Makalah Terjemah Al Qur An
Makalah Terjemah Al Qur An
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Namun, dengan banyaknya fungsi Al-Qur’an tersebut tidak akan dipahami oleh
manusia apabila manusia tidak mampu membuka kunci yang terdapat pada Al-Qur’an
tersebut. Salah satunya adalah bahasa. Sudah menjadi keinginan setiap manusia untuk
memahami apa yang terkandung dalam Al-Qur’an, sementara Al-Qur’an turun dalam
Bahasa Arab, maka dengan alasan itulah penerjemahan Al-Qur’an ke dalam berbagai
bahasa sangat dibutuhkan.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Arti terjemah menurut bahasa adalah “salinan dari satu bahasa ke bahasa lain.” Atau
berarti mengganti, menyalin memindahkan kalimat dari satu bahasa ke bahasa lain.
Adapun yang dimaksud dengan terjemah Al-Qur’an adalah seperti yang
dikemukakan oleh Ash-Shabuni:
“memindahkan Al-Qur’an kepada bahasa lain yang bukan bahasa arab dan mencetak
terjemah ini ke dalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa
Arab sehingga ia dapat memahami kitab Allah SWT. Dengan perantaraan terjemahan
ini”1.
a. Penerjemah hendaknya mengetahui dua bahasa (bahasa asli dan bahasa terjemah).
b. Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan-keistimewaan bahasa yang
diterjemahkan.
c. Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila diuntungkan kembali ke
dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
d. Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud bahasa asli dengan
lengkap dan sempurna2.
2. Tujuan Penerjemahan Al-Qur’an
1
Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 212
2
Ibid. Hal. 213
3
3
. Ibid. Hal. 213
4
. Ibid. Hal. 213
4
tidak boleh apabila objeknya adalah Al-Quran karena akan merusak dan menggeser
makna dari yang seharusnya.
b. Terjemah Maknawiyah atau Tafsiriyah
Terjemah Maknawiyah atau Tafsiriyah yaitu menerangkan arti kata dengan bahasa
lain, tanpa dikaitkan dengan susunan kata-kata yang asli.
Sebagai contoh, firman Allah:
Terjemahan seperti ini sangat sulit sekali, karena menemukan kata-kata yang
sama. Kebanyakan penerjemah mengalami banyak kesulitan karna alasan ini. Selain
itu, dalam banyak kasus, terjemahan-terjemahan seperti ini tidak bisa menjelaskan
makna dengan sempurna. Hal ini disebabkan oleh ketidaksepadanan makna kata dalam
bahasa asli dengan makna kata bahasa penerjemah.
Penerjemahan al-Quran secara harfiyah akan menui hasil yang buruk. Karena,
kebanyakan ungkapan-ungkapan didalamnya menggunakan berbagai macam kiasan,
analogi, dan ekstensi. Kiasan dan analogi setiap bahasa hanya khusus untuk bahasa itu
sendiri dan hal itu tidak bisa digunakan kedalam bahasa lain. Kalau kita
menerjemahkan ayat 29, surat al-isra secara harfiyah :
والىجعل ىدك مغلولة الى عنقك وال تبسطها كل البسط فتقعد ملوما محسورا
29.“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan
janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan
menyesal.”
5
Ayat al-Qur’an yang dibacakan ja’far ini beserta terjemahnya membuat mereka
tertarik kepada Islam dan kebenarannya. Ustad Muhaqqiq Shadr Afadhil berkeyakinan
bahwa Ja’far pandai berbahasa Amharik yaitu bahasa orang-orang Ethiopia. Beliau
menerjemahkan ayat-ayat al-Qur’an ke dalam bahasa mereka. Oleh karena itu, ketika al-
Qur’an dibacakan dihadapan mereka bersama dengan terjemahannya, pengaruhnya sangat
6
kuat hingga menjadikan jiwa orang-orang yang hadir di majelis terpesona, khusunya Raja
Najjasyi yang saat itu berkata, “Demi Allah, perkataan Muhammad tidak ada bedanya
dengan perkataan al-Masih.” Setelah berkata demikian Najjasyi menangis tersedu-sedu.
