Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN KRISIS THYROID

Makalah Seminar

Disusun untuk memenuhi tugas makalah seminar kelompok pada


Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat II semester tujuh

Disusun Oleh :
1. Shiffa Arrizqi G2A016051
2. Dhia Ramadhani G2A016052
3. Shinta Mayang S G2A016053
4. Lia Anis Syafaah G2A016054
5. Muflikhatul U. G2A016055
6. Qurrata A’yun G2A016056
7. Tiara Widya H. G2A016057
8. Nihayatuzzulfah G2A016058

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang
terjadi tetapi berpotensi fatal.Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani
berdasarkan manifestasi klinis karena konfirmasi laboratoris sering kali
tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup cepat. Pasien
biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh
demam tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase
lanjut, pasien dapat jatuh dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai
dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya
terjadi sekitar 1-2% pasien hypertiroidisme. Sedangkan insidensi
keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar antara 0,05-1,3%
dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak
dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal.Angka kematian
orang dewasa pada krisis tiroid mencapai 10-20%.Bahkan beberapa
laporan penelitian menyebutkan hingga setinggi 75% dari populasi pasien
yang dirawat inap.Dengan tirotoksikosis yang terkendali dan penanganan
dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme
terbanyak dan merupakan penyakit autoimun yang juga mempengaruhi
sistem organ lain, melakukan anamnesis yang tepat sangat penting untuk
menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis tiroid
didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal
lain yang penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis
fulminan yang memerlukan perawatan intensif dan pengawasan terus-
menerus. Dengan diagnosis yang dini dan penanganan yang adekuat,
prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman
yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan kegawatdaruratan
pasien dengan krisis tiroid.
Tujuan khusus :
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari krisis tiroid
2. Mahasiswa mengetahui etiologi dari krisis tiroid
3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari krisis tiroid
4. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari krisis tiroid
5. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan kegawatan dari krisis tiroid
6. Mahasiswa mengetahui pengkajian fokus kegawatan dari krisis tiroid
7. Mahasiswa mengetahui pathways keperawatan dari krisis tiroid
8. Mahasiswa mengetahui fokus intervensi dan rasional dari krisis tiroid

C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Krisis Thyroi” penulis menggunakan metedologi
penulisan berdasarkan literatur buku dan internet yang bersangkutan
dengan judul.

D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan, Seistematika
Penulisan
BAB II KONSEP DASAR Pengertian, Ewtiologi,
Patofisiologi, Manifestasi
Klinik, Penatalaksanaan
Kegawatan, Pengkajian
Fokus Kegawatan,
Pathways Keperawatan,
Fokus Intervensi Dan
Rasional
BAB III PENUTUP Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUKAN PUSTAKA
A. Definisi
Krisis thyroid (thyroid strom, decompensated thyrotoxicosis)
merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa
yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ
(Bakta & Suastika, 1999).
Krisis tiroid adalah kegawatan di bidang endokrin yang disebabkan
karena dekompensata dari tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan suatu
sindroma ditandai dengan gambaran klinis, fisiologis dan biokimia yang
menunjukkan bahwa jaringan tubuh terpapar dengan hormone tiroid yang
berlebihan: FT4 dan atau FT3 (Tjokroprawiro et al, 2015).

B. Etiologi
Krisis tiroid dapat terjadi akibat beberapa faktor penyebab sebagai
berikut (Tjokroprawiro et al, 2015) :

1. Infeksi 13 Palpasi tiroid berlebihan


.
2. Operasi tiroid 14 Hipoglikemia
.
3. Operasi non tiroid 15 Obat-obatan simpatomimetik
. pseudoetedrin, amiodaron,
dll
4. Kontras mengandung yodium 16 Suplemen makanan yang
. mengandung rumput laut
5. Stop antitiroid mendadak 17 Penyakit jantung kongestif
.
6. Terapi radioiodine 18 Preeklamsia atau eklamsia
.
7. Ketoasidosis diabetic 19 Infark usus
.
8. Partus 20 Cabut gigi
.
9. Stress emosi yang berat 21 Meminum hormone tiroid
.
10 Emboli paru 22 Luka bakar
. .
11 Kejadian serebro vascular 23 Sepsis
. .
12 Trauma: fraktur, dll
.

C. Patofisiologi
Pathogenesis krisis tiroid pada dasarnya belum diketahui secara
pasti. Peningkatan hormone tiroid yang beredar di dalam darah yang
semakin tinggi dapat dipastikan terjadinya krisis tiroid. Hipotalamus
menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang merangsang
kelenjar pituitary anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormone inilah yang memicu kelenjar tiroid
melepaskan hormone tiroid. Kelenjar inilah menghasilkan prohormone
thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal
menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat
dalam 2 bentuk yaitu bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara
biologik dan bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG).
Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan
gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormone tiroid
ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar
pituitary anterior. Terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas
oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid
yaitu TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor
TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada
patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus menerus oleh
autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan
karena peningkatan produksi hormone tiroid. Autoantibodi tersebut paling
banyak ditemukan dari subkelas immunoglobulin (Ig)-G1. Antibody ini
menyebabkan pelepasan hormone tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
Cyclic Adenosine Monophosphate (Cyclic AMP). Selain itu, antibody ini
juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan
kelenjar tiroid. Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh
dalam merespon hormone tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme
berat yang melibatkan banyak system organ dan merupakan bentuk paling
berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh
hormone tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan
hormone tiroid (dengan tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya
intake hormone tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel
terhadap hormone ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien
dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormone tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, Cyclic adenosine monophosphate,
dan penurunan kepadatan reseptor alfa (Tjokroprawiro et al, 2015).

D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala dari tiroid yaitu :

1. Peningkatan frekuensi denyut jantung


2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan
terhadap katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot (exoptalmus)

E. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan


yaitu menangani faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid
yang berlebihan, menghambat pelepasan hormon tiroid, dan melawan
efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo). Penatalaksanaan medis
krisis tiroid meliputi:
1. Koreksi hipertiroidisme
a. Menghambat sintesis hormon tiroid.
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol.
PTU lebih banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4
menjadi T3 di perifer. PTU diberikan lewat selang NGT dengan
dosis awal 600-1000 mg kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam.
Metimazol diberikan dengan dosis 20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan
dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.

b. Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk


Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan
dosis 5 tetes tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan
dosis terbagi 4.

c. Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer


Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan
kortikosteroid.

d. Menurunkan kadar hormon secara langsung


Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi
tukar, dan charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila
dengan pengobatan konvensional tidak berhasil.

e. Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau
total). Menormalkan dekompensasi homeostasis

f. Terapi suportif
Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena

a) Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen


b) Multivitamin, terutama vitamin B
c) Obat aritmia, gagal jantung kongstif
d) Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
e) Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan
karena dapat meningkatkan kadar T3 dan T4)
2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin.
Reserpin dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta
bloker. Beta bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol.
Penggunaan propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid,
tetapi mengatasi gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi
jantung dengan cara menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin.
Tujuan dari terapi adalah untuk menurunkan konsumsi oksigen
miokardium, penurunan frekuensi jantung, dan meningkatkan curah
jantung.
3) Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari
fokus infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga
foto dada (Bakta & Suastika, 1999).
F. Pathway
( Tjokroprawiro, Askandar : 2015)

Faktor Pencetus

Infeksi, pembedahan (tiroid Tumor hipofisis, obat-


Autoimun atau nontiroid), terapi obatan (Amiodaron)
radioaktif, stress emosi,
(Grave’s disease)
cerebral vascular accident

Hiperaktivitas kelenjar tiroid

Kadar hormon
tiroid

Tirotoksiskosis

Krisis Tiroid

Aktivitas saraf Laju metabolisme Kadar kalsium


simpatis

Kontraktilitas Sekresi getah pencernaan Otot kekurangan


jantung dan gerak peristaltik kalsium

Kerja otot menurun


Takikardi Diare

Pengeluaran cairan aktif Hambatan Mobilitas


Penurunan Curah Fisik
berlebihan
Jantung

Kekurangan Volume Cairan


G. Pengkajian Keperawatan
Kasus pemicu :
Ny dora umur 57 tahun, mengalami penurunan kesadaran, keringat
berlebih, TD : 160/110 mmHg, suhu 40 0C, nadi 123 kali/menit, RR 32
kali/menit. Riwayat penyakit tiroid 5bulan lalu
1. Pengkajian fokus
a. Identitas Klien
Hal yang perlu dikaji pada identitas klien yaitu nama, umur,
suku/bangsa, agama, pendidikan, alamat, lingkungan tempat
tinggal.
b. Keluhan Utama
c. Riwayat Penyakit
1) Riwayat penyakit sekarang
a) Alasan masuk rumah sakit
b) Waktu kejadian hingga masuk rumah sakit
c) Mekanisme atau biomekanik
d) Lingkungan keluarga, kerja, masyarakat sekitar
2) Riwayat penyakit dahulu
a) Perawatan yang pernah dialami
b) Penyakit lainnya antara lain DM, Hipertensi, PJK,
hipertiroid
3) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit yang diderita oleh anggota keluarga.
2. Pengkajian primer
1) Airway / Jalan Napas
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look, listen,
feel.
a) Look
Lihat status mental, pergerakan/pengembangan dada,
terdapat sumbatan jalan napas/tidak, sianosis, ada tidaknya

11
retraksi pada dinding dada, ada/tidaknya penggunaan otot-
otot tambahan.
b) Listen
Mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada
bunyi napas tambahan seperti snoring, gurgling, atau
stidor.
c) Feel
Merasakan ada aliran udara pernapasan, apakah ada
krepitasi, adanya pergeseran / deviasi trakhea, ada
hematoma pada leher, teraba nadi katotis atau tidak.

