Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

REGION

Disusun dalam rangka memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Konsep Dasar IPS

Dosen Pengampu :

Dra. Munisah, M.Pd.

Galih Mahardika Christian Putra, S.Pd., M.Pd.

Disusun oleh :

Rindita Milenia (1401419348)

Naufal Aziz Fadlurrohman (1401419354)

Riska Nidaul Husnawati (1401419358)

Denta Oktafhianie Prabawanti (1401419367)

ROMBEL H

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR NGALIYAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep wilayah dan tata ruang.

Sering kali orang mengucapkan kata region, daerah, wilayah, space, dan area. Keempat kata
tersebut secara bahasa merupakan sinonim, tetapi mempunyai penerapan yang berbeda yakni
menyesuaikan dengan konteksnya. Istilah yang sering dipakai dalam terminology berbagai
dsiplin ilmu terutama ilmu kebumian dan teknik perencanaan, seperti ilmu geografi, geodesi,
planologi dan lain-lain adalah region dan spasial. Dalam bahasa Inggris Anglosaxon, lebih
banyak digunakan istilah region, sedangkan istilah spasial (space) yang berbentuk kata sifat kini
popular bersamaan munculnya berbagai teknik analisis keruangan (spatial analysis) dengan
menggunakan berbagai perangkat lunak.

B. Region

Region adalah suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri keseragaman gejala internal (internal
uniformity) atau fungsi yang membedakan wilayah tersebut dengan wilayah lain. Ciri-ciri
keseragaman tersebut dapat berupa kenampakan sosial maupun kenampakan fisik. Kenampakan
sosial antara lain berupa kegiatan perekonomian/mata pencaharian, bentuk pemerintahan, bentuk
kebudayaan, atau kenampakan fisik, yang dapat berupa keseragaman iklim, kesamaan topografi
(dataran, pegunungan, lembah, dan lain-lain), kesamaan lokasi geografis, dan lain-lain.Region
yang penentuannya didasarkan pada keseragaman gejala internal sebagaimana tersebut di atas
disebut dengan formal region. Sementara region juga dapat dilihat sebagai bagian dari suatu
sistem, dalam arti bahwa suatu region berhubungan dengan region lainnya sebagai suatu sistem,
dalam hal ini region disebut sebagai functional region.

Para ahli geografi membagi region dalam 2 golongan, yaitu formal dan fungsional.

1. Wilayah Formal (Formal Region)


Wilayah formal adalah suatu wilayah yang dicirikan berdasarkan keseragaman atau homogenitas
tertentu. Oleh karena itu, wilayah formal sering pula disebut wilayah seragam (uniform region).
Homogenitas dari wilayah formal dapat ditinjau berdasarkan kriteria fisik atau alam ataupun
kriteria sosial budaya.Wilayah formal berdasarkan kriteria fisik didasarkan pada kesamaan
topografi, jenis batuan, iklim, dan vegetasi. Misalnya, wilayah pegunungan kapur (karst),
wilayah beriklim dingin, dan wilayah vegetasi mangrove. Adapun wilayah formal berdasarkan
kriteria sosial budaya, seperti wilayah suku Asmat, wilayah industri tekstil, wilayah Kesultanan
Yogyakarta, dan wilayah pertanian sawah basah.
2. Wilayah Fungsioanal (Nodal Region)
Wilayah fungsional adalah wilayah yang dicirikan oleh adanya kegiatan yang saling
berhubungan antara beberapa pusat kegiatan secara fungsional. Misalnya, Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) yang secara fisik memiliki kondisi yang berbeda
(heterogen) namun secara fungsional saling berhubungan dalam memenuhi kebutuhan hidup
penduduk di setiap wilayah.Hubungan antarpusat kegiatan pada umumnya dicirikan dengan
adanya arus transportasi dan komunikasi yang pada akhirnya menunjang pertumbuhan dan
perkembangan dari setiap wilayah tersebut. Pada awal perkembangannya, Jakarta, Bogor,Depok,
Tangerang, dan Bekasi merupakan kota-kota yang terpisah dan tidak saling memengaruhi.Akan
tetapi, seiring dengan perkembangan Kota Jakarta, kota di sekitarnya seperti Bekasi, Tangerang,
Depok, dan Bogor menjadi wilayah penyangga bagi pertumbuhan dan perkembangan Kota
Jakarta. Dalam pengertian lain Bekasi, Tangerang, Depok, dan Bogor merupakan  suatu wilayah
fungsional bagi pertumbuhan dan perkembangan Jakarta. Demikian pula dengan Jakarta
merupakan wilayah fungsional bagi pertumbuhan dan perkembangan wilayah-wilayah di
sekitarnya termasuk Bogor, Depok,Tangerang, dan Bekasi.

