Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

WASIAT, HIBAH, HARTA PENINGGALAN, DAN WARIS


DALAM HUKUM ISLAM, ADAT, DAN BW
Disusun untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan, Matakuliah Hukum Islam II,
Semester Ganjil, Tahun Ajaran 2020/2021

Disusun oleh :

Nama : Chintya Kartika

NPM : 191000260

Kelas :F

Kelompok :2

Dosen Pembimbing :

Drs. Ahmad Abdul Gani,S.H.,M.A.

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG

2020-2021
Abstrak :

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang Wasiat, Hibah, Harta peninggalan,
dan Waris menurut Hukum Waris Islam, Adat dan BW. Mengetahui dasar hukumnya,tujuan
dan juga definisi Wasiat, Hibah, Harta Peninggalan, dan Waris menurut Hukum Waris Islam,
Adat, dan BW. Sehingga kita dapat membedakan tentang Wasiat, Hibah, Harta peninggalan,
Dan Waris menurut Hukum Waris Islam, Adat dan BW.

Kata kunci : Definisi Wasiat, Hibah, Harta Peninggalan, dan Waris Menurut Hukum Islam, Adat,
dan BW.

Abstract :

This purpose is to find out about wills, grants, inheritance, and inheritance according to
Islamic, customary and BW inheritance laws. Knowing the legal basis, purpose and definition of
wills, grants, inheritance and inheritance according to Islamic, customary, and BW inheritance
laws. So that we can differentiate about wills, grants, inheritance, and inheritance according to
Islamic, customary and BW inheritance laws.

Key words: Definition of will, grant, inheritance, and inheritance according to Islamic law,
custom, and BW.

Abstrak :

Tujuan tina makalah ieu nyaéta pikeun milarian terang ngeunaan wasiat, hibah,
warisan, sareng warisan numutkeun hukum Islam, adat sareng BW. Nyaho dasar hukum, tujuan
sareng definisi wasiat, hibah, warisan sareng warisan numutkeun hukum warisan Islam, adat,
sareng BW. Sangkan urang tiasa ngabédakeun perkawis wasiat, hibah, pusaka, sareng pusaka
numutkeun hukum warisan Islam, adat sareng BW.

Kecap konci: Definisi Wasiat, hibah, warisan, sareng warisan numutkeun hukum Islam, adat
istiadat, sareng BW.

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Wasiat, Hibah, Harta peninggalan, dan
Waris menurut Hukum Waris Islam, Adat dan BW.” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Hukum Islam II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang hukum
Islam bagi para pembaca dan juga penulis.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan makalah ini pasti masih banyak kekurangan dan
kesalahan baik dalam segi isi maupun penulisannya. Untuk itu,penulis mohon kritik dan sarannya
untuk perbaikan dan penulisan selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
semuanya.

Bandung, 20 Oktober 2020

Chintya Kartika

ii
DAFTAR ISI
Abstrak : ........................................................................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB 1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................1
1.2 Identifikasi masalah ......................................................................................................2
1.3 Tujuan Makalah ............................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN ........................................................................................................................4
2.1 Apa istilah dan arti wasiat, hibah, harta peninggalan, dan waris menurut ensiklopedia Islam,
kamus Bahasa Indonesia dan
Google................................................................................................................4

2.2 Apa aturan - aturan wasiat, hibah, harta peninggalan dan waris dalam hukum Islam, Adat dan
BW..........................................................................................................................................5

2.3 Bagaimana wasiat, hibah, harta peninggalan dan waris dalam hukum Islam, Adat dan BW11
BAB III
PENUTUP ............................................................................................................................... 17
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................... 17
3.2 Saran …………………………………………………………………………………17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hukum Islam adalah salah satu aspek ajaran Islam yang menempati posisi yang sangat
krusialdalam pandangan umat islam, karena ia merupakan manifestasi paling kongkrit dari hukum
Islam sebagai sebuahagama. Sedemikian pentingnya hukum Islam dalam skema doktrinal-Islam,
sehingga seorang orientalis, Joseph Schacht menilai, bahwa “adalah mustahil memahami Islam
tanpa memahami hukum Islam”.

Jika dilihat dari perspektif historisnya, Hukum Islam pada awalnya merupakan suatu kekuatan
yang dinamis dan kreatif. Hal inidapat di lihat dari munculnya sejumlah madzhab hukum yang
responsif terhadap tantangan historisnya masing-masing dan memiliki corak sendiri-sendiri, sesuai
dengan latar sosio kultural dan politis dimana madzhab hukum itu mengambil tempat untuk
tumbuh dan berkembang. 1

Wasiat merupakan salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama sebagaimana ketentuan
Pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. Namun,
pengaturan hukum material mengenai wasiat dalam peraturan perundang-undangan belum
ditemukan. 2

