Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

CAGAR BUDAYA DI DAERAHKU

Yang di ampu oleh Drs. Ahmad Samawi, M. Hum

Disusun Oleh:

Kanita Nida El Jannah B : 180154603568

Lilla Nur'Aedah : 180154603525

Nur Wagis Mulyawati : 180154603520

Shela Wulansari Fatimah : 180154603597

'Ulya' Ulumiyah : 180154603530

Wahyu Hidayatulah : 180154603531

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN LUAR BIASA

Oktober 2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pembelajaran IPS ABK tentang
Konsep Ketahanan Industri Kuliner di saat Pandemi.

Makalah Pembelajaran IPS ABK ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
Pembelajaran IPS ABK ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah Pembelajraan IPS ABK tentang Cagar
Budaya Di Daerahku ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Malang, Oktober 2020

ii
Penyusun

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................iii

BAB I

PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4

A. Latar Belakang............................................................................................................................4

B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................6

C. Tujuan dan Manfaat....................................................................................................................6

BAB II

PEMBAHASAN.......................................................................................................................................7

A. Definisi Cagar Budaya................................................................................................................7

B. Kategori Cagar Budaya...............................................................................................................8

C. Macam – Macam Cagar Budaya di Daerahku............................................................................9

BAB III

PENUTUP...............................................................................................................................................20

Kesimpulan.........................................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebudayaan yang sudah melekat dalam masyarakat dan sudah turun temurun
sejak dulu, akan semakin terkonsep dalam kehidupan masyarakat sehingga menjadi
sebuah kepercayaan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan sebuah keyakinan yang
sulit untuk dihilangkan. Kepercayaan-kepercayaan yang masih berkembang dalam
kehidupan suatu masyarakat, biasanya dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang
dimilikinya. Dimana sifat lokal tersebut padd akhirnya menjadi suatu kearifan yang selalu
dipegang teguh oleh masyarakatnya.

Nilai-nilai kearifan lokal yang masih ada biasanya masih dipertahankan oleh
masyarakat yang masih memiliki tingkat kepercayaan yang kuat. Kepercayaan yang
masih mentradisi dalam masyarakat juga disebabkan karena kebudayaan yang ada
biasanya bersifat universal sehingga kebudayaan tersebut telah melekat pada masyarakat
dan sudah mejadi hal yang pokok dalam kehidupannya. Melville J.Herkovits menyatakan
bahwa kebudayaan merupakan sesuatu yang bersifat superorganic, karena kebudayaan
bersifat turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya, walaupun manusia yang ada
didalam masyarakat senantiasa silih berganti disebabkan kematian dan
kelahiran(Soerjono soekamto:2006: 150). Dengan demikian bahwa kebudayaan yang 2
diwariskan secara turun temurun tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya
kaitan yang begitu besar antara kebudayaan dan masyarakat menjadikan kebudayaan
sebagai suatu hal yang sangat penting bagi manusia dimana masyarakat tidak dapat
meninggalkan budaya yg sudah dimilikinya.

Kebudayaan nasional merupakan sesuatu hal yang penting bagi Indonesia dan
merupakan salah satu unsur dalam menjaga rasa nasionalisme dalam diri kita sebagai
rakyat Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 32 Undang-Undang
Dasar 1945 yang menegaskan bahwa:

5
“Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia serta penjelasannya antara
lain menyatakan usaha kebudayaan harus menuju kearah kemajuan adab, budaya
dan persatuan dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing
yang dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri,
serta mempertinggi derajat kemanusiaan bangsa Indonesia.”

Beranjak dari amanat itu, pemerintah berkewajiban untuk mengambil segala


langkah dan upaya dalam usaha memajukan kebudayaan bangsa dan negara agar tidak
punah dan luntur karena merupakan unsur nasionalisme dalam memperkokoh rasa
persatuan dan kesatuan negara kita. Benda cagar budaya mempunyai arti penting bagi
kebudayaan bangsa, khususnya untuk memupuk rasa kebanggan nasional serta
memperkokoh kesadaran jati diri bangsa. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban
untuk melestarikan benda cagar budaya sebagai warisan budaya bangsa Indonesia.

