Nama/NIM:
SEMARANG
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua. Tak lupa pula sholawat serta salam tetap tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya
dan serta para pengikutnya sampai pada hari kiamat nantinya dan tentunya kita
nantikan syafaatnya kelak.
1. Seluruh Dosen Gizi FPK UIN Walisongo, yang telah memberikan studi kasus
pada kami dan memberikan arahan selama proses kenapiteraan umum (PANUM)
berlangsung.
2. Teman-teman yang terlibat langsung dalam membantu menyelesaikan laporan
ini.
3. Kami juga berterima kasih kepada dosen pembimbing kelompok kami yakni
Ibu Zana Fitriana Octavia, S.Gz., M.Gizi
Tentunya kami berharap laporan yang telah kami susun dapat bermanfaat bagi
kita semua. Apabila di dalam laporan ini terdapat kesalahan, kami mohon maaf
yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran dari dosen maupun teman-teman kami
harapkan dapat menjadikan laporan-laporan kedepannya menjadi lebih baik.
I. PENDAHULUAN
1.3 Manfaat
1.3.2 Bagi dosen, penyelesaian kasus ini dapat digunakan sebagai bahan
ajar tambahan dalam proses belajar mengajar
1.3.3 Bagi masyarakat, penyelesaian kasus ini dapat dijadikan acuan dan
informasi tambahan dalam mengolah menu rendang
II.1HACCP
2.1.1 Pengertian
Analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (Hazard Analysis
Critical Control Point) HACCP didefinisikan sebagai suatu
pendekatan ilmiah, rasional, dan sistematik untuk mengidentifikasi,
menilai dan mengendalikan bahaya. HACCP ini merupakan 10
sistem jaminan keamanan pangan dalam industri makananan yang
sudah dikenal dan berlaku secara Internasional (Surono, dkk., 2016).
Konsep HACCP merupakan penggabaungan dari prinsip
mikrobiologis makanan, pengawasan mutu, dan penilaian resiko
untuk mencapai tingkat keamanan setinggi mungkin. Meskipun
bergitu, penerapan HACCP tidak berarti menghentikan
pertumbuhan bakteri hingga ke titik nol, melainkan
meminimalkannya ke tingkat yang dapat dianggap aman. Sistem ini
menilai kendali atas mutu bahan mentah, sistem pengolahan,
lingkungan tempat proses dilangsungkan, orang-orang yang terlibat
dalam proses, dan sistem penyimpanan serta distribusi (Arisman,
2009).
HACCP terdiri dari 12 langkah dimana 7 prinsip HACCP
tercakup di dalamnya. Berikut adalh langkah-langkah penyusunan
dan penerapan HACCP menurut (Dewanti, 2013) :
1. Menyusun tim HACCP
2. Deskripsikan Produk
3. Identifikasi penggunaan yang dituju
4. Menyusun diagram alir
5. Verifikasi diagram alir
6. Daftarkan semua bahaya potensial, lakukan analisis bahaya,
tentukan tindakan pengendalian
7. Tentukan CCP
8. Tetapkan Batas kritis untuk setiap CCP
9. Tetapkan sistem pemantauan untuk setiap CCP
10. Tetapkan tindakan koreksi untuk penyimpangan yang mungkin
terjadi
11. Tetapkan prosedur verifikasi
12. Tetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi
2.1.2 Prinsip
Secara teoritis ada tujuh prinsip dasar penting dalam penerapan
sistem HACCP pada industri pangan. Ketujuh prinsip dasar penting
HACCP yang merupakan dasar filosofi HACCP tersebut menurut
Rauf (2013) adalah :
1. Analisis Potensi Bahaya Analisis bahaya
Analisis bahaya merupakan prinsip pertama dari tujuh
prinsip HACCP yang tertuang di dalam dua belas langkah
penerapan sistem HACCP. Analisis bahaya dilakukan untuk
mengidentifikasi potensi-potensi bahaya termasuk penyebabnya
serta menentukan peluang kejadian atau resiko (risk) dan tingkat
keparahan (severity) pada setiap tahapan proses (Brown, 2000).
