Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FARMASI (III) STERIL

Nama : Ayu Purnama

NIM : 08061381823068

Kelas/Kelompok : B/6

Dosen Pembimbing : Apt. Dina Permata Wijaya, M.Si.

Apt. Adik Ahmadi, M.Si.

PERCOBAAN V: INFUS

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2020
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FARMASI (III) STERIL
INFUS
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui perbedaan infus dan sediaan parenteral
lainnya.
2. Mahasiswa mampu mengetahui cairan isotonik pada sediaan infus.
3. Mahasiswa mampu memilih eksipien yang digunakan dalam pembuatan
sediaan infus.
4. Mahasiswa mampu melakukan formulasi sediaan infus.
II. DASAR TEORI
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan kedalam tubuh melalui sebuah jarum kedalam sebuah pembuluh
vena(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh. Infus adalah larutan dalam jumlah besar dan biasanya
digolongkan ke dalam LVP (large volume parenterals) dan dimasukkan ke dalam
tubuh layaknya injeksi intra vena.Sediaan parenteral merupakan sediaan
steril.Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian yaitu intravena,
intraspinal, intramuskuler, subkutis dan intradermal. (Nuryanto et al, 2015).
Terapi intravena (IV) dilakukan dengan memberikan terapi melalui cairan
infus yang diberikan secara langsung ke dalam darah bukan merupakan asupan
dari saluran cerna.Meliputi pemberian nutrisi parenteral total (NPT), terapi cairan,
elektrolit intravena serta pergantian darah. Nutrisi parenteral total (NPT) dalah
nutrisi dalam bentuk cairan hipertonik yang adekuat, terdiri dari glukosa dan
nutrien lain serta elektrolit yang diberikan melalui infus (Dorland N, 2011).
Tujuan pemberian terapi Intravena (Infus) memberikan atau menggantikan
cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori,
yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor
tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Dorland N, 2011).
Tempat pemasangan infus pada umumnya berada di tangan dan lengan
dengan vena-vena tempat pemasangan infus: vena metakarpal, vena sefalika, vena
basilika, vena sefalika mediana, vena antebrakial mediana. Namun, vena
superfisial di kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi tidak dapat berjalan
dan kebijakan mengijinkan hal tersebut.Penggunaan infus di kaki umumnya
dilakukan pada pasien pediatrik dan biasanya dihindari pada pasien dewasa
(Novita.D, 2018).
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan
infus yang adalah perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah), trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah), fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur
(paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah), serangan panas” (heat
stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi, diare dan demam
(mengakibatkan dehidrasi), luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh).,
semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah) (Darsono.F, 2013).
Indikasi pada pemberian terapi intravena pada seseorang dengan penyakit
berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran
darah.Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah
(sepsis).Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat
oral.Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotik intravena hanya
diindikasikan pada pasien infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis
ini tanpa melihat derajat infeksi (Darsono.F, 2013).
Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil
sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar, yang
biasa diberikan secara intravena. Pemberian intravena dilakukan penyuntikan
langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk mendapatkan efek segera.Dari
segi kefarmasian injeksi IV ini boleh dikata merupakan pilihan untuk injeksi yang
bila diberikan secara intrakutan atau intramuskuler mengiritasi karena pH dan
tonisitas terlalu jauh dari kondisi fisiologis (Esmadi M, 2012).
Infus terdiri dari beberapa komponen utama yaitu botol infus, merupakan
wadah dari cairan infus, biasa dijumpai dijual dalam tiga ukuran 500mL, 1000mL
dan 1500mL . Selang infus merupakan sarana tempat mengalirnya cairan infus .
Klem selang infus merupakan bagian untuk mengatur laju aliran dari cairan infus,
dengan mempersempit atau memperlebar jalur aliran pada selang. Jarum infus
merupakan sarana masuknya cairan infus dari selang infus menuju pembulu vena
(Nuryanto, 2015).
Prinsip kerja dari cairan infus sama seperti sifat dari air yaitu mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dipengaruhi oleh gaya grafitasi
bumi sehingga cairan akan selalu jatuh kebawah. Pada sistem infus laju aliran
infuse diatur melalui klem selang infus, jika klem digerakan untuk mempersempit
jalur aliran pada selang maka laju cairan akan menjadi lambat ditandai dengan
sedikitnya jumlah tetesan infus/menit yang keluar dan sebaliknya bila klem
digerakan untuk memperlebar jalur aliran pada selang infus maka laju cairan infus
akan menjadi cepat ditandai dengan banyaknya jumlah tetesan (Marhani. A,
2016).
Tujuan Penggunaan parenteral volume besar yaitu bila tubuh kekurangan
air, elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus cepat
diganti.Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik
pasien berulangkali.Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat
dalam darah. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan
secara oral dan berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal (Marhani. A,
2016).
Syarat-syarat parenteral volume besar adalah steril, bebas Pirogen karena
sediaan diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (i.v), sediaan langsung
berhubungan dengan darah (hemofiltrasi), sediaan langsung ke dalam tubuh