2) Breathing / Pernapasan
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look, listen,
feel.
a) Look
Nadi karotis / tidak, frekuensi pernapasan ada / tidak dan
tidak terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran
menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal,
periksa penggunaan otot bantu.
b) Listen
Mendengar hembusan napas
c) Feel
Tidak ada pernapasan melalui hidung / mulut

3) Circulation / Sirkulasi
Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada klien, kualitas
dan karakternya.
a) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis.
b) Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
Alert (A)
Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya /
tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa.
Respon Verbal (V)
Klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
Respon Nyeri (P)
Klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
Tidak Berespon (U)
Tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
c) Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare terdapat beberapa jenis
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada
kelenjar tiroid.
a. Test  T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4
serum dengan tekhnik radioimunoassay atau 
pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5
dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi
peningkatan pada krisis tiroid.
b. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan
terikat, atau T3 total dalam serum dengan batas normal
adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.
c. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak
langsung kadar TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah
untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada.
Nilai Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35% (
fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang

13
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat
yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone
tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
d. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting
artinya dalam menegakkan diagnosis serta
penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan
kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar
tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh
penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
e. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan
TSH dihipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil
test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas
dan sensitifitasnya meningkat.
f. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4
dapat diukur kadarnya dalam serum dngan hasil yang
bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk
tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma
tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.    

Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis


maka diagnosis krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada
gambaran laboratoris. Jika gambaran klinis konsisten dengan krisis
tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena menunggu konfirmasi hasil
pemeriksaan laboratorium atas tirotoksikosis. Kecurigaan  akan
terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat.
Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad
1. Menghebatnya tanda tirotoksikosis
2. Kesadaran menurun
3. Hipertermi.

Apabila terdapat tiroid maka dapat meneruskan dengan


menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch – Wartofsky.
Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi
susunan saraf.

H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
(D.0005).
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
(D.0008).
3. Resiko Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat penurunan aliran arteri dan/atau vena
(D.0009).
4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
(D.0130)
5. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus (D.0020)
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan akibat hipermetabolisme
(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017)

15
I. Intervensi dan Rasional Keperawatan

No Tujuan dan
Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1. Setelah dilakukan Manajemen jalan napas / - Mengetahui tingkat
tindakan Pemantauan Respirasi keparahan masalah
keperawatan - Observasi pola napas respirasi pasien.
diharapkan pola (frekuensi, kedalaman, - Mengukur presentase
nafas teratur dan usaha napas) dan bunyi oksigen yang diikat
normal dengan napas (mis. Gurgling, hemoglobin di dalam
kriteria hasil : wheezing, ronkhi, snoring) aliran darah.
a. RR dalam - Monitor saturasi oksigen - Mencegah terjadinya
rentang - Pertahankan kepatenan dyspnea atau apnea.
normal (16- jalan napas dengan head- - Membantu
24x/menit) tilt dan chin-lift (jaw- mengembalikan fungsi
b. Saturasi thrust jika curiga trauma normal pertukaran
oksigen > servikal) udara.
95% - Berikan terapi oksigen

