Soal -Soal
A. Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat berkembang pesat, juga berpengaruh kuat
pada perkembangan tafsir al-Qur‟an. Banyak sekali kitab-kitab tafsir yang bermunculan
dengan keinginan untuk menjaga eksistensi al-Qur‟an sebagai pedoman kehidupan, dengan
cara menunjukkan sisi keistimewaannya. Salah satu keitimewaan al-Quran adalah banyaknya
kandungan ayat yang berisi tentang pengetahuan ilmiah. Salah satu tafsir yang isinya
didominasi dengan kandungan-kandungan serta teori-teori ilimiah adalah tafsir al-Jawahir fi
Tafsir al-Qur‟an al-Karim karya Syaikh Thanthawi Jauhari. Dalam makalah ini, kita akan
membahas tentang kitab tafsir tersebut, baik biografi mufassir, motivasi penafsiran, metode,
sumber serta corak tafsir tesebut, dan berbagai hal lain yang berkaitan d engan kitab tafsir
tersebut.
Adagium al-Qur’an shalihun li kulli zaman wa makan, berimplikasi kepada munculnya
pelbagai metode dan pendekatan di dalam memahami al-Qur’an. Munculnya berbagai metode
dan pendekatan tersebut tidak lain merupakan usaha (ijtihad) untuk menjadikan al-Qur’an
kontekstual, dinamis seiring dengan perkembangan zaman, sehingga al-Qur’an dapat
menjawab problem-problem kemanusiaan. Salah satu pendekatan yang digunakan di dalam
memahami al-Qur’an adalah pendekatan sains (saintific approach). Pendekatan sains adalah
pendekatan yang digunakan untuk memahami ayat-ayat al-Qur’an melalu perspektif sains
atau ilmu pengetahuan. Implikasi dari pendekatan ini akan melahirkan tafsir-tafsir yang
mengandung muatan sains atau ilmu pengetahuan, biasanya tafsir yang menggunakan
pendekatan sains masuk dalam kategori tafsir ilmi. 1
Terlepas dari kontroversi mengenai pendapat ulama mengenai tafsir ilmi, sejarah telah
membuktikan bahwa terdapat banyak mufassir yang menafsirkan al-Qur’an dengan
pendekatan sains atau ilmu pengetahuan. Dengan menggunakan pendekatan sains, para
1
. Abdul Mustaqim, Dinamika Sejaah Tafsir al-Qur’an, (Yogyakarta: Adab Press, 2012), hlm.136
1
mufassir ingin menunjukkan bahwa al-Qur’an sebenarnya selaras dengan ilmu pengetahuan,
bahkan al-Qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan. Salah satu mufassir yang mencoba
memahami al-Qur’an dengan perspektif sains adalah Tantawi Jauhari.
Tantawi Jauhari merupakan seorang intelektual dari Mesir. Kitabnya yang paling
monumental adalah “al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim”. Di dalam kitabnya ia
mengeksplorasi berbagai macam ilmu pengetahuan yang tekandung di dalam al-Qur’an.
Menurut Tantawi terdapat 750 ayat yang menjelaskan kandungan sains di dalam al-Qur’an.
Tantawi ingin membuktikan bahwa sebenarnya al-Qur’an sudah menjelaskan ilmu
pengetahuan sebelum bangsa barat membuat ilmu pengetahuan. Menurut penulis, kitab al-
Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim karya Tantawi Jauhari sangat menarik, karena memberi
warna baru dalam sejarah penafsiran al-Qur’an, mengingat pada era klasik dan pertengahan
penafsiran al-Qur’an selalu diwarnai dengan corak-corak normatif-ideologis. Adanya tafsir
yang bercorak ilmi, membuktikan bahwa al-Qur’an selaras dengan ilmu pengetahuan.
