Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN MASALAH

NYERI AKUT DAN KETIDAKEFEKTIFAN PEMELIHARAAN


KESEHATAN DI PANJEN RT 06/RW 32 MAGUWOHARJO
DEPOK SLEMAN

Ketut Nik Santi1, Thomas Aquino Erjinyuare Amigo 2

Universitas Respati Yogyakarta


Jl. Raya Tajem Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta
Email : Ketut.niksanti@gmail.com

Abstrak

Latar belakang: Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) dipredikasi akan terus
meningkat dimasa mendatang terutama di Negara berkembang. Lansia mengalami proses
penurunan yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Perubahan
tersebut meliputi perubahan sistem muskuloskeletal dan sistem kardiovaskuler.
Perubahan pada sistem tersebut dapat menggangu kesehatan pada lansia. Tujuan: Untuk
mengatasi masalah yang dialami oleh lansia yaitu nyeri akut dan ketidakefektifan
pemeliharaan kesehatan. Metode: Desain study kasus, dengan memberikan intervensi
keperawatan yaitu aplikasi panas/dingin (kompres jahe merah), terapi latihan mobilitas
sendi (ROM ektermitas bawah), pengajaran proses penyakit (hipertensi) terapi rendam
kaki air hangat dan murottal Al’Qur’an (hidromutal), serta manajemen prilaku sebanyak
2 kali pertemuan dan dilakukan secara mandiri oleh lansia. Hasil: Setelah melakukan
intervensi tujuan yang ditentukan tercapai, nyeri akut didapatkan peningkatan tingkat
nyeri yaitu dari cukup berat menjadi tidak ada nyeri dengan mengaplikasi panas/dingin
(Kompres jahe merah hangat) pada lutut. Sedangkan pada ketidakefektifan pemeliharaan
kesehatan diberikan pengajaran proses penyakit menggunakan hidroterapi dan murottal
AL-QUR’AN tingkat pengetahuan klien dari terbatas meningkat menjadi banyak.
Kesimpulan: Ada pengaruh intervensi keperawatan terhadap masalah nyeri akut dan
ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan.

Kata Kunci : Lanjut usia;Kompres jahe merah;ROM;Hidroterapi;Terapi Murottal


PENDAHULUAN

Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) dipredikasi akan terus meningkat di


masa mendatang terutama di Negara berkembang (Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia, mengatakan bahwa lanjut usia
(lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Berdasarkan Data
Proyeksi Penduduk 2017, jumlah penduduk lansia didunia diperkirakan akan terus
mengalami peningkatan, pada tahun 2015 penduduk lansia didunia mencapai (12,3%),
tahun 2020 mencapai (13,5%), tahun 2025 meningkat menjadi (14,9%) (Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017).
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan peningkatan jumlah
penduduk lansia yang sangat cepat diperkirakan tahun 2017 terdapat 23,66 juta jiwa
penduduk lansia di Indonesia (9,03%). Penduduk lansia diprediksi mengalmi peningkatan
pada tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta) (Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI, 2017). Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi yang
memiliki persentase lansia tertinggi di Indonesia dengan persentase (13,81%) . Lansia
mengalami proses penurunan yang dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam
hidup. Perubahan tersebut meliputi perubahan sistem muskuloskeletal, sistem sensori,
sistem pernapasan, sistem integumen, sistem reproduksi, sistem genitourinaria, sistem
otot, sisten pencernaan, sistem persyarafan dan sistem kardiovaskuler (Miller, 2012).
Pada usia lanjut mengalami penurunan pada sistem muskuloskeletal.
Penurunan sistem muskuloskeletal ini ditandai dengan adanya nyeri pada daerah
persendian salah satunya pada sendi lutut. Seperti banyak aspek fungsi fisiologis, sulit
untuk menentukan apakah perubahan kardiovaskular yang disebabkan penuaan normal
atau faktor lainnya. Pengetahuan tentang berbeda Perubahan usia- atau penyakit yang
berhubungan dengan fungsi kardiovaskular adalah dikacaukan oleh fakta bahwa, sampai
saat ini, tidak ada teknologi untuk mendeteksi kardiovaskular patologis asimtomatik
proses, seperti oklusi dari arteri koroner utama (Miler, 2012). Di Amerika Serikat,
penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian dan disabilitas diantara
lansia. Penyakit aretri koroner merupakan penyebab dari 85% kasus kematian yang
berhubungan dengan penyakit jantung. Insidensi penyakit kardiovaskuler lebih tinggi
pada kaum pria dari pada wanita. Namun, pada usia 80 tahun, angka prevalensi antara

2
pria dan wanita sama yang menunjukkan peningkatan insidensi penyakit diantara lansia
wanita. (Stanley dan Beare, 2007).
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan oleh klien pada tanggal 20 Juni 2020
didapatkan data bahwa klien mengalami masalah nyeri pada lututnya sehingga
mengalami gangguan pada pergerakanya, hasil pemeriksaan dan wawancara di dapatkan
lansia mengalami tekanan darah tinggi, klien tidak tau jika menderita hipertensi sehingga
tidak melakukan manajemen kesehatan. Berdasarkan data yang didapatkan diperlukannya
intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri akut pada persendian lutut yang
terjadi dengan memberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan menejemen nyeri,
aplikasi panas/dingin (kompres jahe merah) dan latihan mobilitas sendi (ROM
ekstremitas bawah). Sedangkan masalah ketidakefektifan manajemen kesehatan dengan
memberikan intervensi pendidikan kesehatan (hipertensi), pengajaran prosedur
perawatan memberikan terapi kombinasi hidroterapi rendam kaki air hangat dan murottal
Al-Qur’an surah AR-Rahman (HIDROMUTAL) dan manajemen prilaku.