(dialisa peritoneal).Bebas dari bahan pertikulat jernih, karena dapat menyebabkan
emboli.Dikemas dalam wadah dosis tunggal dan tidak mengadung bahan
baktersid karena volume cairan terlalu besa serta harus Isotonis dan isohidris
(Badan POM, 2010).
Infus adalah suatu piranti kesehatan yang dalam kondisi tertentu
digunakan untuk menggantikan cairan yang hilang dan menyeimbangkan
elektrolit tubuh. Pada kondisi emergency misalnya pada pasien dehidrasi, stres
metabolik berat yang menyebabkan syok hipovolemik, asidosis, gastroenteritis
akut, demam berdarah dengue,luka bakar, syok hemoragik serta trauma, infus
dibutuhkan dengan segera untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Infus
juga digunakan sebagai larutan bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal
pada kasus dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam (Lukas, 2006).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 mL yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama. Rasio air dalam tubuh 57%; lemak
20,8%; protein 17,0%; serta minetal dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan
homeostatis (keseimbangan cairan tubuh), maka harus segera mendapatkan terapi
untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit (Lukas, 2006).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum,
langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (Na+ ,
Ca2+, K+ ), nutrient (glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002).
Pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran
darah.Pemberian obat dilakukan secara kontinu dengan kecepatan yang lambat
dan terkontrol (Kozier, 2004).
Pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal
dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel
lain. Oleh karena volume yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam
infus intravena biasanya mengandung zat-zat amino, dekstrosa, elektrolit dan
vitamin.Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang
isotonis untuk menetralisir trauma pada pembuluh darah.Namun cairan Hipotonis
maupun Hipertonis dapat digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah,
larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat (Anonim, 2014.)
Menurut Perry dan Potter (2006) cairan intravena dibedakan menjadi
beberapa tipe, yaitu cairan hipotonis, isotonis, dan hipertonis. Cairan hipotonis
mempunyai osmolaritas yang lebih rendah dibandingkan serum. Cairan akan
ditarik dari dalam pembuluh darah ke jaringan sekitarnya sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju dan menyebabkan pembengkakan sel hingga
hemodialisis. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5% (Potter, & Perry,
2006).
Cairan isotonis mempunyai osmolaritas mendekati serum, sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL),
dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Cairan hipertonis
mempunyai osmolaritas lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah dan
mengakibatkan penyusutan sel. Contohnya adalah Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9% (Potter, &
Perry, 2006).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus harus dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap wadah akhir infus
harus diamati secara fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan
asing yang terlihat secara visual harus di tolak.Infus adalah larutan dalam jumlah
besar terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi
tetes dengan bantuan peralatan yang cocok (Ansel, 1989).
Sediaan untuk LVP harus steril, bebas pirogen, dan dikemas dalam wadah
dosis tunggal. Jika di dalam sediaan mengandung pirogen, akan menimbulkan
efek yang besar dikarenakan sediaan tersebut langsung masuk ke dalam pembuluh
darah. Infus dikemas dalam wadah Large Volume Parenteral (LVP) plastik atau
gelas yang cocok ntuk intravena.Infus bisa diberikan dengan atau tanpa bahan
tambahan.Sediaan parenteral Volume besar (LVP) dikemas dalam wadah 100 ml
dan tidak melebihi 1000 ml. Khusus cairan irigasi dan dialisis diperbolehkan lebih
dari 1000 ml (Levchuk, 1992).
Sediaan parenteral merupakan sediaan steril yang haru terbebas dari
kontaminan viable, sediaan yang bebas dari mikroorganisme hidup, baik bentuk
vegetative maupun spora.Bentuk sediaan parenteral yang berada dipasaran terbagi
menjadi tiga, yaitu parenteral volume kecil, sediaan parenteral volume besar dan
sediaan parenteral bentuk serbuk untuk di rekonstitusi.Sediaan parenteral volume
besar berisi larutan injeksi 100 ml atau lebih. Larutan volume besar yang
sekarang sering terlihat dipasaran termaksut dalam dua kategori yaitu, elektrolit
dan non elektrolit. Contoh larutan dengan volume besar adalah infus (Ansel,
1989).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1.Spatel1 buah
2.Kaca arloji 2 buah
3.Gelas piala 2 buah
4.Bunsen 1 buah
5.Autoklaf 1 buah
6.Erlenmeyer 2 buah
7.Thermometer 1 buah
8.Gelas ukur 1 buah
9.Timbangan analitik 1 buah
10.Kertas saring 2 buah
11.Stick ph meter 1 buah
B. Bahan
1.Dextrose 5%
2.Nacl 500,2 mg
3.WFI 500 ml
4.Metilen blue 1% 25 ml
5.Aquadest 500 ml
6.Tikus 1 ekor
7.Amonium hidroksida 0,2 ml
8.Tembaga (II) tatrat 5 ml
IV. CARA KERJA
a. Prosedur pembuatan Infus

Timbang glukosa menggunakan spatel dan kacaarloji, masukkan


kedalam gelas piala yang telah di kalibrasi

dituangkan

Aqua bidestil atau ntuk melarutkan glukosa dan membilas kaca arloji

digerus

Arangaktifdantimbangsejumlah 0,1 b/v


danmasukkankedalamgelaspiala, tambahkan aqua
bidestilatahinggatandakalibrasi.

ditutup

Gelas piala dengan kaca arloji dan sisipi dengan batang pengaduk
dipanaskan

Larutandiatasapi Bunsen padasuhu 600-700 C selama 15


menitsambilsesekalidiaduk

dicek

Suhu dengan thermometer, lakukan diluar lemari steril

dilipat

Kertas saring rangkap 2, basahi dengan air bebas pirogen, air


ditampung di Erlenmeyer lain.