Kemudian dengan Bahasa Amharik mereka perlahan mempelajari al-Qur’an,
namun pada akhirnya mereka tidak hanya mempelajari Al-Qur’an dengan Bahasa
Amharik, tetapi perlahan mempelajari Bahasa Arab dan kaidah-kaidah bahasa Arab. Dari
sinilah kemudian penerjemahan al-Qur’an itu tumbuh dan berkembang, sampai-sampai
ada yang disebut terjemahan tafsir al-Qur’an bahasa Amharik.
Setelah berkembang terjemahan al-Qur’an di Ethiopia kemudian berlanjut ke
negara India. Raja Raik Mahruq, kepala daerah Rur di India, pada tahun 230 H, meminta
Abdullah bin Umar bin Abdul Aziz utusan khalifah di daerah itu, untuk menerjemahkan
al-Qur’an dengan bahasa India dan menafsirkannya untuknya. Pekerjaan dilakukan oleh
seorang penulis yang hebat. Si penerjemah berkata. “ ketika aku sedang menafsirkan dan
menerjemahkan surat Yasin sampai pada ayat, “Katakanlah; ‘Ia akan dihidupkan oleh
Tuhan yang menciptakannya pertama kali. Dia Maha Mengetahui tentang segala
makhluk.’ (Qs. Yasin : 79), yang aku terjemahkan kedalam bahasa Sansekerta, tiba-tiba
raja jatuh dari singgasananya sambil berlinang air mata, sampai-sampai lantai dan
wajahnya basah oleh air matanya. Dalam keadaan menangis ia berkata. “Ini adalah Tuhan
Yang Layak di sembah. Tidak ada Tuhan yang menyamai-Nya”. Sebelum kejadian itu dia
sudah memeluk islam secara sembunyi-sembunyi. Setelah peristiwa ini, dia selalu
bermunajat kepada Allah dan menyembah-Nya dalam kesendirian.
Pada masa Sultan Manshur bin Nuh Samani (350-365 H), atas perintah ulama
Mawara’an Nahr, menerjemahkan al-Quran ke dalam bahasa Parsi. Penerjemahan ini
dilakulan di terjemahan tafsir Muhammad bin Jarir Thabari (310 H) yang dikirm dari
Baghdad untuk sang Sultan. Dalam mukadimah terjemahan ini disebutkan, “ini adalah
kitab tafsir besar yang khabarnya telah diterjemahkan oleh Muhammad bin Jarir Thabari
ke dalam bahasa Parsi dan bahasa Dari yang benar. Ketika kitab ini dibawa dari Baghdad
berjumlah 40 mushaf. Kitab ini ditulis dengan bahasa Tazi (Arab) dengan sanadnya yang
panjang dan diberikan kepada Sultan Said Muzhaffar Abu Shalih Manshur bin Nuh bin
Nashr bin Ahmad bin Ismail. Kemudian beliau kesulitan membaca kitab ini karena
7
kalimatnya menggunakan bahasa Tazi dan sangat ingin agar aku menerjemahkannya
kedalam bahasa Parsi. Kemudian dia mengumpulkan ulama- ulama Mawara’an Nahr dan
meninta fatwa mereka apakah diperbolehkan membaca dan menulis tafsir al-Qur’an
dengan bahasa Parsi, karena beliau adalah orang yang tidak memahami bahasa Tazi
(Arab). Bahasa yang digunakan disini adalah bahasa Parsi dan semua raja-raja disini
adalah orang Ajam (bukan orang Arab). Penerjemahan al-Qur’an yang ditulis dalam
bahasa Parsi. ada masa ini menjadi naskah terjemahan al-Qur’an berbahasa Parsi pertama
yang dimiliki. bahkan naskah terjemahan al-Qur’an berbahasa Parsi ini menjadi naskah
paling sempurna dan terbaik, meskipun dalam batas-batas tertentu intonasinya sulit bagi
orang-orang Parsi. Ada juga naskah terjemahan lain yang menggunakan bahasa Parsi
kuno yang dikerjakan oleh seorang alim fakih bermazhab Hanafi, Abu Hafsh Najmuddin
Umar bin Muhammad Nafasi (462-538 H). Dia salah seorang Mawara’an Nahr. Dia
memiliki tafsir berbahasa Parsi yang sangat bagus. Pertama-tama dia menerjemahkan
ayat-ayat al-Qur’an, kemudian tafsirnya. Tafsir ini berbeda dengan tafsir Nasafi yang
terkenal yang ditulis oleh Abul Barakat Abdullah bin Ahmad bin Mahmud Nasafi. Syarah
dan tafsir berbahasa Parsi yang paling sempurna ialah yang ditulis oleh Syekh Jamaluddin
Abdul Futuh Husain bin Ali bin Muhammad Razi. Dial salah seorang ulama abad
keenam.. Dalam tafsir ini, pertam-tama ayat-ayat al-Qur’an diterjemahkan secara tekstual,
kemudian baru tafsir ayat-ayatnya. Sejak pertama ditulis hingga sekarang, tafsir ini
menadapat perhatian para ulama dan para ilmuan Muslim.
Di samping bahasa Ethiopia, Amharik, India, Persia, yang telah disebutkan, ada
juga al-Qur’an yang diterjemahkan ke dalam bahasa Urdhu. Terjemahan Urdhu yang
pertama kali dilakukan oleh Syah Abdul Qadir dari Delhi (1926 ). Dalam
perkembangannya al-Qu’ran juga diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa (Inggris).
Sebelum berkembangnya bahasa-bahasa Eropa modern, maka bahasa yang berkembang
di Eropa adalah bahasa Latin. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa terjemahan al-
Qur’an dalam bahasa Eropa dimulai dalam bahasa Latin. Orang yang pertama kali
menerjemahkan al-Qur’an ke dalam bahasa Latin adalah Maracce. Kemudian terjemahan
ke dalam bahasa Inggris pertama kali dilakukan oleh A. Ross, Terjemahan selanjutnya
dari bahasa Perancis yang dilakukan oleh Du Ryer pada tahun 1647.
8
5
Dr.Ismail Lubis M.A, Falsifikasi Terjemahan Al-Qur’an. Jogjakarta, Tiara Wacana Jogja, hlm. 105
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Melalui perantara Malaikat Jibril. Al-Qur’an disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada
Nabi Muhammad menggunakan Bahasa Arab. Sedangkan agama Islam telah menyebar
luas tidak hanya di negara yang berbahasa Arab, tapi hampir keseluh penjuru dunia. Maka
dari itu untuk memahami Al-Qur’an dibutuhkan penerjemahan.
Terjemah adalah mengganti atau menyalin kalimat ke bahasa lainnya. Secara global,
terjemah dibagi menjadi dua, yaitu terjemah Harfiyyah adalah menerjemahkan kalimat
dari kata perkata. Yang kedua yaitu terjemah Maknawiyah atau Tafsiriyah adalah
menerjemahkan kalimat langsung keseluruhan tanpa memperhatikan urutan kata dari
kalimat yang diterjemahkan.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini mungkin banyak ditemukan kekurangan seperti
kesalahan penulisan kata, kurang tepatnya materi dan kekurangan yang lainnya yang
sejatinya tidak disengaja. Maka dari itu kita sebagai makhluk sosial sudah sepantasnya
saling mengingatkan jika mendapati hal yang kurang atau belum tepat untuk membangun
makalah ini agar menjadi lebih baik.
10
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Ismail Lubis, M.A. Falsifikasi Terjemahan Al-Qur’an, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana
Yogya. 2001