Anda di halaman 1dari 3

PENGARUH TEKNOLOGI SPRAY DRYING PADA OLEORESIN JAHE

Tanaman jahe termasuk ke dalam famili Zingiberaceae. Tanaman ini


memiliki rimpang (rhizoma), bertulang daun menyirip atau sejajar, serta pelepah
daun yang saling membalut secara vertikal membentuk batang semu
(Tjitrosoepomo, 1994). Jahe dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan ukuran,
bentuk, dan warna rimpangnya yaitu jahe putih/kuning besar (jahe gajah atau jahe
badak), jahe putih kecil (jahe sunti), dan jahe merah (Paimin dan Murhananto,
1999). Jahe segar dan kering banyak digunakan sebagai pemberi aroma. Jahe
muda digunakan sebagai lalab, jahe asin, sirup, atau jahe kristal.

Rimpang jahe mengandung 1-3% minyak atsiri yang terdiri atas


fulandren, d-kamfen, zingiberen, dan zingiberon (Tjitrosoepomo, 1994). Menurut
Ketaren dan Djatmika (1978), dalam jahe terdapat dua macam minyak yaitu
minyak atsiri dan oleoresin. Jahe kering mengandung minyak atsiri sebanyak 1-3
persen. Komponen utamanya adalah zingiberene dan zingiberol, senyawa ini yang
menyebabkan jahe berbau harum, sifatnya mudah menguap dan didapatkan dari
cara destilasi. Selain itu, jahe juga mengandung oleoresin sebanyak 3-4 persen.
Komponen penyusunnya adalah gingerol, shogaol, dan resin. Senyawa-senyawa
tersebut yang menyebabkan rasa pedas pada jahe. Sifatnya tidak mudah menguap,
cara memperolehnya dengan proses ekstraksi.

Selain itu terdapat minyak atsiri sebanyak 1-3 persen. Komponen


utamanya adalah zingiberene dan zingiberol, senyawa ini yang menyebabkan jahe
berbau harum, sifatnya mudah menguap dan didapatkan dari cara destilasi. Selain
itu, jahe juga mengandung oleoresin sebanyak 3-4 persen. Komponen
penyusunnya adalah gingerol, shogaol, dan resin. Senyawa-senyawa tersebut
yang menyebabkan rasa pedas pada jahe. Sifatnya tidak mudah menguap, cara
memperolehnya dengan proses ekstraksi. Jahe juga memiliki zat antimikroba yang
bersifat bakterisidal (membunuh bakteri), bakteristatik (menghambat
pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang), fungistatik (menghambat
pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat germinasi spora bakteri)
(Gingerol dan shogaol mampu bertindak sebagai antioksidan primer terhadap
radikal lipida.

Nurcahyo (2009) menyebutkan bahwa aktivitas antimikroba jahe yang


sangat peka menghambat pertumbuhan Salmonella thypii (bakteri Gram negatif
penyebab tipus), Bacillus cereus, dan Staphilococcus aureus (bakteri Gram positif
penyebab gangguan pencernaan). Sebagai obat tradisional, jahe sering digunakan
untuk mengatasi influenza, batuk, luka lecet dan luka tikam, dan gigitan ular,
selain itu, jahe dapat digunakan sebagai obat penambah nafsu makan, memperkuat
lambung, dan memperbaiki pencernaan (Paimin dan Murhananto, 1999). Jahe
yang mengandung gingerol dapat dimanfaatkan sebagai obat antiinflamasi, obat
nyeri sendi dan otot karena reumatik, tonikum, serta obat batuk (Syukur, 2002).
Difokuskan pada artikel ini adalah salah satu senyawa sebagai zat
antimikroba adalah oleoresin, oleresin merupakan cairan kental berwarna kuning
dengan rasa pedas yang tajam, larut dalam alkohol dan petroleum eter, dan sedikit
larut dalam air. Oleoresin mengandung senyawa aktif gingerol yang apabila selah
melalui proses penyimpanan dan pengeringan dapat berubah menjadi shogaol.
Senyawa-senyawa kimia tersebut bekerja aktif untuk merusak membran luar dan
membran sitoplasma dinding sel bakteri.

Oleoresin diperoleh dengan cara mengekstrak hancuran rempah kering


dengan suatu pelarut dan memisahkan pelarutnya. Bentuk oleoresin berupa cairan
kental yang lengket dengan intensitas perisa yang sangat pekat (20-40 kali rempah
segar). Dalam bentuk oleoresin, perisa ditambahkan ke dalam formula makanan
dan minuman dalam konsentrasi yang sangat rendah (0,01- 0,05%) (Uhl, 2000).
Karakteristik tersebut menyebabkan sulitnya penanganan dan aplikasi oleoresin.
Untuk memudahkan penanganan dan pengaplikasiannya, oleoresin biasanya
dilarutkan dalam propilen glikol atau gliserol. Pengenceran tersebut, walaupun
sedikit memudahkan penanganannya, tidak memberikan solusi yang memadai.
Penanganan, pengemasan dan penyimpanan bahan cair tetap lebih sulit daripada
bahan padat. Selain itu, dalam keadaan terencerkan, pemakaian oleoresin menjadi
tidak fleksibel.