Dipindahkan

Kertas saring dan corong kedalam labu Erlenmeyer steril bebas


pirogen

disaring
Larutan hangat-hangat kedalam erlenmeyer

dipindahkan

Kegelas ukur dan ukur volumenya.Kekurangan volume di ad


dengan air bebas pirogen

Dituang

Larutan kedalam kolom melalui saringan G3 dengan bantuan


pompa penghisap

ditampung

Filtrate dari kolom kedalam botol infuse steril yang telah ditara

Ditutup
Botol dengan flakon steril, ikat dengan simpul champagne

dilakukan

Sterilisasi akhir dengan autoklaf

diberi

etiket

b. Sterilisasi akhir

Metode sterilisasi yang digunakan yaitu metode sterilisasi akhir.

Hasil filtrasi kedalam wadah berupa botol infus yang telah di sterilisasi
lalu ditutup dengan flakon steril, ikat dengan simpul champagne

dilakukan
Sterilisasi infus yang telah berisi larutan injeksi kedalam autoklaf, alat
yang telah disterilisasi lalu di karantina dan diperiksa apakah ada
kebocoran.

diberikan

Etiket dan juga kemasan pada infus

a. Kontrol kualitas

1. UJI KEBOCORAN

Sediaan lakukan dengan posisi terbalik


diambil

Wadah takaran tunggal letakkan di atas kertas saring atau kapas


diamati

Jika terjadi kebocoran, kertas saring atau kapas basah


2.UJI KEJERNIHAN
Ambil infus

Putar infus 1800

Berulang-ulang didepan
suatu baground

Amati partikulat yang


berwarna hitam

3.UJI KESERAGAMAN VOLUME

Ukur volume sediaan

Catat volume sediaan


4.UJI PIROGENITAS
Hangatkan larutan uji suhu
37C selama 15 menit

Injeksikan 10ml/KgBB
secara IV

Ukur dan catat suhu tubuh


jeda 30 menit

5.UJI STERILISASI

Inokulasi ke media agar (kontrol +)

media agar (kontrol -) dan


Tuangkan isi infus ke
media (uji)
Tuangkan isi infusl ke
media (uji)

Kontrol dan uji diinkubasi


suhu 37C selama 24 jam

Lihat pertumbuhan bakteri


atau jamur

6.UJI KESERAGAMAN BOBOT

10 sediaan yang telah


dihilangkan etiketnya

dicuci

DIKERINGKAN DENAN SUHU 1500C


Ditimbang

Dikeluarkan isi dalam sedian

Dengan aquadest dan etanol


95%

Dikeringkan kembali

Didinginkan dan
ditimbang

7.UJI PH

Ambil seluruh cairan dalam vial


Masukkan Dalam gelas beker bersih
sebanyak 25 ml

Dihidupkan Stick Ph meter, celupkan


pada aquadest dan pastikan ph 7

Masukkan Stick pH meter


kedalam cairan sediaan
injeksi

Catat ph yang didapat

8. UJI KUANTITATIF

Larutan baku timbang saksama sejumlah Paracetamol BPFI


dilarutkan

Dalam air hingga kadar lebih kurang 12 µg/mL

ditimbang

Larutan uji dengan saksama lebih kurang 120 mg zat


dimasukkan

Kedalam kabu ukur 500 mL, larutan dalam 10 mL methanol P,


encerkan dengan air sampai tanda batas.

dimasukkan
5,0 mLlarutan ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan air
sampai tanda batas dan campur.

diukur

Serapan larutan uji dan larutan baku pada panjang gelombang


serapan maksimum lebih kurang 244 nm, terhadap air sebagai
blanko.

dihitung

Jumlah dalam mg, paracetamol dalam zat yang digunakan


𝐴𝑣
dengan rumus: 100C( 𝐴𝑠 )
C: kadar PCT BPFI dalam µg/mL. Larutan baku : Av dan As
berturut-turut adalah serapan larutan uji dan larutan baku.