2
Tanthawi selalu mengatakan Islam adalah agama akal. Maksudnya, ilmu pengetahuan
sesuai dengan tuntunan Al Quran, la juga aktif mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
melalui surat-surat kabar dan majalah, serta menghadiri berbagai pertemuan ilmiah. Selain itu,
ia pun mendirikan lembaga pendidikan bahasa Inggris, supaya para pemuda Muslim dapat
memahami ilmu dari Barat dan pemikiran mereka. Ada dua bidang keilmuan yang
dipandangnya menjadi dasar untuk mencapai tingkat pengetahuan ilmiah, yaitu tafsir dan
fisika. Pengetahuan ini pulalah yang dijadikannya 'penangkal' kesalahpahaman orang yang
menuduh Islam menentang ilmu dan teknologi modern. Sebagai penulis, Tanthawi telah
menghabiskan umurnya untuk mengarang dan menerjemahkan buku-buku asing ke bahasa
Arab, sejak ia mulai menjadi guru hingga pensiun tahun 1930.
Ketika pecah Perang Dunia I (1914), Tanthawi banyak membangkitkan semangat
penduduk di sekitar Dar al-'Ulum untuk melawan Inggris, baik melalui tulisan maupun
ceramah atau khutbah, la juga tergabung dalam Partai Nasional yang dibentuk oleh Musthafa
Kamil. Selain itu ia membentuk kelompok mahasiswa yang diberinya nama 'al-Jam'iyah al-
Jawhariyah' (Organisasi Mutiara). Organisasi ini berpengaruh dalam menyebarkan rasa
kebangsaan dan martabat peradaban rakyat Mesir, khususnya di daerah Iskandariyah.
Tanthawi wafat pada 1940 M/1358 H, Posisi Tanthawi Para ilmuwan memberikan
ragam penilaian terhadap Tanthawi. Ada yang menyatakan, ia seorang sosiolog (hakim
ijtima’i) yang selalu memperhatikan kondisi umat. Pernyataan ini didasarkan pada dua karya
tulisnya: (1) Nahdlah al-Ummah wa Hayatuha (Kebangkitan dan Kehidupan Umat) yang
membahas sistem kehidupan sosial, kondisi umat Islam, ilmu dan peradaban, hubungan antara
dua peradaban umur dan barat yang mestinya saling menguntungkan. (2) Aina al-lnsan.
membahas tentang hubungan antara organisasi atau kelompok, masalah politik dan sistem
pemerintahan.
Selain itu Tanthawi juga banyak membahas tentang objek materi dan hukum alam,
sebagaimana terungkap dalam bukunya Nidzam al-'Alam wa al-Umam (Keteraturan Alam
Semesta dan Girl Bangsa-bangsa), membahas tentang dunia tumbuhan, hewan, manusia,
pertambangan, sistem ruang angkasa (Nidzam al-Samawat) fenomena kehidupan raja, politik
Islam, dan politik konvensional, terbit 1905.
Ia mengangkat dua ide besar yaitu: bahwa agama Islam merupakan agama f itrah,
relevan dengan rasio manusia dan penciptaan jasmani manusia (al-Jhiba' al-Basyariyah), dan
bahwa agama Islam kompatibel dengan hukum alam dan ilmu- ilmu modern. Peneliti lain
menempatkan Tanthawi pada posisi pakar keislaman yang menafsirkan Al Quran sesuai
dengan zaman modern (waktu itu).
Pernyataan ini terlihat jelas dalam kitab tafsirnya Al-Jawahir dan karya lainnya, yaitu
Al-Taj wa al-Murassha (Mahkota dan Mutiara), yang menjelaskan berbagai fenomena alam
serta membahas titik temu antara filsafat Yunani, ilmu modern dan teks Al Quran.
3
tokoh-tokoh pembaharu salah satunya adalah Muhammad Abduh. Bahkan Tantawi mengakui
ketertarikan beliau terhadap sistem pengajaran yang digunakan oleh Muhammad Abduh
terutama dalam bidang tafsir. Tak heran bimbingan dan motivasi yang senantiasa ditularkan
Muhammad Abduh kepada beliau membuka cakrawala pemikiran Tantawi Jauhari.
