi dengan laktosa Inkompatibilitas dengan logam hidroksida
membentuk produk kondensasi, serta dan agen pengoksidasi.
pada suhu dan kelembaban yang tinggi Asam stearat dapat mempengaruhi
PEG dapat terdegradasi membentuk hidrolisis zat aktif ketika degradasi
formaldehid dan asam format. Oleh tergantung pada pH dan zat aktif yang
karena itu penggunaan eksipien yang mengandung amina primer.
dapat berpengaruh harus dihindari. 5. Magnesium Stearat
3. Logam Inkompatibilitas dengan penggunaan
Diperlukan antioksidan, garam buffer, magnesium stearat yaitu dapat
ataupun penggunaan pelarut organik membentuk hidrat dengan air, bereaksi
untuk mencegah kontaminan logam. dengan ibuprofen, dapat mempercepat
degradasi secara hidrolitik.
KESIMPULAN: Eksipien yang ditambahkan ● Obat-eksipien
pada sediaan obat dapat berpengaruh
Eksipien seperti pati dan povidone
pada kestabilan obat baik secara fisika
memiliki kadar air yang tinggi yang dapat
maupun kimia. Eksipien akan berpengaruh
meningkatkan degradasi obat. Tingkat
dengan memberikan reaksi yang akan
kelembaban akan mempengaruhi
mengubah zat aktif atau sifat zat aktif
stabilitas tergantung pada seberapa kuat
tersebut melalui reaksi kimia maupun
itu terikat dan apakah itu dapat
bentuk sediaan tersebut yang berubah.
berinteraksi dengan obat.
Selain itu beberapa eksipien juga
memilikireaksi inkompabilitas dengan zat- ➢ Hidrolisis Zat Aktif dan Eksipien
zat tertentu sehingga perlu dihindari ● Eksipien Non-Polimerik
untuk berada dalam formula yang sama.
Hidrolisis eksipien dapat mengubah pH
2. Kelompok 5: Stabilitas Dipengaruhi
suatu larutan. Ketika hidrolisis eksipien
Kelembaban
ester terjadi, produk asam karboksilat
“Suatu bahan ketika mengalami
terbentuk sehingga menurunkan pH
penyerapan kelembaban dari lingkungan
lingkungannya. Hidrolisis eksipien dapat
akan mengubah karakteristik fisiknya
mengubah karakteristik fisik dan
seperti volume, titik didih, titik lebur dan
memberikan bau dan rasa yang tidak
yang lainnya”
menyenangkan pada formulasi.
➢ Permasalahan Stabilitas Dipengaruhi
Kelembaban ● Eksipien Polimerik
● Water-solid interaction
Contoh eksipien polimerik yang paling
Padatan amorf yang digunakan dalam rentan terhadap hidrolisis adalah eksipien
industri farmasi lebih higroskopis dan turunan selulosa, termasuk asetat
memiliki kecenderungan menyerap air. selulosa, HPMC/Hidroksipropil metil
Water-solid interaction dalam selulosa dan CAP/selulosa asetat-ftalat,
maltodekstrin amorf-crystalline sukrosa dipengaruhi oleh perubahan nilai
menjelaskan bahwa formulasi kelarutan dan viskositas akibat adanya
maltodekstrin amorf dengan kristal asam bebas dalam larutan dan berakhir
sukrosa peka terhadap campuran pada berubahnya profil pelepasan in-vivo
kelembaban, berpotensi menyebabkan obateksipien.
perubahan berbahaya dalam formulasi
jika kondisi penyimpanan tidak terkontrol Turunan non-selulosa, contohnya asam

secara memadai. alginat juga mengalami hidrolisis,


tepatnya terjadi reduksi berat molekul
akibat adanya pemutusan ikatan secara
hidrolitik. Cara yang biasa digunakan
untuk mengatasi adanya hidrolisis
terhadap eksipien adalah dengan
penambahan kopolimer seperti
PLGA/poliaktida-ko-glikolida.

➢ Penanganan Untuk Mengatasi Hidrolisis


- Pengaturan pH
- Pembuatan suspensi
- Penggunaan larutan selain air
- Penggunaan surfaktan
- Liofilasi (proses penghilangan air)

Anda mungkin juga menyukai