9. UJI KUALITATIF

Spektrum serapan infra merah yang telah dikeringkan


didispersikan
Dalam kalium bromida P
dilihat

Menunjukkan maksimum hanya pada gelombang yang sama


dilakukan

Spektrum serapan ultraviolet larutan


dicampurkan

Asam klorida 0,1 N dalam metanol P


ditunjukkan

Maksimum dan minimum panjang gelombang


dilakukan
Uji identifikasi secara kromatografi lapis tipis
digunakan

Larutan 1 mg per ml dalam metanol P


digunakan

Fase gerak diklormetana P metanol P (4:1)

10. UJI ORGANOLEPTIS

Pemeriksaaan tidak lebih dari satu jam. Istirahat mata (keluar


ruangan selama 10 menit / jam

diperiksa
Meja inspeksi visual (lampu menyala dengan lux yang sesuai)

diambil

Vial ampul yang bersih dari tray menggunakan klem (dijepit


lehernya & balikkan perlahan mencegah gelembung udara san
putar sedikit

diposisikan

Horizontal. Dibelakang kaca pembesar jarak fokus kira kira 9


cm, lalu periksa larutan dalam wadah latar belang hitam putih
selng seling

diamati
Apakah ada partikel, serat, kesesuaian organoleptis warna dan
kerusakan pada vial dan ampul. Jika ada maka kumpulkan

diberi

Label dan simpan dalam wadah pada vial dan ampul yang
lulus uji

diambil

Lakukan pengulangan pemeriksaan lagi pada vial yang lulus


uji

diperiksa

Ambil sampel secara acak dari vial dan ampul yang diterima
mengikuti label

diambil
Ulangi pemeriksaan bila operator menemukan wadah yang
tercemar melebihi jumlah maksimum pada tabel

dicatat

Semua hasil kegiatan


V. MONOGRAFI
1. Dextrose

a. Rumus molekul :
b. Rumus kimia :C6H12O16.H2O
c. Bobot molekul : 198,17
d. Pemerian : hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk
granul putih, tidak berbau rasa manis.
e. Kelarutann : mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih, larut dalam etanol mendidih, sedikit larut dalam alkohol
f. pH :3,5-5,5
g. Osmolaritas : 5,51% b/v larutan encer iso-osmotik dengan serum
h. Stabilitas : stabil
i. Fungsi : agen pengisotonis
j. Inkompatibilitas : inkompatibel dengan sejumlah obat seperti
cyanocobalamin, kanamycin sulfate, dan warfarin sodium.
k. Penyimpanan : wadah tertutup rapat ditempat yang kering

1. Sodium Chloride

a. Rumus molekul :
b. Nama lain : NaCl
c. Berat molekul : 58,44
d. Pemerian : serbuk kristal putih, tidak berwarna, mempunyai
rasa garam
e. pH : 6,7 – 7,3
f. Kelarutan : sedikit larut dalam etanol, larut dalam 250 bagian
etanol 95%, larut dalam 10 bagian gliserin, larut dalam 2,8 bagian air dan
2,6 bagian pada suhu 100oC
g. Kegunaan : agen tonisitas, sumber ion natrium
h. Titik lebur : 801oC
i. Titik didih : 1439oC
j. Stabilitas : larutan dalam sodium klorida stabil tetapi dapat
menyebabkan perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca.
k. Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
(Handbook of Pharmaceutical Exipient hal.693)

2. Water for injection


a. Rumus molekul :H-O-H
b. Rumus kimia : H2 O
c. Bobot molekul : 18
d. Sinonim : air untuk injeksi
e. Kegunaan : pelarut dan pembawa
f. Titik didih : 100oC
g. Sterilisasi : kalor basah (autoklaf)
h. Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa
i. Kelarutan : dapat bercampur dengan pelarut polar dan
elektrolit.
j. Karakteristik bahan : air suling segar yang di suling kembali, disterilkan
dengan cara A atau C.
k. Penyimpanan : dalam wadah tertutup kedap udara.
(Handbook of Pharmaceutical Exipient 6th hal.762)
VI. PERHITUNGAN
A. Perhitungan bahan
Volume sediaan = 500 ml + 20% = 600 ml
600 𝑚𝑙
1. Dextrose = 25 gram x 500 𝑚𝑙 = 30 gram

2. WFI = 600 ml – 30 ml
= 570 ml

B. Formula infus Dextrose

R/Dextrose 5%

NaCl

WFI ad 500 ml

m.f. infus ad 500 ml

a. Penentuan % bahan
30
1. Dextrose = 600 x 100% = 5%

b. Versi g/L atau g/1000 ml


1. Dextrose = 5% x 10 = 50 g/L

Osmolaritas
𝑔/𝐿
X= x n x 1000
𝐵𝑀
50 𝑔/𝐿
- Dextrose = 198,17 x 1 x 1000 = 252,309 osmo/L

Berdasarkan tabel, maka : sedikit hipotonis perlu penambahan NaCl

Perhitungan Tonisitas
1. Metodefaktordisosiasi
Fa/Mr x g/L
1
- Dextrose = 198,17 x 50 g/L = 0,252

32 x (0,28-0,252) = 0,896 g/L


0,896 1000
= 600
𝑥

x = 0,537 g = 537 mg
2. MetodeNaCl Ekuivalen
E x % bahan
𝟏𝟕
E= Liso x 𝑩𝑴

Liso Dextrose = 1,9


17
Dextrose = 1,9 x 198,17 = 0,1630

E x % bahan
Dextrose = 0,1630 x 5% = 0,815
0,9-0,815 = 0,085 g/100 mL
0,085 100
= 600
𝑥

x = 0,51 g = 510 mg
1. Metode Penurunan Titik Beku
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000 30 1000
Dextrose = Liso x x = 1,9 x 198,17 x
𝐵𝑀 𝑣 600