Untuk memudahkan penanganan dan pengaplikasiannya yang dimiliki


oleh jahe salah satunya senyawa oleoresin dibutuhkan suatu teknologi yang dapat
mengubah bentuk jahe menjadi ukuran lebih kecil agar konsumen dapat lebih
mudah mengonsumsinya, selain itu dapat memperpanjang umur simpan jahe.
Proses tersebut adalah dengan menggunakan teknologi spray drying pada proses
pengeringannya. Menurut Anonim (2009) Proses Drying atau pengeringan
merupakan usaha untuk menghilangkan sebagian kandungan air dalam suatu
materi, dengan begitu massanya akan berkurang, dan jika digunakan pada industri
makanan, produk yang dihasilkan dari proses drying akan lebih awet/tahan lama
karena bakteri yang membutuhkan air untuk hidup menjadi tidak mungkin
berkembang pada makanan. Produk dengan masa simpan yang lebih lama akan
mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi. Keunggulan dari proses spray
drying adalah dapat menghasilkan produk yang bermutu tinggi, tingkat kerusakan
gizi rendah serta perubahan warna, bau dan rasa dapat diminimalisi (Anonim,
2009).

Suhu spray drying dapat mempengaruhi struktur mikrokapsul.


Ketidaksesuaian antara bahan pengkapsul dan suhu spray drying dapat
mengakibatkan adanya retakan pada dinding kapsul yang dapat mengakibatkan
kebocoran dan menurunkan retensi bahan aktif. Beberapa penelitian dengan
oleoresin menyebutkan suhu inlet dan outlet spray drying masing-masing 160-178
dan 110-120°C (Krishnan et al., 2005; Vaidya et al., 2006; Shaikh et al., 2006).
Berdasarkan penelitian (Pramitasari, 2010) dalam penelitian penambahan
ekstrak jahe (zingiber officinale rosc.) dalam pembuatan susu kedelai bubuk
instan dengan metode spray drying. Pada penelitian ini metode pengeringan yang
digunakan adalah pengering semprot atau Spray drier dengan suhu 1100C.
Pengering semprot atau Spray drier mempunyai keunggulan yaitu dapat
menghasilkan produk yang bermutu tinggi, tingkat kerusakan gizi rendah serta
perubahan warna, bau dan rasa dapat diminimalisasi. Hal ini dikarenakan suhu
output spray drier yang relatif rendah. Teknologi ini cocok untuk produk yang
memiliki nilai ekonomi tinggi dan mudah mengalami kerusakan akibat panas,
seperti susu, sari buah, dan lain-lain (Prayogo, 2009).

Berdasarkan penelitian (Yuliani, 2007) pada penelitian oleoresin jahe


Mikroenkapsulasi oleoresin jahe dilakukan dengan menggunakan metode spray
drying. Dengan metode ini, oleoresin yang berwujud cairan kental
ditransformasikan menjadi bentuk bubuk kapsul. Kegiatan ini terdiri atas dua
tahap, yaitu tahap pembuatan emulsi dan pengeringan dengan spray drying.
Metode yang digunakan diadopsi dari metode mikroenkapsulasi untuk oleoresin
jahe, kayumanis, lada hitam dan kapulaga (Raghavan et al., 1990; Krishnan et al.,
2005; Vaidya et al., 2006; Shaikh et al., 2006). Bahan pengkapsul disuspensikan
ke dalam akuades untuk mendapatkan suspensi dengan total padatan 20% lalu
dihidrasi semalam. Oleoresin (10%) diemulsikan ke dalam suspensi tersebut
menggunakan homogeniser pada kecepatan 6000 rpm selama sekitar 30 menit
hingga ukuran droplet oleoresin sekitar 2 mikron (diperiksa dengan mikroskop
cahaya). Campuran selanjutnya dikeringkan dengan spray dryer pada laju umpan
15 atau 20 ml/menit dan suhu inlet 160-190°C. Bubuk yang dihasilkan merupakan
mikrokapsul yang siap untuk dianalisis.

Dengan terbentuknya mikropkapsul yang diaplikasikan pada oleoresin


jahe diharapkan dapat memudahkan konsumen untuk mengonsumsinya, dan tetap
terjaga khasiat pada jahe tersebut.

Anda mungkin juga menyukai