Wujud hasil dari suatu kebudayaan yang diwariskan secara turun temurun tersebut
biasanya dapat berbentuk benda cagar budaya. Sebagian besar benda cagar budaya suatu
bangsa adalah hasil cipta budaya bangsa itu pada masa lalu yang dapat menjadi sumber
kebanggaan bangsa yang bersangkutan. Oleh karena itu, perlindungan benda cagar
budaya Indonesia merupakan ikhtiar untuk memupuk kebanggan nasional dan
memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa yang berdasarkan Pancasila. Kesadaran
jati diri suatu bangsa yang banyak dipengaruhi oleh pengetahuan tentang masa lalu
bangsa yang bersangkutan, sehingga keberadaan kebangsaan itu pada masa kini dan
proyeksinya ke masa depan bertahan kepada ciri khasnya sebagai bangsa yang tetap
berpijak pada landasan falsafah dan budayanya sendiri.

Upaya pelestarian benda cagar budaya dilaksanakan, selain untuk memupuk rasa
kebanggaan nasional dan memperkokoh kesadaran jati diri sebagai bangsa yang
berdasarkan Pancasila, juga untuk kepentingan sejarah, ilmu pengetahuan, dan
kebudayaan serta pemanfaatan lain dalam rangka kepentingan nasional. Memperhatikan
hal-hal tersebut, pemerintah dianggap perlu dan berkewajiban untuk melaksanakan
tindakan penguasaan, pemilikan, penemuan, pencarian, perlindungan, pemeliharaan,
pengelolaan, pemanfaatan dan pengawasan terhadap cagar budaya yang ada di Indonesia
berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan.

6
Sesuai ketentuan umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang
Cagar Budaya, yang dimaksud dengan benda cagar budaya adalah:

“Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik
bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-
bagiannya, atau sisasisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan
dan sejarah perkembangan manusia.”

Memperhatikan ketentuan umum Pasal 1 undang-undang tersebut, semestinya


mendiami bangunan dan memiliki benda cagar budaya menjadi kebanggaan. Kekayaan
nilai sejarah tidak hanya dimiliki oleh pemilik bangunan, tetapi juga dapat dibagikan
pada para pengunjung atau wisatawan. Lain halnya yang terjadi selama ini justru
sebaliknya. Mendiami bangunan bersejarah identik dengan berbagai tuntutan yang
memberatkan. Biaya perawatan dan pajak yang terus menanjak tidak diimbangi dengan
kepedulian pemerintah terhadap para pemilik.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan cagar budaya ?
2. Bagaimana kategori cagar budaya ?
3. Macam – macam cagar budaya didaerahku ?

C. Tujuan dan Manfaat


Meningkatkan pengetahuan penulis dan pembaca tentang wawasan nusantara dan
untuk membuat kita lebih memahami wawasan Cagar Alam Budaya di daerah masing -
masing. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara peninggalan sejarah dan
benda-benda cagar budaya khususnya di daerah masing – masing.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Cagar Budaya


Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar
Budaya, Bangunan, Struktur, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya, di darat
dan/atau air, yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, melalui proses
penetapan. Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik
bergerak maupun dak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian- bagiannya,
atau sisa-sisanya, yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah
perkembangan manusia.
Struktur Cagar Budaya adalah susunana binaan yang terbuat dari benda alam
dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu
dengan alam, sarana, dan prasarana, untuk menampung kebutuhan manusia. Bangunan
Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan
manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan
beratap.
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang
mengandung benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar
budaya, sebagai hasil kegiatan atau bukti kejadian pada masa lalu. Kawasan Cagar
Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua situs cagar budaya atau lebih,
yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa
lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal
pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting
perannya untuk dipertahankan keberadaannya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan

8
kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti, untuk itu Pemerintah pada
tahun 2010 menerbitkan UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Cagar Budaya dalam UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya sebagai sumber
daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Dalam
rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah
perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan
untuk menjamin eksistensinya. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup tujuan
untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya
pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis,
dan ekonomis.
Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan partisipasi masyarakat
dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan
Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas.