= 0,47
Penurunan titik beku = 0,52-0,47= 0,05
0,05 0,9 𝑔𝑟𝑎𝑚
x = 0,087 gram/100 ml
0,52 100 𝑚𝑙
0,087 100
NaCl yang diperlukan = = 600
𝑥

x = 0,522 gram
x = 522 mg NaCl
2. Metode White Vincent
0,9 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑧𝑎𝑡
Dextrose = 100 = g x 𝑉
0,9 0,1630
= 100 = 30 gram x 𝑥

= 543,33 ml
= 600–543,33 ml = 56,67 ml
0,9 𝑥
= 100 𝑚𝑙 = 56,67

x = 0,51 g = 510 mg
3. MetodeSprowls
Penurunan titik beku darah
Dextrose
0,3 1000
0,52 = 1,9 x 198,17 x 𝑣
v = 5,5314
Perhitungan NaCl
600 ml – 553,138 ml = 46,862ml
0,9 𝑥
= 46,862
100

x = 0,422 gram
= 422 mg
(537+510+522+510+422)𝑚𝑔
𝑥̅ = = 500,2 mg
5

Jadi penambahan NaCl agar sediaan isotonis sebanyak 500,2 mg


0,5002
Kadar NaCl = x 100% = 0,1%
500
VII. DATA HASIL PENGAMATAN
No. Uji Hasil Syarat Ket
1. Organoleptis Warna : jernih Warna : jernih Sediaan
Bau : tidak Bau : tidak memenuhi
berbau berbau persyaratan
Bentuk : Cairan Bentuk : Cairan
2. pH pH : 4,0 pH dextrose 3,2- Sediaan
6,5 memenuhi
persyaratan
3. Kualitatif Terbentuk Ditambahkan Sediaan
endapan merah larutan tembaga memenuhi
(II) tartrat alkali persyaratan
LP panas akan
terbentuk
endapan merah
4. Kuantitatif 95% Tidak kurang dari Sediaan
90% dan tidak memenuhi
lebih dari 110% persyaratan
5. Pirogenitas 35ºC-35,7ºC Perbedaan suhu Sediaan
awal tidak lebih memenuhi
dari 1ºC persyaratan
6. Kejernihan Jernih Sediaan harus Sediaan
jernih memenuhi
persyaratan
7. Kebocoran Kertas saring Kertas saring atau Sediaan
tidak basah kapas tidak basah memenuhi
persyaratan
8. Sterilitas 0 koloni Tidak boleh ada Sediaan
koloni memenuhi
persyaratan
VIII. PEMBAHASAN
sediaan yang dibuat pada praktikum kali ini adalah sediaan
parenteral yang diberikan melalui intravena yaitu infus dengan zat aktif
dekstrosa sediaan intravena diberikan dengan memasukkan cairan
steril melalui jarum langsung ke pena pasien. biasanya cairan steril
mengandung elektrolit di antaranya natrium kalsium kalium, dan juga
mengandung nutrien biasanya glukosa, vitamin atau obat. menurut
WHO pemberian sediaan intravena digunakan untuk memberikan
cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar ko mah dehidrasi
atau Soko mah untuk memberikan garam yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau Glukosa yang
diperlukan untuk metabolisme atau untuk memberikan medikasi.
infus intravena adalah sediaan steril berupa larutan atau emosi
bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah
disuntikkan langsung ke dalam vena dalam volume relatif banyak.
sediaan infus dekstrosa pada praktikum ini dibuat dengan formula
yang sesuai dengan literatur, yaitu dengan mengunakan zat aktif
dekstrose 5%,Nacl dan wfi. Nacl digunakan sebagai larutan
pengisotonis agar sediaan infus yang akan dibuat dapat setara dengan
tekanan osmosis cairan tubuh yakni 0,9 % yang juga merupakan
tekanan osmosis NaCl. Pada sediaan ini, NaCl digunakan sebagai zat
tambahan untuk memperoleh larutan yang isotonis.
Sediaan infus dekstrosa 5% merupakan salah satu sediaan
parenteral yang diberikan melalui intravena, Oleh karena itu sediaan
ini harus bersifat steril karena sediaan ini mengelakan garis pertahanan
dari tubuh. yang paling efisien, yakni membran kulit. Maka sediaan
tersebut harus bebas dari kontaminasi mikroba dan dari komponen
toksis dan harus memiliki tingkat kemurnian yang tinggi.
Suatu bahan dapat dinyatakan steril apabila bebas dari
mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak baik dalam
bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif atau Spora.
Pirogen merupakan produk metabolisme dari suatu mikroorganisme.
efek adanya pirogen Ini menghasilkan kenaikan tubuh yang nyata,
demam, sakit badan, vasokonstriksi pada kulit dan kenaikan tekanan
dalam arteri.
Kesterilan sediaan harus tetap terjaga maka terlebih dahulu
perlu dilakukan sterilisasi alat yang digunakan titik peralatan yang
akan disterilisasi harus tahan pemanasan dan lembab. Oleh karena itu
alat yang digunakan dikemas secara seksama dan disterilisasi dengan
menggunakan autoklaf pada suhu 1210C. tahapan yang dilakukan
untuk pembuatan sediaan infus dekstrosa 5% yaitu aktivasi karbon
aktif pemanasan Aqua Pro injeksi penimbangan bahan dan
pencampuran bahan selanjutnya dilakukan proses sterilisasi akhir serta
evaluasi sediaan yang dibuat sebagai langkah quality control.
Bahan aktif dan Nacl yang akan digunakan ditimbang