Setelah menamatkan studinya, Tantawi menjadi tenaga pengajar di Madrasah
Ibtidaiyyah dan Tsanawiyyah seperti di an-Nasriyyah di Ghiza dan al-Khadiwiyyah di Darb
al-Jamamiz. Di sela-sela mengajarnya, beliau mendapatkan kesempatan belajar bahasa Inggris
hingga beberapa waktu dan kemudian beliau mengajar di Dar al-Ulum. Kemudian pada tahun
1912 H, Tantawi diangkat menjadi dosen dalam mata kuliah filsafat Islam di al-Jami’ah al-
Misriyah. Selain itu, Tantawi juga mendirikan lembaga pendidikan bahasa Inggris dan aktif
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan baik lewat surat kabar atau majalah atau lewat
pertemuan ilmiah. Beliau sering diundang dalam mengisi seminar atau simposium tingkat
nasional dan internasional tentang Islam dan sains. Tantawi selalu berusaha memberikan
motivasi-motivasi yang membangun bagi masyarakat Mesir untuk mendirikan sekolah-
sekolah serta memperdalam agama dan ilmu-ilmu modern sebagai bukti bahwa Islam
menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan menganjurkan untuk mempelajarinya. 2
2
. Harun Nasution (ed), Ensiklopedi Islam di Indonesia, ( Jakarta : CV anda Utama, 1993 ), Jilid III, hlm.
1187
4
Alasan mendorong syaikh Tantowi Jauhari untuk mengarang kitab tafsir ini, ia sebutkan
sendiri dalam muqaddimahnya. Beliau mengatakan, “Sejak dahulu aku senang menyaksikan
keajaiban alam, mengagumi dan merindukan keindahannya, baik yang ada d i langit atau
kehebatan dan kesempurnaan yang ada di bumi. Perputaran atau revolusi matahari, perjalanan
bulan, bintang yang bersinar, awan yang berarak datang dan meghilang, kilat yang
menyambar seperti listrik yang membakar, barang tambang yang elok, tumbuhan yang
merambat, burung yang beterbangan, binatang buas yang berjalan, binatang ternak yang
digiring, hewan-hewan yang berlarian, mutiara yang berkilauan, ombak laut yang
menggulung, sinar yang menembus udara, malam yang gelap, matahari yang bersinar, dan
sebagainya.”
Beliau lebih memperhatikan ayat-ayat kauniyah.Dalam muqaddimahnya, lebih lanjut
beliau mengatakan alasan yang melatarbelakangi beliau dalam menulis tafsir ‘ilmiy ini.Beliau
menyatakan, "...di dalam karangan-karangan tersebut aku memasukkan ayat-ayat Al Quran
dengan keajaiban-keajaiban alam semesta; dan aku menjadikan wahyu Ilahiyah itu sesuai
dengan keajaiban-keajaiban penciptaan, hukum alam, munculnya bumi disebabkan cahaya
Tuhan-Nya.Maka aku meminta petunjuk (tawajjuh) kepada Tuhan yang Maha Agung agar
memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga aku dapat menafsirkan Al Quran dan
menjadikan segala disiplin ilmu sebagai bagian dari penafsiran serta penyempurnaan wahyu
Al Quran.”
Beliau merasa tidak puas ketika melihat kondisi umat Islam yang hanya fokus dalam
kajian fiqh atau tauhid dalam penafsirannya. Umat Islam pada masanya cenderung tidak
memerhatikan fenomena alam dan keilmuan lain selain fiqh dan tauhid. Beliau menginginkan
agar umat Islam tidak tertinggal dari orang-orang barat, dan agar umat Islam mau
memerhatikan alam semesta, yang dimana Allah pun telah menyuruh manusia agar
memerhatikan ayat-ayatnya dalam hal ini mengenai alam semesta. Sebagaimana yang beliau
katakan, “Ketika aku berfikir tentang keadaan umat Islam dan pendidikan-pendidikan agama,
maka aku menuliskan surat kepada para pemikir dan sebagian ulama-ulama besar tentang
makna-makna alam yang sering ditinggalkan dan tentang jalan keluarnya yang masih sering
dilalaikan dan dilupakan. Sebab sedikit sekali diantara para ulama yang memikirkan tentang
kejadian alam dan keajaiban-keajaiban yang melingkupinya.”