4. Monitoring / Pengawasan
Penetapan prosedur pengendalian (monitoring) adalah
prinsip HACCP keempat yang dilakukan setelah terlebih dahulu
dilakukan penetapan batas kritis untuk setiap CCP. Penetapan
prosedur pengendalian (monitoring) dilakukan untuk mencegah
keadaan sebuah CCP menjadi tidak terkontrol yang berakibat
pada peningkatan resiko dihasilkannya produk berbahaya,
mengidentifikasi masalah sebelum muncul, menemukan titik
sebab suatu masalah, serta membantu proses verifikasi dan
pembuktian kelayakan sistem HACCP (Sudibyo, 2008).
5. Tindakan Perbaikan
Tindakan perbaikan menurut Rauf (2013) adalah prosedur
yang dilakukan saat terjadi suatu penyimpangan dari batas kritis
atau proses berlangsung melewati batas kritis. Terjadinya
penyimpangan dari batas kritis dapat diketahui dari kegiatan
monitoring. Tindakan perbaikan harus segera diambil pada saat
batas kritis terlampaui. Tindakan tersebut terencana, sehingga
prosedur perbaikan telah ditetapkan sebelumnya dan
terdokumentasi pada rencana HACCP. Prosedur perbaikan yang
akan dilakukan telah dipastikan bahwa tidak ada dampak bagi
keamanan produk. Pilihan tindakan perbaikan yang diambil jika
terjadi penyimpangan adalah:
a. Produk diisolasi dan ditahan untuk dilakukan evaluasi
keamanan
b. Dilakukan proses ulang
c. Proses dilanjutkan ke tahap berikutnya di mana penyimpangan
pada tahap tersebut dapat segera dikendalikan pada tahap
selanjutnya
d. Produk dimusnahkan
6. Prosedur Verifikasi
Prosedur verifikasi merupakan suatu kegiatan penerapan
metode, prosedur pengujian dan analisis, maupun tindakan
evaluasi lainnya sebagai tambahan pada sistem monitoring
(pemantauan) guna mengetahui dan memastikan tingkat
kesesuaiannya terhadap sistem HACCP (Yesua, 2013).
Kalibrasi dilakukan pada peralatan dan instrumen yang
digunakan dalam monitoring atau verifikasi. Hal ini untuk
menjamin keakuratan pengukuran. Jika peralatan pengolahan
telah dilengkapi indikator pengukuran, seperti alat pengukur
suhu, maka peralatan tersebut secara periodik dikalibrasi.
Pengujian mikrobiologi dilakukan pada produk akhir untuk
memberikan keyakinan yang tinggi bahwa produk yang
dihasilkan aman dikonsumsi. Kegiatan verifikasi dapat
dilakukan setiap tahun satu kali. Verifikasi dapat dilakukan
setiap saat, jika (Dian, 2018):
a. Ada perubahan bahan baku
b. Ada perubahan proses atau kondisi proses
c. Ada kasus atau pengaduan yang merugikan
d. Terjadinya penyimpangan atau deviasi yang berulang
e. Adanya informasi baru tentang potensi bahaya atau tindakan
pengendalian, distribusi atau praktek penangan konsumen
yang baru
2.1.3 Tujuan
Tujuan dan sasaran HACCP adalah memperkecil
kemungkinan adanya kontaminasi mikroba patogen dan
memperkecil potensi mereka untuk tumbuh dan berkembang. Secara
individu setiap produk dan sistem pengolahannya dalam industri
pangan harus mempertimbangkan rencana pengembangan HACCP.
Setiap produk dalam industri pangan yang dihasilkannya akan
mempunyai konsep rencana penerapan HACCP masing-masing
disesuaikan dengan sistem produksinya.
1. Bagi industri pengolahan pangan,
2.1.4 Penerapan
2. Deskripsi produk
7. Penentuan CCP
Bahan-Bahan rendang
Daging Sapi
1. Daging sapi
Daging sapi yang digunakan adalah daging bagian rump atau tunjang
atau bagian punggung belakang sapi seperti cube roll atau top side. Hal
ini dikarenakan daging-daging tersebut tidak banyak mengandung lemak
baik lemak luar atau bagian jaringan lemak yang berada di dalam daging.