menggunakan kertas perkamen steril kemudian pencampuran bahan
dilakukan secara aseptik yaitu dengan nyala api Spiritus untuk
mengurangi jumlah kontaminan yang mungkin akan masuk dan
tercampur pada saat dilakukan pencampuran bahan titik dekstrosa
dilarutkan dalam aqua Pro injeksi yang telah dipanaskan pada suhu
600C.
Bahan aktif yang digunakan adalah dekstrosa yang merupakan
suatu senyawa polisakarida dengan satuan glukosa sebagai komponen
monomer yang terikat pada glikosidik pada posisi Alpha 1,6. Dextrose
merupakan sumber nutrisi yang baik bagi mikroba sehingga dapat
ditumbuhi oleh mikroba yang bersifat pirogen pirogen dalam sediaan
dapat dihilangkan dengan pemanasan pada suhu 2500C selama 45
menit. Namun dekstrosa akan mulai terdekomposisi apabila
dipanaskan pada temperatur yang tinggi yaitu pada suhu 220 dan
terurai seluruhnya pada suhu 2800C.
Berdasarkan sifat fisik dekstrosa yang tidak stabil terhadap
paparan suhu tinggi, sediaan infus dekstrosa 5% dibuat dengan
menggunakan metode Terminal sterilization atau sterilisasi akhir.
metode aseptis tidak dapat digunakan pada pembuatan sediaan ini
karena pada metode aseptis, dekstrosa sebagai Raw material tidak
dapat di sterilisasi menggunakan sterilisasi panas kering. pembuatan
infus dekstrosa 5% dilakukan penambahan Nacl dan wfi.
Water for injection harus dipanaskan sampai suhu 1000C
terlebih dahulu sebelum dicampur kan dengan bahan-bahan titik tujuan
pemanasan ini adalah untuk membunuh mikroba sekaligus
menghilangkan CO2 dalam air yang akan digunakan. selama proses
pencampuran bahan we water for injection yang digunakan tetap dijaga
suhunya 60 derajat Celcius untuk meningkatkan kelarutan dekstrosa.
Dimana dekstrosa sangat mudah larut dalam air mendidih titik
dekstrosa sangat mudah larut sehingga pengadukan dihentikan setelah
dekstrosa melarut. pengadukan dalam hal ini bertujuan untuk
meningkatkan kelarutan dengan meningkatkan kontak permukaan zat
aktif dengan pelarutnya serta mencegah terbentuknya gelembung
dengan meratakan pemanasan yang dapat menimbulkan kontaminasi
akibat kontak sediaan dengan udah
Nacl digunakan sebagai larutan pengisotonis agar sediaan
infus yang akan dibuat dapat setara dengan tekanan osmosis cairan
tubuh yakni 0,9 % yang juga merupakan tekanan osmosis NaCl. Pada
sediaan ini, NaCl digunakan sebagai zat tambahan untuk memperoleh
larutan yang isotonis. Selain sebagai bahan dalam pembuatan injeksi
karena bebas pirogen, alasan dari penggunaan wfi yaitu dalam ilmu
farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yang
mudah terhidrolisa (mudah terurai dengan karena adanya kelembaban).
Sediaan infus dalam percobaan kali ini juga akan dievaluasi
sediaannya. Evaluasi atau kontrol kualitas diamati dan diuji hingga
memenuhi persyaratan yang sesuai dengan standar CPOB yang ada
sediaan di evaluasi tujuannya agar dalam hal mutu dan kualitas
terjamin sehingga masyarakat percaya dengan pemisahan dan dari
produk kita. Pengujian dilakukan sesuai prosedur Dari jurnal yang ada.
Infus Dalam penggunaannya dapat menimbulkan rasa nyeri
ketika diinjeksikan secara intravena ke dalam Vena pembuluh darah
titik Hal ini terjadi karena adanya perbedaan tonisitas antara pembuluh
darah atau fisiologis tubuh di obatnya. Dalam proses pembuatannya
perlu diperhatikan permasalahan mengenai tonisitas. Sebab apabila
obat yang dimasukkan ke dalam tubuh memiliki tonisitas atau
memiliki konsentrasi yang jauh berbeda dengan tubuh. .Smaka
timbullah rasa sakit atau nyeri akibat perbedaan tonisitas atau
konsentrasi terlampau jauh.
pemilihan proses sterilisasi bahan-bahan untuk produksi terbagi
menjadi dua jenis yakni sterilisasi akhir dan sterilisasi aseptis dan
sterilisasi yang digunakan pada proses pembuatan infus dengan bahan
dextrose adalah sterilisasi akhir. Sterilisasi akhir dipilih karena bahan-
bahan yang digunakan tahan terhadap panas. sterilisasi akhir juga
dianggap lebih menguntungkan dibandingkan sterilisasi aseptis.
Penjaminan bahwa sediaan terbebas dari kontaminasi mikroba
mempunyai persentase yang tinggi titik karena bahan-bahan tersebut
dipanasi pada suhu tinggi dan jarang ada mikroba yang berhasil
bertahan hidup dari suhu tinggi.
Analisis uji kualitas dilakukan untuk mempertahankan mutu
atau kualitas terhadap sediaan infus. Analisis uji yang dilakukan antara
lain uji organoleptis, uji kebocoran, uji kejernihan, uji PH, uji