“Baru setelah saya memikirkan umat Islam dan pendidikan keagamaannya. Banyak para
ulama’-ulama’ terkemuka menolak makna-makna tersebut (keajaiban alam), sangat sedikit
sekali dari mereka yang memperhatikan dan berfikir mengenai penciptaan alam semesta dan
keajaiban-keajaibannya. Faktor-faktor itulah yang mendorong saya untuk menulis kitab ini,
dengan mengkompromikan ayat-ayat al-Qur’an dengan keajaiban-keajaiban alam. Saya
menjadikan ayat-ayat wahyu sesuai dengan keajaiban penciptaan dan hukum penciptaan.” 3
Selanjutnya, faktor lain yang memotivasi Tantawi untuk menulis tafsirnya adalah bahwa
menurut Tantawi terdapat 750 ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang ilmu pengetahuan
sementara ayat-ayat yang menjelaskan tentang fiqh hanya terdapat 150 ayat. Tantawi
mengajak umat Islam untuk bangkit dari keterpurukannya, Ia selalu membangkitkan semangat
umat Islam untuk selalu mempelajari ayat-ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan,
Tantawi mengatakan: “Wahai umat Islam, banyak ayat-ayat tentang fara’idh, yang kalian
tertarik untuk menjadikannya bagian dari ilmu berhitung. Akan tetapi kalian tidak peduli
3
Tantawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1350 H),
Juz I, hlm. 2
5
tehadap ayat-ayat tentang keajaiban-keajaiban dunia yang jumlahnya 750 ayat. Zaman ini
adalah zaman ilmu pengetahuan, zaman bersinanya cahaya Islam, zaman kebangkitan. Wahai
malangnya, mengapa kita tidak mengkaji ayat-ayat sains, ilmu yang tidak dikaji oleh
pendahulu kita sebagaimana yang mereka kaji pada ayat-ayat tentang warisan. Tetapi saya
berkata: “al-Hamdu lillah… al-Hamdu lillah ”. Sungguh kalian akan membaca tafsir ini yang
di dalamnya terkandung ringkasan-ringkasan ilmu pengetahuan. Mempelajarinya lebih utama
dari pada mempelajari ilmu fara’idh, karena imu fara’idh hukumnya fardlu kifayah.
Sedangkan ilmu ini merupakan bekal bagi kita untuk mengenal Allah (ma’rifat Allah), hukum
mempelajari ilmu ini adalah fardlu ‘ain bagi setiap orang yang mampu. 4
4
. Muhammad Husain ad-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, (ttt: 1976 M/ 1396 H), Jilid II, hlm. 507
5
. Abdul Mustaqim, Dinamika Sejaah Tafsir al-Qur’an, (Yogyakarta: Adab Press, 2012), hlm.136
6
. Tantawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1350 H),
Juz I, hlm. 26
7
. Tantawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1350 H),
Juz 2, hlm. 2.
6
- Mejelaskan munasabah antara suatu surat dengan surat yang sebelumnya. Sebelum
menafsirkan satu surat lengkap, Tantawi menjelaskan munasabah antara surat tersebut
dengan surat sebelumnya. Misalnya dalam surat al-Imran, sebelum menafsirkan surat al-
Imran, ia menjelaskan munasabah antara surat al-Imran dengan surat al-Baqarah. Ia
menjelaskan bahwa surat al-Imran merupakan penyempurna dari surat al-Baqarah. Lafad
“al-Baqarah” menunjukkan sapinya Bani Isra’il yang disembelih untuk mengungkap si
pembunuh. Sementara surat al-Imran adalah surat yang juga menjelaskan kisah Bani
Israil. Sebagaimana dijelaskan oleh Tantawi sebelumnya bahwa surat al-Baqarah
mengindikasikan periode sejarah Bani Israi’l. Pada awal surat al-Baqarah dijelaskan kisah
tentang Bani Israi’l ketika di Mesir dan ketika mereka pindah dari Mesir. Kemudian pada
bagian-bagian akhir surat al-Baqarah dijelaskan tentang kisah kerajaan mereka, yakni
sejak diperintah Thatlut, dawud dan Sulaiman. Setelah itu muncullah kisah mengenai Nabi
Isa. Kemudian datang surat al-Imran yang melanjutkan kisah Bani Isra’il, yakni
menjelaskan kisah tentang Maryam, Zakariya, Hanah, Yahya dan Isa. Kemudian diikuti