Sehingga, ketika dimasak dengan suhu tinggi dalam waktu yang lama
daging tersebut tidak akan hancur (sutomo, 2012). Istilah randang dalam
dunia kuliner juga bisa dikategorikan dengan metode memasak
dengan cairan atau Moist Heat Cooking Method. Dimana salah satu
metode memasak nya ialah dengan cara Stew. Metode memasak “Stew”
ialah proses memasak dengan memotong bagian daging dengan
potongan dadu atau chunk, yang kemudian dimasak dengan
menggunakan liquid atau cairan yang berasal dari kaldu ataupun sauce
dengan api yang kecil dan waktu yang lama (Gisslen, 2015). Hal tersebut
sama dengan cara pembuatan rendang. Hanya saja cairan yang
digunakan berasal dari santan dan waktu pemasakan yang bisa lebih
lama. Maka dari itu bagian daging yang cocok untuk pembuatan
rendang sesuai dengan kriteria daging yang digunakan untuk metode
memasak stew.
2. Santan Kelapa
3. Bumbu Rempah
Selain kedua bahan utama tadi, aspek yang paling penting dalam
membuat rendang adalah bumbu dan rempah-rempah lokal yang
memperkaya cita rasa. Ada beberapa versi resep yang didalamnya
menjelaskan mengenai bumbu-bumbu yang digunakan dalam memasak
rendang. Masing-masing daerah di Sumatra barat memiliki perbedaan
bumbu dan rempah. Namun demikian, beberapa bumbu dan rempah yang
pada umumya sering dijumpai dalam pembuatan rencang adalah antara
lain; cabai merah, daun kunyit, daun jeruk purut, serai, salam, lengkuas,
kayu manis, asam kandis dan gelugur, jintan, ketumbar, dan pala. Dengan
banyaknya bumbu dan rempah yang dipakai dalam pembuatan rendang,
menjadikan rendang dapat mewakili citarasa kuliner nusantara dalam
kancah internasional.
III. HASIL PENERAPAN HACCP
SPESIFIKASI PARAMETER
Nama produk Rendang
Komposisi Daging sapi, santan, cabai merah,
daun jeruk purut, kunyit,
lengkuas,kayu manis,ketumbar,
jintan, asam kandis,asam gelugur,
kemiri, pala, bawang merah,
bawang putih,jahe, santan
Pengemasan - Plastik untuk makanan
- Kertas pembungkus nasi
Masa Kadaluarsa - 2 hari
- 7 hari (apabila dipanaskan
kembali)
Tempat Produk Dijual Rumah Makan Padang
Penggunaan Produk Langsung dikonsumsi
Kondisi Penyimpanan Disajikan di etalase menggunakan
mangkuk
Distribusi Pendistribusian dari dapur ke
tempat penyajian/etalase
menggunakan mangkuk
20 liter santan
Pemasakan daging 1kg dengan Bumbu dihaluskan/
1500ml air selama dan pengggilingan selama
masukkan bumbu yang sudah 20 menit
ditumis, dan masukkan santan
setelah bumbu meresap dalam
Bumbu ditumis
daging tambahkan santan
dengan ditambahkan
dimasak dalam waktu 2 jam bumbu serai, daun
dengan suhu 90℃ jeruk, daun kunyit
Penyimpanan daging
rendang yang sudah Penyajian selama Rendang
dimasak di pisah urang dari 3 jam dikonsumsi
dengan kuah dengan dengan suhu >60℃
suhu ruang 27-30℃
Konfirmasi Diagram Alir Proses Pengolahan Rendang
20 liter santan
Pemasakan daging 1kg
Bumbu dihaluskan/
dengan 1500ml air selama pengggilingan selama
dan masukkan bumbu yang 20 menit
sudah ditumis, dan
masukkan santan setelah
bumbu meresap dalam Bumbu ditumis
daging tambahkan santan dengan ditambahkan
bumbu serai, daun
dimasak dalam waktu 2 jam
jeruk, daun kunyit
dengan suhu 90℃
Penyimpanan daging
rendang yang sudah Penyajian selama Rendang
dimasak di pisah urang dari 3 jam dikonsumsi
dengan kuah dengan dengan suhu >60℃
suhu <5℃ selama 24
jam
3.2.4.1 Identifikasi bahaya dan analisis resiko bahaya setiap tahap proses
pembuatan
V Produk minyak
- Tingkat keakutan bahaya tinggi: bahaya yang mengancam jiwa manusia (1000).
- Tingkat keakutan bahaya sedang: bahaya yang mempunyai potensi mengancam
jiwa manusia (100).