kualitatif, uji kuantitatif, uji pirogenitas dan uji sterilisasi. uji
organoleptis dilakukan untuk mengamati organ dari sediaan infus tidak
berwarna dan tidak berbau Sesuai dengan standar yang ada titik
dengan adanya warna atau Ditakutkan akan mengalami perubahan PH
pada larutan infus sehingga sediaan tidak isohidris lagi.
uji kejernihan dilakukan dengan Pengamatan dilakukan di
dekat lampu berwarna putih dan cerah. Lampu digunakan untuk
melihat adanya partikel yang melayang di dalam cairan infus. cara ini
dilakukan dengan memanfaatkan sifat dari cahaya yang merambat
lurus dan menembus benda bening, maka ketika cairan jernih atau
bening mengandung partikel akan sangat mudah untuk diamati karena
partikel yang melayang akan membentuk bayangan titik dalam
pengamatan infus tidak terdapat partikel yang melayang sehingga
memenuhi syarat.
Uji PH dilakukan untuk menyesuaikan PH obat dengan PH
fisiologis tubuh titik perbedaan PH dapat mengakibatkan terhambatnya
proses absorpsi distribusi dan eliminasi obat dalam resep Thor. Cara
penyesuaian PH darah dan obat dapat dilakukan dengan penambahan
buffer atau dapar titik dengan syarat wajib menyesuaikan dengan
tonisitas atau konsentrasi obat dengan darah juga.
uji kualitatif dilakukan untuk menentukan adanya zat aktif
dekstrosa atau tidak di dalam sediaan infus syarat uji kualitatif adanya
kalsium dengan terbentuknya kristal asam pikrat dan adanya kalsium
juga terbentuk Kristal. terbentuknya kristal asam pikrat terjadi akibat
adanya reaksi antara senyawa Kalium klorida dan asam pikrat
membuat kristal kalsium nitrat. Sementara kristal dari kalsium dari
asam sulfat terbentuk karena adanya reaksi dan terbentuk kalsium
sulfat terbentuknya kristal tersebut berarti sediaan positif mengandung
deksrose.
uji pirogenitas dilakukan untuk menentukan adanya pirogen
yang terkandung dalam suatu sediaan infus pirogen tergolong zat
berbahaya yang dapat mengakibatkan demam bagi penderitanya titik
pirogen memiliki bagian tubuh yang memicu sensitifitas dari pasien
dan menimbulkan demam.
uji kuantitatif dilakukan untuk mengukur kadar dekstrosa pada
sediaan infus tujuannya untuk memastikan kadar dari sediaan infus
sesuai dengan yang tertera pada etiket. Pada uji kuantitatif dihasilkan
95% dengan syarat tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%
dan didapatkan bahwa hasil kuantitatif memenuhi persyaratan.
pada uji kebocoran dengan mengukan metode kertas saring
dan dapat didihasilkan kertas yang digunakan tidak basah dengan
syarat kertas saring atau kapas tidak basah dan dapat dikatakan sediaan
memenuhi persyaratan. Dari hasil uji yang dilakukan berbagai uji
dapat kita simpulkan bahwa sedian infus itu harus benar-benar steril.
IX. KESIMPULAN
1. Infus adalah sediaan parentral volume besar sedangkan sediaan
parentral memiliki volume kecil.
2. Cairan infus yang memilikikonsentrasi zat terlarut yang sama
dengan plasma darah.
3. Eksipien yg digunakan pada sediaan ini Nacl yg digunakan untuk
mengantikan cairan tubuh yang hilang,dan mengoreksi
keseimbanagn elektolit.
4. Formulasi pada praktikum ini didapatkan zat aktit dekstose,Nacl
dan wfi.
5. Pada uji kejernihan didapatkan hasil yang positif karena tidak
didapat partikel didalam sediaan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Ansel, Howard.1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Universitas Indonesia,
Jakarta, Indonesia.
Badan POM, 2010. Farmakope Indonesia Edisi Ke III, Departemen Kesehatan
Republik Indonesia. Badan POM. Jakarta.
Darsono.F, 2013, Formulasi Sediaan Steril Infus Intravena Ringer, Universitas
Pancasila, Jakarta, Indonesia.
Dorland N. 2011, Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi ke 26, EGC, Jakarta,
Indonesia.
Esmadi M, Ahsan H, Ahmad DS.Septic thrombophlebitis complicating a
peripherally inserted central catheter.J Med Cases. 2012;3(3):174–177.
Kozier B, Erb G, Berman A, Snyder SJ. Fundamentals of nursing.Edisi ke-7. New
Jersey: Pearson Education; 2004.
Lukas, Stefanus. 2006, Formulasi Steril, Penerbit Andi, Yogyakarta, Indonesia.
Marhani. A. 2016, Futrolit Kridtaloid Infus, Sanbe Farma, Bandung,
Indonesia.
Nuryanto, R.U.A.Sherwin, dan R.F. Robot , 2015, Rancang Bangun Otomatis
Sistem Infus Pasien, Universitas Sam Ratulangi, Manado, Indonesia.
Novita.D, 2018, Formulasi Teknologi Sediaan Steril, Sekolah Tinggi Farmasi
Muhammadiyah, Tangerang, Indonesia.
PERTANYAAN PASCA PRAKTIKUM