Secara umum kota merupakan wilayah fungsional yang berperan dalam memenuhi kebutuhan
penduduk pedesaan di sekitarnya. Demikian pula desa merupakan wilayah fungsional yang
berperan dalam menyokong pemenuhan kebutuhan hidup penduduk kota. Dengan demikian,
antara kota dan desa walaupun secara fisik berbeda namun secara fungsional selalu saling
berhubungan.

1. Perwilayahan
Perwilayahan adalah proses membagi ruang menjadi beberapa bagian. Untuk melakukan
regionalisasi (perwilayahan) suatu bagian permukaan bumi dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, yakni dengan menggunakan aspek tertentu yang dimiliki secara bersama-sama oleh
bagian-bagian permukaan bumi tersebut, sehingga antar bagian permukaan bumi tersebut
menjadi relatif homogin. Secara umum regionalisasi bagian-bagian permukaan bumi ini dapat
dilakukan dengan menggunakan 4 dasar, yakni: river basin, similarity, functionality, dan
adhoc. Sementara dalam ilmu wilayah dikenal beberapa paradigma wilayah yang dapat
digunakan untuk pewilayahan, dan dapat dijadikan dasar bagi pengaturan dalam undang-undang
penataan ruang, yakni: Daerah aliran sungai, Wilayah homogin, Wilayah nodal, Wilayah
metropolitan, Wilayah pengelolaan (Son Diamar dalam Jakub Rais, 2004).

2. River Basin
Regionalisasi berdasrkan azas river basin adalah penentuan suatu permukaan bumi sebagai suatu
region berdasarkan satuan lahan aerah aliran sungai (DAS) atau watershed. River basin adalah
daerah yang menjadi tempat presipitasi air hujan yang dibatasi oleh igir-igir, sehingga air huja
terkonsentrasi melalui berbagai anak sungai menuju sungai utama yang merupakan satu outlet
menuju ke laut.

DAS merupakan satuan ekosistem yang kompleks dan luasnya dapat melebihi luas wilayah
administrative kabupaten, meskipun mungkin tidak selalu demikian tetapi pada umumnya DAS
lebih luas dari wilayah administrative kabupaten.
3. Similarity
Azas similarity atau azas kesamaan, ada yang menyebutnya sebagai azas homoginity adalah
suatu dasar untuk menentukan bahwa suatu bagian permukaan bumi dinyatakan sebagai suatu
region karena memiliki karakteristik yang homogin atau kesamaan tertentu baik secara fisik
maupun budaya (kultur). Secara fisik aspek yang menjadi ciri khas kesamaan dapat berupa letak
geografis, fisiografis (bentuk lahan, jenis tanah, geologis), klimatologis, keterkaitan dengan
kondisi fisiografis dengan daerah lain. Kesamaan secara kultur dapat berupa mata pencaharian,
adat istiadat, latar belakang sejarah, ideologis, tingkat peradaban, dan lain-lain. Kedua aspek
similaritas ini dapat berlaku secara sendiri-sendiri dan dapat pula secara komplementar. Region
yang terwujud karena similaritas komplementer biasanya soliditasnya lebih kuat. Kesamaan
secara fisik saja tidak cukup untuk dianggap sebagai region yang solid, karena banyak bukti
menunjukkan banyak wilayah-wilayah di permukaan bumi ini yang secara fisik sebagai satu
region tetapi defacto menjadi tidak satu region.