- Tingkat keakutan bahaya rendah : bahaya yang mengakibatkan pangan tidak
layak konsumsi (10).1
Penerimaan B: S. Y Y CCP
daging sapi Aureus
,
Clostridiu
m
Botulinum,
E coli
YA TIDA Modifikasi
K produk
TIDA BUKAN
K CCP
TIDA YA CCP
K
TIDA YA
K
BUKAN
CCP
TIDAK YA
BUKAN CCP
CCP
1.2.4.4 Pertanyaan Penerapan CCP untuk bahan baku
YA
BUKAN CCP
TIDAK YA
YA TIDAK
1.2.4.5 Tabel Penerapan HACCP
Proses Kimia : Bebas dari Keadaan Dapur Pengecekan Setiap Penjamah Penjam
penyiapan alat- cairan bahan kimia alat-alat alat-alat masak menyiapka makanan memb
alat yang pencuci yang untuk yang akan n alat-alat alat ya
dipakai piring terdapat memasak dipakai memasak
pada cairan
pencuci
piring
Proses Biologi : Suhu saat Suhu pada Dapur Mengukur suhu Setiap Penjamah Penjam
pemasakan patogen memasak saat saat proses memasak makanan menga
yang tahan minimal memasak memasak rendang minim
terhadap 90°C suhu ti
panas memp
memp
pemas
Fisik : - Sanitasi Keadaan Dapur Mengecek Setiap Penjamah Penjam
debu,serpiha dapur yang rendang kebersihan memasak makanan memb
n batu baik pada saat dapur,dan alat rendah mengg
- Bebas dari dimasak masak cobek
benda asing keropo
(serpihan
batu,debu)
Penyimpanan Fisik : debu -Sanitasi Keadaan Etalase Mengecek Setiap Penjamah Penjam
dan distribusi etalase dan wadah dan dan rumah kebersihan penyimpan makanan memb
rumah tempat makan etalase dan an rendang dan ru
makan baik penyimpan rumah makan, di etalase mengg
- Bebas dari an mengecek ada tut
benda asing wadah yang
(debu) dipakai
Kimia : Plastik atau Wadah Tempat Mengecek jenis Setiap Penjamah Penjam
senyawa kertas yang plastik/kertpenjual plastik/kertas membeli makanan mengg
kimia digunakan as yang plastik yang dipakai plastik/kert plastik
plastik/kerta cocok untuk dipakai as pembu
s makanan untuk
panas, jenis kemasan
plastik PP rendang
atau
terdapat
logo
serta tulisan
aman untuk
makanan
III. PEMBAHASAN
Rendang merupakan makanan khas yang berasal dari Padang, Sumatera Barat.
Makanan ini tidak hanya terkenal di kota kelahirannya saja, melainkan juga sudah
menjadi salah satu makanan popular bagi masyarakat Indonesia. Berdasarkan asal
katanya, rendang berasal dari ‘randang’ yang dalam Bahasa Padang berarti ‘pelan’.
Hal ini merujuk pada proses pembuatan rendang yang memerlukan waktu yang lama.
Rendang pada umumnya terbuat dari daging sapi yang dimasak dengan santan dan
ditambahkan berbagai macam bumbu. Dalam perkembangannya, rendang tidak lagi
hanya menggunakan daging sapi, tetapi juga dapat menggunakan daging ayam,
daging kambing, udang, ikan, telur bahkan dapat menggunakan sayuran seperti
kentang. Penamaan masakan rendang pun mengacu pada bahan utamanya, seperti
rendang daging, rendang ayam, rendang ikan, rendang telur, dan rendang kentang
(Sutomo,2012). Rendang pada umumnya terbuat dari daging,santan,cabai merah,daun
jeruk purut,serai, lengkuas,kayu manis,jintan,ketumbar,asam kandis,asam
gelugur,kemiri,pala,bawang merah,bawang putih,dan jahe. Selama proses pengolahan
rendang tentunya tidak terlepas dari resiko makanan tersebut terkontaminasi oleh
faktor luar seperti cemaran fisik,biologi maupun kimia. Hal itu tidak terlepas dari
penggunaan bahan makanan dalam jumlah banyak serta proses pengolahan yang
memakan waktu lama sehingga lebih beresiko terkena kontaminasi dari luar.
