Anda di halaman 1dari 23

CHAPTER 5

THEORETICAL FRAMEWORK AND HYPOTHESIS


DEVELOPMENT

Disusun Oleh :
Alfian Dwi Indarko F0214010
M. Bilhajhhusni Widyo Pramana F0214070
Mar’atus Sholihah F0214072

PROGRAM S1 MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2016
A. KEBUTUHAN AKAN KERANGKA TEORETIS
Setelah melakukan wawancara, menyelesaikan survey literatur dan
mendefinisikan masalah, kemudian siap untuk membuat kerangka teoretis. Kerangka
teoretis adalah model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana seorang menyusun
teori atau menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap penting untuk
masalah. Teori tersebut mengalir secara logis dari dokumentasi penelitian sebelumnya
dalam bidang masalah. Menggabungkan keyakinan logis seseorang dengan penelitian
yang dipublikasikan, mempertimbangkan keterbatasan dan hambatan situasi, adalah
sangat penting dalam membangun dasar ilmiah untuk meneliti masalah penelitian.
Singkatnya, kerangka teoretis membahas saling ketergantungan antarvariabel yang
dianggap perlu untuk melengkapi dinamika situasi yang sedang diteliti. Penyusunan
kerangka konseptual tersebut membantu kita untuk mendalilkan atau
menghipotesiskan dan menguji hubungan tertentu, dan dengan demikian,
meningkatkan pemahaman kita mengenai dinamika situasi.
Dengan demikian, dari kerangka teoretis bisa disusun hipotesis yang dapat diuji
untuk mengetahui apakah teori yang dirumuskan valid atau tidak. Hubungan yang
dihipotesiskan tersebut kemudian dapat diuji dengan analisis statistik yang tepat.
Dengan menguji dan mengulangi temuan, kita juga akan mempunyai keyakinan yang
kuat mengenai ketepatan penelitian. Jadi seluruh penelitian bergantung pada dasar
kerangka teoretis. Bahkan, jika hipotesis yang dapat diuji tidak perlu disusun,
penyusunan kerangka teoretis yang baik adalah hal utama untuk medalami masalah
yang sedang diteliti.
Karena kerangka teoretis memberikan dasar konseptual bagi penelitian, dan
karena kerangka teoretis tidak lain adalah mengidentifikasi jaringan hubungan
anataravariabel yang dianggap penting bagi studi terhadap situasi masalah apapun,
sangat penting untuk memahami apa arti variabel dan apa saja jenis variabel yang ada.

