Anda di halaman 1dari 5

Nama : - Aulia Dinyati L.

(108) Mata Kuliah : Praktikum Fisiologi Hewan


- Farhan Wahyu F. (86) Hari, tanggal : Jum’at, 29 Mei 2020
- Hanifa Maulia H. (94) Dosen : Fahri Fahrudin, M.Si
- Mudrikah Nurul H. (100) Asisten : - Dany Ari Febrian
Kelompok : 1 (4C_2) - Royhana

PRAKTIKUM IX
PENGUKURAN KADAR GLUKOSA DARAH

I. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Hasil pengukuran kadar glukosa darah.

Kadar Glukosa Darah Kadar Glukosa Urine


No. OP
(mg/dL)
Visual Persentase (%)
1. Perempuan 1 124 Kuning 1
2. Perempuan 2 58 Biru 0
3. Perempuan 3 91 Hijau < 0,5
4. Perempuan 4 189 Jingga 1-2
5. Laki-laki 1 74 Biru 0
6. Laki-laki 2 98 Biru 0
7. Laki-laki 3 216 Jingga 1-2
8. Laki-laki 4 157 Kuning-hijau 0,5-1

II. PEMBAHASAN
Glukosa merupakan karbohidrat terpenting dalam tubuh manusia yang diserap ke aliran
darah menuju hati. Glukosa merupakan salah satu bentuk hasil metabolisme karbohidrat yang
berfungsi sebagai sumber energi utama yang dikontrol oleh insulin. Kelebihan glukosa diubah
menjadi glikogen yang akan disimpan di dalam hati dan otot untuk cadangan jika diperlukan
(Auliya et al, 2016). Gula darah adalah glukosa yang berada dalam darah yang merupakan
sumber energi utama yang digunakan oleh sel-sel tubuh. Oleh karena itu, kadar dari glukosa
darah ini perlu diperhatikan (Wright, 2000).
Kadar glukosa darah normalnya yaitu sekitar 5 mmol glukosa per liter darah. Namun,
level ini berfluktuasi seharian. Kadar gula darah untuk mereka yang tidak diabetes dan yang
tidak puasa harus di bawah 6,9 mmol / L (125 mg / dL). Kadar normal glukosa darah yang
diuji pada saat berpuasa untuk non-diabetes sekitar 3.9 sampai 5.5 mmol/L (70-100mg/dL)
(Kazmi, 2017). Jika kadarnya terlalu rendah maka banyak sel-sel tubuh seperti sel otak, sel
jantung, dan sel-sel lainnya akan mengalami kekurangan energi (Wright, 2000). Dan jika
kadar glukosa darah tinggi, tubuh akan menghasilkan hormone insulin untuk menurunkan
kadar glukosa darah (Isnaeni, 2006).
Dalam mekanisme penurunan dan peningkatan kadar glukosa dalam darah, tubuh
menghasilkan beberapa jenis hormone yang digunakan untuk menjaga kestabilan kadar
glukosa dalam darah. Diantara hormone yang berperan yaitu hormone insulin, glucagon,
epinefrin, adrenokortikotropik (ACTH), dan glukokortikoid. Hormon insulin merupakan
hormone yang dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas dan berperan dalam penurunan kadar
glukosa darah, dengan meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membrane sel hati.
Homon glucagon dan epinefrin bekerja meningkatkan aktivitas enzim fosforilase yang
digunakan untuk memecah simpanan glikogen menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa darah
meningkat. Sementara itu, ACTH berfungsi untuk memacu pelepasan glukokortikoid untuk
mempercepat proses gluconeogenesis pada hati, dan nantinya akan dihasilkan glukosa dan
dialirkan ke darah. Terdapat hormone lain yang juga berperan seperti hormone pertumbuhan
(Growth hormone, GH), hormone pemacu tiroid (TSH), dan hormone tiroid (Isnaeni, 2006).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil kadar glukosa darah pada
8 orang probandus yang diuji. Kadar glukosa dari perempuan 1 dan 3, serta laki-laki 1 dan 2
masing-masing didapatkan 124, 91, 74, dan 98 mg/dL. Kadar tersebut masih dalam jangkauan
kadar glukosa darah normal, yaitu berada <126 mg/dL untuk kondisi berpuasa (Pranoto,
2012). Namun pada perempuan 1 menunjukkan bahwa perempuan 1 memiliki kadar glukosa
darah 124 mg/dL sehingga perempuan 1 dapat dimasukan ke golongan pra-DM (Diabetes
Mellitus). Hal ini sesuai dengan penyataan Kementrian Kesehatan (2013) bahwa keadaan
seseorang yang pra diabetes memiliki pengukuran kadar glukosa puasa terganggu (GPT)
berada dalam rentang 100-125 mg/dl.
Hasil kadar glukosa darah pada perempuan 2, yaitu sebesar 58 mg/dL, mengindikasikan
bahwa perempuan 2 mengalami hipoglikemia. Hipoglikemia ini ditunjukkan dengan jumlah
kadar glukosa darah <70 mg/dL (Thibodeau dan Patton, 2012). Sementara itu, hasil kadar
glukosa darah pada perempuan 4, laki-laki 3, dan laki-laki 4 mengindikasikan terjadinya
hiperglikemia pada ketiganya, yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (yaitu
>126 mg/dL) (Pranoto, 2012). Hipoglikemia dapat dibagi menjadi hipoglikemia ringan dan
hipoglikemia berat. Hipoglikemia ringan menimbulkan gejala tubuh gemetar, jantung
berdebar dan keringat dingin. Hipoglikemia berat menimbulkan gejala keletihan fisik hingga
perubahan perilaku penderita (Sutawardana, 2016).
Kadar glukosa darah yang melebihi kadar yang dibutuhkan tubuh kemudian akan
dikeluarkan kembali melalui urin. Peristiwa ini dinamakan glikosuria (Thibodeau dan Patton,
2012). Glikosuria ini umumya terjadi apabila kadar glukosa dalam darah >180 mg/dL
(Welliangan et al., 2019), namun dapat terjadi juga jika kadar glukosa darah melebihi kadar
normal (yaitu >126 mg/dL). Urin dari orang probandus kemudian diuji dengan pemberian
reagen benedict, untuk mengetahui keberadaan glukosa dalam urinnya. Hasilnya
menunjukkan jangkauan warna urine mulai dari jingga hingga biru. Pemeriksaan glukosuria
metode benedict bersifat semi kuantitatif. Glukosa akan mereduksi kupri oksida dalam reagen
menjadi kupro oksida yang disertai dengan reaksi perubahan warna benedict sesuai dengan
kadar glukosa yang terlarut dalam urin. Prinsip reaksi metode benedict sebagai berikut :
(Priadi, 2017).