Studi kasus yang kami terima adalah tentang kasus keracunan makanan yang
terjadi di salah pabrik pengolahan makanan di Jawa Timur. Hal yang dilakukan
untuk menganalisis kasus keracunan ini adalah menggunakan prinsip penerapan
HACCP. Analisis kasus keracunan ini akan diidentifikai dengan melihat melihat titik
kendali kritis (CCP) selama proses pengolahan rendang. Pada pengolahan rendang
titik kendali kritis terdapat pada bahan baku dan juga proses pengolahannya. Bahan
baku pengolahan rendang terdiri atas daging, santan, dan juga bumbu. Daging yang
diperoleh dari pasar kemungkinan bisa tercemar oleh cemaran fisik berupa debu dan
kayu. Hal itu karena proses pemotongan daging yang dilakukan menggunakan alas
kayu dan penjualan daging di lakukan di tempat terbuka. Namun hal ini bisa
dihilangkan dengan cara mencuci daging dengan bersih sebelum diolah, sehingga
bukan menjadi titik kendali kritis. Selain itu, kemungkinan daging juga mengalami
cemaran biologis berupa masuknya bakteri ke dalam daging karena penjualan
dilakukan di tempat terbuka sehingga memungkinkan lalat sebagai pembawa bakteri
hinggap di daging serta daging yang tidak disimpan di dalam suhu rendah. Namun hal
ini juga tidak menjadi titik kendali kritis karena daging akan dimasak dalam waktu
lama dan suhu tinggi sehingga bakteri di dalamnya akan mati. Bahan baku
selanjutnya, yakni santan. Kemungkinan cemaran yang terjadi pada santan adalah
cemaran fisik dan biologi sama seperti pada daging. Cemaran biologi bisa
dihilangkan dengan proses pemanasan saat pengolah rendang. Cemaran fisik pada
santan mungkin saja terjadi jika tidak ada penyaringan kembali sebelum santan diolah
sehingga memungkinkan serabut kelapa, batok kelapa, debu,rambut masih tertinggal
di dalam santan tersebut. Hal yang dapat dilakukan untuk menghilangkan bahaya ini
adalah dengan menyaring kembali santan sebelum diolah dan para pekerja
menggunakan penutup kepala selama proses pengolahan rendang. Bahan berikutnya,
yaitu bumbu. Bumbu, juga rentan tercemar oleh cemaran fisik dan biologi. Cemaran
biologi dapat dihilangkan dengan proses pemasakan yang dilakukan, sehingga tidak
menjadi titik kendali kritis. Cemaran fisik, bisa menjadi titik kendali kritis karena
tidak menutup kemungkinan pada proses penghalusan bumbu, terdapat debu,tanah
yang menempel pada bumbu, dan juga rambut. Solusi untuk menangani masalah ini
adalah dengan mencuci bumbu dengan bersih sebelum diolah dan para pekerja
menggunakan penutup kepala selama proses pengolahannya.
IV.1 Kesimpulan
Studi kasus tentang keracunan makanan yang terjadi di salah satu pabrik
pengolahan makanan di Jawa Timur akibat mengonsumsi rendang dapat diidentifikasi
menggunakan penerapan dari HACCP. Identifikasinya bisa dilakukan dengan melihat
Critical Control Point (CCP) dalam proses pembuatan rendang tersebut. Sebelum
menetapkan Critical Control Point (CCP) dilakukan identifikasi bahaya pada menu
rendang dan hasilnya produk tersebut memiliki resiko terhadap bahaya fisik,kimia
maupun biologis. Setelah itu, analisis lebih lanjut dilakukan untuk menetapkan CCP
pada bahan baku maupun proses pengolahannya untuk membuat pengendalian
pencegahan bahaya agar produk aman untuk dikonsumsi. Tahapan-tahapan CCP
dalam pembuatan rendang ini yaitu penerimaan bahan baku (daging,santan,bumbu),
penyiapan bahan baku (daging,santan,bumbu), proses penyiapan alat-alat yang
dipakai, prose pemasakan, proses penyimpanan dan distribusi.
IV.2 Saran
Belajar dari kasus keracunan makanan ini, kita menjadi sadar bahwa
penerapan HACCP dalam proses pengolahan makanan menjadi sangat penting. Hal
ini karena HACCP adalah suatu sistem yang menjamin bahwa makanan yang
dikonsumsi itu aman. Oleh karena itu, produsen makanan harus bisa menerapkan
sistem HACCP agar makanan yang dihasilkan tetap aman hingga ke konsumen.
Daftar Pustaka
Yesua. (2013). Kajian Aplikasi HACCP Pada Proses Produksi Ayam Goreng Di
Salah Satu Restoran Cepat Saji Di Kota Bogor.