Hibah merupakan pemberian seseorang kepada orang lain dimana pemberi tersebut masih
dalam kondisi masih hidup. Secara materil, eksistensi hibah ada hubungannya dengan kewarisan.
Hal ini secara gamlang ditegaskan dalam hukum positif di indonesia seperti; Kompilasi Hukum
Islam, Hukum Adat dan KUHPerdata. Selain itu, adanya posibilitas pembatalan hibah yang telah
diberikan oleh seorang pemberi hibah kepada yang menerima hibah sebagaimana dijelaskan dalam
Kompilasi Hukum Islam, Hukum Adat dan KUHPerdata.3

1
Lihat Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law(London:The Clarendon Press, 1971), 1
2
M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2001), 148.
3
R Subekti.Aneka Perjanjian,(Jakarta : PT Citra Aditya Bakti,1995). hal 94-95

1
Harta peninggalan dalam bahasa hukum Islam disebut tirkah. Harta peninggalan tidak dapat
dilepaskan dari sistem hukum kewarisan Islam, maka hukum kewarisan Islam dapat diartikan
sebagai proses pemindahan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal, baik berupa benda
maupun hak-hak kebendaan kepada keluarganya yang dinyatakan berhak menurut hukum.

Pembagian harta peninggalan dalam hukum Islam pada dasarnya telah mensyaratkan adanya
kematian pewaris, untuk proses terjadinya kewarisan. Dengan prinsip hajib mahjub,maka akan
terjadi adanya ahli waris yang tidak memperoleh dengan bagian yang cukup kecil. Oleh karena itu
menurut hukum Islam adalah sah apabila jalan wasiat itu dijadikan alternatif penyelesaian terhadap
para ahli waris yang terpaksa tidak memperoleh bagian harta warisan. 4

Hukum waris merupakan salah satu dari bagian dari hukum perdata secara keseluruhan dan
merupakan bagian terkecil dari hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya dengan
ruang lingkup kehidupan manusia, sebab setiap manusia akan mengalami peristiwa hukum yang
dinamakan kematian. Akibat hukum yang selanjutnya timbul, dengan terjadinya peristiwa hukum
kematian seseorang, diantaranya ialah masalah bagaimana pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban seseorang yang meninggal dunia. 5

1.2 Identifikasi masalah


1. Apa istilah dan arti wasiat, hibah, harta peninggalan, dan waris menurut ensiklopedia
Islam, kamus Bahasa Indonesia dan Google ?
2. Apa aturan - aturan wasiat, hibah, harta peninggalan dan waris dalam hukum Islam, Adat
dan BW?
3. Bagaimana wasiat, hibah, harta peninggalan dan waris dalam hukum Islam, Adat dan BW?

1.3 Tujuan Makalah


1. Mengetahui istilah dan arti wasiat, hibah, harta peninggalan, dan waris menurut
ensiklopedia Islam, kamus Bahasa Indonesia dan Google

4
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Kewarisan Menurut Hukum Adat dan Hukum Islam, Yogyakarta:
Fakultas Hukum UII, 1981, hal. 9.
5
H. Eman Suparman, “Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW” PT
Rafika Aditama, Bandung, Thn, 2011. hlm. 1.

2
2. Mengetahui aturan aturan wasiat, hibah, harta peninggalan dan waris dalam hukum
Islam, Adat dan BW
3. Mengetahui Bagaimana wasiat, hibah, harta peninggalan dan waris dalam hukum Islam,
Adat dan BW.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Istilah dan arti wasiat, hibah, harta peninggalan, dan waris menurut ensiklopedia Islam,
kamus Bahasa Indonesia dan Google
a. Wasiat
Menurut Ensiklopedia Islam Wasiat adalah berpesan tentang suatu kebaikan yang akan
dijalankansesudah orang meninggal dunia. Wasiat berasal dari katawashayang
berartimenyampaikan atau memberi pesan atau pengampuan. Dengan arti kata lain,wasiat
adalah harta yang diberikan oleh pemiliknya kepada orang lain setelahsi pemberi meninggal
dunia. 6
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Wasiat adalah pesan terakhir yang disampaikan oleh
orang yang akan meninggal (biasanya berkenaan dengan harta kekayaan dan sebagainya).
Menurut Google Wasiat adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau
lembaga yang akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia.
b. Hibah
Menurut Ensiklopedia Islam Kata Hibah berasal dari bahasa Arab yang sudah diadopsi
menjadi BahasaIndonesia, kata ini merupakan Mashdar dari kata yang berarti pemberian. 7
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Hibah adalah pemberian (dengan sukarela) dengan
mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain.
Menurut Google Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain
yang dilakukan ketika masih hidup dan pelaksanaan pembagiannya dilakukan pada waktu
penghibah masih hidup juga.
c. Harta Peninggalan dan Waris
Menurut Ensiklopedia Islam Harta Warisan atau Harta Peninggalan menurut Hukum Islam
yaitu, sejumlah harta benda serta segala hak dari yang meninggal dunia dalam keadaan bersih. 8

6
Wahbah Az-Zuhaili,opcit, h. 154
7
A. W. Munawir, Kamus Al-Munawir, Surabaya, Pustaka Progresif, 1997, Cet. 14, hlm.
8
Bab 2 Buku Hukum Waris Islam dan Hukum Waris BW di Indonesia hal 13.Prof. Dr. h. Eman
Suparman, SH., M.H.