B. Kategori Cagar Budaya

 Benda Cagar Budaya


Benda cagar budaya adalah benda alami atau buatan manusia, baik bergerak atau tidak,
yang punya hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Benda cagar budaya tidak hanya penting bagi disiplin ilmu arkeologi, tetapi terdapat
berbagai disiplin yang dapat melakukan analisis terhadapnya. Antropologi misalnya
dapat melihat kaitan antara benda cagar budaya dengan kebudayaan sekarang. Contoh
benda cagar budaya adalah Patung, makam, Menhir, sisa hasil buruan yang terkubur,
dll.

 Bangunan Cagar Budaya


Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau
benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding, tidak berdinding
dan atau beratap. Contoh bangunan cagar budaya adalah Gedung Lawang Sewu di

9
Semarang, Rumah Adat Dalam Loka di Sumbawa, Gua Lawa di Gunung Kidul,
Yogyakarta, Gua Sengering (Tiangko Ulu), dll.

 Struktur Cagar Budaya


Struktur Cagar Budaya adalah suatu susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu
dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. Contoh
struktur cagar budaya adalah Punden Berundak.

 Situs Cagar Budaya


Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan atau Struktur Cagar
Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. Contoh
situs cagar budaya adalah Situs Benteng Ranu Hitu di NTT, Situs Batu Gajah di
Lampung, dll

 Kawasan Cagar Budaya


Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar
Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan atau memperlihatkan ciri tata ruang
yang khas. Contoh kawasan cagar budaya adalah kawasan candi Prambanan di
Magelang, kawasan kota tua di Jakarta

C. Macam – Macam Cagar Budaya di Daerahku

1. Cagar Budaya Istana Tampaksiring

Nama Tampaksiring berasal dari dua buah kata bahasa Bali, yaitu "tampak" dan
"siring", yang masing-masing bermakna telapak dan miring. Konon, menurut sebuah
legenda yang terekam pada daun lontar Usana Bali, nama itu berasal dari bekas tapak
kaki seorang raja yang bernama Mayadenawa. Raja ini pandai dan sakti, tetapi

10
sayangnya ia bersifat angkara murka. Ia menganggap dirinya dewa serta menyuruh
rakyatnya menyembahnya. Akibat dari tabiat Mayadenawa itu, Batara Indra marah dan
mengirimkan bala tentaranya. Mayadenawa pun lari masuk hutan. Agar para
pengejarnya kehilangan jejak, ia berjalan dengan memiringkan telapak kakinya.
Dengan begitu ia berharap para pengejarnya tidak mengenali jejak telapak kakinya.
Namun, ia dapat juga tertangkap oleh para pengejarnya. Sebelumnya, ia dengan sisa
kesaktiannya berhasil menciptakan mata air yang beracun yang menyebabkan banyak
kematian para pengejarnya setelah mereka meminum air dari mata air tersebut. Batara
Indra kemudian menciptakan mata air yang lain sebagai penawar air beracun itu yang
kemudian bernama "Tirta Empul" ("air suci"). Kawasan hutan yang dilalui Raja
Mayadenawa dengan berjalan sambil memiringkan telapak kakinya itu terkenal
dengan nama Tampaksiring.

Pada jaman Kerajaan Gianyar, di bagian hulu Sungai Pakerisan pernah berdiri
sebuah pesanggrahan (bangunan peristirahatan) milik Kerajaan Gianyar. Selanjutnya
pada jaman kemerdekaan Presiden Soekarno memilih tempat ini sebagai lokasi Istana
Kepresidenan. Pendirian Istana Kepresidenan Tampaksiring ini melengkapi bangunan
istana lainnya yang ada di Indonesia, yaitu Istana Bogor, Istana Merdeka Jakarta,
Istana Cipanas dan juga Istana Gedung Agung Yogyakarta. Istana Tampaksiring ini
merupakan satu-satunya istana yang dibangun pasca-Indonesia merdeka.

11
Istana Kepresidenan Tampaksring merupakan sebuah lokasi dengan luas 19 ha
yang didalamnya terdapat 4 bangunan utama berupa wisma dan bangunan pendukung
lainnya yang

difungsikan sebagai tempat peristirahatan presiden beserta keluarga dan tempat


menerima tamu-tamu negara. Keempat bangunan wisma dibangun dengan fungsinya
masing-masing dan dibangun secara bertahap. Wisma Merdeka dan Wisma Yudistira
dibangun pada tahun 1957, Wisma Negara dan Wisma Bima selesai dibangun tahun
1963.

12
Berdasarkan kriteria cagar budaya seperti yang termuat dalam Undang-undang RI
No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, keempat wisma di Istana Tampaksiring
memiliki beberapa kriteria untuk dapat disebut sebagai bangunan yang diduga sebagai
cagar budaya (warisan budaya kebendaan). Berdasar umur, dan nilai penting yang
dikandungnya, bangunan wisma di Istana Tampaksiring dapat didaftarkan untuk dikaji
sebagai Bangunan Cagar Budaya.

2. Situs Petirtaan Ngawonggo

Situs Petirtaan Ngawonggo adalah salah satu cagar budaya yang merupakan
aset purbakala peninggalan Kerajaan Medhang Kamulan yang berdiri sejak 944
Masehi sebelum adanya Kerajaan Majapahit. Situs ini terletak di wilayah Dusun
Nanasan, Desa Ngawonggo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang. Meskipun
penduduk setempat telah mengetahui keberadaan pemandian purbakala ini sejak dulu,
namun belum ada yang mengekspose keberadaan peninggalan sejarah ini. Sampai
pada tanggal 24 April 2017 penduduk setempat mengunggah foto situs patirtan ke
media sosial yang kemudian menjadi viral dan didatangi oleh Arkeolog Universitas
Negeri Malang untuk observasi langsung ke lapangan. Satu bulan setelahnya Balai
Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) jawa timur melakukan pemetaan zonasi situs
patirtan untuk mengetahui lebih dalam sejarah patirtan Ngawonggo ini. Situs ini
dikenal sebagai situs purbakala kedewaguruan yang diketahui infromasinya melalui
Prasasti Wurandungan yang telah ada pada Rabu Wage, 7 November 944 Masehi di
masa keemasan Mpu Sindok di Kerajaan Medhang Kamulan.

Pada masa Kerajaan Medhang Kamulan, Situs Petirtaan Ngawonggo tidak


hanya berfungsi sebagai sumber air bersih, namun juga sebagai tempat penyucian
rohaniah. Petirtaan juga pemandian suci yang sering digunakan oleh kalangan istana
kerajaan. Di situs patirtan Ngawonggo ini ditemukan pahatan sembilan arca dan
tulisan aksara jawa yang terbuat dari tanah padas yang kian hari kian terkikis. Namun
dari kesembilan arca tersebut, sebagian sudah aus dan sulit dikenali. Hanya sebagian
arca yang masih terlihat jelas bentuknya seperti arca Ganesha, Dewa Wisnu, dan Siwa.
Lokasi pemandiannya terbagi menjadi 6 kolam berbeda yang semuanya terletak di

13
tebing Sungai Manten. Kolam-kolam ini diperkirakan menjadi tempat pemandian
bangsawan sesuai dengan kastanya dari patirtan 6 yang terletak paling atas sampai
patirtan 1 yang dilengkapi dengan temuan beberapa barang atau alat memasak dari
zaman dahulu, yang diperkirakan digunakan oleh para pemuda-pemudi sebagai alat
memasak saat menjalani proses penempuhan ilmu di petirtaan Ngawonggo.

Selain itu, situs


yang berisi padepokan yang digunakan sebagai tempat masyarakat terdahulu menuntut
ilmu, sebagai pusat memperoleh pendidikan kepada guru-guru terdahulu dengan enam
kolam yang kini ditemukan. Dalam sejarahnya, jika terdapat pemuda-pemudi
terdahulu ingin menimba ilmu tentang kehidupan dan bermasyarakat atau menjadi resi,
orang tersebut harus menceburkan dirinya ke dalam kolam petirtaan Ngawonggo
dengan tujuan agar orang yang bersangkutan disucikan dan kosong, sehingga ilmunya
nanti bisa dihayati.

Situs patirtan Ngawonggo ini adalah satu-satunya situs di Jawa Timur yang
letaknya di tebing sungai. Sungai sendiri sangat erat dengan pola kehidupan msyarakat
kuno yang membangun pola pemukiman mengikuti alur sungai. Jadi tidak heran jika
di sekitaran tepian sungai tersebut ditemukan perkakas-perkakas kuno seperti koin
kuno, gerabah, besi kuno, dan beberapa serpihan emas. Ini menandakan bahwa di
tepian Sungai Manten dulunya adalah pemukiman penduduk setempat. Jika melihat
kondisi sekarang, padepokan kedewaguruan pada saat zaman kerajaan Medhang
Kamulan yang terbukti dengan adanya petirtaan Ngawonggo seperti pondok pesantren
jika pada saat ini. Hal ini membuktikan bahwa Kabupaten Malang sebagai salah satu

14
pusat purbakala yang harus terus digali keaslian dan potensi sejarah yang harus dijaga
serta dirawat keasliannya.

Sampai saat ini situs yang dikelola oleh Rahmad Yasin selaku kuncen sering
dikunjungi komunitas pecinta sejarah ataupun mahasiswa yang mengambil program
jurusan sejarah. Terkadang juga ada pengunjung yang datang untuk melakukan
penyucian diri dengan mandi si patirtan Ngawonggo. Bahkan, keberadaan cagar alam
ini dimanfaatkan oleh warga setempat dengan membuat sebuah warung tradisional
bernama tomboan yang sangat melekat dengan makanan dan minuman alami
masyarakat setempat.

3. Istana Dalam Loka

Istana Dalam Loka merupakan salah satu cagar budaya yang berdiri kokoh di
tengah Kota Sumbawa Besar, Seketeng, Kec. Sumbawa, Kabupaten Sumbawa, Nusa
Tenggara Barat. Istana Dalam Loka dibangun pada tahun 1885 pada masa Sultan
Muhammad Jalaluddin III (1883-1931) yang menjadi sultan ke-16 dari Dinasti Dewa
Dalam Bawa. Istana Dalam Loka kini berusia 135 tahun (sempat direnovasi 1985),
namanya berasal dari bahasa Sansekerta, yang artinya lokasi tempat tinggal para sultan
dan bangsawan. Istana ini berfungsi sebagai pusat kekuasaan dan pemerintahan. Istana
Dalam Loka merupakan salah satu dari tiga istana yang tersisa dari Kesultanan
Sumbawa.

Menurut Hasanudin, bangunan itu tampak dari atas seperti tangan orang yang
sedang tahiyat akhir ketika salat. Sedangkan untuk tiang terdiri dari 99 tiang dengan
98 tiang kayu jati dan 1 buah tiang gantung, yang menyimbolkan 99 Nama Allah
(Asmaul Husna) dimaksudkan untuk mengingatkan Sultan. Pemilihan selatan sebagai
arah hadap rumah pun memiliki makna tersendiri. Berdasar hukum arah mata angin,
selatan dipercaya dapat memberikan suasana sejuk, tenteram, damai, dan nyaman.
Tidak hanya itu, selatan pun bermakna menatap pada masa lalu yang bila diartikan
pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dan kearifan dalam menyikapi masa lalu yang
bisa dibawa ke masa kini.

15
Istana ini dibangun berdasarkan prakarsa rakyat Kesultanan Sumbawa. Pasalnya
pada 1883, Istana Bala Sawo ukurannya terlalu kecil dan sederhana. Rakyat yang
mencintainya rajanya itu, pada tahun 1885 berdatangan membangun istana. Mereka
datang dari ujung Empang (timur Sumbawa) - sampai ujung Jereweh (ujung barat
selatan) wilayah kekuasaan Kesultanan Sumbawa. Mereka dikoordinir Haji Hasyim
dari Taliwang dengan arsitektur spiritualnya Haji Achmad dari Plampang. Mereka
membangun istana itu menggunakan bahan bangunan kayu, selama sembilan bulan 10
hari.

Sedangkan pada sisi atap bagian luar terdapat ukiran buah nanas, ujungnya
menghadap ke bawah sebagai simbol hablun minannas -- hubungan antar manusia.
Atap istana yang kembar merupakan simbol dari Syahadain dan syahadat Rasul.
Secara konsep dilihat dari pinggir timur, bentuknya seperti lafas Allah. Dari ruang
dapur yang disebut Sanapir atau Kandawari itu bangunan induk sampai ke ujung
tangga bentuknya lafas Allah. Istana Dalam Loka memiliki pintu besar berjumlah 17
yang menyimbolkan jumlah rakaat salat sehari semalam. Sementara jendela berjumlah
44 adalah angka keramat kehidupan Tau Samawa (etnis Sumbawa).

Bala Rea (Graha Besar) ini memiliki banyak ruangan dengan fungsinya masing-
masing. Antara lain sebagai berikut :

1. Lunyuk Agung, terletak di bagian depan. Merupakan ruangan tempat


dilangsungkannya musyawarah, resepsi, dan serangkaian kegiatan penting lainnya.

2. Lunyuk Mas, adalah ruangan khusus bagi permaisuri, para isteri menteri dan staf
penting kerajaan ketika dilangsungkan upacara adat. Letaknya bersebelahan
dengan Lunyuk Agung.

3. Ruang Dalam sebelah barat, terdiri dari kamar-kamar yang memanjang dari arah
selatan ke utara sebagai kamar peraduan raja (Repan) yang hanya di sekat kelambu
dengan ruangan sholat. Di sebelah utara Ruang Dalam merupakan kamr tidur
Permaisuri bersama dayang-dayang.

16
4. Ruang Dalam sebelah timur, terdiri atas empat kamar, diperuntukkan bagi
putra/putri Raja yang telah berumah tangga. Di ujung utaranya adalah letak kamar
pengasuh rumah tangga.

5. Ruang Sidang, terletak pada bagian utara (bagian belakang) Bala Rea. Pada
malam hari ruangan ini digunakan sebagai tempat tidur para dayang.

6. Dapur terletak berdampingan dengan ruang perhidangan.

7. Kamar mandi, terletak di luar ruang induk, yang memanjang dari kamar
peraduan raja hingga kamar permaisuri.

8. Bala Bule, letaknya persis di depan ruang tamu permaisuri (Lunyuk Mas),
berbentuk rumah dua susun. Lantai pertama yang sejajar dengan Bala Rea sebagai
tempat putra/putri raja bermain, sedangkan lantai dua untuk tempat Permaisuri
beserta istri para bangsawan menyaksikan pertunjukkan yang dilangsungkan di
lapangan istana.

17
4. Situs Cagar Budaya Sidoarjo

a) Candi Dermo

Di Indonesia terdapat banyak sekali situs peninggalan sejarah, salah satunya adalah
Candi Dermo di Kabupaten Sidoarjo. Candi Dermo adalah salah satu peninggalan
sejarah dari Kerajaan Majapahit. Candi bercorak Hindu itu dibangun pada 1353 di
bawah kepemimpinan Adipati Terung yang makamnya sekarang berada di utara
Masjid Trowulan. Candi itu terletak di Dusun Candi Santren, Desa Candi Negoro,
Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo. Sebenarnya candi itu adalah sebuah gapura
atau pintu gerbang, yaitu gapura ke bangunan suci. Dulu, di sebelah timur candi
terdapat bangunan induk yang ukurannya lebih besar. Namun, seiring berjalannya
waktu, bangunan itu sudah pupus dan akhirnya roboh. Candi Dermo mengalami cukup
banyak perbaikan dan saat ini dalam tahap pemugaran. Banyak bagian candi yang
rapuh. Runtuhan puing itu menyebabkan candi mulai tak terbentuk. Meskipun begitu,
masih ada relief di kanan dan kiri yang masih utuh.

Sebagai salah satu tempat wisata


bersejarah di Sidoarjo, candi dijaga dan
dirawat tiga pengawas. Setiap tiga hari

18
sekali mereka membersihkan dan merawat candi, seperti menyapu, menyirami
tanaman di sekitar candi, menghiasi taman, dan lain-lain. Kebanyakan yang
berkunjung ke candi ini adalah para siswa yang ingin melakukan observasi. Selain itu,
juga ada kalangan umum yang ingin berekreasi atau hanya untuk melihat-lihat saja.
Pengunjung tidak ditarik biaya, melainkan hanya mencatat di buku tamu yang
nantinya akan disetorkan ke kantor pusat di Trowulan.
Banyak sekolah-sekolah di sekitar candi yang melakukan observasi atau
mengajak kelompok belajar untuk langsung mengunjungi salah satu situs cagar budaya
yang ada di Sidoarjo ini, guna mengenalkan warisan cagar budaya secara langsung
dalam pembelajarn di tingkat SMP. Ada juga kegiatan baik siswa dan mahasiswa yang
mengambil topik cagar buda candi dermo. Dengan begitu pelajar dapat belajar secara
langsung dan melihat secara langsung dam lakukan wawancara maupun observasi
secara langsung baik dari pihak yang merawat/pengawas maupun warga sekitar
mengenai situs cacaar budaya candi Dermo.

b) Candi Terung

Temuan batu manggis atau batu timbangan Situs Terung atau lebih populer dengan
sebutan Candi Terung, terletak di Desa Terung Wetan, Kecamatan Krian, Sidoarjo, Jawa
Timur. Berjarak kurang lebih 12 kilometer arah barat laut kota Sidoarjo. Situs ini
terbilang sangat mudah dijangkau. Situs Terung ditemukan pada 2011 di pekarangan

19
warga desa di seberang jalan makam keramat Dewi Oentjat Tondo Wurung. Penemunya
bernama Sahuri. Dikabarkan suatu hari ia mendapatkan bisikan mimpi (wangsit ).
Dibantu seniman Sidoarjo, Jansen Jesien, Sahuri melakukan penggalian hingga
menampakkan sebagian struktur bangunan. Namun mengingat penggalian tersebut
dilakukan tanpa metode baku, maka struktur tersebut ditimbun tanah kembali sedalam
dua meter. Berita mengenai penemuan Situs Terung ditindaklanjuti oleh Balai Pelestarian
Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur. Instansi ini segera melakukan ekskavasi
penyelamatan pada 8—10 Juni 2015. Ekskavasi tersebut berhasil menampakkan bentuk
Situs Terung berupa tumpukan batu bata berbentuk huruf L dengan ketinggian kurang
lebih 95 cm dan ukuran luas 10,8 m X 5,9 m. Dalam ekskavasi tersebut juga ditemukan
pecahan tembikar, pecahan porselen, gigi kerbau, batu timbangan, dan pagar keliling.

1. Dua Prasasti tersebut antara lain yaitu:


Berdasarkan temuan keramik di sekitar lokasi, BPCB Jawa Timur menduga situs
tersebut dibangun sezaman dengan Dinasti Yuan (1279—1368 M). Di sisi lain
muncul dugaan bahwa situs ini dibangun jauh sebelum masa Dinasti Yuan. Hal
ini dilihat dari temuan permukaan berupa pecahan-pecahan artefak tersebut.
terung-02Struktur batu di Situs Terung Daerah Terung disebutkan dalam dua
prasasti masa Majapahit. Salah satunya adalah Prasasti Canggu. Menurut prasasti
ini, Desa Terung Wetan berperan pada masa Majapahit di bawah kepemimpinan
Sang Rajasanegara. Pada masa itu, Terung adalah satu dari 44 desa
penyeberangan yang berada di sekitar aliran Sungai Bengawan Solo dan Sungai
Brantas. Prasasti Canggu menyebut 44 desa tersebut sebagai “Naditirapradesa”.
Prasasti lain pada era Airlangga yang berada tak jauh dari Desa Terung Wetan,
yaitu Prasasti Kamalagyan, menyebutkan upaya Raja Airlangga dalam mengatasi
bencana banjir di kawasan sekitar Sungai Brantas dengan membangun
Bendungan Waringin Sapta serta penetapan sima pada beberapa desa. Sangat
disayangkan Prasasti Kamalagyan tidak menyinggung nama Terung atau Terung
Wetan.
2. Batu Manggis dan Situs Terung: Batu manggis adalah salah satu artefak dari
Situs Terung. Pak Nugroho Harjo Lukito dari BPCB Jawa Timur menduga batu
manggis tersebut adalah batu timbangan. Batu manggis memiliki bentuk seperti

20
buah manggis dan berat kurang lebih 40 kg. Kini batu manggis disimpan di area
Makam Keramat Dewi Oentjat Tanda Wurung. Batu tersebut menjadi objek yang
mengundang perhatian. Bu Endang Kristina, juga dari BPCB Jawa Timur,
menduga Situs Terung adalah sebuah dermaga. Lain halnya Pak Nugroho. Ia
menduga Situs Terung adalah sebuah situs hidrologi. Hal ini disebabkan Situs
Terung belum tuntas digali, mengingat pemilik tanah di sisi lain situs tidak
memberi izin untuk digali.

21
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut : Keberadaan bangunan bersejarah merupakan bukti yang sangat
penting tentang perkembangan dari suatu tempat. Tentang sejarah sebuah kota, perkembangan
arsitekturnya, tentang kebudayaannya, tentang masyarakatnya, tentang sistem perekonomiannya,
tentang pemerintahan, bahkan sampai tentang kejayaannya. Pelestarian bangunan bersejarah
merupakan proses untuk memelihara lingkungan bangunan dan lingkungannya sedemikian rupa,
sehingga makna kulturalnya yang berupa nilai, keindahan, sejarah, keilmuan atau nilai sosial
untuk generasi lampau, masa kini dan yang akan datang akan dapat terpelihara. Peninggalan
sejarah di beberapa daerah ini merupakan warisan budaya yang harus dipertahankan, baik bentuk
fisik bangunan dan historigrafi sejarahnya. Hal yang harus dilakukan adalah dengan tetap
mempertahankan keberadaan peninggalan sejarahnya, yang memiliki.

22
DAFTAR PUSTAKA

Ramli, M. 2013. Pengertian dan Kriteria Cagar Budaya, (Online),


(https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbali/inventarisasi-istana-kepresidenan-
tampaksiring-bali/#:~:text=Istana%20Tampaksiring%20mulai%20dibangun
%20pada,Undang%20RI%20Nomor%2011%20Tahun), diakses 2 Oktober 2020.

Akangichan. 2014. R[17] Istana Dalam Loka – Sumbawa Besar , (Online),


(https://adekinan.wordpress.com/2014/07/15/r17-istana-dalam-loka-sumbawa-besar/ ),
diakses 3 Oktober 2020.

Khafid, S. 2019. Uniknya Istana Dalam Loka yang Syarat Ajaran Islam, (Online),
(https://travel.tempo.co/read/1270482/uniknya-istana-dalam-loka-yang-sarat-ajaran-
islam), diakses 2 Oktober 2020

Riky. Istana Tua Dalam Loka Peninggalan Kejayaan Kesultanan Sumbawa, NTB, (Online),
(https://www.indonesiakaya.com/jelajah-indonesia/detail/istana-tua-dalam-loka-
peninggalan-kejayaan-kesultanan-sumbawa-ntb ), diakses 2 Oktober 2020.

23

Anda mungkin juga menyukai