Aldehid Reag. Bennedict Karboksilat ↓ Merah Bata


Metode ini masih bersifat semi kuantitatif untuk menafsir kadar glukosa urin secara kasar.
Dengan interpretasi hasil sebagai berikut : (Gandasoebrata, 2007)
Negatif (-) : Tetap biru jernih atau sedikit kehijauan dan agak keruh.
Positif (+) : Hijau kekuning-kuningan dan keruh (0,5 – 1% glukosa).
Positif (++) : Kuning keruh (1 – 1,5% glukosa).
Positif (+++) : Jingga atau warna lumpur keruh (2 – 3,5% glukosa).
Positif (++++) : Merah keruh (> 3,5% glukosa).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, didapatkan hasil visual urin yang sudah
direaksikan dengan reagen bennedict pada 8 orang probandus yang diuji. Perempuan 2, laki-
laki 1, dan laki-laki 2 menghasilkan visual urin yang berwarna biru dengan presentasi gula
0%. Hal ini menunjukkan bahwa ke tiga probandus tersebut tidak mengalama glukosaria. Lalu
probandus yang lainnya positif mengidap penyakit glukosaria karna terdapat glukosa pada
urinnya. Namun tes ini tidak spesifik karena ada zat lain yang juga mempunyai sifat pereduksi
seperti halnya glukosa sehingga dapat memberikan reaksi positif palsu untuk glukosuria
misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, laktosa, dan beberapa zat bukan gula seperti
asam homogentisat, alkapton, formalin, glukoronat, serta karena pengaruh obat : streptomisin,
salisilat kadar tinggi, vitamin C (Priadi, 2017).