4
Menurut Kamus Bahasa Indonesia Harta Peninggalan dan Waris adalah sesuatu yang
diwariskan, seperti harta, nama baik; harta pusaka: ia mendapat ~ yang tidak sedikit
jumlahnya;
Menurut Google Harta peninggalan adalah segala sesuatu yang ditinggalkan oleh orang
meninggal dunia apakah harta tersebut menjadi miliknya maupun milik orang lain. Harta
peninggalan yang menjadi miliknya adalah harta yang termasuk haknya dan penguasaannya
dan berhak untuk diwariskan kepada ahli warisnya yang berhak.

2.2 Aturan - aturan wasiat, hibah, harta peninggalan dan waris dalam hukum Islam, Adat
dan BW
a. Aturan – aturan wasiat dalam Hukum Islam Wasiat harta didalam Hukum Islam sangat
jelas aturannya yaitu tidak boleh melebihi 1/3 harta peningalan (total kekayaan), hal ini untuk
menjaga hak ahli waris sebagaimana sabda Nabi:…meningalkan ahli waris dalam keadaan
berkecukupan lebih baik dibandingkan meningalkannya dalam keadaan miskin dan akhirnya
mengemis ngemis meminta kepada orang lain (HR Bukhari dan HR Muslim), bahkan ada
anjuran agar wasiat terhadap harta dikurangi dari 1/3 dan haram hukumnya memberikan
wasiat harta kepada ahli waris karena ahli waris memang telah memiliki hak sebagaimana
yang ditetapkan:…sesungguhnya Allah telah memberikan kepada semua yang memiliki hak
apa yang menjadi haknya. Oleh karena itu tidak ada wasiat bagi orang yang mendapatkan
warisan (HR Abu Daud dan dishahehkan oleh Syaikh AL Albani).
“Harta yang diwasiatkan juga boleh berupa benda yang sudah ada atau yang belum ada seperi
wasiat buah dari pohon yang belum berbuah. Atau, boleh juga berupa benda yang sudah
diketahui atau tidak diketahui seperti susu dalam perut sapi. Dan terakhir, harta benda yang
diwasiatkan harus merupakan hak dari pewasiat”.9
Aturan – aturan Wasiat dalam Adat menurut adat Jawa Barat mewajibkan para ahli waris
membagi harta peninggalannya dengan cara yang layak menurut anggapan pewaris. Dan ini
merupakan satu upaya, mencegah perselisihan dan keributan dalam membagi harta
peninggalan. Selain itu, di kemudian hari diantara para ahli waris menjadi alat yang mengikat
bagi Si peninggal wasiat terhadap barang harta warisan agar terikat pada wasiat yang dibuat

9
Buku Judul Fikih Waris, Hendra Hudaya.

5
sebagai Penyeimbang terhadap ketentuan hukum waris yang dipandang tidak adil atau tidak
memuaskan Si Pewaris. Dalam hal ini, mewajibkan para ahli waris untuk menghormati wasiat
walaupun dapat menyimpang dari ketentuan hukum waris.
“Wasiat bisa dilakukan baik secara lisan maupun tertulis, sekalipun mengunakan hukum adat
sebaiknya pembuatan Wasiat sepatutnya dibuktikan dengan bukti tertulis dan bisa juga dengan
lisan. Kalau dengan lisan sebaiknya disertakan dengan pengesahan dari Pengadilan
negeri. Sementara surat wasiat yang tertulis harus ditunjukkan dengan bukti Akta yang dapat
dipertanggungjawabkan.”
“Bilamana Tidak Dibuat Dihadapan Notaris, Maka Sipembuat Wasiat Yang Menulis Sendiri
Surat Wasiatnya Dan Dapat Menyerahkan Surat Wasiat Itu Kepada Notaris Setelah Ditanda
Tangani. Dalam hal ini membuat akta wasiat, Notaris dapat menulis Hibah Wasiat yang
disaksikan oleh dua orang saksi, Hibah Wasiat yang memperoleh bentuk akta Notaris disebut
Testamen. Meskipun Sudah Berbentuk Testamen, sah atau tidaknya isi hibah wasiat tersebut
tetap dikuasai oleh hukum adat materil.”
Aturan – aturan wasiat dalam BW Di dalam Hukum Positif juga dikenal istilah hibah wasiat
(testamen). Hibah wasiat diatur didalam pasal 875 KUHPerdata atau BW disebutkan sebagai
suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi
setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali. Dengan demikian
testamen adalah pernyataan kehendak yang berlaku setelah pembuat testamen meninggal
dunia. Isi testamen pada umumnya tentang pengangkatan waris (untuk menerima harta
peninggalannya) sebanyak yang ditentukan dalam testamen dan “kedudukan ahli waris”
seperti ini sama posisinya dengan kedudukan ahli waris karena ditetapkan oleh Undang
Undang.