METODE

Desain yang digunakan dalam makalah ini adalah metode kualitatif dengan model
pendekatan studi kasus. Model pendekatan study kasus ini bertujuan untuk mengatasi
masalah yang di alami oleh lansia, dimana dari hasil pengkajian didapatkan 2 masalah
pada lansia yaitu nyeri akut dan ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan dengan
memberikan intervensi atau tindakan yang dilakukan paling banyak 2 kali pertemuan dan
dilakukan secara mandiri oleh lansia agar masalah dapat diatasi dan intervensi dapat
dimanfaatkan. Intervensi keperwatan untuk masalah nyeri akut yaitu pendidikan
kesehatan (penyuluhan materi manajemen nyeri dan kompres jahe merah hangat),
Aplikasi panas/dingin (kompres air hangat dan jahe), serta terapi mobilitas sendi (ROM
ekstermitas bawah), dengan 3 target yang ingin dicapai yaitu pengetahuan manajemen
nyeri, tingkat nyeri, dan pergerakan. Kemudian untuk masalah yang kedua yaitu
ketidakefektifan pemeliharaan kesehatan dimana intervensi yang akan dilakukan adalah
pengajaran proses penyakit (hipertensi), pendidikan kesehatan (materi hidroterapi),
pengajaran prosedur/perawatan (melakukan hidroterapi dan murottal Al-Qur’an) dan
manajemen perilaku. Dari masing masing intervensi akan dilakukan paling banyak 2 kali
pertemuan, dimana prioritas utama yaitu mengatasi keluhan utama lansia yang

3
mengatakan nyeri pada lututnya sehingga mengalami hambatan dalam pergerakan dengan
melakukan kompres jahe merah dengan 2 kali pertemuan dan dilakukan secara mandiri
setiap hari oleh lansia. Setelah itu dilanjukan melakukan intervensi hidroterapi dan
murottal Al-Qur’an untuk menurunkan tekanan darah lansia yang dilakukan sebanyak 2
kali pertemuan dan dilakukan secara mandiri oleh lansia 2 kali dalam seminggu.

HASIL DAN BAHASAN

Setelah melakukan analisis data pada hasil intervensi yang telah dilakukan dalam
bentuk wawancara dan observasi pada klien, didapatkan 3 target yang ingin dicapai untuk
masalah Nyeri Akut yaitu pengetahuan: manajemen nyeri, tingkat nyeri dan status
pergerakan. Kemudian untuk masalah Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan ada 3
target yang ingin dicapai yaitu pengetahuan proses penyakit, pengetahuan: prosedur
penanganan dan manajemen diri : hipertensi.
1. Pengetahuan: Manajemen Nyeri

Pengetahuan: Manajemen Nyeri (1605)

5
4
3
2
1
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi
1 : Tidak Ada Pengetahuan 2: Pengetahuan Terbatas 3: Pengetahuan
Sedang 4: Pengetahuan Banyak 5: Pengetahuan Sangat Banyak

1.1.Grafik Pengetahuan: Manajemen Nyeri


Berdasarkan data hasil pengkajian sebelum diberikan pendidikan kesehatan
tentang nyeri dan manajemen nyeri serta pengajaran prosedur perawatan materi
kompres air hangat, klien belum mengetahui tentang apa itu nyeri, manajemen nyeri
dan kompres air hangat untuk mengurangi nyeri. Setelah diberikan pendidikan
kesehatan dengan menggunakan media poster sebanyak 1 kali pertemuan kurang lebih
30 menit, status pengetahuan klien meningkat dari pengetahuan terbatas menjadi
penetahuan banyak, dimana pada saat evaluasi klien mampu menjelaskan pengertian

4
nyeri, mampu menyebutkan 3 faktor penyebab nyeri, mampu menyebutkan 3 tanda
gejala, menyebutkan skala nyeri, mampu menjelaskan perbedaan dan manfaat
manajemen manajemen nyeri dengan kompres air hangat.
Hal ini disejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Ulya, Iskandar, & Asih,
2017) menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan menggunakan media poster lebih
efektif meningkatkan pengetahuan manajemen hipertensi dibandingkan dengan tidak
menggunakan poster. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh (Haris, Aris, &
Muliyadi, 2019) menunjukan bahwa adanya pengaruh pemberian penyuluhan
kesehatan selama 30 menit dengan ceramah dan menggunakan media powert point
terhadap pengetahuan lansia. Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Kartika, 2019)
menunjukan bahwa pendidikan lebih lanjut tentang manajemen nyeri sangat
diperlukan pada pasien usia lanjut, berpengaruh terhadap cara penanganan nyeri
akibat berbagai penyakit yang diderita. Setalah diberikan edukasi terhadap
penanganan nyeri sehingga dapat meningkatkan manajemen nyeri lansia dan
meningkatkan derajat kesehatannya. Berdasarkan penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan terkait dengan manajemen nyeri pada
lansia degan menggunakan media poster selama 30 menit dapat meningkatkan
pengetahuan lansia terkait dengan manajemen nyeri dan meningkatkan derajat
kesehatan pada lansia.
2. Tingkat Nyeri

