NIM : 08061381823068
Kelas/Kelompok : B/6
PERCOBAAN V: INFUS
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FARMASI (III) STERIL
INFUS
I. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu mengetahui perbedaan infus dan sediaan parenteral
lainnya.
2. Mahasiswa mampu mengetahui cairan isotonik pada sediaan infus.
3. Mahasiswa mampu memilih eksipien yang digunakan dalam pembuatan
sediaan infus.
4. Mahasiswa mampu melakukan formulasi sediaan infus.
II. DASAR TEORI
Infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian
sejumlah cairan kedalam tubuh melalui sebuah jarum kedalam sebuah pembuluh
vena(pembuluh balik) untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat
makanan dari tubuh. Infus adalah larutan dalam jumlah besar dan biasanya
digolongkan ke dalam LVP (large volume parenterals) dan dimasukkan ke dalam
tubuh layaknya injeksi intra vena.Sediaan parenteral merupakan sediaan
steril.Sediaan ini diberikan melalui beberapa rute pemberian yaitu intravena,
intraspinal, intramuskuler, subkutis dan intradermal. (Nuryanto et al, 2015).
Terapi intravena (IV) dilakukan dengan memberikan terapi melalui cairan
infus yang diberikan secara langsung ke dalam darah bukan merupakan asupan
dari saluran cerna.Meliputi pemberian nutrisi parenteral total (NPT), terapi cairan,
elektrolit intravena serta pergantian darah. Nutrisi parenteral total (NPT) dalah
nutrisi dalam bentuk cairan hipertonik yang adekuat, terdiri dari glukosa dan
nutrien lain serta elektrolit yang diberikan melalui infus (Dorland N, 2011).
Tujuan pemberian terapi Intravena (Infus) memberikan atau menggantikan
cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak, dan kalori,
yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral, memperbaiki
keseimbangan asam-basa, memperbaiki volume komponen-komponen darah,
memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan kedalam tubuh, memonitor
tekanan vena sentral (CVP), memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan
mengalami gangguan (Dorland N, 2011).
Tempat pemasangan infus pada umumnya berada di tangan dan lengan
dengan vena-vena tempat pemasangan infus: vena metakarpal, vena sefalika, vena
basilika, vena sefalika mediana, vena antebrakial mediana. Namun, vena
superfisial di kaki dapat digunakan jika klien dalam kondisi tidak dapat berjalan
dan kebijakan mengijinkan hal tersebut.Penggunaan infus di kaki umumnya
dilakukan pada pasien pediatrik dan biasanya dihindari pada pasien dewasa
(Novita.D, 2018).
Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan
infus yang adalah perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah), trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah), fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur
(paha) (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah), serangan panas” (heat
stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi, diare dan demam
(mengakibatkan dehidrasi), luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh).,
semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan
komponen darah) (Darsono.F, 2013).
Indikasi pada pemberian terapi intravena pada seseorang dengan penyakit
berat, pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran
darah.Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah
(sepsis).Sehingga memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat
oral.Namun sering terjadi, meskipun pemberian antibiotik intravena hanya
diindikasikan pada pasien infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis
ini tanpa melihat derajat infeksi (Darsono.F, 2013).
Obat suntik hingga volume 100 ml disebut sediaan parenteral volume kecil
sedangkan apabila lebih dari itu disebut sediaan parenteral volume besar, yang
biasa diberikan secara intravena. Pemberian intravena dilakukan penyuntikan
langsung ke dalam pembuluh darah vena untuk mendapatkan efek segera.Dari
segi kefarmasian injeksi IV ini boleh dikata merupakan pilihan untuk injeksi yang
bila diberikan secara intrakutan atau intramuskuler mengiritasi karena pH dan
tonisitas terlalu jauh dari kondisi fisiologis (Esmadi M, 2012).
Infus terdiri dari beberapa komponen utama yaitu botol infus, merupakan
wadah dari cairan infus, biasa dijumpai dijual dalam tiga ukuran 500mL, 1000mL
dan 1500mL . Selang infus merupakan sarana tempat mengalirnya cairan infus .
Klem selang infus merupakan bagian untuk mengatur laju aliran dari cairan infus,
dengan mempersempit atau memperlebar jalur aliran pada selang. Jarum infus
merupakan sarana masuknya cairan infus dari selang infus menuju pembulu vena
(Nuryanto, 2015).
Prinsip kerja dari cairan infus sama seperti sifat dari air yaitu mengalir dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah dipengaruhi oleh gaya grafitasi
bumi sehingga cairan akan selalu jatuh kebawah. Pada sistem infus laju aliran
infuse diatur melalui klem selang infus, jika klem digerakan untuk mempersempit
jalur aliran pada selang maka laju cairan akan menjadi lambat ditandai dengan
sedikitnya jumlah tetesan infus/menit yang keluar dan sebaliknya bila klem
digerakan untuk memperlebar jalur aliran pada selang infus maka laju cairan infus
akan menjadi cepat ditandai dengan banyaknya jumlah tetesan (Marhani. A,
2016).
Tujuan Penggunaan parenteral volume besar yaitu bila tubuh kekurangan
air, elektrolit dan karbohidrat maka kebutuhan tersebut harus cepat
diganti.Pemberian infus memiliki keuntungan karena tidak harus menyuntik
pasien berulangkali.Mudah mengatur keseimbangan keasam dan kebasaan obat
dalam darah. Sebagai penambah nutrisi bagi paseien yang tidak dapat makan
secara oral dan berfungsi sebagai dialisa pada pasien gagal ginjal (Marhani. A,
2016).
Syarat-syarat parenteral volume besar adalah steril, bebas Pirogen karena
sediaan diinjeksikan langsung kedalam aliran darah (i.v), sediaan langsung
berhubungan dengan darah (hemofiltrasi), sediaan langsung ke dalam tubuh
(dialisa peritoneal).Bebas dari bahan pertikulat jernih, karena dapat menyebabkan
emboli.Dikemas dalam wadah dosis tunggal dan tidak mengadung bahan
baktersid karena volume cairan terlalu besa serta harus Isotonis dan isohidris
(Badan POM, 2010).
Infus adalah suatu piranti kesehatan yang dalam kondisi tertentu
digunakan untuk menggantikan cairan yang hilang dan menyeimbangkan
elektrolit tubuh. Pada kondisi emergency misalnya pada pasien dehidrasi, stres
metabolik berat yang menyebabkan syok hipovolemik, asidosis, gastroenteritis
akut, demam berdarah dengue,luka bakar, syok hemoragik serta trauma, infus
dibutuhkan dengan segera untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Infus
juga digunakan sebagai larutan bila status elektrolit pasien belum diketahui, misal
pada kasus dehidrasi karena asupan oral tidak memadai, demam (Lukas, 2006).
Infus adalah larutan dalam jumlah besar terhitung mulai dari 10 mL yang
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan bantuan peralatan yang cocok.
Asupan air dan elektrolit dapat terjadi melalui makanan dan minuman dan
dikeluarkan dalam jumlah yang relatif sama. Rasio air dalam tubuh 57%; lemak
20,8%; protein 17,0%; serta minetal dan glikogen 6%. Ketika terjadi gangguan
homeostatis (keseimbangan cairan tubuh), maka harus segera mendapatkan terapi
untuk mengembalikan keseimbangan air dan elektrolit (Lukas, 2006).
Terapi Intravena (IV) adalah menempatkan cairan steril melalui jarum,
langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (Na+ ,
Ca2+, K+ ), nutrient (glukosa), vitamin atau obat (Brunner & Sudarth, 2002).
Pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran
darah.Pemberian obat dilakukan secara kontinu dengan kecepatan yang lambat
dan terkontrol (Kozier, 2004).
Pembuatan infus atau cairan intravena dikemas dalam bentuk dosis tunggal
dalam wadah plastik atau gelas, steril, bebas pirogen serta bebas partikel-partikel
lain. Oleh karena volume yang besar, pengawet tidak pernah digunakan dalam
infus intravena biasanya mengandung zat-zat amino, dekstrosa, elektrolit dan
vitamin.Walaupun cairan infus intravena yang diinginkan adalah larutan yang
isotonis untuk menetralisir trauma pada pembuluh darah.Namun cairan Hipotonis
maupun Hipertonis dapat digunakan untuk meminimalisir pembuluh darah,
larutan hipertonis diberikan dalam kecepatan yang lambat (Anonim, 2014.)
Menurut Perry dan Potter (2006) cairan intravena dibedakan menjadi
beberapa tipe, yaitu cairan hipotonis, isotonis, dan hipertonis. Cairan hipotonis
mempunyai osmolaritas yang lebih rendah dibandingkan serum. Cairan akan
ditarik dari dalam pembuluh darah ke jaringan sekitarnya sampai akhirnya
mengisi sel-sel yang dituju dan menyebabkan pembengkakan sel hingga
hemodialisis. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5% (Potter, & Perry,
2006).
Cairan isotonis mempunyai osmolaritas mendekati serum, sehingga terus
berada di dalam pembuluh darah. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL),
dan normalsaline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). Cairan hipertonis
mempunyai osmolaritas lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah dan
mengakibatkan penyusutan sel. Contohnya adalah Dextrose 5%, NaCl 45%
hipertonik, Dextrose 5%+RingerLactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9% (Potter, &
Perry, 2006).