b. Aturan Hibah dalam Hukum Islam, Seseorang yang hendak menghibahkan sebagian atau
seluruh harta kekayaannya semasa hidupnya, dalam Hukum Islam harus memenuhi aturan –
aturan sebagai berikut :
1. Orang tersebut harus sudah dewasa;
2. Harus waras akan pikirannya;
3. Orang tersebut harus sadar dan mengerti tentang apa yang diperbuatnya;
4. Baik laki-laki maupun perempuan dapat melakukan hibah;

6
5. Perkawinan bukan merupakan penghalang untuk melakukan hibah;

6. Orang yang menghibahkan (wahib) telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal


sehat, dan tanpa adanya paksaan, dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 dari total
harta bendanya kepada orang lain atau Lembaga;
7. Adanya orang yang menerima hibah (mawhub lah) yang benar-benar nyata wujudnya pada
saat dilaksanakannya hibah( dalam beberapa literatur pemberian hibah kepada bayi yang
masih dalam kandungan tidak syah);
8. Adanya harta benda yang akan dihibahkan yang merupakan milik penuh yang
menghibahkan (wahib);
9. Adanya ijab dan kabul ( Pernyataan memberi dan menerima hibah.10

Aturan Hibah dalam Hukum Adat, pada seluruh lingkungan hukum adat di Indonesia,
terutama Hukum Adat Jawa Barat diatur dan diakui bahwa proses pewarisan harta seorang
pewaris dapat mulai dilaksanakan sejak pewaris masih hidup. Praktik semacam ini terdapat di
daerah Kabupaten Bandung, meskipun secara umum pembagian harta warisan dilakukan
setelah pewaris meninggal, tidak jarang terjadi pembagian tersebut dilaksanakan jauh sebelum
pewaris meninggal. Penyerahan harta warisan kepada ahli waris atau seorang yang tidak
termasuk ahli waris sebelum pewaris meninggal, disebut hibah. 11

Aturan Hibah dalam BW, hibah diatur dalam title X Buku III yang dimulai dari Pasal 1666
sampai dengan Pasal 1693 KUHPerdata atau BW, dapat diketahui aturan-aturan hibah,
sebagai berikut:
1. Hibah merupakan perjanjian sepihak yang dilakukan dengan Cuma-Cuma. Artinya, tidak
ada kontra prestasi dari pihak penerima hibah;
2. Dalam hibah selalu disyaratkan bahwa penghibah mempunyai maksud untuk
menguntungkan pihak yang diberi hibah;

10
Hukum Waris Indonesia Bab 5 Perihal Hibah dan Hibah Wasiat Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. Hal 115
11
Hukum Waris Indonesia Bab 5 Perihal Hibah dan Hibah Wasiat Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. Hal 119

7
3. Yang menjadi objek perjanjian hibah adalah segala macam harta benda milik penghibah,
baik berada berwujud maupun tidak berwujud, benda tetap maupun benda bergerak,
termasuk juga segala macam piutang penghibah;
4. Hibah tidak dapt ditarik kembali;
5. Penghibahan harus dilakukan pada waktu penghibah masih hidup;
6. Pelaksanaan dari penghibahan dapat juga dilakukan setelah penghibah meninggal dunia;
7. Hibah harus dilakukan dengan akta notaris. 12

c. Aturan – aturan harta peninggalan atau waris dalam Hukum Islam

 Warisan ke Anak Perempuan

Baik anak laki-laki maupun perempuan mendapat porsi dalam pembagian warisan dalam
hukum Islam. Apabila dalam keluarga tersebut pewaris hanya meninggalkan satu anak
perempuan, cara pembagian warisannya menjadi berbeda. Ahli waris yang merupakan anak
perempuan tunggal tersebut berhak memperoleh setengah dari total harta yang ditinggalkan
oleh pewaris, yang notabene dalam hal ini lebih ditekankan kepada sosok ayahnya. Apabila
terdapat dua atau lebih anak perempuan yang merupakan ahli waris, sebanyak dua pertiga
warisan wajib diserahkan kepada mereka. Dari nilai dua pertiga total warisan tersebut, nantinya
dibagi rata antara setiap anak perempuan.

 Warisan ke Istri atau Janda

Seorang istri dari seseorang yang ditinggalkan berhak mendapatkan porsi tersendiri dalam
pembagian warisan. Pembagiannya dihitung berdasarkan jumlah ahli waris dalam keluarga
yang ditinggalkan. Seorang istri berhak menerima seperempat dari total nilai harta yang
ditinggalkan apabila dalam rumah tangga mereka tidak dikaruniai anak. Namun, apabila ada
anak yang ditinggalkan orang yang meninggal tersebut, sang janda hanya memperoleh
seperedelapan bagian dari total nilai harta yang ditinggalkan.