Tingkat Nyeri (2102)

5
4
3
2
1
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi 1 Setelah Intervensi 2
1: Berat (Skala 10) 2: Cukup Berat (Skala 9-7) 3: Sedang (Skala 6-4)
4: Ringan (Skala 3-1) 5: Tidak Ada

1.2. Grafik Tingkat Nyeri


Berdasarkan hasil intervensi yang dilakukan yaitu mengaplikasi panas/dingin
(Kompres jahe merah hangat) pada lutut klien yang dilakukan 2 kali pertemuan dengan
durasi setiap terapi selama 15-20 menit dan klien melakukan secara mandiri setiap

5
hari pada sore hari didapatkan peningkatan tingkat nyeri yaitu dari cukup berat menjadi
tidak ada nyeri. Dimana berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan
klien mengatakan bahwa nyeri lutut nya sudah tidak terasa lagi dan klien tampak bebas
menekuk lututnya dan tidak ada ekspresi wajah nyeri.
Hal ini disejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Mustayah &
Anggraeni, 2019) menunjukan bahwa terjadi penurunan tingkat nyeri setelah
dilakukan kompres jahe merah hangat setiap hari selama dua minggu pad lansia
dengan Gout arthritis. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh (Rahayu, Sri Ning,
& Sunardi, 2017) menunjukan bahwa adanya penurunan skala nyeri sendi pada lansia
sebelum dan sesudah intervensi kompres jahe merah. Kompres jahe merah merupakan
kombinasi dari terapi hangat dan relaksasi, kompres jahe bermanfaat bagi nyeri sendi.
Jahe merah memiliki kandungan minyak dan oleoresin yang lebih tinggi dibandingkan
jenis lainnya, sehingga cocok untuk obat herbal. Selain itu, jahe memiliki efek
farmakologis dan fisiologis seperti efek panas, antiinflamasi, analgesik, antioksidan,
antitumor, antimikroba, anti diabetes, anti obesitas, anti emetik (Rahmani, Shabrmi, &
Aly, 2014). Terjadinya penurunan skala nyeri diakibatkan kompres jahe merah
memiliki efek farmakologis dari rasanya yang panas dan pedas dimana panas tersebut
dapat meredakan nyeri, kaku dan kejang otot serta terjadinya vasodilatasi pembuluh
darah. Karena memiliki banyak kandungan yang mempengaruhi sistemik, panas yang
dihasilkan bahannya lebih lama dibandingkan kompres air hangat sehingga efek
mengurangi skala nyeri lebih efektif dari pada air hangat (Rahayu et al., 2017).
3. Pergerakan

Pergerakan (0208)
5
4
3
2
1
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi
1: Sangat Terganggu 2: Banyak Terganggu 3: Cukup Terganggu 4:
Sedikit Terganggu 5: Tidak Teranggu

1.3. Grafik Pergerakan


Hasil intervensi yang dilakukan terkait terapi latihan mobilitas sendi yaitu
melakukan pengajaran ROM aktif pada ektermitas bagian bawah klien yang dilakukan

6
selama 2 kali pertemuan dan dilakukan secara mandiri setiap sore hari oleh klien
terjadi peningkatan pergerakan dari cukup terganggu menjadi tidak terganggu. Dimana
hasil wawancara dan observasi didapatkan bahwa klien mengatakan lututnya sudah
mudah digerakan, rasa kencang pada bagian lutut sudah tidak dirasakan , dapat
menekuk lutut dan berjalan dengan mudah tanpa merasakan nyeri dan klien mampu
mengerakan sendi lutut, mampu berjalan dan dapat bergerak dengan mudah.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nurbaya, Mutmainna, Isa,
& Sumi, 2020) menunjukan bahwa Latihan Range of Motion dapat mengurangi
kekakuan, meningkatkan atau mempertahankan mobilitas sendi, dan meningkatkan
fleksibilitas dan elastisitas struktur periarticular. Sejalan dengan penelitian yag
dilakukan oleh (Wakhidah, Purwanti, & Nurhidayat, 2019) menunjukan bahwa setelah
melakukan pengajaran ROM aktif pasif selama 4 hari didapatkan hasil hambatan
mobilitas sendi teratasi sebagian. Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Safa’ah,
Karyo, & Srimurayani, 2017) menjelaskan bahwa pada saat latihan ROM, sendi atau
otot yang digerakkan secara maksimal mengalami pergeseran serat otot yang selain
meningkatkan jumlah serat otot, juga mengembalikan normalitas otot. Dalam latihan
ROM, otot berkontraksi memendek dan memanjang secara bergantian memungkinkan
terjadinya peningkatan rentang gerak dan kekuatan otot yang lebih signifikan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Tobing, Ritonga, & Simamora, 2019)
Menjelaskan bahwa melakukan latihan ROM secara teratur dan terus menerus dapat
meningkatkan fleksibilitas sendi lutut dan meningkatkan kemampuan lansia dalam
melakukan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Peningkatan masalah fleksibilitas
sendi lutut dapat terjadi jika persendian tidak biasa digerakkan. Salah satu
penatalaksanaan dari masalah tersebut adalah dengan memberikan latihan ROM.
Latihan ROM merupakan pergerakan maksimum secara tertsruktur yang dapat
dilakukan pada sendi dan tidak menimbulkan rasa nyeri. Adanya pergerakan pada
persendian yang terstruktur dan berkesinambungan menyebabkan peningkatan
mobilitas sendi dan meningkatkan aliran darah ke dalam kapsula sendi sehingga
fleksibilitas sendi mengalami peningkatan (Potter & Perry, 2010).