III. KESIMPULAN
Pemeriksaan kadar glukosa darah dan urin pada pengamatan kali ini dapat diketahui
bahwa, Kadar glukosa darah normalnya yaitu sekitar 5 mmol glukosa per liter darah. Namun,
level ini berfluktuasi seharian. Kadar gula darah untuk mereka yang tidak diabetes dan yang
tidak puasa harus di bawah 6,9 mmol / L (125 mg / dL). Kadar normal glukosa darah yang
diuji pada saat berpuasa untuk non-diabetes sekitar 3.9 sampai 5.5 mmol/L (70-100mg/dL).
Lalu kadar glukosa dalam urin diperiksa dengan menambahkan reagen bennedict yang
kemudian menghasilkan visual warna pada urin, urin yang berwarna biru memiliki kadar
glukosa 0%, dan urin yang berwarna hijau kekuningan sampai merah bata memiliki kadar
glukosa dari 0,5%-3,5% di urinnya.
IV. DAFTAR PUSTAKA
Auliya, P., Oenzil, F., & Rofinda, Z. D. D. (2016). Gambaran Kadar Gula Darah pada
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas yang Memiliki Berat Badan
Berlebih dan Obesitas. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3).
Gandasoebrata. 2007. Penuntun Laboratorium. Jakarta : Dian Rakyat.
Isnaeni, Wiwi. (2006). Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Kazmi, Mandar Nadeem. (2017). Assessment of blood glucose levels under general anaesthesia
in diabetic patients. International Journal of Medical and Health Research, 3 (3).
Kementrian Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia
Pranoto, Agung. (2012). Terapi Insulin: Pada Penderita Diabetes Mellitus Rawat Jalan
dan Rawat Inap. Surabaya: Airlangga University Press.
Priadi, Nanda Egi. (2017). Kesesuaian Hasil Pemeriksaan Glukosuria Metode Benedict Dengan
Metode Luff Schoorl. Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Sutawardana, J. H., & Waluyo, A. (2016). Studi fenomenologi pengalaman penyandang diabetes
melitus yang pernah mengalami episode hipoglikemia. NurseLine Journal, 1(1).
Thibodeau, Gary A. dan Patton, Kevin T. (2012). Structure and Function of The Body. Missouri:
Elsevier Mosby.
Welliangan, M., Wowor, M. F., Mongan, A. E. (2019). Gambaran Kadar Glukosa Urin pada
Primigravida dengan Orang Tua Penyandang Diabetes Melitus di Kota Manado. Jurnal
e-Biomedik, 7(1): 19-24.
Wright, David B. (2000). Human Physiology and Health. Oxford: Heinemann Educational
Publishers.

V. LAMPIRAN
1. Tuliskan faktor-faktor yang mempengaruhi kadar glukosa darah seseorang!
Jawab: Perokok aktif, insomnia, konsumsi kafein tinggi, konsumsi makanan berlemak,
konsumsi obat-obatan dan obesitas
2. Hormon apa sajakah yang mempengaruhi kadar glukosa darah dan jelaskan
keterkaitannya!
Jawab: Hormon yang mempengaruhi kadar glukosa dalam darah adalah hormone
insulin, glucagon, epinefrin, adrenokortikotropik (ACTH), dan glukokortikoid. Hormon
insulin merupakan hormone yang dihasilkan oleh sel-sel beta pancreas dan berperan
dalam penurunan kadar glukosa darah, dengan meningkatkan kecepatan transport glukosa
melalui membrane sel hati. Homon glucagon dan epinefrin bekerja meningkatkan
aktivitas enzim fosforilase yang digunakan untuk memecah simpanan glikogen menjadi
glukosa, sehingga kadar glukosa darah meningkat. Sementara itu, ACTH berfungsi untuk
memacu pelepasan glukokortikoid untuk mempercepat proses gluconeogenesis pada hati,
dan nantinya akan dihasilkan glukosa dan dialirkan ke darah. Terdapat hormone lain yang
juga berperan seperti hormone pertumbuhan (Growth hormone, GH), hormone pemacu
tiroid (TSH), dan hormone tiroid

Anda mungkin juga menyukai