12
Hukum Waris Indonesia Bab 5 Perihal Hibah dan Hibah Wasiat Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. Hal 117 dan 118.

8
 Warisan ke Ayah

Ayah dari seseorang yang meninggalkan warisan menjadi pihak yang berhak menerima harta
yang ditinggalkan seseorang tersebut. Porsi warisan ke ayah cukup besar, mencapai sepertiga
bagian dari total warisan yang ditinggalkan sang anak. Namun, porsi tersebut bisa diterima
dengan syarat, tidak ada anak dari rumah tangga yang dijalani seseorang yang meninggal
tersebut. Apabila seseorang yang meninggalkan harta warisnya memiliki keturunan, ayah dari
orang tersebut mendapat porsi lebih kecil. Besarannya sebanyak seperenam dari total nilai
warisan yang ditinggalkan.

 Warisan ke Ibu

Ibu dari seseorang yang meninggal dan memiliki harta peninggalan juga memiliki hak atas
porsi nilai warisan yang ditinggalkan. Besarannya pun bergantung dari ada tidaknya keturunan
dari seseorang yang meninggal tersebut. Dalam hukum Islam, apabila seseorang yang tidak
memiliki meninggal dan memiliki harta warisan, ibu dari orang tersebut berhak atas sepertiga
dari total nilai harta yang ditinggalkan. Jika ada anak dari orang yang meninggal tersebut, ibu
tersebut hanya menerima seperenam dari total warisan. Harus diingat, jumlah porsi warisan
yang berhak diterima ibu tersebut hanya berlaku apabila sang ibu sudah tidak bersama atau
sudah tidak memiliki ayah yang meninggalkan warisan. Apabila mereka masih bersama, sang
ibu hanya memiliki porsi atas warisan sebesar sepertiga dari nilai warisan yang merupakan
total nilai yang sebelumnya sudah dikurangi dari hak milik istri atau janda.

 Warisan ke Anak Laki-laki

Pembagian porsi nilai warisan akan berbeda jika orang yang meninggal memiliki anak laki-
laki. Dalam hukumnya, anak laki-laki tersebut memiliki hak lebih besar dibandingkan total
warisan yang diperoleh oleh saudara-saudara perempuannya. Porsi nilai warisan anak laki-laki
yang diatur dalam hukum Islam besarnya mencapai dua kali lipat dibandingkan total nilai
warisan yang diterima anak-anak perempuan. Akan tetapi apabila seseorang yang meninggal
tersebut hanya memiliki anak tunggal laki-laki, anak tersebut berhak atas setengah dari total

9
nilai warisan ayahnya. Baru sisanya dibagi-bagi ke pihak lain yang berhak sesuai hukum Islam
yang berlaku.13

Aturan -aturan Harta Peninggalan dalam Hukum Adat, setiap sistem keturunan yang
terdapat dalam masyarakat Indonesia memiliki aturan atau kekhususan dalam hukum warisnya
yang satu sama lain berbeda-beda, yaitu:

 Pembagian Warisan di Adat Patrilineal

Dalam adat patrilineal, ahli waris yang berhak menerima peninggalan harta dari seseorang
adalah anak laki-laki yang terdapat di dalam keluarga tersebut. Anak laki-laki pertama biasa
mendapatkan porsi lebih besar. Namun, ada juga adat yang membagi rata seluruh warisan
seseorang sesuai jumlah anak laki-laki di keluarga tersebut.

 Pembagian Warisan di Adat Matrilineal

Cara pembagian harta warisan menurut adat matrilineal berkebalikan dengan pembagian
warisan di adat patrilineal. Seseorang yang menggunakan sistem adat ini untuk membagi harta
peninggalannya mengarahkan ahli waris utama kepada pihak anak perempuan. 14

Aturan-aturan Harta Peninggalan atau Waris dalam BW, Pada dasarnya preses beralihnya
harta kekayaan atau harta peninggalan seseorang kepada ahli warisnya, yang dinamakan
pewarisan, terjadi hanya karena kematian. Oleh karena itu, pewarisan baru akan terjadi jika
terpenuhi tiga aturan, yaitu :

1. Ada seseorang yang meninggal dunia;


2. Ada seseorang yang masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan
pada saat pewaris meninggal dunia;

13
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal 16-23
14
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal 39

10
3. Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris.

Secara garis besar, ahli waris dari seseorang yang meninggalkan warisan dibagi menjadi
keluarga inti serta berdasarkan garis ketentuan. Berikut ini adalah ketentuannya yang lebih
rinci.

 Pembagian Warisan ke Keluarga Inti

Pihak yang dimaksud sebagai keluarga inti dari orang yang meninggalkan warisan adalah
suami atau istri serta anak-anak yang ditinggal mati oleh orang tersebut. Secara total, mereka
berhak mendapat setengah bagian dari total nilai warisan yang ditinggalkan. Secara lebih rinci,
janda atau duda yang ditinggalkan berhak menerima porsi warisan sebesar seperempat dari
total nilai warisan. Sementara itu, anak-anak dari pewaris memiliki hak atas seperempat total
nilai warisan yang ditinggalkan.