7
4. Pengetahuan : Proses Penyakit

Pengetahuan: Proses Penyakit (1803)


5
4
3
2
1
Sebelum intervensi Setelah Intervensi
1: Tidak Ada Pengetahuan 2: Pengetahuan Terbatas 3: Pengetahuan
Sedang 4: Pengetahuan Banyak 5: Pengetahuan Sangat Banyak

1.4. Grafik Pengetahuan : Proses Penyakit


Berdasarkan data hasil pengkajian sebelum diberikan pengajaran proses penyakit
terkait hipertensi, tingkat pengetahuan klien terbatas dan setelah diberikan pengajaran
proses penyakit selama kurang lebih 30 menit menggunakan media poster tingkat
pengetahuan proses penyakit klien meningkat menjadi pengetahuan banyak. Dimana
hasil evaluasi yang dilakukan secara lisan didapatkan bahwa klien mampu
menjelaskan pengertian hipertensi, mampu menyebutkan 3 penyebab, 4 tanda gejala
serta mampu menyebutkan 3 komplikasi hipertensi dan pencegahan hipertensi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Maharani, Chaeruddin, &
Darmawan, 2013) menunjukan bahwa ada pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
pengetahuan masyarakat tentang Hipertensi. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh (Istichomah, 2020) menunjukan bahwa adanya menunjukkan peningkatan
pengetahuan peserta tentang definisi, penyebab, tanda gejala, pencegahan dan
pengobatan tentang hipertensi. Peningkatan pengetahuan dapat disebabkan karena
proses pendidikan kesehatan diberikan dengan metode ceramah hal ini sangat
memungkinkan untuk terjadi interaksi dua arah. Mekanisme adanya perbedaan
pengetahuan dan sikap secara bermakna disebabkan adanya faktor informasi dan
komunikasi yang mempengaruhi pembentukan pengetahuan dan sikap. Informasi yang
diberikan langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh dalam peningkatan
pengetahuan, pembentukan opini dan kepercayaan orang. Di bidang kesehatan
informasi dapat diperoleh melalui tatap muka langsung dengan penyampai informasi
seperti petugas kesehatan, tokoh masyarakat, tokoh agama serta aparat pemerintah

8
yang mendukung serta dapat diperoleh melalui berbagai media massa seperti radio,
televisi, majalah, surat kabar dan lain-lain. Adanya informasi baru mengenai sesuatu
hal akan memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut.
5. Pengetahuan : Prosedur penanganan

Pengetahuan : Proses Penyakit (1803)


5
4
3
2
1
Sebelum intervensi Setelah Intervensi
1: Tidak Ada Pengetahuan 2: Pengetahuan Terbatas 3: Pengetahuan
Sedang 4: Pengetahuan Banyak 5: Pengetahuan Sangat Banyak

1.5. Grafik Pengetahuan : Prosedur penanganan


Berdasarkan data hasil pengkajian sebelum diberikan pengajaran proses penyakit
menggunakan hidroterapi dan murottal AL-QUR’AN menggunakan media lembar
balik tingkat pengetahuan klien terbatas dan setelah diberikan pengajaran proses
penyakit tingkat pengetahun klien menjadi banyak. Dimana hasil evaluasi yang
dilakukan secara lisan didapatkan bahwa klien mampu menjelaskan pengertian
hidroterapi/murottal AL-QUR’AN dan , alat-alat yang digunakan untuk melakukan
hidroterapi/murottal AL-QUR’AN, langkah-langkah melakukan hidroterapi/ murottal
AL-QUR’AN, dan manfaat dari kedua terapi tersebut.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nofia, Zaimy, & Sebdarini,
2019) menunjukan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan responden tentang
penatalaksanaan hipertensi setelah dilakukan pendidikan kesehatan. Sejalan denga
penelitian yag dilakuka oleh (Winham & Jones, 2011) menyatakan bahwa penyuluhan
kesehatan pada lansia harus dilakukan secara terus menerus dengan metode yang tepat
dapat meningkatka pengetahuan. Pengajaran prosedur penangan dengan pemberian
terapi murottal AL-QUR’AN dan hidroterapi bermanfaat untuk menurunkan tekanan
darah. Pemberian terapi dilakukan dalam dua kali pertemuan dengan durasi pemberian
15-20 menit, selain itu klien melakukan terapi secara mandiri 3 kali dalam seminggu.
No. Hari, Tanggal Tekanan darah Tekanan darah
sebelum sesudah
1. Kunjungan 1 (Minggu, 05 Juli 2020) 145/90 mmHg -