4. Functionality
Suatu bagian permukaan bumi dapat dinyatakan sebagai sebuah region karena memiliki
kesamaan fungsi. Suatu daerah memiliki fungsi tertentu bila dikaitkan dengan daerah lainnya.
Fungsi tersebut muncul karena adanya perbedaan potensi fisik, budaya atau perpaduan antara
fisik dan budaya. Suatu daerah dapat dinyatakan sebagai penghasil tembakau, pengimpor beras,
pengekspor minyak, dan lain-lain. Di daerah perkotaan ada daerah yang disebut pusat kota, pusat
bisnis, dan lain-lain. Penamaan tersebut karena secara sistemik, terdapat daerah yang
menghasilkan suatu komoditi dan ada daerah yang mengkonsumsi komoditi. Demikian pula
bagian dari wilayah kota, ada yang tidak menjadi pusat, ada daerah kota yang tidak berfungsi
sebagai pusat bisnis dan sebaliknya. Termasuk dalam penamaan kota dan desa, keduanya dapat
dianggap mempunyai fungsi yang berbeda, sehingga keduanya menjadi region sendiri-sendiri
dalam satu sistem.

5. Adhoc
Adalah penentuan region berdasarkan salah satu kesamaan karakter yang dimiliki oleh bagian
tertentu dari permukaan bumi yang bersifat relative/tidak tetap atau sementara, karena ada
peristiwa tertentu atau untuk tujuan tertentu.. Suatu daerah dapat dianggap sebagai satu region
oleh hanya satu atau lebih kesamaan bahkan kesamaan tersebut dapat diciptakan untuk maksud
tertentu. Contoh regionalisasi berdasar azas adhoc adalah region endemic flu burung, region A
dan B yang berbeda secara administrative dapat menjadi satu region karena keduanya sama-sama
terjangkit flu burung.

Contoh lainnya adalah region pemilihan dalam pemilihan umum. Penentuan suatu daerah
pemilihan ditentukan atas dasar kepentingan kemudahan koordinasi dan manajemen pemilu.
Setelah pemilu selesai regionalisasi tersebut selesai. Hanya saja regioanlisasi secara adhoc ini
tidak selamanya bersifat sementara seperti dalam contoh penentuan daerah pemilu, tetapi dapat
bersifat tetap meskipun aspek yang menjadi dasar regionalisasi hanya bersifat relative.

6. Nodal
Suatu wilayah/region dapat diidentifikasi sebagai suatu satuan wilayah yang terbentuk karena
adanya jaringan interaksi antar pusat-pusat kegiatan, dalam hal produksi, distribusi, dan
pelayanan. Dalam konsep geografi, nodal biasa digunakan untuk menggambarkan system kota-
kota atau system pusat-pusat permukiman. Dalam system ini, pusat-pusat kegiatan mempunyai
hierarkhi, orde, atau eselon (Son Diamar dalam Jacub Rais, 2004).

Berdasarkan konsepsi wilayah nodal tersebut, maka dapat saja terjadi suatu region nodal
mencakup sua atau lebih daerah kabupaten/propinsi, misalnya salah satu propinsi ditentukan
sebagai orde I, sedangkan dua propinsi lainnya menjadi sub-ordinatnya, yakni pusat orde II.

1. Metropolitan
Metro (mater, mather, induk), jadi suatu wilayah dapat diidentifikasi sebagai wilayah
metropolitan berdasarkan adanya satuan wilayah perkotaan yang terdiri dari satu atau lebih kota
induk beserta beberapa kota satelit di sekitarnya, yang saling berhubungan membentuk satu
kesatuan social, ekonomi, dan ekologi perkotaan. Contoh wilayah metropolitan adalah
Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, dan Bekasi), Surabaya Raya yang dikenal
dengan sebutan Gerbang Kertosusilo (Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan
Lamongan.

2. Pengelolaan
Satuan wilayah ini ditentukan berdasarkan suatu hukum, seperti undang-undang atau lainnya,
menjadi yurisdiksi, dan atau wilayah “kewenangan” dan tanggung jawab pengelolaan, untuk
mencapai tujuan tertentu. Contohnya adalah wilayah administratif pemerintah daerah (pemda),
wilayah otorita, daerah khusus, dan lain-lain.