 Pembagian Warisan ke Keluarga Sedarah

Selain keluarga inti, keluarga sedarah dari oleh yang meninggal dan meninggalkan warisan
juga berhak atas nilai harta yang diwariskan tersebut. Pihak yang dimaksud sebagai keluarga
sedarah adalah ayah, ibu, serta saudara kandung dari orang yang meninggal tersebut. Pihak
keluarga sedarah secara total memperoleh setengah dari total warisan yang ditinggalkan. Setiap
anggota keluarga sedarah memiliki ketentuan berbeda dan disepakati dalam menerima total
nilai waris yang ditinggalkan. Perlu dicamkan bahwa nilai pembagian harta warisan baru dapat
dicairkan apabila sang pewaris tidak memiliki utang lagi terkait nilai yang ditinggalkan. Jika
masih terdapat utang, ahli waris wajib melunasinya terlebih dahulu. 15

2.3 Wasiat, hibah, harta peninggalan atau waris dalam Hukum Islam, Hukum Adat, dan
BW

15
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal 25

11
Wasiat dalam Hukum Islam, Menurut hukum Islam, sebanyak-banyaknya wasiat adalah 1/3
bagian dari harta warisan, setelah dikurangi dengan hutang-hutangnya si peninggal warisan ,
tidak boleh lebih dari 1/3, kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris setelah orang yang
berwasiat meninggal. Dengan kata lain, 2/3 dari bagian harta warisan harus tersedia untuk
para ahli waris. bahkan, jika para ahli waris itu miskin, dianjurkan agar bagian harta warisan
yang diberikan kepada orang lain itu diperkecil sangat kurang dari 1/3 bagian.
Wasiat dalam Hukum Adat, Dalam hukum adat adakalanya suatu penghibahan pada waktu
seorang pemilik barang masih segar bugar, dianggap sebagai permulaan dari pembagian harta
warisan si penghibah. Hukum adat sama sekali tidak mengatur cara tertentu untuk
mengadakan hibah wasiat. Biasanya kemauan terakhir diucapkan pada waktu si peninggal
warisan sudah sakit keras yang menyebabkan wafatnya. Jika ini terjadi, ucapan ini dihadiri
oleh beberapa orang dari sanak keluarga yang dekat tali kekeluargaannya. Diantara orang-
orang Muslim di Tondano kadang-kadang ada suatu ucapan kemauan terakhir oleh orang yang
tidak mempunyai anak dengan dihadiri oleh Kepala Desa dan beberapa orang dari desa itu.16
Wasiat dalam BW, Berdasarkan pasal 931 B.W ada tiga macam cara untuk membuat hibah
wasiat, yaitu :

a) Testament rahasia (geheim)


Syarat-syarat untuk testament rahasia ini ditentukan dalam pasal 940[15] dan pasal 941 B.W.
ditentukan si peninggal warisan harus menulis sendiri atau menyuruh orang lain untuk menulis
kemauan terakhirnya itu. Kemudian ia harus menandatangani tulisan itu. Notaris membuat akta
‘superscriptie’untuk membenarkan keterangan yang dibuat si peninggal . Akta ini harus
ditandatangani oleh notaris, peninggal warisan, dan saksi-saksi. Dalam pasal 940 bahwa
testament rahasia ini harus disimpan oleh notaris.
Pasal 943 B.W menyebutkan kewajiban notaris untuk memberitahukan adanya testament ini
kepada orang-orang yang berkepentingan apabila penghibah wasiat meninggal dunia.
Pasal 935 B.W sipeninggal warisan diperbolehkan menulis kemauan terakhir dalam surat
dibawah tangantidak dengan campur tangan seorang notaris , tetapi hanya tentang
pengangkatan orang-orang yang diwajibkan melaksankan testament (executeur testamentair),

16
Van Vollenhoven dalam bukunya ‘Hukum Adat Bagian I’ halaman 342

12
tentang pemesanan hal penguburan dan tentang penghibahan pakaian, barang perhiasan, dan
mebel-mebel.
b) Testament tak rahasia (openbaar)
c) Testament tertulis sendiri (olografis)
Hibah dalam Hukum Islam, Hukum Islam memperbolehkan seseorang memberikan atau
menghadiahkan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan ketika masih hidup kepada orang
lain yang disebut “hibah”. Di dalam Hukum Islam, jumlah harta seseorang yang dapat
dihibahkan itu tidak terbatas. Berbeda halnya dengan pemberian seseorang melalui surat
wasiat yang terbatas pada sepertiga dari harta peninggalan yang bersih. Terdapat tiga syarat
yang harus dipenuhi dalam hal melakukan hibah menurut Hukum Islam, yaitu :
a. Ijab, yaitu pernyataan tentang pemberian tersebut dari pihak yang memberikan.
b. Qabul, yaitu pernyataan dari pihak yang menerima pemberian hibah itu.
c. Qabdlah, yaitu penyerahan milik itu sendiri, baik dalam bentuk yang sebenarnya
maupun secara simbolis. 17

