LAPORAN RESMI
I. Tujuan
Tujuan dari percobaan penentuan jumlah sel mikroorganisme ini adalah:
1. Memonitor pertumbuhan bakteri dalam media yang ditunjukkan dengan
kekeruhan media.
2. Mempelajari cara menghitung jumlah sel mikroorganisme menggunakan
metode counting chamber.
II. Data Pengamatan
II.1 Metode Turbidimetri
Tabel II.1 Data Pengamatan Metode Turbidimetri
Faktor Pengenceran %T Optical Density (OD)
1:1 25,9 0,5867
1:2 48,6 0,3134
1:4 69,8 0,1561
1:8 74,3 0,129
1:16 93,4 0,02965
III. Pembahasan
Percobaan penentuan jumlah sel mikroorganisme bertujuan untuk
mempelajari cara menghitung jumlah sel mikroorganisme menggunakan metode
turbidimetri dan counting chamber. Dalam menentukan jumlah sel
mikroorganisme, terdapat banyak metode yang dapat digunakan. Secara garis
besar, metode-metode ini dikategorikan menjadi metode langsung dan tidak
langsung. Contoh dari metode langsung adalah metode plate count, metode
filtrasi, metode MPN (most probable number) dan metode counting chamber.
Sedangkan contoh metode tidak langsung antara lain berupa metode turbidimetri,
metode metabolic activity dan metode dry weight.
Pada alat ini ada beberapa istilah yang biasa digunakan yakni absorbansi,
absorpsivitas, dan transmitan. Absorbansi adalah daya serap suatu sampel
terhadap cahaya. Biasanya dinyatakan dengan rumus
A = logP0/P .....................................................(III.1)
dengan P0 adalah daya cahaya yang masuk dan P adalah daya cahaya yang
diteruskan lewat sampel. Absorpsivitas adalah sebuah tetapan dari rumus
Bouguer-Beer bila konsentrasi dalam gram perliter dan panjang lintasan dalam
centimeter.
A=abc atau a=A/bc.............................................(III.2)
Satuan a adalah liter per mol per centimeter. Transmitan adalah fraksi dari daya
radiasi yang diteruskan oleh suatu sampel. Transmitan sering dinyatakan sebagai
suatu presentase dengan rumus
%T=(P/P0) x 100%................................................(III.3)
(Underwood, 2002, hal 393-394)
Pada percobaan ini, bakteri yang digunakan adalah suspensi bakteri
Escherichia coli. Bakteri ini berbentuk batang dan panjang, serta hidup berkoloni.
Bakteri ini memiliki organel eksternal yaitu vili yang merupakan filamen tipis
untuk menangkap substrat spesifik dan flagela yang merupakan filamen tipis dan
lebih panjang untuk berenang.
(Takeuchi, 2005, hal 1)
Pada spektrofotometer, cahaya dengan panjang gelombang tertentu
dilewatkan melalui sampel suspensi bakteri menuju detektor sensitif cahaya.
Semakin banyak jumlah mikroorganisme, maka semakin sedikit cahaya yang
mencapai detektor (Gambar III.2). Sebaliknya, semakin sedikit jumlah
mikroorganisme maka semakin banyak cahaya yang mencapai detektor (Gambar
III.3). Perubahan penerimaan cahaya ini akan ditampilkan oleh spektrofotometer
dalam skala percentage of transmission (%T). Spektrofotometer juga
menampilkan skala absorbansi (A) atau biasa disebut pula sebagai optical density
(OD).
Pada percobaan ini, nilai %T yang lebih besar ini membuat nilai OD yang
dihasilkan lebih kecil. Berikut ini merupakan grafik hubungan nilai OD terhadap
faktor pengenceran:
Tinggi kamar hitung yaitu jarak antara permukaan yang bergaris-garis dan
kaca penutup yang berpasangan adalah 1/10 mm. Maka volume tiap bidang
menjadi:
1 bidang kecil =1/20 x 1/20 x 1/10 = 1/4000 mm3
1 bidang sedang =1/4 x 1/4 x 1/10 = 1/160 mm3
1 bidang besar =1 x 1 x 1/10 = 1/10 mm3
Seluruh bidang yang dibagi =3 x 3 x 1/10 = 9/10 mm3
(www.digilib.unimus.ac.id)
Keseluruhan ruang akan tampak seperti gambar di bawah ini:
A B
D E
sehingga 1,67 x 106 sel/ml x 10.000 didapakan hasil jumlah sel induk pada
pengenceran 10.000x sebanyak 1,67 x 1010 sel/ml. Langkah perhitungan yang
sama diterapkan untuk pengenceran 100.000x dan 1.000.000x. Jumlah sel induk
pada pengenceran 100.000x adalah 8,83 x 1010 sel/ml dan pada pengenceran
1.000.000x adalah 1,33 x 1011 sel/ml.
Jumlah sel induk pada masing–masing variabel pengenceran memiliki
nilai yang berbeda, padahal seharusnya jumlah sel induk pada masing-masing
variabel pengenceran adalah sama karena pengenceran dilakukan secara beruntut
dari satu indukan saja. Ketidaksamaan ini dapat terjadi karena adanya kekurang
telitian saat proses pengenceran maupun saat perhitungan jumlah sel pada
hemasitometer di bawah mikroskop. Hal ini sesuai dengan kekurangan dari
metode counting chamber, yaitu presisi perhitungan yang susah diperoleh karena
tidak dapat membedakan sel hidup dan sel mati.
(Tortora,2010, hal 176)
Daftar Pustaka
Kosim, Muhammad. 2010. Pengaruh suhu pada protease dari bacillus subtilis.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Kusumawardhani, Nury dkk. 2015. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
dan pH Optimum dalam Pembuatan Tes Kit Sianida berdasarkan
Pembentukan Hidrindantin. Kimia Student Journal. Volume 1, No.1,
http://kimia.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jikub/article/view/578.27
Maret 2016.