Dasar lainnya
Regionalisasi atau pewilayahan yang merupakan paradigma baru diperkenalkan oleh the Habibie
Center, Departemen kelautan dan Perikanan, dan Dewan Maritim Indonesia, yakni paradigma
wilayah benua maritime. Inti paradigm ini memandang wilayah Negara kepualauan sebagai satu
benua, karena dilihat dari sejarah geologinya berjuta tahun sebelum es mencair menjadi laut,
pulau-pulau tersebut merupakan satu benua yang tidak terpisah-pisah (gondwana).Karena pulau-
pulau saat ini telah terpisah, maka penyatunya adalah dasar laut, sehingga menjadi benua dasar
laut yang harus dikelola secara terpadu. Tetapi karena luasnya benua laut ini, maka wilayah
benua maritime Indonesia dibagi menjadi wilayah-wilayah yang lebih kecil yang dinamakan
wilayah kemaritiman. Dalam wilayah kemaritiman terdapat berbagai wilayah seperti DAS,
wilayah homogin, wilayah nodal, mungkin beberapa wilayah metropolitan, yang berinteraksi
melalui laut. Dengan paradigm ini, maka laut bukan sebagai pemisah, tetapi laut sebagai
penyatu. Laut mengintegrasikan antar wilayah darat (Son Diamar dalam Jakub Rais, 2004).

3. Tata Ruang
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun
tidak. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem jaringan prasarana dan
sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.
Sebaiknya kita melihat isi dari Undang – Undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan Ruang,
untuk mengetahui lebih pasti definisi dari tata ruang seperti yang terjabarkan dalam uraian
dibawa ini:

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk
ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana
dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hierarkis memiliki hubungan fungsional.
4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi
peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang.
Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan
maupun yang menunjukkan adanya hierarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang. Rencana Tata
Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang berupa rencana – rencana kebijaksanaan pemanfaatan
ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan.

Contoh peruntukan ruang antaran lain:

1. kawasan permukiman perkotaan, kawasan permukiman perdesaan, kawasan produksi,


sistem prasarana wilayah meliputi: prasarana transportasi, telekomunikasi dan pengairan dan
prasarana lainnya.
2. Kawasan Permukiman adalah bagian kawasan budidaya baik perkotaan maupun
perdesaan dengan dominasi fungsinya kegiatan permukiman.
3. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama adalah pertanian
termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
4. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi
pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
5. Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai
strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
6. Kawasan Prioritas adalah yang mendapat prioritas paling utama di dalam pengembangan
dan penanganannya dengan memperhatikan kawasan strategis dalam wilayah provinsi dan aspek
lain yang bersifat kabupaten untuk mewujudkan sasaran pembangunan sesuai dengan potensi dan
kondisi geografis.
7. Kawasan Strategis adalah kawasan yang mempunyai peranan penting untuk
pengembangan ekonomi, sosial budaya, lingkungan maupun pertahanan keamanan dilihat secara
nasional dan provinsi

Dari pengertian tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan tentang mengapa diperlukan
penyusunan rencana tata ruang, yaitu:

1. Untuk mencegah atau menghindari benturan-benturan kepentingan atau konflik antar


sektor dan antar kepentingan dalam pembangunan masa kini dan masa yang akan datang.
2. Untuk menghindari terjadinya diskriminasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya alam.
3. Untuk tercapainya optimalisasi pemanfaatan ruang yang memperlihatkan daya dukung
dan kesesuaian wilayah terhadap jenis pemanfaatannya.
4. Untuk terciptanya kemudahan pemanfaatan fasilitas dan pelayanan sosial ekonomi bagi
segenap masyarakat maupun sektor-sektor yang terkait.
5. Untuk terjadinya kesesuaian antara tuntutan kegiatan pembangunan di satu pihak dengan
kemampuan wilayah di pihak lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
6. Untuk dapat terciptanya interaksi fungsional yang optimal baik antara unit-unit wilayah
maupun wilayah lainnya.
7. Menjaga kelestarian dan kemampuan ruang serta menjamin kesinambungan
pembangunan di berbagai sektor.
8. Untuk dapat memberikan arahan bagi penyusunan program-program tahunan. Agar dapat
terjadi kesesuaian sosial ekonomi akibat pemanfaatan ruang terhadap perkembangan ekonomi
dan sosial yang sedang maupun mendatang.
9. Untuk dapat menciptakan kemudahan bagi masyarakat untuk berpartisipasi pada
kegiatan-kegiatan produksi. Terciptanya suatu pola pemanfaatan ruang yang mampu
mengakomodir segala bentuk kegiatan yang terjadi di dalam ruang tersebut.
Baca lebih lanjut: KONSEP TATA RUANG
Pelajari lebih lanjut: Undang – Undang No. 26 Tahun 2007