Hibah dalam Hukum Adat, pada seluruh lingkungan hukum adat di Indonesia, terutama
Hukum Adat Jawa Barat diatur dan diakui bahwa proses pewarisan harta seorang pewaris dapat
mulai dilaksanakan sejak pewaris masih hidup. Praktik semacam ini terdapat di daerah
Kabupaten Bandung, meskipun secara umum pembagian harta warisan dilakukan setelah
pewaris meninggal, tidak jarang terjadi pembagian tersebut dilaksanakan jauh sebelum pewaris
meninggal. Penyerahan harta warisan kepada ahli waris atau seorang yang tidak termasuk ahli
waris sebelum pewaris meninggal, disebut hibah. Di daerah-daerah Jawa Barat, dikenal
macam-macam hibah yaitu;

1. Hibah biasa;
2. Hibah mutlak;
3. Hibah wasiat;
4. Wakaf.

17
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal114

13
Hibah dalam Hukum Perdata Barat (BW), Menurut Pasal 1666 BW, hibah adalah suatu
perjanjian dengan mana sipenghibah, pada waktu hidupnya, dengan Cuma-Cuma dan dengan
tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan di penerima hibah
yang menerima penyerahan itu. Perlu diketahui bahwa ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan hibah menjadi batal, yaitu antara lain:

1. Hibah yang mengenai benda-benda yang baru akan ada di kemudian hari (Pasal 1667 ayat
(2) KUHPerdata).

2. Hibah dengan mana si penghibah memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk menjual
atau memberikan kepada orang lain suatu benda yang termasuk dalam hibah, dianggap
batal. Yang batal hanya terkait dengan benda tersebut. (Pasal 1668 KUHPerdata)

3. Hibah yang membuat syarat bahwa penerima hibah akan melunasi utang atau beban-beban
lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta hibah itu sendiri atau dalam daftar
dilampirkan (Pasal 1670 KUHPerdata).

4. Hibah atas benda tidak bergerak menjadi batal jika tidak dilakukan dengan akta notaris
(Pasal 1682 KUHPerdata).

Dengan demikian, selama hibah tersebut telah diterima si penerima hibah sebelum ia
meninggal dunia (walaupun penerima hibah meninggal terlebih dahulu dari pemberi hibah),
maka hibah tersebut adalah sah.

Harta Peninggalan atau Waris dalam Hukum Islam, Harta peninggalan adalah segala
sesuatu yang ditinggalkan oleh orang meninggal dunia apakah harta tersebut menjadi miliknya
maupun milik orang lain. Harta peninggalan yang menjadi miliknya adalah harta yang
termasuk haknya dan penguasaannya dan berhak untuk diwariskan kepada ahli warisnya yang
berhak. Sedangkan harta milik orang lain adalah harta milik orang lain yang berada di dalam
pengawasannya dan tidak menjadi hak miliknya untuk diwariskan kepada ahli warisnya.
Setelah seseorang meninggal dunia, maka harta peninggalan yang menjadi miliknya dan harta

14
orang lain, harus dilakukan pemisahan, mana harta peninggalan yang menjadi miliknya atau
haknya, dan mana harta peninggalan yang menjadi hak orang lain. Pemisahan harta
peninggalan dalam hal ini, termasuk harta yang diperoleh setelah terjadinya perkawinan
dengan istri yang dikenal dengan istilah harta bersama. Kemudian bagian dari pemisahan
tersebut adalah menjadi hak-hak masing-masing suami-istri, kemudian ditambahkan dengan
harta bawaan itulah yang menjadi harta peninggalan sebagai hak untuk diwariskan kepada
seluruh ahli waris yang berhak, setelah dikeluarkan hak-hak yang bersangkut paut dengan harta
peninggalan tersebut sebagai hak orang yang meninggal dunia. Setelah melakukan pemisahan
harta orang yang meninggal dunia dengan harta orang lain, apakah itu harta bersama dengan
istri atau harta perolehan bersama dengan orang lain dalam bentuk perserikatan, dan setelah
dikeluarkan hak-hak yang bersangkut paut dengan harta peninggalan maka sisanya itulah yang
menjadi harta warisan untuk diwariskan kepada ahli waris berhak.
Harta Peninggalan atau waris dalam Hukum Adat, ialah peraturan-peraturan yang
mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang yang berujud harta benda atau
yang tidak berujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya. Meninggalnya
orang tua memang merupakan suatu peristiwa penting bagi proses pewarisan, akan tetapi tidak
mempengaruhi secara radikal proses penerusan dan pengoperan harta benda dan hak atas harta
benda tersebut. Hukum kewarisan adat meliputi segala aturan dan segala keputusan hukum
yang berkenaan dengan proses penerusan dan perpindahan harta peninggalan berupa benda
dan harta peninggalan yang tidak berwujud benda dari generasi yang satu ke generasi lainnya. 18
Harta Peninggalan atau waris dalam BW, Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata
ada dua cara untuk mendapatkan warisan, yaitu:

1. Sebagai ahli waris menurut Undang-undang.


2. Karena ditunjuk dalam surat wasiat (testament).

Cara yang pertama dinamakan mewarisi menurut Undang-undang atau “ab intestato” dan cara
yang kedua dinamakan mewarisi secara “testamentair”.