9
2. Kunjungan 2 (Sabtu, 11 Juli 2020) 140/89 mmHg -

3. Kunjungan 3 (Rabu, 15 Juli 2020) 135/90 mmHg -

4. Kunjungan 4 (Sabtu, 18 Juli 2020) 138/80 mmHg -


5. Kunjungan 5 (Rabu, 22 Juli 2020) 133/76 mmHg -
6. Kunjungan 6 (Sabtu, 25 Juli 2020) 140/85 mmHg -
7. Kunjungan 7 (Sabtu, 01 Agustus 2020) 143/72mmHg -
8. Impementasi Hidromutal 1 (Minggu, 147/89 mmHg 135/72 mmHg
26 Juli 2020)
9. Impementasi Hidromutal 2 (Rabu, 05 129/85 mmHg 119/83 mmHg
Agustus 2020)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Meiyana, Nekada, & Sucipto,
2019) menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap pemberian
kombinasi hidroterapi dan relaksasi Benson (hidroson) terhadap penurunan tekanan
darah dan nadi.

Hal ini dikarenakan rendam kaki air hangat yang dilakukan bermanfaat untuk
melancarkan aliran darah dan menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh darah.
Dengan terjadinya aliran darah lancar dan pelebaran pembuluh darah maka
berdampak pada penurunan tekanan darah. Penurunan tekanan darah tersebut juga
dapat terjadi karena rendam kaki air hangat yang dilakukan rutin akan menghasilkan
energi kalor yang bersifat mendilatasi dan melancarkan peredaran darah serta
merangsang pengaktifan saraf parasimpatis pada kaki sehingga terjadi perubahan
tekanan darah. Hal ini dikarenakan saat proses inspirasi panjang yang dilakukan pada
saat relaksasi akan menstimulus secara perlahan-lahan reseptor regang paru-paru oleh
adanya inflamsi paru yang berakibat adanya rangsangan ke medulla yang memberikan
informasi tentang peningkatan aliran darah. Informasi tadi akan diteruskan ke batang
otak yang akan menyebabkan saraf parasimpatik mengalami penurunan aktivitas
pada kemoreseptor.

Penurunan aktivitas kemoreseptor tadi berakibat pada respons akut peningkatan


tekanan darah dan inflamasi paru yang kemudian menurunkan frekuensi denyut
jantung sehingga terjadi vasodilatasi pada sejumlah pembuluh darah. Pada keadaan
tersebut, axis Hipothalamus-Pituitary-Adrenal (HPA)akan menurunkan kadar
kortisol, epineprin dan norepineprin yang dapat menurunkan tekanan darah dan

10
frekuensi nadi. Penurunan kadar kortisol darah akan menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah sedangkan penurunan kadar epineprin dan norepineprin
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang kemudian akan menurunkan tahanan
perifer total yang berakibat menurunkan tekanan darah. Penurunan aktivitas fisik yang
terjadi selama intervensi juga berpengaruh pada perubahan tekanan darah. Pada saat
terjadi penurunan aktivitas fisik, aktivitas memompa di jantung menjadi lemah.
Melemahnya aktivitas memompa dijantung menyebabkan hanya sedikit darah yang
dapat dipompa ke pembuluh darah dan mengakibatkan terjadinya penurunan cardiac
output, adanya penurunan cardiac output tersebut akan menyebabkan tekanan darah
menurun.

Selain hidroterapi, terapi murottal Al-Qur’an mampu merununkan tekanan daran,


bersadarkan penelitian yan dilakukan oleh Wirakhmi, Utami, Purnawan (2018),
didapatkan hasil bahwa terapi murottal terbukti dapat menurunkan tekanan darah.
Sejalan dengn penelitian yang dilakukan oleh (Irmachatshalihah & Armiyati, 2019)
menyatakan bahwa terdapat penurunan tekanan darah sistolik, diastolik dan MAP
sebelum dan sesudah di berikan intervensi murottal. Dalam dunia keperawatan,
intervensi bertujuan untuk meningkatkan kesehatan atau kesejahteraan klien. Musik
memiliki kekuatan untuk menarik perhatian, meningkatkan kecerdasan, dan
memodifikasi keadaan emosional seseorang. Musik dapat mempengaruhi dimensi
fisiologis, psikologis, dan spiritual manusia. Respon individu terhadap musik dapat
dipengaruhi oleh preferensi pribadi, lingkungan, pendidikan, dan faktor budaya. Irama
dan tempo musik dapat digunakan untuk menyinkronkan atau mengendalikan ritme
tubuh (seperti detak jantung dan pola pernapasan) dengan perubahan resultan pada
keadaan fisiologis (Snyder & Lindquist, 2018).

Al-Qur’an yang dibaca secara murottal atau pelan mempunyai irama yang
konstan, teratur dan tidak ada perubahan. Mekanisme murottal sebagai penurun
tekanan darah saat pemberian lantunan ayat-ayat Al-Qur’an atau murottal secara tartil
akan menimbulkan gelombang suara akan masuk melalui telinga pinna kemudian
gelombang suara yang akan diterima oleh auricular ekstrena atau telinga bagian luar
lalu diteruskan ke membran thympani yang berfungsi mengubah gelombang udara
menjadi gelombang mekanik kemudian ke tulang-tulang pendengaran yakni maleus,
inkus dan stapes untuk diteruskan ke foramen ovale pada koklea yang menyebabkan

11
organ kokti terangsang sehingga timbul potensial aksi yang akan diteruskan oleh
nervus auditorius (N. VIII) sebagai implus elektris ke otak. Lantunan murottal Al-
Qur’an akan memberikan efek ketenangan dalam tubuh sebab adanya unsur meditasi,
autosugesti dan relaksasi yang terkandung didalamnya. Rasa tenang ini kemudian akan
memberikan respon emosi positif yang sangat berpengaruh dalam mendatangkan
persepsi positif. Persepsi positif yang didapat dari murottal Al-Qur’an surat Ar-
Rahman selanjutnya akan merangsang hipotalamus untuk mengeluarkan hormon
endorfin yaitu hormon yang membuat seseorang merasa bahagia. Saraf parasimpatis
berfungsi untuk mempersarafi jantung dan memperlambat denyut jantung.
Rangsangan saraf otonom yang terkendali akan menyebabkan sekresi epinefrin dan
norepinefrin akan menghambat pembentukan angiotensin yang selanjutnya dapat
menurunkan tekanan darah.

Melakukan terapi spiritual (murottal), tubuh menjadi rileks dan dapat


memperlebar pembuluh darah serta membuat siklus pernapasan menjadi rendah dan
dapat menurunkan tekanan darah serta kontraksi jantung. Lantunan murotal efektif
dalam menurunka tekanan darah hal ini terjadi karena adanya peningkatan respons dari
barorefleks untuk menurunkan tekanan darah serta pelepasan dari neurotransmitter
asetilkolin yang dapat menyebabkan penurunan denyut jantung serta dilatasi pembuluh
darah. Terapi spiritual (murottal) juga menurunkan sekresi kortisol yang menjadi
penyebab retensi natrium dan peningkatan efek kotekolamin yang meningkatkan
denyut jantung dan tekanan darah.

6. Manajemen Diri: Hipertensi

12
Manajemen Diri: Hipertensi (3107)
5

1
Sebelum Intervensi Setelah Intervensi

1: Tidak Pernah Menunjukan 2: Jarang Menunjukan 3: Kadang-kadan


Menunjukan 4: Sering Menunjukan 5: Secara Konsisten Menunjukan
1.6. Grafik Manajemen Diri: Hipertensi
Berdasarkan hasil pengajian manajemen diri hipertensi sebelum dilakukan
intervensi manajemen perilaku hipertensi didapatkan hasil klien jarang menunjukan
manajemen perilaku hipertensi, dan setelah dilakukan intervensi didapatkan hasil klien
sering menunjukan manajemen perilaku hipertensi. Dimana hasil evaluasi yang
dilakukan klien mengatakan bahwa sudah membatasi asupan garam/penyedap rasa,
mengikuti diit yan dianjurkan, memantau tekanan darah dan melakukan terapi ya
dianjurkan untuk membantu menurunkan tekanan darah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Mapagerang, Alimin, & Anita,
2018) menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan diet rendah garam pada
pasien hipertensi. Jika pengetahuan responden tentang cara mengontrol diet rendah
garam kurang maka cenderung mengkonsumsi makanan yang tinggi garam tanpa
memperdulikan kesehatan tubuhnya, begitupun sebaliknya jika pengetahuan
responden baik tentang cara mengontrol diet rendah garam maka responden akan
mencegah atau menghindari makanan yang tinggi garam. Kepatuhan terhadap aturan
diit mengacu pada definisi yang dijelaskan sebagai suatu perilaku pasien untuk
mengikuti tindakan pengobatan dan menjaga pola hidup sehat. Menurut (Stanley,
2006) dalam penerapan diit, seseorang dikatakan tidak patuh apabila orang tersebut
melalaikan kewajibanya dalam membatasi asupan natrium, sehingga terhalangnya
kesembuhan dan dikatakan patuh bila mau membatasi asupan natrium yang telah