Pembangunan dan pertumbuhan wilayah


Ada segudang pemahaman tentang pembangunan dari berbagai tinjauan keilmuan. Titik temunya
adalah satu yaitu, menciptakan perubahan pada masyarakat ke arah kemajuan dan kesejahteraan.
Seperti tampak dari dua definisi berikut;

Pembangunan ialah suatu upaya meningkatkan segenap sumber daya yang dilakukan secara
berencana dan berkelanjutan dengan prinsip daya guna yang merata dan berkeadilan. Dalam hal
ini dapat dikatakan bahwa pembangunan berorientasi pada pembangunan masyarakat, dimana
pendidikan menempati posisi yang utama dengan tujuan untuk membuka wawasan dan
kesadaran warga akan arah dan cita-cita yang lebih baik. Effendi (2002:2)

pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif
yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai
aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).
Namun dalam pembangunan dibutuhkan strategi yang jitu. Banyak negara berkembang yang
salah atur dalam strategi dan proses pembangunannya, berefek pada terjebaknya negara tersebut
pada jurang kemiskinan yang lebih dalam.

Dalam perspektif geografi pembangunan adalah manajemen ruang. Sangat sulit dikejar target
pembangunan untuk menghilangkan gap (jarak) antara negara maju dan negara berkembang jika
proses pembangunan tanpa menentukan ruang prioritas. ruang prioritas ini yang akan
menstimulus, difusi pembangunan pada ruang-ruang di sekitarnya. Dalam istilah ekonomi ini
dikenal dengan istilah Trickle-down effect.

The trickle-down effect is a model of product adoption in marketing that affects many consumer
goods and services.
It states that fashion flows vertically from the upper classes to the lower classes within society,
each social class influenced by a higher social class. Two conflicting principles drive this
diffusion dynamic. Lesser social groups seek to establish new status claims by adopting the
fashions of higher social groups in imitation, whilst higher social groups respond by adopting
new fashions to differentiate themselves. This provokes an endless cycle of change, driving
fashion forward in a continual process of innovation.
Terjemahan dengan Google Translate: Efek menetas adalah model adopsi produk dalam
pemasaran yang mempengaruhi banyak barang dan jasa konsumen.
Ini menyatakan bahwa mode mengalir secara vertikal dari kelas atas ke kelas bawah dalam
masyarakat, setiap kelas sosial dipengaruhi oleh kelas sosial yang lebih tinggi. Dua prEWinsip
yang saling bertentangan mendorong dinamika difusi ini. Kelompok sosial yang lebih kecil
berusaha untuk menetapkan klaim status baru dengan mengadopsi mode kelompok sosial yang
lebih tinggi dalam meniru, sementara kelompok masyarakat yang lebih tinggi merespons dengan
mengadopsi mode baru untuk membedakan dirinya sendiri. Ini memprovokasi siklus perubahan
yang tiada henti, mendorong mode maju dalam proses inovasi yang berkesinambungan.
Pusat pertumbuhan (growth pole)
Dalam Geografi Pembangunan dikenal istilah Pusat pertumbuhan (growth pole). Pusat
pertumbuhan (growth pole) adalah suatu wilayah atau kawasan yang pertumbuhan
pembangunannya sangat pesat jika dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat
dijadikan sebagai pusat pembangunan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan wilayah lain di sekitarnya. Jika Anda amati berbagai wilayah di dunia, Anda
dapat melihat pertumbuhan wilayah yang berbeda-beda.

Setiap wilayah memiliki potensi yang berbeda-beda. Potensi suatu wilayah dapat dilihat dari
berbagai aspek, baik aspek fisik maupun sosial budaya yang terdapat di wilayah tersebut. Dalam
mengidentifikasi potensi suatu wilayah agar menjadi pusat pertumbuhan dapat dilakukan dengan
cara menginventarisir potensi utama yang ada di daerah tersebut. Misalnya, Pulau Bali
merupakan suatu wilayah yang memiliki potensi utama wisata alam dan sosial budaya. Pulau
Bali dapat berkembang menjadi pusat pertumbuhan dengan cara memacu perkembangan sektor
lainnya, terutama industri cinderamata, perdagangan, transportasi, perhotelan, dan usaha jasa
lainnya. Pada akhirnya diharapkan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan wilayah-
wilayah di sekitarnya terutama pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
yang pada awalnya relatif kurang berkembang.