18
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas(Jakarta: Liberty, 1990), h. 151.

15
Dalam hukum waris berlaku suatu asas, bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
dalam lapangan hukum kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan. Dengan kata lain
hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang saja (Subekti,
1993: 95).

Bila orang yang meninggal dunia tidak membuat testamen, maka dalam Undang-undang
Hukum Perdata ditetapkan pembagian warisan sebagai berikut:

1. Yang pertama berhak mendapat warisan yaitu suami atau isteri dan anak-anak, masing
– masing berhak mendapat bagian yang sama jumlahnya (pasal 852 BW).
2. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka yang kemudian berhak
mendapat warisan adalah orang tua dan saudara dari orang tua yang meninggal dunia,
dengan ketentuan bahwa orang tua masing-masing sekurang-kurangnya mendapat
seperempat dari warisan (pasal 854 BW).
3. Apabila tidak ada orang sebagaimana tersebut di atas, maka warisan dibagi dua,
separuh untuk keluarga pihak ibu dan separuh lagi untuk pihak keluarga ayah dari yang
meninggal dunia, keluarga yang paling dekat berhak mendapat warisan. Jika anak-anak
atau saudara-saudara dari pewaris meninggal dunia sebelum pewaris, maka tempat
mereka diganti oleh keturunan yang sah (pasal 853 BW). 19

19
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal. 28-29

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak


pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing, Dari definisi hukum kewarisan
menurut KHI ini, dapat kita simpulkan bahwa hukum kewarisan merupakan aturan-aturan
tentang bagaimana kepemilikan harta peninggalan di bagikan kepada orang-orang yang
berhak atas pembagian itu,serta ketentuan-ketentuan yang mengatur berapa saja bagian
tiap-tiap mereka yang berhak atas harta peniggalan itu. Bukan hanya tentang kwarisan saja,
namun kita juga dapat mengetahui bagian-bagian dari waris, hibah, wasiat dan harta
peninggalan dalam perspektif Hukum Islam, Hukum Adat, dan BW.

3.2 Saran

Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kekurangan, untuk itu
penulis sangat mengharapkan pembaca untuk memperikan saran dan kritik yang bersifat
membangun demi penyempurnaan makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Joseph Schacht, An Introduction to Islamic Law(London:The Clarendon Press, 1971), 1


M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2001), 148.
R Subekti.Aneka Perjanjian,(Jakarta : PT Citra Aditya Bakti,1995). hal 94-95.
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Kewarisan Menurut Hukum Adat dan Hukum Islam, Yogyakarta:
Fakultas Hukum UII, 1981, hal. 9.
H. Eman Suparman, “Hukum Waris Indonesia dalam Perspektif Islam, Adat dan BW” PT Rafika
Aditama, Bandung, Thn, 2011. hlm. 1.
Wahbah Az-Zuhaili,opcit, h. 154
A. W. Munawir, Kamus Al-Munawir, Surabaya, Pustaka Progresif, 1997, Cet. 14, hlm.
Bab 2 Buku Hukum Waris Islam dan Hukum Waris BW di Indonesia hal 13.Prof. Dr. h. Eman
Suparman, SH., M.H.
Buku Judul Fikih Waris, Hendra Hudaya
Hukum Waris Indonesia Bab 5 Perihal Hibah dan Hibah Wasiat Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. Hal 115
Hukum Waris Indonesia Bab 5 Perihal Hibah dan Hibah Wasiat Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. Hal 119
Hukum Waris Indonesia Bab 5 Perihal Hibah dan Hibah Wasiat Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. Hal 117 dan 118.
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal 16-23
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal 39
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal 25
Van Vollenhoven dalam bukunya ‘Hukum Adat Bagian I’ halaman 342
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal114
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas(Jakarta: Liberty, 1990), h. 151
Hukum Waris Indonesia dalam perspektif Islam, Adat, dan BW Prof. Dr. H. Eman Suparman,
S.H., M.H. hal. 28-29.
https://jagokata.com/arti-kata/wasiat.html
https://jagokata.com/arti-kata/hibah.html
https://kbbi.web.id/waris
https://id.wikipedia.org/wiki/Hibah_wasiat
https://id.wikipedia.org/wiki/Warisan.

18

Anda mungkin juga menyukai