13
ditentukan sesuai dengan tingkatan tekanan darah yang dialami serta mau
melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil intervensi dan pembahasan serta urain dari bab-bab sebelumnya
maka dapat disimpulkan setelah melakukan intervensi kepada klien sebagian besar
intervensi yang dilakukan tercapai dimana diagnosa Nyeri Akut dari tiga tujuan yang
ingin dicapai yaitu pengetahuan manajemen nyeri dari pengetahuan terbatas menjadi
pengetauan banyak dengan melakukan pendidikan kesehatan terkait manajemen
nyeri selama 30 menit menggunakan media poster. Tujuan kedua yang ingin dicapai
yaitu tingkat nyeri dari nyeri berat ke nyeri ringan teratasi dengan meakukan aplikasi
panas/dingin (kompres jahe merah) selama 2 kali pertemua dengan durasi 15-20
menit dan klien melakukan dengan rutin secara mandiri. Tujuan ketiga yang ingin
di capai yaitu pergerakan dari pergerakan cukup terganggu ke pergerangan tidak
terganggu dengan melakukan ROM ektremitas bawah selama 2 kali pertemuan
dengan durasi 10 menit dan klien melakukan dengan rutin secara mandiri dan hasil
evaluasi klien dapat bergerak dengan mudah tanpa terganggu. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa untuk diagnosa nyeri akut sudah tercapai dengan melakukan
intervensi yang sudah dilakukan terutama intervensi aplikasi panas/dingin (kompre
jahe merah) untuk menurunkan itngkat nyeri klien ditambah dengan melakukan
ROM pada ekstremitas untuk membantu pergerakan klien.
Sedangkan untuk diagnosa Ketidakefektifan Pemeliharaan Kesehatan dari tiga
tujuan yang ingin dicapai yaitu pengetahuan proses penyakit dari penetahuan
terbatas ke pengetahuan banyak dengan melakukan pengajaran proses penyakit
hipertensi, tujuan ke dua yaitu pengetahuan prosedur penanganan dari pengetahuan
terbatas ke pengetahuan banyak dengan melakukan pengajaran prosedur
penanganan hipertensi (terapi kombinasi hidroterapi dan murrotal Al-Qur’an
dilakukan dalam dua kali petemuan dan klien melakukanya secara mandiri, dan
tujuan ketiga yaitu manajemen diri hipertensi dari jarang menunjukan ke serign
menunjukan dengan melakukan manajemen perilaku terkait hiperensi. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa untuk diagnosa ketidakefektifan manajemen kesehatan
sudah tercapai dengan melakukan pengajaran proses penyakit hipertensi, pengajaran

14
prosedur penanganan hipertensi (terai kombinasi hidroterapi dan murrotal Al-
Qur’an) dan manajemen perilaku.
A. SARAN
1) Bagi puskesmas/posyandu lansia
Diharapkan kepada petugas pelayanan kesehatan puskesmas agar lebih sering
berkunjung ke RW/Padukuhan untuk melakukan pegecekan kesehatan pada
lansia, dan menjalankan posyandu lansia
2) Masyarakat
Diharapkan kepada masyarakat untuk aktif melakukan kegiatan posyandu dan
pemeriksaan kesehatan
3) Keluarga
Diharapkan kepada keluarga agar bisa membantu dan mendukung kesehatan la

15
DAFTAR PUSTAKA

Ayu, M., & Lelyana Rosa. (2012). Faktor Risiko Hipertensi Ditinjau Dari Kebiasaan
Minum Kopi. Journal of Nutrition College, 1(1), 78–85.
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interview Clasification (NIC). St. Louis: Elsevier.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). Nanda International Diagnosis Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2018-2020 (10th ed.). Jakarta: EGC
JNC-8. 2014. The Eight Report of the Joint National Commite. Hypertension Guidelines:
An In-Depth Guide. Am J Manag Care.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Infodatin: Situasi dan Analisis Lanjut
Usia. Jakarta: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI
LeMone, Priscilla., Burke, Karen. M., & Bauldoff, Gerene.(2012). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults (6th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis: Elsevier.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi Manusia : dari sel ke sistem (6th ed.). Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (A.
Waluyo & M. Ester, Eds.) (8th ed.). Jakarta: EGC.
Stanley, M., & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interview Clasification (NIC). St. Louis: Elsevier.
Haris, Aris, M., & Muliyadi. (2019). Peningkatan Pengetahuan Lanjut Usia melalui
Pendidikan Kesehatan dengan Menggunakan Media Power Point. Media Karya
Kesehtan, 2(2), 164–177.
https://doi.org/https://doi.org/10.24198/mkk.v2i2.22472.g11316
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Nanda International Diagnosis Keperawatan :
Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 (10th ed.). Jakarta: EGC.
Irmachatshalihah, R., & Armiyati, Y. (2019). Murottal Therapy Lowers Blood Pressure
in Hypertensive Patients. Media Keperawatan Indonesia, 2(3), 97–104.
https://doi.org/10.26714/mki.2.3.2019.97-104
Istichomah. (2020). Penyuluhan Kesehatan Tentang Hipertensi Pada Lansia di Dukuh