dengan penjelasan mengenai perdebatan ahli kitab dan nasihat bagi orang-orang mukmin
untuk tidak mengikutinya. 8
- Menjelaskan arti ayat secara global (ijmal). Sebelum menjelaskan kandungan-kandungan
sains dan ilmu pengetahuan pada suatu ayat tertentu, Tantawi terlebih dahulu menjelaskan
tentang arti atau tafsir dari ayat tersebut secara global. Misalya pada awal surat al-Baqarah
ayat 2: هُ دًى لِلْ ُمتَّقِينTantawi menjelaskannya secara global bahwa yang dimaksud dengan
ayat di atas adalah bahwa al-Qur’an merupakan petunjuk kebenaran dan dikhususkan
hanya kepada orang yang bertaqwa (muttaqin), karena hanya merekalah yang mengambil
manfaat dari al-Qur’an. 9
- Menjelaskan pembahasan-pembahasan ilmiah (sains), biasanya Tantawi menyebutnya
dengan “latha’if” atau “jawahir”. Misalnya ketika Tantawi menafsirkan surat al-Baqarah
ayat: 164, ia sampai menghabiskan 10 lembar untuk menjelaskan kandungan sains di
dalamnya. Salah satu kandnungan dalam ayat tersebut adalah tentang silih bergantinya
siang dan malam, ia mengatakan: “Silih bergantinya malam disebabkan oleh perubahan
garis lintang dan garis bujur, hal ini dikarenakan matahari pada saat terbit dan terbenam
datang dari timur menuju ke arah barat. Dan pada saat itulah terjadi pergantian antara
siang dan malam yang menakjubkan. Ketika matahari terbit atau terbenam di daerah Mesir
pertama kali misalnya, maka kejadian semacam itu akan juga terjadi di Maroko, kemudian
belahan Amerika menjadi gelap (malam), begitu juga di daerah timur seperti India dan
Cina. Dan setiap perputaran 360 derajat terbagi atas garis lintang dan garis bujur. Garis
lintang adalah garis yang menghubungkan antara bagian timur dan barat. Sedangkan garis
bujur dihitung dari garis katulistiwa sampai dua kutub (utara dan selatan)…………” 10
- Memberi ilustrasi berupa gambar-gambar tumbuhan, binatang, anatomi hewan, tabel
ilmiah, yang dimaksudkan agar pembaca dapat memahami apa yang ia jelaskan dalam
8
. Tantawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1350 H),
Juz 2, hlm. 4
9
. Tantawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1350 H),
Juz I, hlm. 27
10
. Tantawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi, 1350 H),
Juz I, hlm. 140.
7
tafsirnya. Misalnya ketika menjelaskan mengenai pergantian iklim bumi, Tantawi
menampilkan tabel hitung pergantian iklim. 11
I. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan beberapa hal:
- Motivasi Tantawi Jauhari di dalam menulis kitab tafsirnya tidak terlepas dari konteks
sosio-historis dimana ia hidup, ia hidup di Mesir pada abad ke-19 dimana pada saat itu
Mesir mengalami transformasi ke arah pembaharuan di segala bidang termasuk ilmu
pengetahuan. Selain itu dominasi kemajuan peradaban barat terhadap dunia Islam yang
mengalami kemunduran membuat Tantawi sadar bahwa umat Islam harus bangkit dari
keterpurukannya—merupakan sebuah kewajiban bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu
pengetahuan dan sains yang sebenarnya itu telah dijelaskan terlebih dahulu di dalam al-
Qur’an .
- Tafsir al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al- termasuk dalam kategori tafsir Karena di
dalamnya banyak diuraikan tentang sains dan ilmu pengetahuan. Sementara metode yang
digunakan dalam tafsir ini adalah metode tahlili (analitis). Karena Tantawi menjelaskan
ayat demi ayat sesuai dengan urutan mushaf utsmani secara detail khususnya pada ayat
yang mengandung indikasi sains (ayat-ayat kauniyah).
11
. Lihat Tantawi Jauhari, al-Jawahir fi Tafsiri al-Qur’an al-Karim, (Mesir: Mushtafa al-Babi al-Halabi,
1350 H), Juz I, hlm. 141.