B. VARIABEL
Variabel adalah apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada
nilai. Nilai bisa berbeda pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama, atau
pada waktu yang sama untuk objek atau orang yang berbeda. Contoh variabel adalah
unit produksi, absensi, dan motivasi.
Jenis Variabel
Empat jenis variabel utama yang aka dibahas dalam bab ini adalah:
1. Variabel terikat (Dependet variable, disebut juga variabel kriteria-current
variable)
2. Variabel Bebas (Independet Variable, disebut juga variabel predictor-
predictor variable)
3. Variabel Moderator (Moderating variable)
4. Variabel Antara ( Interviewing variable)
Variabel bisa diskrit (misalnya, pria/wanita) atau kontinyu (usia orang). Variabel
yang tidak ada hubungannya atau variabel asing (extraneous variable) yang
mengacaukan hubungan sebab akibat akan dibahas dibab selanjutnya.
1. Variabel terikat
Variabel terikat merupakan merpakan variabel yang menjadi perhatian
utama peneliti. Tujuan peneliti adalah memahami dan membuat variabel terikat,
menjelaskan variabilitasnya atau memprediksinya. Dengan kata lain, variabel
terikat merupakan variabel utama yang menjadi faktor yang berlaku dalam
investigasi. Melalui analisis terhadap variabel terikat (yaitu, menemukan
variabel yang mempengaruhi) adalah mungkin untuk menemukan jawaban atas
masalah tersebut.
Contoh : Seorang wakil direktur merasa prihatin dengan bahwa
karyawannya tidak loyal terhadap organisasi, dan dampaknya mereka
mengalihkan loyalitas pada instistusi lain. Variabel terikat dalam kasus ini
adalah loyalitas organisasi.
Ada suatu kemungkinan bahwa suatu penelitian memiliki lebih dari satu
variabel terikat. Misalnya produksi berbiaya rendah dan kepuasan pelanggan.
Dalam kasus semacam itu manajer ingin mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi semua variabel terikat yang diminati dan bagaimana sejumlah
dari mereka mungkin berbeda dalam kaitannya dengan variabel terikat yang
lain.
2. Variabel Bebas
Variebel bebas adalah variabel yang memengaruhi variabel terikat, entah
secara positif atau negatif. Yaitu jika terdapat variabel bebas, variabel terikat
juga hadir dengan setiap unit kenaikan dalam variabel bebas, terdapat pula
kenaikan atau penurunan dalam variabel terikat. Dengan kata lain, varians
variabel terikat ditentukan oleh variabel bebas.
Contoh: Penelitian menunjukan bahwa keberhasilan pengembangan
produk baru bepengaruh terhadap harga saham perusahaan. Yaitu, semakin
sukses peluncuran produk baru, semakin tinggi harga saham perusahaan. Karena
itu kesuksesan produk baru adalah variabel bebas dan harga saham perusahaan
adalah variabel terikat. Tingkat keberhasilan pengembangan produk baru yang
dirasakan akan menjelaskan varians dalam harga saham perusahaan.
3. Variabel Moderator
Variabel moderator adalah variabel yang mempunyai pengaruh
ketergantungan yang kuat dengan hubungan variabel terikat dan vaiabel bebas.
Yaitu kehadiran variabel ketiga mengubah hubungan awal antara variabel bebas
dan terikat.
Contoh : Ditemukan hubungan antara ketersediaan buku pedoman
referensi yang dapat diakses oleh karyawan perusahaan manufaktur, dan produk
cacat. Yaitu jika pekerja mengikuti prosedur yang ditentukan dalam buku
pedoman mereka mampu menghasilkan produk yang tidak cacat. Meskipun
hubungan tersebut bisa dikatakan diyakini secara umum bagi semua karyawan
namun hal tersebut bergantung pada kecenderungan atau keinginan karyawan
untuk membaca buku pedoman setiap kali prosedur baru ditetapkan. Dengan
kata lain hanya mereka yang memperhatikan dan mengacu pada buku pedoman
setiap kali proses baru digunakan yang akan menghasilkan produk tidak cacat.
Karyawan lain yang tidak melakukan hal tersebut tidak akan memetik manfaat
dan akan terus menghasilkan produk cacat.
Perbedaan Variebel Bebas dan Variabel Moderator
Sering muncul kebingungan mengenai kapan sebuah variabel diperlakukan
sebagai variabel bebas dan kapan variabel tersebut menajdi moderator. Contoh pada 2
situasi berikut:
Situasi 1
Sebuah studi menemukan bahwa semakin baik kualitas program pelatihan
organisasi dan semakin besar kebutuhan pertumbuhan karyawan (yaitu dimana
kebutuhan akan pengembangan dan pertumbuhan dalam pekerjaan kuat), semakin
besar keinginan mereka untuk mempelajari cara-cara baru dalam melakukan
pekerjaan.
Situasi 2
Studi lain menunjukan bahwa kesediaan karyawan untuk mempelajari cara-cara
baru dalam melakukan pekerjaan adalah tidak dipengaruhi oleh kualitas program
pelatihan yang diberikan oleh organisasi kepada semua orang tanpa perbedaan apapun.
Hanya mereka dengan kebutuhan pertumbuhan yang tinggi yang tampaknya
mempunyai hasrat untuk mempelajari cara-cara baru melalui pelatihan khusus.
Dalam kedua situasi diatas kita mempunyai tiga variabel yang sama. Dalam
kasus pertama, program pelatihan dan kekuatan kebutuhan pertumbuhan merupakan
variabel bebas yang mempengaruhi kesediaan karyawan untuk belajar yang
merupakan variabel terikat. Tetapi dalam kasus kedua kualitas program pelatihan
merupakan variabel bebas , dan meskipun variabel terikat tetap sama kekuatan
kebutuhan pertumbuhan menjadi variabel moderator. Dengan kata lain hanya mereka
dengan kebutuhan pertumbuhan yang tinggi yang menunjukan keinginan dan
kemampuan adaptasi yang kebih besar untuk belajar melakukan hal hal baru jika
kualitas program pelatian ditingkatkan. Dengan demikian hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat sekarang menjadi tergantung pada kehadiaran sebuah
moderator. Contoh tersebut menjelaskan bahwa meskipun variabel yang digunakan
adalah sama keputusan apakah menamainya variabel bebas, terikat, atau moderator
bergantung pada bagaimana variabel tersebut saling memengaruhi satu sama lain.
4. Variabel Antara
Variabel antara adalah variabel yang mengemukakan antara waktu
variabel bebas mulai bekerja mempengaruhi variabel terikat dan waktu pengaruh
variabel bebas terasa pada variabel terikat. Dengan demikian terdapat kualitas
temporal atau dimensi waktu pada variabel antara. Variabel antara mengemuka
sebagai sebuah fungsi variabel bebas yang berlaku dlam situasi apapun serta
membantu mengkonsepkan dan menelaskan pengaruh variabel bebas terhadap
variabel; terikat.
Contoh : Dimana variabel bebas keragaman tenaga kerja mempengaruhi
variabel terkat efektivitas organisasi, variabel antara yang mengemuka sebagai
fungsi keragaman dalam tenaga kerja adalah senergi kreatif. Sinergi kretif ini
berasal dari tenaga kerja multietnis, multiras, multinasional yang berinteraksi
dan secara bersama-sama memberikan keahlian multifaset mereka dalam
pemecahan masalah. Hal tersebut membantu kita untuk memahami bagaimana
efektivitas organisasi bisa berasal dari keragaman dalam tenaga kerja.
Perhatikan bahwa sinergi kreatif, variabel antara mengemukakan pada waktu t2,
sebagai fungsi dari keragaman tenaga kerja yang ditempatkan pada t1 untuk
menghasilkan efektivitas organiasi dalam waktu t3.
Waktu (t): t1 t2 t3
Keragaman tenaga Efektivitas
Sinergi kreatf
kerja organisasi

C. KERANGKA TEORETIS
Kerangka teoretis adalah jaringan asosiasi yang disusun, dijelaskan, dan
dielaborasi secara logis antarvariabel yang dianggap relevan pada situasi masalah dan
diidentifikasi melalui proses seperti wawancara, pengamatan, dan survei literatur.
Untuk tiba pada solusi masalah yang baik, maka yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi masalah dengan benar, dan kemudian variabel yang
memengaruhinya.Pentingnya mengadakan wawancara yang memiliki tujuan dan
melakukan tinjauan literatur secara menyeluruh kini menjadi jelas.Setelah
mengidentifikasi variabel yang tepat, langkah selanjutnya adalah mengelaborasi
jaringan asosiasi jaringan asosiasi antarvariabel, sehingga hipotesis yang relevan dapat
disusun dan kemudian diuji. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (yang akan
menunjukkan hipotesis dietrima atau tidak), tingkat di mana masalah dapat
dipecahkan pun kan menjadi terbukti. Dengan demikian, kerangka teoretis merupakan
langkah yang penting dalam proses penelitian.
Hubungan antara survei literatur dan kerangka teoretis adalha bahwa yang
pertama menyediakan fondasi yang kuat untuk menyusun yang terakhir.Yaitu, survei
literatur mengidentifikasi variabel yang mungkin penting, sebagaimana ditentukan
oleh temuan penelitian sebelumnya. Hal tersebut, sebagai tambahan untuk hubungan
logis lainnya yang dapat dikonsepkan, membentuk dasar untuk model
teoretis.Kerangka teoretis mengelaborasi hubungan antarvariabel, menjelaskan teori
yang menggarisbawahi relasi tersebut, dan menjelaskan sifat dan arah hubungan.
Sebagaimana survei literatur memberikan panggung untuk kerangka teoretis yang
baik, hal tersebut pada gilirannya menyediakan dasar yang lois untuk menyusun
hipotesis yang dapat diuji.
Komponen Kerangka Teoretis
Kerangka teoretis yang baik mengidentifikasi dan menenamkan variabel-
variabel penting dalam situasi yang relevan dengan definisi masalah.Kerangka teoretis
secara logis menjelaskan sangkut-paut antarvariabel tersebut.Hubungan antara
variabel bebas, variabel terikat, dan jika tepat, variabel moderator juga sebaiknya
diberikan. Bila ada variabel antara akan diperlukan. Saling ketergantungan
antarvariabel bebas, atau antarvariabel terikat (dalam kasus terdapat dua atau lebih
variabel terikat), jika ada, sebaiknya juga diungkapkan dengan tepat dan dijelaskan
secara memadai.
Elaborasi variabel dalam kerangka teoretis, dengan deminikian, menunjukkan
persoalan mengapa atau bagaimana kita mengharapkan hubungan tertentu berlaku,
sifat, dan arah hubungan antarvariabel minat. Diagram skemais mengenai model
konspetual yang dijelaskan dalam kerangka teoretis juga akan membantu pembaca
untuk membayangkan hubungn yang diteorikan.
Perlu dicatat bahwa kita telah menggunakan istilah kerangka teoretis dan model
teoretis secara bergantian. Ada perbedaan pendapat mengenai apa yang sebuah model
benar-benar wakili. Sebagian pihak menjelaskan model sebagai simulasi; lainnya
melihat model sebagai perwakilan dari hubungan antara dan antarkonsep.Dalam hal
ini, kita menggunakan istilah model dalam pengertian yang terakhir sebagai skema
konspetual yang menghubungkan konsep-konsep.
Singkatnya, ada hal mendasar yang harus dipehatikan dalam kerangka teoretis :
1. Variabel yang dianggap relevan untuk studi harus diidentifikasi dan
dinamai dengan jelas dalam pembahasan.
2. Pembahasan harus menyebutkan mengapa dua atau lebih vaiabel berkaitan
satu sama lain. Hal ini sebaiknya dilakukan untuk hubungan penting yang
diteorikan berlaku di antara variabel.
3. Bila sifat dan arah hubungan dapat diteorikan berdasarkan temuan
penelitian sebelumnya, maka harus ada indikasi dalam pembahasan
mengenai apakah hubungan akan positif atau negatif.
4. Harus ada penjelasan yang gamblang mengenaai mengapa kita
memperkirakan hubunga tersebut berlaku. Argumen bisa ditarik dari
temuan penelitian sebelumnya.
5. Suatu diagram skematis kerangka teoretis harus diberikan agar pembaca
dapat melihat dan dengan mudah memahami hubungan yang diteorikan.
Mari kita meninjau bagaiman akelima hal tersebut dimasukkan dalam contoh
Delta Airlines berikut ini.
DELTA AIRLINES
Dengan adanya deregulasi maskapai penerbangan, terjadi perang harga di antara
berbagai maskapai yang memangkas biaya dengan cara berbeda. Emenurut laporan,
Delta Airlines menghadapi tuntutan pelanggaran keselamatan penerbangan (air-
safety violations) hampir terjadi beberapa tabrakan di udara, dan sebuah kecelakaan
yang mengakibatkan 137 orang tewas pada tahun 1987. Empat faktor penting yang
tampaknya mempengaruhi hal ersebut adalh komunikasi yang buruk di antara anggota
kru kokpit sendiri, koordinasi yang buruk dengan petugas bandara dan kru kokpit,
pelatihan minimal yang diebrikan kepada kru kokpit, dan filosofi manajemen yang
mendorong struktur yang terdesentralisasi.Akan berguna untuk mengetahui jika
faktor-faktor tersebut benar-benar berperan terhadap pelanggaran keamanan, dan jika
demikian, sampai sejauh mana.
Kerangka Teoretis untuk Contoh Delta Airlines
Variabel terikat adalah pelanggaran keamanan, yang merupakan variabel
minat utama dimana varians dicoba dijelaskan dengan empat variabel bebas, yaitu :
1. Komuniaksi antaranggota kru
2. Komunikasi antaranggota petugas kontrol bandara dan kru kokpit
3. Pelatihan yang diterima oleh kru kokpit
4. Desentralisasi.
Semakin sedikit komunikasi antaranggota kru sendiri, semakin besar
kemungkinan terjadi pelanggaran keselamatan penerbangan karena sangat sedikit
informasi yang diberikan di antara mereka.Misalnya, kapan pun keselamatan
terancam, komunikasi yang tepat pada waktunya antara navigator dan pilot adalah
sangat tidak mungkin. Masing-masing pihak akan terserap oleh tugasnya sendiri dan
kehilangan pandangan mengenai tugas yang lebih besar. Jika kru bandara gagal
memberikan informasi pada saat yang tepat, kecelakaan bisa saja terjadi, misalnya
pesawat jatuh atau menabrak.Koordiansi antara kru bandara dan kokpit merupakan hal
utama dalam keselamatan penerbangan.Dengan demikian, semakin kurang koordinasi
antara petugas kontrol bandara dan kru kokpit, semakin besar kemungkinan terjadi
pelanggaram keselamatan penerbangan.Kedua faktor diatas diperburuk oleh filosofi
manajemen Delta Airlines, yang menekankan desentralisasi.Filosofi tersebut mungkin
belum berhasil sebelum deregulasi maskapai peenrbangan, ketika jumlah penerbangan
masih dapat dikendalikan.Namun, dengan deregulasi dan peningkatan keseluruhan
penerbangan udara, dan dengan semua maskapai lebih banyak melakukan
penerbangan, korrdinasi dan kendali yang tersentralisasi adalah sangat
penting.Dengan demikian, semakin besar derajat desentralisasi, semakin rendah
cakupan tingkat komunikasi antarkru pesawat dan antara petugas bandara dan kru
kokpit, serta semakin besar kemungkinan terjadi pelanggaran keselamatan
peenrbangan.Demikian pula jika anggota kru kokpit tidak dilatih secara memadai,
mereka mungkin tidak mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai standar
keamanan atau mungkin tidak mampu untuk menangani situasi darurat dan
menghindari tabrakan.Jadi, pelatihan yang buruk juga menambah kemungkinan
terjadinya pelanggaran keamanan.
Perhatikan bagaimana kelima hal mendasar dari kerangka teoretis dimasukkan
dalam contoh di atas.
1. Identifikasi dan penamaan variabel terikat dan bebas telah dilakukan dalam
kerangka teoretis.
2. Hubungan antarvariabel dibahas, memperlihatkan bahwa keempat variabel
bebas adalah berhubungan dengan variabel terkait, dan bahwa variabel bebas
desentralisasi berkaitan dengan dua variabel bebas lainnya, yaitu komunikasi
antarkru kokpit dan atara petugas bandara dan kru kokpit. Sifat dan arah
hubungan dari masing-masing variabel bebas dengan variabel terikat dan
hubungan desentralisasi dengan kedua vriabel bebas tersebut dinyatakan
dengan jelas.
Misalnya, dikatakan bahwa semakin rendah tingkat pelatihan kru kokpit,
semakin besar peluang terjadinya pelanggaran keselamatan penerbangan.
Dengan demikian, ketika pelatihan kurang, bahaya meningkat, atau
sebaliknya, semakin banyak pelatihan, semakin kecil kemungkinan
pelanggaran keselamatan penerbangan; yang menunjukkan hubungan
negatif di antara kedua variabel. Hubungan negatif semacam itu terjadi di
antara setiap variabel bebas, kecuali desentralisasi, dan variabel terikat.
Terdapat pula hubungan negatif antara desentralisasi dan komunikasi
antaranggota kokpit (semakin tinggi desentralisasi, semakin kurang
komunikasi) dan antara desentralisasi dan koordinasi (semakin tinggi
desentralisasi, semakin kurang koordinasi)
3. Mengapa hubungan diperkirakan dijelaskan melalui beberapa pernyataan
logis, sebagaimana dalam contoh tadi diuraikan : mengapa desentralisasi
yang berhasil sebelum deregulasi, tidak akan berhasil. Lebih spesifik lagi,
diperlihatkan bahwa :
a. Tingkat komunikasi yang rendah antarkru kokpit akan gagal untuk
memperingatkan pilot terhadap bahaya yang akan datang;
b. Koordinasi yang buruk antar petugas kontrol bandara dan kru kokpit
akan merugikan karena kondisi sangat penting untuk keamanan;
c. Dorongan desentralisasi hanya akan memperburuk upaya komunikasi
dan koordinasi;
d. Pelatihan kru kokpit yang tidak memadahi akan gagal untuk
mengembangkan ketrampian menghadapi bahaya.
4. Hubungan antarvariabel ditampilkan sebagai berikut.
Diagram skematis kerangka teoretis untuk contoh.

Komunikasi antara petugas kokpit

Komunikasi antara petugas kontrol dan kokpit


Pelanggaran keselamatan penerbangan

Desentralisasi

Pelatihan kru kokpit

Variabel bebas Variabel terikat


Diagram skematis kerangka teoretis yang meliputi variabel antara.

Komunikasi antara petugas kokpit

Komunikasi antara petugas kontrol dan kokpit


Pelanggaran keselamatan penerbangan

Desentralisasi

Pelatihan kru kokpit Kegugupan dan ketakutan

Variabel bebas Variabel antara Variabel terikat


Sekarang akan menarik untuk melihat jika kita bisa menyisipkan (intervening)
sebuah variabel antara ke dalam model. Misalnya, kita mungkin mengatakan bahwa
kurangnya pelatihan yang memadai membuat pilot gugup dan takut (nervous and
diffident) dan hal tersebut pada gilirannya menjelaskan mengapa mereka tidak mampu
dengan percaya diri menanganu situasi di udara ketika banyak pesawat berbagi di
angkasa. Kegugupan dan ketakutan merupakan fungsi dari kurangnya pelatihan, dan
membantu menjelaskan mengapa pelatihan yang tidak memadai akan mengakibatkan
bahaya terhadap keselamatan penerbangan.
Kita juga dapat mengubah model secara substansial dengan menggunakan
pelatihan (yang buruk) sebagai variabel moderator. Di sini kita membuat teori bahwa
komunikasi dan koordinasi yang buruk, serta desentralisasi kemungkinan besar
mengakibatkan pelanggaran keselamatan penerbangan hanya di dalam kasus, di aman
pilot yang bertugas menerima pelatihan yang tidak memadai. Dengan kata lain,
mereka yang menerima pelatihan yang memadai dalam menangani situasi berbahaya
secara tangkas melalui sesi pelatihan, simulasi, dan seterusnya, tidak akan terhalang
oleh komunikasi dan koordinasi yang buruk, dan dalam kasus diamna pesawat
dikemudikan oleh pilot yang dialtih denganbaik, komunikasi dan koordinasi yang
buruk tidak akan menimbulkan bahaya terhadap keselamatan penerbangan.
Contoh diatas kembali mengilustrasikan bahwa variabel yang sama bisa saja
menjadi variabel bebas, antara, moderator, atau terikat, tergantung pada bagaimana
kita mengonsepkan model teoretis.

Komunikasi antara petugas kokpit

Komunikasi antara petugas kontrol dan kokpit Pelanggaran keselamatan penerbangan

Desentralisasi

Variabel bebas Variabel moderator Variabel terikat

D. PENYUSUNAN HIPOTESIS
Setelah kita mengidentifikasi variabel penting dalam suatu situasi san
menetapkan hubungan antarvariabel melalui pemikiran logis dalam kerangka teoretis,
kita berada dalam posisi untuk menguji apakah hubungan yang diteorikan benar-benar
terbukti kebenaranya. Dengan menguji hubungan tersebut secara ilmiah melalui
analisis statistik yang tepat, atau melalui analisis kasus negatif (negative case
analysis) dalam penelitian kualitatif, kita akn memperoleh informasi terpercaya
mengenai jenis hubungan yang eksis di antara variabel yang berlaku dalam situasi
masalah. Hasil pengujian tersebut memebri kita beberapa solusi mengenai apa yang
dapat diubah dalam situasi yang dihadapi untuk memecahkan masalah. Merumuskan
pernyataan yang dapat diuji semacam tersebut disebut penyusunan hipotesis.

Definisi Hipotesis
Hipotesis bisa didefinikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis di
antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pernyataan yang dapat
diuji. Hubungan tersebut diperkirakan berdasarkan jaringan sosial yang ditetapkan
dalam kerangka teoretis yang dirumuskan untuk studi penelitian. Dengan menguji
hipotesis dan menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat
ditemukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
Beberapa pernyataan atau hipotesis yang dpat diuji bisa ditarik kerangka teoretis
dirumuskan dalam contoh berikut :
Jika pilot memperoleh pelatihan yang memadai untuk menangani situasi
darurat di udara, pelanggaran keselamatan penerbangan akan berkurang.
Pernyatan di atas merupakan pernyataan yang dapat diuji. Dengan mengukur
tingkat pelatihan yang diberikan kepada berbagai pilot dan jumlah pelanggaran
keamanan yang dilakukan oleh mereka selama satu periode waktu, secara statistik kita
dapat menguji hubungan antara dua variabel tersebut untuk melihat jika ada korelasi
negatif yang signifikan di antara keduanya.jika menemukan hal tersebut benar, maka
hipotesis terbukti. Yaitu, memberi lebih banyak pelatihan kepada pilot dalam
menangani penerbangan yang ramai di udara akan mengurangi pelanggaran
keamanan. Jika korelsi negatif signifikan tidak ditemukan, maka hipotesis tidak
terbukti. Menurut kaidah dalam ilmu sosial, untuk mneyebut sebuah hubungan
“signifikan secara statistik,” kita harus yakin bahwa 95 dari 100 hubungan yang
diamati akan mendukung hipotesis. Hanya boleh 5% peluang bahwa hubungan
tersebut tidak ditemukan.

Pernyataan Hipotesis : Format


Pernyataan Jika-Maka (If-Then Statement)
Hipotesis adalah pernyataan yang dapat diuji mengenai hubungan antarvariabel.
Hipotesis juga dapat menguji apakah terdapat perbedaan antara dua kelompok (atau
antara beberapa kelompok) yang terkait dengan variabel. Untuk mneguji apakah
hubungan atau perbedaan yang diperkirakan tersebut eksis atau tidak, hipotesis dapat
disusun sebagai proposisi atau dalam bentuk pernyatan jika-maka (if-then
statement). Kedua format tersebut bisa dilihat dalam dua contoh berikut.
- Karyawan yang lebih sehat akan lebih jarang mengambil cuti sakit
Artinya, Jika karyawan lebih sehat, maka mereka akan lebih jarang
mengambil cuti sakit.

Hipotesis Direksional dan Nondireksional


Jika, dalam menyatakan hubungan antara dua variabel atau membandingkan dua
kelompok, istilah-istilah sepeti positif, negatif, lebih dari, kurang dari, dan
semacamnya digunakan, maka hipotesis tersebut disebut direksional (directional)
karena arah hubungan antarvariabel (positif/negatif) ditunjukkan, seperti contoh
dibawah, atau sifat perbedaan antara dua kelompok pada satu variabel (lebih/kurang
dari) didalilkan.
- Semakin besar stres yang dialami dalam pekerjaan, semakin rendah
kepuasan kerja karyawan.
- Wanita lebih bermotivasi dibanding pria.
Di sisi lain, hipotesis nondireksional (nondirectional) adalah hipotesis yang
yang mendalilkan hubungan atau perbedaan, tetapi tidak memberikan indikasi
mengenai arah dari hubungan atau perbedan tersebut. Dengan kata lain, meskipun
mungkin diperkirakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan di antara dua
variabel, kita tidak dapat mengatakan apakah huungan tersebut akan positif atau
negatif, seperti dalam contoh dibawah. Demikian pula, bahkan jiika kita dapat
memperkirakan bahwa terdaapt dua perbedaan antara dua kelompok pada satu
variabel tertentu, kita tidak akan mengatakan kelompok mana yang akan lebih, dan
mana yang kana kurang pada variabel tersebut.
- Ada hubungan antara usia dan kepuasan kerja
- Terdapat perbedaan antara nilai etika kerja karyawan Amerika dan Asia.
Hipotesis non direksional dirumuskan, entah karena hubungan atau perbedaan,
belum pernah sebelumnya diselidiki dan karena tersebut tidak ad adasar untuk
mengindikasi arah, atau karena terjadi temuan yang bertentangan dalam studi
penelitian sebelumnya mengenai variabel tersebut. Dalam sejumlah studi mungkin
ditemukan hubungan positif, sedangkan dalam studi lain dicatat hubungan negatif. Itu
sebabnya, peneliti saat ini hanya dapat membuat hipotesis bahwa ada hubungan yang
signifikan, tetapi arahnya mungkin belum jelas. Dalam kasus seperti tersebut, dapat
dinyatakan secara nondireksional. Dalam contoh diatas terdapat petunjuk mengenai
apakah usia dan kepuasan kerja berkorelasi secara positif atau negatif, dan dalam
contoh diatas pula kita tidak dapat mengetahui apakah nilai etika kerja adalah lebih
kuat di Amerika atau di Asia. Tetapi dalam contoh di atas pula, adlaah mungkin untuk
menyatakan bahwa usia dan kepuasan kerja berkorelasi secara positif, karena
penelitian sebelumnya menunjukkan hubungan semacam itu. Jika arah hubungan
diketahui, adalah lebih baik untuk menyusun hipotesis direksional untuk alasan yang
akan menjadi jelas dalam pembahasan pada bab selanjutnya.
Hipotesis Nol dan Alternatif
Hipotesis nol (hipotesis nihil atau null hypotheses) adalah proposisi yang
menyatakan hubungan yang definitif dan tepat di antara dua variabel. Yaitu, hipotesis
ini menyatakan bahwa korelasi populasi antara dua variabel adalah sama dengan nol
atau bahwa perbedaan adalam mean (rerata hitung) dua kelompok dalam populasi
adalah sama dengan nol (atau suatu angka tertentu). Secara umum, pernyataan nol
diungkapkan diungkapkan sebagai tidak ada hubungan (signifikan) antara dua variabel
atau tidak ada perbedaan (signifikan) antara dua kelompok. Hipotesis alternatif, yang
merupakan kebalikan dari hipotesis nol, adalah pernyataaan yang mengungkapkan
hubungan antara dua variabel atau menunjukkan perbedaan antara kelompok.
Untuk menjelaskan lebih jauh dalam membuat hipotesis nol, kita menyatakan
bahwa tidak ada perbedaan antara apa yang mungkin kita temukan dalam karakteristik
populasi (yaitu, keseluruhan kelompok yang kita minati untuk menemukan sesuatu
yang berkaitan dengannya) dan sampel yang kita pelajari (yaitu, sejumlah terbatas
yang mewakili total populasi atau kelompok yang kita pilih untuk diteliti). Karena
tidak mengetahui keadaan hubungan yang sebenarnya dalam populasi, yang dapat kita
lakukan adalah menarik kesimpulan berdasarkan apa yang kita temukan dalam
sampel. Apa yang kita nyatakan secara tidak langsung melalui hipotesis nol adalah
bahwa perbedaan apa pun yang ditemukan di antara dua kelompok sampel atau
hubungan apa pun yang didapati di antara dua variabel berdasarkan sampel adalah
hanya diambil dari fluktuasi sampel acak dan bukan dari perbedaan yang
“sebenarnya” di antara dua kelompok populasi (katakanlah, pria dan wanita), atau
hubungan antara dua variabel (katakanlah, penjualan dan laba). Hipotesis nol dengan
demikian dirumuskan agar dapat diuji untuk penolakan yang mungkin. Jika kita
menolak hipotesis nol, maka semua hipotesis alternatif yang diperbolehkan, berkaitan
dengan hubungan tertentu yang diuji, dapat diterima. Adalah teori yang
memungkinkan kita menaruh keyakinan dalam hipotesi alternatif yang dihasilkan
dalam investigasi penelitian tertentu. Ini adalah logika yang tepat dan bisa
dipertahankan. Kalau tidak, peneliti lain kemungkinan besar akan menyangkal dan
mendalilkan penjelasan logis lainnya melaui hipotesis alternatif yang berbeda.
Hipotesis nol dalam kaitannya dengan perbedaan kelompok yang dinyatakan
dalam “Wanita lebih bermotivasi dibanding pria” adalah sebagai berikut:

H0 : M=W
Atau
H0 : M- W=0

Di mana H0 mewakili hipotesis nol, M adalah mean (rerata hitung) tingkat

motivasi pria, dan W adalah mean tingkat motivasi wanita.

Hipotesis alternatif untuk contoh di atas secara statistik dinyatakan sebagai


berikut :

HA : M<W
Yang sama dengan
HA : W>M

Di mana HA mewakili hipotesis alternatif dan MdanW berturut-turut adalah


mean untuk tingkat motivasi pria dan wanita. Untuk hipotesis nondireksional untuk
mean adalah perbedaan etika kerja dalam pernyataan “terdapat perbedaan nilai etika
kerja karyawan Amerika dan Asia”, hipotesis nol adalah:

H0 : AM = AS
Atau
H0 : AM-AS = 0

Di mana H0 mewakili hipotesis nol, AMadalah mean nilai etika kerja orang

Amerika, dan AS adalah mean nilai etika kerja orang Asia.
Hipotesis alternatif untuk contoh di atas secara statistik adalah sebagai berikut

HA : AMAS

Di mana HA mewakili hipotesis alternatif, dan AMdanAS berturut-turut adalah


mean nilai etika kerja orang Amerika dan Asia.

Hipotesis nol untuk hubungan antara dua variabel dalam “semakin besar stres
yang dialami dalam pekerjaan, semakin rendah kepuasan kerja karyawan” adalah:

H0 : tidak ada hubungan antara stres kerja yang dialami dalam


pekerjaan dan kepuasan kerja karyawan

Hal tersebut secara statistik akan dinyatakan dengan

H0 : = 0

Di mana  mewakili korelasi antara stres dan kepuasan kerja, yang dalam kasus
ini adalah sama dengan 0 (yaitu tidak ada korelasi).

Hipotesis alternatif untuk hipotesis nol di atas, yang telah dinyatakan secara
direksional dalam contoh di atas, secara statistik dapat dinyatakan sebagai :

H0 : <0 (Korelasi negatif)

Untuk pernyataan “ada hubungan antara usia dan kepuasan kerja” yang telah
dinyatakan secara nondireksional, hipotesis nol secara statistik adalah sebagai berikut :
H0 :  = 0

Sedangkan hipotessi alternatif akan dinyatakan dengan :


H0 : 0

Setelah merumuskan hipotesis nol dan alternatif, uji statistik yang tepat (uji t, uji
F) pun kemudian dapat diterapkan, yang akan menunjukkan apakah hipotesis
alternatif diterima atau tidak–yaitu, bahwa ada perbedaan signifikan antarkelompok
atau bahwa terdapat hubungan signifikan di antara variabel, sebagaimana dinyatakan
dalam hipotesis.

Langkah-langkah yang harus diikuti dalam pengujian hipotesis adalah :


1. Menyatakan hipotesis nol dan alternatif.
2. Memilih uji statistik yang tepat berdasarkan apakah data yang dikumpulkan adalah
parametrik atau nonparametrik.
3. Menentukan tingkat signifikansi yang diinginkan ( = 0,05, atau lebih, atau
kurang)
4. Memastikan jika hasil dari analisis komputer menunjukkan bahwa tingkat
signifikansi terpenuhi. Jika, seperti dalam kasus analisis korelasi Pearson dalam
piranti lunak Exdel, tingkat signifikansi tidak muncul dalam printout, perhatikan
nilai kritis (critical value) yang menetapkan daerah penerimaan pada tabel yang
sesuai [(t, F, X2)–lihat tabel pada akhir buku pedoman] niai kritis tersebut
membagi daerah penolakan dari daerah penerimaan hipotesis nol. Jika nilai hitung
(resultant value) lebih besar daripada nilai kritis (critical value), hipotesis nol
ditolak, dan alternatif diterima. Jika nilai hitung lebih kecil daripada nilai kritis,
hipotesis nol diterima dan alternatif ditolak.

Sebelum menyimpulkan pembahasan mengenai hipotesis, perlu diulangi


kembali bahwa membuat dan menguji hipotesis dapat dilakukan dengan cara deduksi
dan induksi. Dalam deduksi, model teortis adalah yang pertama disusun, kemudian
hipotesis dirumuskan, dikumpulkan, dan akhirnya diuji. Dalam proses induktif, telah
diperolah, untuk kemudian diuji. Lihat kembali pembahsan kita dalam Bab 2, contoh
eksperimen Hawthorne, di mana hipotesis yang baru disusun setelah data yang
dikumpulkan tidak mendukung hipotesis semula.

Singkatnya hipotesis baru yang tidak dipikirkan semula atau yang belum diuji
sebelumnya dapat disusun setelah data dikumpulkan. Wawasan kreatif mungkin
mendorong peneliti untuk menguji hipotesis baru dari data yang ada, yang, jika
terbukti, akan menambah pengetahuan baru dan membantu pengembangan teori.
Melalui perluasan pemahaman mengenai dinamika yang berlaku dalam situasi yang
berbeda dengan menggunaka proses deduktif dan induktif, kita menambah
pengetahuan dalam bidang yang terkait.

E. PENGUJIAN HIPOTESIS DENGAN PENELITIAN KUALITATIF :


ANALISIS KASUS NEGATIF
Hipotesis juga dapat diuji dengan data kualitiatif. Misalnya, anggap saja bahwa
seorang peneliti membuat kerangka teoretis setelah wawancara yang ekstensif, bahwa
perilaku tidak etis oleh karyawan merupakan fungsi dari ketidakmampuan mereka
untuk membedakan antara benar dan salah, atau karena kebutuhan yang mendesak
akan uang yang lebih banyak, atau ketidakacuhan organisasi terhadap perilaku
semacam tersebut. Untuk menguji hipotesis bahwa ketiga faktor tersebut merupakan
sebab utama yang memengaruhi perilaku tidak etis, peneliti akan mencari data yang
menyangkal suatu hipotesis. Bahkan jika suatu kasus tunggal tidak mendukung
hipotesis, teori tersebut harus direvisi. Katakanlah bahwa peneliti menemukan satu
kasus di mana seseorang dengan sengaja melakukan perilaku tidak etis dalam hal
menerima pembayaran kembali (meskipun faktanya ia cukup mampu untuk
membedakan benar dari salah, tidak membutuhkan uang, dan mengetahui bahwa
organisasi tidak akan membiarkan perilaunya), hanya karena ia ingin “kembali” ke
sistem yang “tidak akan menerima sarannya”. Penemuan baru ini melalui penolakan
atas hipotesis semula, disebut sebaga metode kasus negatif (negative case method),
memungkinkan peneliti untuk merevisi teori dan hipotesis hingga waktu ketika teori
tersebut menjadi kukuh.
Dengan demikian, sejauh ini telah dibahas bagaimana melakukan survei
literatur, merumuskan kerangka teoretis, dan menyusun hipotesis. Sekarang
diilustrasikan urutan logis tersebut melaui sebuah contoh kecil di mana seorang
peneliti ingin menguji faktor-faktor organisasi yang memengaruhi kemajuan wanita
hingga posisi manajemen puncak. Survei literatur dan jumlah variabel dengan sengaja
dibuat sedikit karena tujuannya semata-mata adalah untuk menjelaskan bagaimana
kerangka teoretis disusun dari survei literatur, dan bagaimana hipotesis dibuat
berdasarkan kerangka teoretis.
Contoh Survei Literatur, Kerangka Teoretis, dan Penyusunan Hipotesis
Pendahuluan
Meskipun terjadi peningkatan dramatis dalam jumlah manajer wanita selama
dekade terakhir, jumlah wanita dalam posisi manajemen puncak masih saja sedikit dan
statis, menegaskan efek rumah kaca (glass ceiling effect) yang saat ini wanita hadapi
(Morison, White, & Vura, 1999; Van Velsor, 2000). Berdasarkan demografi tempat
kerja yang telah diperhitungkan, yang meramalkan bahwa untuk setiap enam atau
tujuh wanita yang memasuki dunia kerja di masa depan, hanya ada sekitar 3 pria kulit
putih yang memasuki pasar kerja, menjadi penting untuk menguji faktor organsisasi
yang akan memudahkan kemajuan cepat wanita ke posisi eksekutif puncak. Studi ini
merupakan sebuah upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang saat ini
menghalangi kemajuan wanita ke puncak organisasi.
Sekilas Survei Literatur
Sering kali dianggap bahwa karena wanita baru-baru ini hanya memulai karier
dan memasuki tingkat manajerial, akan dibutuhkan lebih banyak waktu bagi mereka
untuk naik ke posisi eksekutif puncak. Tetapi, banyak wanita dalam posisi manajemen
menengah yang lebih tinggi merasa bahwa terdapat sekurangnya dua rintangan utama
yang menghambat kemajuan mereka: stereotip peran gender dan akses yang tidak
memadai ke informasi yang penting (Crosby, 1985; Daniel, 1998; Welch, 2001)
Stereotip gender, atau yang disebut juga sebagai stereotip peran gender,
merupakan keyakinan masyarakat bahwa pria lebih sesuai mengambil peran
kepemimpinan dan posisi otoritas kekuasaan, sementara wanita lebih memainkan
peran mengasuh dan membantu (Eagly, 1989; Kahn & Cosby, 1998; Smith, 1999).
Keyakinan tersebut memengaruhi posisi yang diberikan kepada anggota organisasi.
Sementara saat ini pria yang cakap ditempatkan dalam posisi memerintah dan
diberikan tanggung jawab serta peran eksekutif yang lebih tinggi, wanita yang cakap
ditugaskan di posisi staf dan pekerjaan yang tidak berprospek bagi kemajuan karier.
Dengan pembukaan yang sedikit ke manajemen anggaran dan kesempatan untuk
pengambilan keputusan yang signifikan, wanita jarang mencapai posisi eksekutif
puncak.
Wanita juga tidak terhitung dalam jaringan “old boys” karena gender mereka.
Pertukaran informasi, pengembangan strategis karier, petunjuk terkait akses ke sumber
daya, dan informasi penting lainnya yang vital bagi mobilitas k posisi puncak, dengan
demikian tidak tercapai oleh wanita (The Chronicle, 2000). Meskipun ada banyak
faktor yang menghalangi mobilitas ke atas bagi wanita, dua variabel, stereotip peran
gender dan kesulitan untuk memperoleh informasi penting, adalah yang terutama
menghambat kemajuan wanita ke posisi tingakt senior.

Kerangka Teoretis
Variabel terikat kemajuan wanita ke posisi manajemen puncak dipengaruhi oleh
dua variabel bebas–stereotip peran gender dan akses ke informasi penting. Kedua
variabel bebas tersebut juga saling berhubungan sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
Stereotip peran gender secara negatif berdampak pada kemajuan karier wanita.
Karena wanita dianggap bukan pemimpin yang efektif tetapi pengasuh yang baik,
mereka tidak ditempatkan pada posisi memimpin di awal karier mereka, tetapi
diberikan tanggung jawab sebagai staf. Hanya di dalam posisi memimpin maka
manajer dapat mengambil keputusan penting, mengontrol anggaran, dan berhubungan
dengan eksekutif puncak yang mempunyai pengaruh pada karier masa depan mereka.
Kesempatan untuk belajar, bertumbuh, berkembang dalam pekerjaan, dan memperoleh
visibilitas dalam sistem menolong manajer untuk meningkat ke posisi yang tinggi.
Tetapi, karena wanita dalam posisi staf tidak memperoleh pengalaman tersebut atau
mempunyai visibilitas untuk dianggap sebagai orang kunci dalam organisasi dengan
potensi untuk menjadi manajer puncak yang sukses, kemajuan mereka ke posisi
tersebut tidak pernah dipertimbangkan dalam sistem dan mereka selalu terabaikan.
Dengan demikian, stereotip peran gender menghalangi kemajuan wanita ke puncak.
Tidak dimasukkan dalam jaringan di mana pria secara informal saling
berinteraksi (main golf, minum-minuman di bar, dan sebagainya) juga menghalangi
wanita untuk memperoleh akses ke informasi penting dan sumber daya yang vital bagi
kemajuan mereka. Misalnya, banyak perubahan penting dalam organisasi dan
peristiwa-peristiwa terkini dibahas secara informal di antara pria di luar tempat kerja.
Wanita umumnya tidak menyadari perkembangan terbaru karena merka bukan bagian
dari kelompok informal yang saling berhubungan dan bertukar informasi di luar
tempat kerja. Hal tersebut merupakan rintangan. Misalnya, informasi mengenai
lowongan terbaru untuk sebuah posisi eksekutif memungkinkan seseorang menyusun
strategi untuk menempati posisi tersebut. seseorang dapat menjadi pesaing kunci
dengan memperoleh informasi penting yang relevan dengan posisi tersebut,
menyediakan dokumen yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat, dan
dengan demikian memuluskan jalan menuju sukses. Jadi, akses ke informasi penting
adalah perlu bagi kemajuan semua rang, termasuk wanita. Bila wanita tidak
memperolah informasi yang diberikan dalam jaringan informal, peluang mereka untuk
naik ke posisi puncak pun menjadi sangat terbatas.
Stereotip peran gender juga menghalangi akses ke informasi. Jika wanita tidak
menjadi pengambil keputusan dan pemimpin, tapi hanya dianggap sebagai personalia
pendukung, mereka tidak akan mengetahui informasi penting yang esensial bagi
kemajuan organisasi, karena hal tersebut tidak akan dipandang relevan bagi mereka.
Jika terdapat stereotip dan hambatan dalam memperoleh informasi penting, tidak
mungkin wanit dapat mencapai puncak.

Stereotip peran ganda

Kemajuan wanita ke puncak

Akses ke informasi
Singkatnya, stereotip peran gender dan akses ke informasi penting secara
signifikan memengaruhi kemajuan wanita ke posisi yang tinggi dalam organisasi dan
menjelaskan variansnya.

Hipotesis
1. Semakin tinggi stereotip gender dalam organisasi, semakin sedikit jumlah wanita di
posisi puncak.
2. Manajer pria mempunyai akses yang lebih besar ke informasi penting dibanding manajer
wanita dalam tingkatan yang sama.
3. Ada korelasi positif yang signifikan antara akses ke informasi dan promosi ke posisi
puncak.
4. Semakin besar stereotip peran gender, semakin kurang akses ke informasi penting bagi
wanita.
5. Stereotip peran ganda dan akses ke informasi penting, keduanya secara signifikan akan
menjelaskan varians dalam kesempatan promosi bagi wanita ke posisi puncak.
F. KEUNTUNGAN MANAJERIAL
Pada titik ini, cukup mudah untuk mengikuti gerak maju penelitian dari tahap
pertama ketika manajer merasakan masalah, ke pengumpulan data awal (termasuk
survei literatur), ke penyusunan kerangka teoretis berdasarkan survei literatur dan
dipandu oleh pengalaman dan intuisi, serta ke perumusan hipotesis untuk diuji.
Jelas pula bahwa setelah masalah didefinisikan, pengertian yang baik mengenai
keempat jenis variabel yang berbeda memperluas pemahaman manajer, misalnya
dalam hal bagaimana faktor bergesekan dengan keadaan organisasi. Pengetahuan
tentang bagaimana dan untuk tujuan apa kerangka teoretis dibangun dan hipotesis
disusun memampukan manajer untuk menjadi hakim yang cerdas terhadap laporan
penelitian yang diberikan oleh konsultan. Demikian pula, pengetahuan menegani arti
signifikansi, dan mengapa sebuah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak,
membantu manajer untuk bertahan dalam, atau berhenti dari dugaan yang, walaupun
masuk akal, tidak terbukti. Jika pengetahuan semacam tersebut tidak dimiliki, banyak
temuan peneliti tidak akan terlalu berguna bagi manajer dan pengambilan keputusan
akan memunculkan kebingungan.

Anda mungkin juga menyukai