16
Turi ,. Jurnal Pengabdian Harapan Ibu (JPHI), 2(1), 24–29.
https://doi.org/http://doi.org/10.30644/jphi.v1i1.369 ISSN 2686-1003
Kartika, I. R. (2019). Deskripsi Pengetahuan Tentang Manajemen Nyeri Pada Lansia.
REAL in Nursing Journal (RNJ), 2(3), 137–143.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.32883/rnj.v2i3.575.g146
Maharani, Chaeruddin, & Darmawan, S. (2013). Pengaruh Penyuluhan Kesehatan
Terhadap Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyakit Hipertensi Di Desa Patobong
Kecamatan Mattiro Sompe Kabupaten Pinrang. Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis,
3(1), 146–150. https://doi.org/ISSN : 2302-1721
Mapagerang, R., Alimin, M., & Anita. (2018). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Pada
Penderita Hipertensi Dengan Kontrol Diet Rendah Garam. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Pencerah, 7(1), 1–8. https://doi.org/ISSN Online : 2656-8004
Meiyana, R. P., Nekada, C. D. Y., & Sucipto, A. (2019). Pengaruh Hidroterapi dan
Relaksasi Benson ( Hidroson ) terhadap Penurunan Tekanan Darah dan Nadi Effects
of Hydrotherapy and Benson Relaxation ( Hidroson ) on Reducing Blood Pressure
and Pulse. Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan, 3(2), 86–
93. https://doi.org/https://doi.org/10.22435/jpppk.v3i2.2119
Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing Outcomes
Classification (NOC). St. Louis: Elsevier.
Mustayah, & Anggraeni, S. D. (2019). Effects Of Use Of Red Ginger Compress On Pain
In Elderly That Suffer Uric Acid : Case Study. International Conference Of Kerta
Cendekia Nursing AcademY, 1(1), 42–48. https://doi.org/10.5281/zenodo.3365497
Nofia, V. R., Zaimy, S., & Sebdarini, P. (2019). Jurnal Abdimas Saintika. Jurnal Abdimas
Saintika, 1(1), 1–9. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.1234/jas.v1i1.481 e-
ISSN:2715-4424
Nurbaya, S., Mutmainna, A., Isa, W. M. La, & Sumi, S. S. (2020). Pelatihan Range of
Motion ( ROM ) pada Pasien Reumatoid Atritis di Desa Taraweang Kabupaten
Pangkajene dan Kepulauan. Indonesian Journal of Community Dedication (IJCD,
2(2), 54–58. https://doi.org/pISSN : 2622-9595 eISSN : 2623-0097
Potter, & Perry. (2010). Fundamentals of Nursing ((7). Singapore South East Asia:
Elseiver Mosby.
Rahayu, H. T., Sri Ning, R., & Sunardi, S. (2017). The Effectiveness of Red Ginger
Compress Therapy ( Zingiber officinale rosc . var . rubrum ) on Elders with Joint
Pain. Proceedings of the Health Science International Conference (HSIC 2017),
2(1), 374–380. https://doi.org/https://doi.org/10.2991/hsic-17.2017.58
Rahmani, A. H., Shabrmi, F. M. Al, & Aly, S. M. (2014). Active Ingredients of Ginger
as Potential Candidates in The Prevention and Treatment of Diseases Via
Modulation of Biological Activities. Int. J Physiol Pathophysiol Pharmacol, 6(2),
125–136. https://doi.org/ISSN:1944-8171/IJPPP0000143

17
Safa’ah, N., Karyo, & Srimurayani, I. D. (2017). Effectiveness Of Isometric And Range
Of Motion (Rom) Exercise Toward Elderly Muscle Strenght In Pasuruan Integrated
Service Unit, Elderly Social Services In Lamongan. Journal International
Biomedical Engineering, 3(1), 2–8. https://doi.org/ISSN:2356-2471
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. (A.
Waluyo & M. Ester, Eds.) (8th ed.). Jakarta: EGC.
Stanley, M. (2006). Buku Ajar Keperawatan Gerontik (2nd ed.). Jakarta: EGC.
Timby, B. K. ., & S mith, N. E. . S. (2010). Introductory Medical-Surgical Nursing. In
Wolters Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins (10th ed, pp. 1–1268).
Philadelphia: Library of Congress Cataloging-in-Publication Data Timby,.
Tobing, M. U. L., Ritonga, S. H., & Simamora, F. A. (2019). Pengaruh Pemberian Latihan
Range Of Motion Pasif Terhadap Fleksibilitas Sendi Lutut Lansia. Indonesian
Health Scientific Journal, 4(2), 41–47. https://doi.org/ISSN 2623-2499.
Ulya, Z., Iskandar, A., & Asih, F. T. (2017). Pengaruh Pendidikan Kesehaan Dengan
Media Poster Terhadap Pengetahuan Manajemen Hipertensi Pada Penderita
Hipertensi. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing),
12(1), 38–46. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.20884/1.jks.2017.12.1.715
Wakhidah, S. U. N., Purwanti, L. E., & Nurhidayat, S. (2019). Studi Kasus : Upaya
Pencegahan Hambatan Mobilitas Fisik Pada Lansia Penderita Rheumatoid Arthritis.
Health Science Journal Vol., 3(2), 1–9. https://doi.org/10.24269/hsj.v3i2.268 ISSN
2598-1188 (Print) ISSN 2598-1196 (Online)
Wallace, M. (2008). Essentials of Gerontological Nursing. New York: Springer
Publishing Company LLC.
Winham, D. M., & Jones, K. M. (2011). Knowledge of young African American adults
about heart disease : a cross-sectional survey. BMC Public Health, 1–11.
https://doi.org/https://doi.org/10.1186/1471-2458-11-248

18
19

Anda mungkin juga menyukai