Pembuatan sediaan yang akan digunakan untuk infus harus dilakukan
dengan hati-hati untuk menghindari kontaminasi mikroba dan bahan asing. Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) juga mempersyaratkan tiap wadah akhir infus
harus diamati secara fisik dan tiap wadah yang menunjukkan pencemaran bahan
asing yang terlihat secara visual harus di tolak.Infus adalah larutan dalam jumlah
besar terhitung mulai dari 100 mL yang diberikan melalui intravena tetes demi
tetes dengan bantuan peralatan yang cocok (Ansel, 1989).
Sediaan untuk LVP harus steril, bebas pirogen, dan dikemas dalam wadah
dosis tunggal. Jika di dalam sediaan mengandung pirogen, akan menimbulkan
efek yang besar dikarenakan sediaan tersebut langsung masuk ke dalam pembuluh
darah. Infus dikemas dalam wadah Large Volume Parenteral (LVP) plastik atau
gelas yang cocok ntuk intravena.Infus bisa diberikan dengan atau tanpa bahan
tambahan.Sediaan parenteral Volume besar (LVP) dikemas dalam wadah 100 ml
dan tidak melebihi 1000 ml. Khusus cairan irigasi dan dialisis diperbolehkan lebih
dari 1000 ml (Levchuk, 1992).
Sediaan parenteral merupakan sediaan steril yang haru terbebas dari
kontaminan viable, sediaan yang bebas dari mikroorganisme hidup, baik bentuk
vegetative maupun spora.Bentuk sediaan parenteral yang berada dipasaran terbagi
menjadi tiga, yaitu parenteral volume kecil, sediaan parenteral volume besar dan
sediaan parenteral bentuk serbuk untuk di rekonstitusi.Sediaan parenteral volume
besar berisi larutan injeksi 100 ml atau lebih. Larutan volume besar yang
sekarang sering terlihat dipasaran termaksut dalam dua kategori yaitu, elektrolit
dan non elektrolit. Contoh larutan dengan volume besar adalah infus (Ansel,
1989).
III. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1.Spatel1 buah
2.Kaca arloji 2 buah
3.Gelas piala 2 buah
4.Bunsen 1 buah
5.Autoklaf 1 buah
6.Erlenmeyer 2 buah
7.Thermometer 1 buah
8.Gelas ukur 1 buah
9.Timbangan analitik 1 buah
10.Kertas saring 2 buah
11.Stick ph meter 1 buah
B. Bahan
1.Dextrose 5%
2.Nacl 500,2 mg
3.WFI 500 ml
4.Metilen blue 1% 25 ml
5.Aquadest 500 ml
6.Tikus 1 ekor
7.Amonium hidroksida 0,2 ml
8.Tembaga (II) tatrat 5 ml
IV. CARA KERJA
a. Prosedur pembuatan Infus
dituangkan
Aqua bidestil atau ntuk melarutkan glukosa dan membilas kaca arloji
digerus
ditutup
Gelas piala dengan kaca arloji dan sisipi dengan batang pengaduk
dipanaskan
dicek
dilipat
Dipindahkan
disaring
Larutan hangat-hangat kedalam erlenmeyer
dipindahkan
Dituang
ditampung
Filtrate dari kolom kedalam botol infuse steril yang telah ditara
Ditutup
Botol dengan flakon steril, ikat dengan simpul champagne
dilakukan
diberi
etiket
b. Sterilisasi akhir
Hasil filtrasi kedalam wadah berupa botol infus yang telah di sterilisasi
lalu ditutup dengan flakon steril, ikat dengan simpul champagne
dilakukan
Sterilisasi infus yang telah berisi larutan injeksi kedalam autoklaf, alat
yang telah disterilisasi lalu di karantina dan diperiksa apakah ada
kebocoran.
diberikan
a. Kontrol kualitas
1. UJI KEBOCORAN
Berulang-ulang didepan
suatu baground
Injeksikan 10ml/KgBB
secara IV
5.UJI STERILISASI
dicuci
Dikeringkan kembali
Didinginkan dan
ditimbang
7.UJI PH
8. UJI KUANTITATIF
ditimbang
dimasukkan
5,0 mLlarutan ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan dengan air
sampai tanda batas dan campur.
diukur
dihitung
9. UJI KUALITATIF
diperiksa
Meja inspeksi visual (lampu menyala dengan lux yang sesuai)
diambil
diposisikan
diamati
Apakah ada partikel, serat, kesesuaian organoleptis warna dan
kerusakan pada vial dan ampul. Jika ada maka kumpulkan
diberi
Label dan simpan dalam wadah pada vial dan ampul yang
lulus uji
diambil
diperiksa
Ambil sampel secara acak dari vial dan ampul yang diterima
mengikuti label
diambil
Ulangi pemeriksaan bila operator menemukan wadah yang
tercemar melebihi jumlah maksimum pada tabel
dicatat
a. Rumus molekul :
b. Rumus kimia :C6H12O16.H2O
c. Bobot molekul : 198,17
d. Pemerian : hablur tidak berwarna, serbuk hablur atau serbuk
granul putih, tidak berbau rasa manis.