1. Jelaskan perbedaan infus dengan injeksi?


Jawab :
Infus adalah sediaan yang digunakan untuk pengganti cairan plasma, elektrolit,

darah atau dapat digunakan juga sebagai pembawa obat, infus termasuk dalam
sediaan LVP atau sediaan dengan volume besar, pembawa yang digunakan
pada sediaan infus hanya berupa air steril, infus tidak boleh mengandung
dapar, kemasan infus terbuat dari bahan plastik. Sedangkan untuk injeksi
berupa terapi dengan suntikan, pelarut dapat menggunakan air steril dan
minyak, injeksi boleh mengandung dapar, termasuk sediaan SLV karena ada
batasan maksimum volume, kemasan injeksi terbuat dari kaca pada umumnya.

2. Jelaskan infus yang dibuat masuk ke dalam golongan apa?


Jawab :
Sediaan infus yang dibuat berupa obat paracetamol, termasuk dalam sediaan
infus yang digunakan sebagai pembawa obat. Termasuk dalam golongan infus
isotonis karena infus paracetamol tidak digunakan tujuan tertentu tetapi untuk
mempercepat efek dari zat aktif paracetamol sendiri. Sediaan paracetamol
dibuat sediaan isotonis karena sediaan tersebut harus memiliki osmolaritas
yang sama dengan osmolaritas tubuh atau darah.
3. Jelaskan indikasi infus yang telah dibuat?
Jawab :
Indikasinya sebagai analgetik dan antipiretik, analgetik digunakan sebagai
pereda nyeri dan antipiretik sebagai penurun demam, dimana kasus pada pasien
yang susah menelan obat secara oral dan digunakan untuk mencapai efek yang
cepat.
4. Jelaskan berapa lama batasan waktu infus dapat digunakan untuk pasien.
Jawab :
Lamanya batasan infus tergantung dari keadaan dan kondisi pasien, serta zat
yang digunakan dalam infus. Tetapi maksimum penggunaan infus adalah 72
jam untuk menghindari kontaminasi atau kerusakan dalam sediaan infus.
5. Jelaskan pengaruh tonisitas pada sediaan infus. Mengapa ada obat/larutan yang
boleh diberikan walaupun sifatnya yang tidak isotonis?
Jawab :
Pengaruh tonisitas dalam sediaan infus tergantung dari kebutuhan suatu infus
digunakan. Karena sediaan infus sediaannya tersedia dalam bentuk hipotonis,
isotonis dan hipertonis untuk keadaan tertentu dan tujuan dari pemberian
sediaan. Untuk infus kepentingan suatu tonisias sediaan sangat tergantung dari
taerget obat tersebut. Obat tentu boleh diberikan walaupun tidak isotonis
karena ada dimana keadaan memang sel sengaja dibuat lisis atau mengkerut
ada keadaan penyakit tertentu untuk mengembalikan fungsional tubuh,
sedangkan isotonis biasanya digunakan untuk sediaan infus pembwa obat atau
penambah cairan elektrolit.
6. Jelaskan konsep kontrol kualitas yang dilakukan untuk sediaan infus?
Jawab :
Konsep kontrol kualitas pada sediaan injeksi berupa adanya delapan uji yang
dilakukan uji organoleptis kenampakan sediaan, uji kebocoran dengan metilen
biru, uji pirogen dengan hewan uji, uji pH dengan pH dan dibandingkan
berdasarkan literatur, uji kulitatif menggunakan perekasi ferri (III) klorida, uji
kuantitatif dengan spektrofotometri, uji sterilitas menggunakan metode
inokulasi pada media, dan uji kejernihan sediaan infus paracetamol.
6. Bagaimana menurut Anda penggabungan obat ke dalam larutan infus?Apa saja
yang menjadi faktor penentu?
Jawab :
Penggabungan obat ke dalam infus dilakukan cukup efisien untuk mencapai
efek yang cepat tetapi umumnya agak sukar digunakan serta akan
menimbulkan nyeri, penggabungan obat dalam sediaan infus harus
memperhatikan faktor-faktor sterilitas sediaan dan kemapuan obat untuk larut
dalam pembawa infus . Faktor penentu adalah keadaan dan kondisi pasien,
kestabilan zat aktif dalam air maupun dengan metode steril, sifat fisiko-kimia
zat aktif itu sendiri.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai