OBJEK III
Disusun Oleh :
Kelompok :D
Shift : 4 / Empat
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
OBJEK III
“EKSKRESI OBAT MELALUI URINE DAN SALIVA”
I. TUJUAN
1. Agar mahasiswa memahami ekskresi obat melalui urine dan saliva.
2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi ekskresi obat.
3. Mengetahui tahapan menganalisa data ekskresi KI dalam urine dan saliva.
4. Memahami reaksi iodium dengan amilum sebagai pereaksi uji dalam
menganalisa ekskresi obat melalui urine dan saliva.
5. Melakukan perbandingan hasil ekskresi urine dengan saliva yang
dibandingkan dengan literatur
Bahan
Larutan natrium nitrit 10%
Larutan KI 10%
Larutan H2SO4 encer
Mucilago amili 1%
Tablet KI
Saliva
A. Kontrol
1 mL saliva kontrol ditambah 2 atau 3 tetes NaNO2 10% dan 2-3 tetes
H2SO4 encer dan 1 mL mucilago amili.
B. Sampel Uji
Waktu (menit) Hasil pengamatan (+/-)
15 -
30 -
45 -
60 -
75 -
90 -
Onset
Efek pada fungsi tiroid biasanya diamati dalam 24 jam dan maksimal setelah
10-15 hari terapi terus menerus
Durasi
Jika diberikan selama keadaan darurat radiasi, efek perlindungan
berlangsung selama 24 jam
Distribusi
Kalium Iodida di distribusikan di tiroid. Lebih dari 75% blokade
penggabungan yodium I-125 di tiroid dicapai untuk dosis tunggal KI di atas
0,5 sampai 0,7 mg / kg. Kandungan yodium yang stabil di tiroid 24 jam
setelah pemberian KI menunjukkan respons bifasik, dengan tingkat
maksimum untuk dosis sekitar 1 mg / kg.
Metabolisme
Iodin merupakan komponen esensial dari hormon tiroid yaitu T3 dan T4,
obat oral yang digunakan merupakan bentuk aktif dalam hormon tiroid yaitu
tiroksin (T4). T4 bentuk aktif akan dibawa ke jaringan perifer, dan
mengalami degradasi. Iodin ini akan di reuptake oleh tiroid atau
diekskresikan oleh ginjal.
Ekskresi
Menurut studi literatur, Kalium Iodida dapat diekskresikan melalui
kelenjar susu, saliva, feses, keringat, dan urin.
Menurut studi literatur pada jurnal “Optimal KI Prophylactic Dose
Determination for Thyroid Radiation Protection After a Single
Administration in Adult Rats”, Total kandungan Iodium stabil di tiroid
(dinyatakan dalam mikrogram iodium per tiroid atau per gram organ) hewan
uji yang hanya diobati dengan peningkatan dosis KI dari 0,03 menjadi 8 mg
/ kg tampaknya menunjukkan respons bifasik sebagai fungsi dosis KI.
Memang, dalam kondisi percobaan kami, kandungan yodium dalam sampel
tiroid 24 jam setelah pemberian secara bertahap meningkat untuk
peningkatan dosis KI kecil untuk mencapai maksimum pada dosis sekitar 1
mg / kg dengan tingkat yodium (1163 + 184 mg / g) secara statistik berbeda
dengan kandungan tiroid pada tikus kontrol (830 + 260 mg / g; P <.05).
Kemudian untuk dosis KI yang lebih tinggi, kadar iodium total di
tiroid menurun ke nilai yang lebih rendah secara signifikan setelah 8 mg / kg
(746 + 149 mg / g) dibandingkan setelah 1 mg / kg (P <.05). Di sisi lain,
analisis jumlah kumulatif total yodium stabil yang diekskresikan dalam urin
24 jam setelah pengobatan hewan menunjukkan peningkatan ekskresi urin
iodium sebagai fungsi dari dosis KI yang diberikan.
Waktu Paruh
Menurut Jurnal “Radioactive Iodide (131I-) Excretion Profiles in Response to
Potassium Iodide (KI) and Ammonium Perchlorate (NH4ClO4)
Prophylaxis”, T1/2 dari Kalium Iodida adalah 6 jam.
Fungsi Reagen:
NaNO2 : Sebagai oksidator yang dapat merusak ikatan K+ dan I- sehingga
iodin terurai dari KI
H2SO4 encer : Sebagai pengion dan mengasamkan lingkungannya supaya
dicapai kerja NaNO2 yang optimum
KI 10% : Berfungsi sebagai kontrol
Mucilago amili : Indikator warna yang berikatan dengan iodin
Penjelasan:
Larutan yang mengandung KI dan iod mulanya berwarna coklat, bila
ditambahkan dengan amilum akan membentuk komplek berwarna biru tua.
Warna tersebut disebabkan oleh perpindahan muatan ion komplcks (charge
transfer complexes).
Didalam kompleks itu, cahaya dengan mudah mengeksatasi elektron ke
tingkat energi yang lebih tinggi. Tiap kompleks menyerap cahaya dengan
panjang gelombang tertentu. Kompleks transfer yang terbentuk pada reaksi
ini diawali dengan lodine dan iodidad membentuk ion poliiodida.
5.2. SARAN
Berhati – hati saat melakukan prosedur pratikum agar tidak ada
kesalahan dalam prosedur (seperti ketidaktepatan pemberian larutan
penguji dengan sampel, tidak terlalu efektifnya reagent yg diberikan).
harus teliti saat pengerjaan karena sifat iodine yang mudah menguap
sehingga dapat menghasilkan pembacaan negative palsu.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Fenty. Laju Filtrasi Glomerolus pada Lansia Berdasarkan Tes Klirens
Kreatinin dengan Formula Cockroft-Gault Standardisasi, dan Modification
Of Diet in Renal Disease. J Penelit. 2010;13(2):217–25.
[4]. Zaman JN. ARS PRESCRIBENDI resep yang rasional. 3rd ed. Surabaya:
Airlangga University press; 2006. 239 p.
[5]. Putra W. Diktat Biokimia Ginjal dan urine. Diktat Biokimia. 2016;1–33.
Available from:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/bbaf9351825f250
35476868944b4f17f.pdf
[6]. Surya AM, Pertiwi D, Masrul M. Hubungan Protein Urine dengan Laju
Filtrasi Glomerulus pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik Dewasa di
RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2015-2017. J Kesehat Andalas.
2018;7(4):469. https://doi.org/10.25077/jka.v7i4.903