e. Kelarutann : mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam
air mendidih, larut dalam etanol mendidih, sedikit larut dalam alkohol
f. pH :3,5-5,5
g. Osmolaritas : 5,51% b/v larutan encer iso-osmotik dengan serum
h. Stabilitas : stabil
i. Fungsi : agen pengisotonis
j. Inkompatibilitas : inkompatibel dengan sejumlah obat seperti
cyanocobalamin, kanamycin sulfate, dan warfarin sodium.
k. Penyimpanan : wadah tertutup rapat ditempat yang kering
1. Sodium Chloride
a. Rumus molekul :
b. Nama lain : NaCl
c. Berat molekul : 58,44
d. Pemerian : serbuk kristal putih, tidak berwarna, mempunyai
rasa garam
e. pH : 6,7 – 7,3
f. Kelarutan : sedikit larut dalam etanol, larut dalam 250 bagian
etanol 95%, larut dalam 10 bagian gliserin, larut dalam 2,8 bagian air dan
2,6 bagian pada suhu 100oC
g. Kegunaan : agen tonisitas, sumber ion natrium
h. Titik lebur : 801oC
i. Titik didih : 1439oC
j. Stabilitas : larutan dalam sodium klorida stabil tetapi dapat
menyebabkan perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah kaca.
k. Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik
(Handbook of Pharmaceutical Exipient hal.693)
2. WFI = 600 ml – 30 ml
= 570 ml
R/Dextrose 5%
NaCl
WFI ad 500 ml
a. Penentuan % bahan
30
1. Dextrose = 600 x 100% = 5%
Osmolaritas
𝑔/𝐿
X= x n x 1000
𝐵𝑀
50 𝑔/𝐿
- Dextrose = 198,17 x 1 x 1000 = 252,309 osmo/L
Perhitungan Tonisitas
1. Metodefaktordisosiasi
Fa/Mr x g/L
1
- Dextrose = 198,17 x 50 g/L = 0,252
x = 0,537 g = 537 mg
2. MetodeNaCl Ekuivalen
E x % bahan
𝟏𝟕
E= Liso x 𝑩𝑴
E x % bahan
Dextrose = 0,1630 x 5% = 0,815
0,9-0,815 = 0,085 g/100 mL
0,085 100
= 600
𝑥
x = 0,51 g = 510 mg
1. Metode Penurunan Titik Beku
𝑔𝑟𝑎𝑚 1000 30 1000
Dextrose = Liso x x = 1,9 x 198,17 x
𝐵𝑀 𝑣 600
= 0,47
Penurunan titik beku = 0,52-0,47= 0,05
0,05 0,9 𝑔𝑟𝑎𝑚
x = 0,087 gram/100 ml
0,52 100 𝑚𝑙
0,087 100
NaCl yang diperlukan = = 600
𝑥
x = 0,522 gram
x = 522 mg NaCl
2. Metode White Vincent
0,9 𝑁𝑎𝐶𝑙 𝑒𝑘𝑖𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛 𝑧𝑎𝑡
Dextrose = 100 = g x 𝑉
0,9 0,1630
= 100 = 30 gram x 𝑥
= 543,33 ml
= 600–543,33 ml = 56,67 ml
0,9 𝑥
= 100 𝑚𝑙 = 56,67
x = 0,51 g = 510 mg
3. MetodeSprowls
Penurunan titik beku darah
Dextrose
0,3 1000
0,52 = 1,9 x 198,17 x 𝑣
v = 5,5314
Perhitungan NaCl
600 ml – 553,138 ml = 46,862ml
0,9 𝑥
= 46,862
100
x = 0,422 gram
= 422 mg
(537+510+522+510+422)𝑚𝑔
𝑥̅ = = 500,2 mg
5
darah atau dapat digunakan juga sebagai pembawa obat, infus termasuk dalam
sediaan LVP atau sediaan dengan volume besar, pembawa yang digunakan
pada sediaan infus hanya berupa air steril, infus tidak boleh mengandung
dapar, kemasan infus terbuat dari bahan plastik. Sedangkan untuk injeksi
berupa terapi dengan suntikan, pelarut dapat menggunakan air steril dan
minyak, injeksi boleh mengandung dapar, termasuk sediaan SLV karena ada
batasan maksimum volume, kemasan injeksi terbuat dari kaca pada umumnya.