Ada tiga teori untuk menentukan wilayah pusat pertumbuhan, tiga teori ini tampak saling
melengkapi.

1. Teori tempat yang sentral (Central Place Theory)

Tiga teori tempat sentral, yang pertama adalah Teori tempat yang sentral (Central Place
Theory) dikemukakan oleh seorang ahli geografi Jerman bernama Walter Christaller. Dalam
bukunya Die Zentralen Orte In Suddeutschland (1933), Christaller bermaksud menemukan
berbagai dalil atau kecenderungan yang menentukan jumlah, besar, dan penyebaran kota dalam
lingkungan. Teori tempat yang sentral merupakan pengembangan teori perkembangan kota yang
sebelumnya telah ada, yaitu teori letak industri dari Alfred Webber (1909) dan lokasi pertanian
dari von Thunenn (1826). Teori yang dikemukakan oleh Christaller ini bertitik tolak dari letak
perdagangan dan pelayanan dalam sebuah kota.
Menurut Chistaller, kota sentral merupakan pusat bagi daerah sekitarnya yang menjadi
penghubung perdagangan dengan wilayah lain. Selanjutnya, Christaller menyebutkannya sebagai
tempat sentral karena tempat yang sentral tersebut tidaklah semata-mata hanya bergantung
kepada aspek permukiman penduduk. Tempat yang ditunjukkan tersebut dapat lebih besar atau
mungkin lebih kecil daripada sebuah kota. Apabila sebuah tempat mempunyai berbagai fungsi
sentral untuk daerah-daerah di sekitarnya yang kurang begitu penting, daerah tersebut dinamakan
tempat sentral tingkat tinggi. Adapun sebuah tempat yang hanya merupakan pusat bagi kegiatan
setempat dinamakan tempat sentral rendah atau tingkat paling rendah.

Dalam memahami distribusi barang di tempat sentral, terdapat perbedaan jarak


keterjangkauan barang yang dibedakan ke dalam batas atas dan batas bawah. Batas atas adalah
jarak terjauh yang harus ditempuh penduduk untuk membeli barang di tempat sentral tertentu.
Batas bawah atau nilai minimum adalah jarak sebuah daerah yang dihuni sejumlah minimum
orang agar barang tersebut memberikan keuntungan.

Dalam memahami tempat-tempat sentral, haruslah terlebih dahulu melihat jangkauan


barang-barang sentral tersebut. Hal ini dapat diartikan bahwa sistem tempat sentral tersebut
dikuasai oleh asas pasar. Dalam arti, semua daerah harus dilengkapi dengan barang-barang yang
diperlukan dan lokasi tempat-tempat sentral harus sesedikit mungkin.
Selain asas pasar seperti yang telah dijelaskan, penentuan tempat sentral juga sangat dipengaruhi
oleh asas pengangkutan dan asas pemerintahan.

Menurut asas pengangkutan, penyebaran tempat-tempat sentral paling menguntungkan


apabila terdapat tempat penting terletak pada jalan yang menghubungkan dua kota. Jalan
penghubung dua kota ini hendaknya berjarak pendek dan lurus.
Asas pemerintahan lebih ditekankan pada penyatuan dan perlindungan kelompok masyarakat
yang terpisah dari ancaman musuh. Oleh karena itu, sebuah tempat sentral ideal menurut asas
pemerintahan adalah kota besar yang berada di tengah-tengah kota dan dikelilingi oleh kota-kota
satelit dan tak berpenghuni di pinggirnya.

2. Teori Sektor

Ke-2 yaitu Teori Sektor, Teori penting sebagai pelengkap teori tempat sentral adalah teori
August Losch. Dalam bukunya yang berjudul The Economics of Location (1954), Losch
menaruh perhatian pada daerah-daerah ekonomi. Losch bertolak dari kesamaan topografi sebuah
tempat yang berada di dataran sama seperti apa yang dasar pengembangan teori Christaller dan
mempelajari faktor-faktor yang menyebabkan terbentuknya daerah-daerah ekonomi tersebut.
Dalam hal ini, yang paling utama adalah munculnya grafik permintaan. Grafik ini menunjukkan
adanya jumlah permintaan yang tinggi, sedangkan di wilayah pinggir permintaannya sedikit. Hal
ini disebabkan oleh kenaikan harga akibat naiknya biaya pengangkutan.

3. Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory)

Yang ke-3, Teori Kutub Pertumbuhan (Growth Poles Theory), Teori kutub pertumbuhan atau
sering pula disebut teori pusat pertumbuhan kali pertama diperkenalkan oleh Perroux pada 1955.
teori ini menyatakan bahwa pembangunan sebuah kota atau wilayah merupakan hasil proses dan
tidak terjadi secara serentak, melainkan muncul di tempat-tempat tertentu dengan kecepatan dan
intensitas yang berbeda. Tempat atau lokasi yang menjadi pusat pembangunan atau
pengembangan dinamakan kutub pertumbuhan.
Kota pada umumnya merupakan pusat pertumbuhan yang terus mengalami perkembangan mulai
dari pusat pertumbuhan, lalu menjalar dan mempengaruhi daerah sekitarnya atau ke pusat
pertumbuhan yang lebih rendah ke arah perkembangan yang lebih besar dan kompleks.

Pusat Pertumbuhan di Indonesia


Konsep pusat pertumbuhan kemudian diadopsi oleh di Indonesia pada masa Orde Baru. Dalam
pelaksanaan pembangunan di Indonesia, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) membagi beberapa kota besar di Indonesia yang memiliki letak sentral
sebagai pusat pertumbuhan yang terdiri atas empat wilayah, yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, dan
Makassar (Ujungpandang). Dari empat wilayah utama tersebut kemudian dibagi lagi menjadi
wilayah-wilayah pembangunan dengan pusat-pusat kota yang terdekat.

Wilayah
Pusat Wilayah
Pembangunan Wilayah yang dikembangkan
Pertumbuhan Pembangunan
Utama

A Medan I Nanggroe Aceh Darussalam dan


Sumatra Utara dengan pusat di Medan
Wilayah
Pusat Wilayah
Pembangunan Wilayah yang dikembangkan
Pertumbuhan Pembangunan
Utama

II Sumatra Barat dan Riau yang berpusat


di Pekanbaru

B Jakarta III Jambi, Sumatra Selatan, dan Bengkulu


dengan pusat di Palembang

IV Lampung, Jakarta, Jawa Barat, Jawa


Tengah, dan DIY yang berpusat di
Jakarta

V Kalimantan Barat yang berpusat di


Pontianak

C Surabaya VI Jawa Timur dan Bali yang berpusat di


Surabaya

VII Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur,


dan Kalimantan Selatan yang berpusat
di Balikpapan dan Samarinda

D Ujung VIII Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara


Pandang Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi
Tenggara yang berpusat di
Ujungpandang (Makasar)

IX Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara


yang berpusat di Menado

X Maluku dan Papua yang berpusat di


Sorong
Kebeijakan pusat pertumbuhan Era Orde baru ini kemudian menimbulkan polemik
karena menghasilkan gap yang sangat besar antara wilayah pusat dan daerah. pada Era
Reformasi pemerintah merubah kebijakan yang dinilai sentralistik, menjadi desentralisasi
melalui kebijakan otonomi daerah.Di Era keninin, sesuai dengan tema Rencana Kerja
Pemerintah (RKP) Tahun 2018, maka pengembangan wilayah akan ditujukan pada pertumbuhan
dan pemerataan pembangunan. Pertumbuhan pembangunan daerah pada tahun 2018 akan
didorong melalui pertumbuhan peranan sektor jasa-jasa, sektor industri pengolahan dan sektor
pertanian. Peningkatan kontribusi sektor-sektor tersebut dilakukan seiring dengan terus
dikembangkannya kawasan-kawasan strategis di wilayah yang menjadi main prime
mover (pendorong pertumbuhan utama) antara lain:

1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK);


2. Kawasan Industri (KI);
3. Kawasan Perkotaan (megapolitan dan metropolitan);
4. Kawasan Pariwisata; serta,
5. Kawasan yang berbasis pertanian dan potensi wilayah seperti agropolitan dan
minapolitan.
Dari sisi pemerataan pembangunan, kebijakan pembangunan daerah diarahkan untuk
pengurangan kesenjangan antar wilayah terutama untuk pembangunan kawasan barat dan
kawasan timur Indonesia, termasuk wilayah perdesaan, daerah tertinggal dan perbatasan.

Anda mungkin juga menyukai