2. Setelah dilakukan  Intervensi Utama : - Mengidentifikasi untuk


tindakan Perawatan Jantung menentukan tingkat
keperawatan - Identifikasi tanda/gejala keparahan dan
diharapkan tidak primer penurunan curah menentukan intervensi
terjadi penurunan jantung (meliputi dyspnea, selanjutnya.
curah jantung kelelahan, edema,
dengan kriteria ortopnea, paroxysmal
hasil : nocturnal dyspnea,
a. Tanda-tanda peningkatan CVP)
vital dalam - Identifikasi tanda/gejala
batas normal sekunder penurunan curah
b. Frekuensi dan jantung (meliputi
irama jantung peningkatan berat badan,
terkontrol hepatomegaly, distensi
c. Apnea teratasi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria,
batuk, kulit pucat)
- Monitor EKG 12 sadapan
untuk perubahan ST dan T - Membaca frekuensi
- Gunakan stoking elastis dan irama jantung.
atau pneumatic intermitten - Untuk mengkompresi
dan meningkatkan
Manajemen alat pacu sirkulasi melaju ke atas
jantung ke arah jantung
- Identifikasi indikasi - Menentukan alat pacu
pemasangan alat pacu jantung yang akan
jantung dan alat yang digunakan
dibutuhkan - Mencegah terjadinya
- Monitor komplikasi komplikasi setelah
pemasangan alat pacu dilakukan pemasnagan
jantunng (mis. alat pacu jantung
Pneumotoraks, - Memberikan rasa aman
hemotoraks, perforasi, dalam menjalankan
miokard, tamponade tindakan terhadap
jantung, hematoma, pasien
infeksi) - Menyiapkan alat yang
- Sediakan informed consent tepat
- Siapkan alat pacu jantung, - Mengetahui
pasang elektroda alat pacu perkembangan jantung
jantung transkutan setelah dilakukan
eksternal pemasangan alat pacu
- Analisis kemajuan pompa jantung
jantung setelah

17
pemasangan alat pacu
jantung
3. Setelah dilakukan  Intervensi Utama : - Sirkulasi perifer dapat
tindakan Perawatan sirkulasi / menunjukan tingkat
keperawatan Manajemen sirkulasi perifer keparahan penyakit
diharapkan - Periksa sirkulasi perifer (mis. serta pulsasi perifer yang
perfusi ke perifer Nadi perifer, edema, lemah menimbulkan
kembali normal pengisian kapiler, warna, penurunan kardiak
dengan kriteria suhu, anklebrachial index) output.
hasil : - Lakukan hidrasi - Memenuhi kebutuhan
a. TTV dalam cairan dan elektrolit
batas normal Pemantauan Hemodinamik dalam tubuh.
b. Warna kulit - Monitor frekuensi dan irama - Mengetahui masalah
normal jantung, TDS, TDD, MAP, hemodinamik untuk
c. Suhu kulit bentuk gelombang menentukan tingkat
hangat hemodinamik keparahan penyakit.
d. Nilai - Untuk mengukur kadar
laboratorium  Intervensi Pendukung : oksigen, karbondioksida
(AGD) dalam Manajemen Asam Basa dan tingkat asam basa
batas normal - Ambil specimen darah arteri dalam darah.
untuk pemeriksaan AGD - Untuk membantu
- Kolaborasi pemberian mengembalikan fungsi
ventilasi mekanik, jika perlu normal pertukaran udara.
-
4 Setelah dilakukan  Pantau - Mengetahui
tindakan - suhu minimal setiap 2 jam kemungkinan adanya
keperawatan sekali, sesuai kebutuhan kenaikan suhu secara
1x24 jam - adanya aktivitas kejang mendadak
diharapkan - hidrasi secara teratur (turgor - Kenaikan suhu yang
dengan kriteria kulit dan kelembapan tinggi dapat
hasil : membran mukosa) menimbulkan kejang
a. suhu normal  Intervensi - Hipertermi akan
36,50 – 37,5 - Berikan kompres air biasa meningkatkan
0C pada aksila, kening, leher kebutuhan cairan dalam
b. Nadi dan dan lipatan paha. tubuh
pernapasan - Lepaskan pakaian yang - Dapat membantu
dalam rentan berlebihan dan tutupi pasien mengurangi demam.
normal (N= dengan pakaian yang tipis Penggunaan alkohol
60- - Berikan asupan cairan akan menyebabkan
100x/menit, intravena. kedinginan, peningkatan
RR= 16-  Kolaborasi suhu secara aktual.
20x/menit) - Berikan obat anti piretik Selain itu, alkohol dapat
c. Perubahan sesuai kebutuhan mengeringkan kulit.
warna kulit - Berikan selimut dingin - Mempermudah
tidak ada pengeluaran panas
d. Keletihan - Untuk menyeimbangkan
tidak tampak antara pemasukan cairan
dengan pengeluarannya
- Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
- Digunakan untuk
mengurangi demam
yang umumnya lebih
besar dari 39,5o-40o C
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)

BAB III
PENUTUP

19
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa krisis tiroid adalah
kegawatan di bidang endokrin yang disebabkan karena dekompensata dari
tirotoksikosis. Dengan penyebab adanya infeksi, cabut gigi, operasi tiroid,
operasi non tiroid. Temuan klinis pada krisis tiroid terdapat peningkatan
frekuensi denyut jantung, penurunan berat badan, gangguan reproduksi.
Penanganan yang dilakukan pada pasien dengan krisis tiroid dengan
melakukan koreksi hipertiroidisme dan pemberian obat antiadrenergic
bertujuan untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan
frekuensi jantung. Pengkajian utama menggunakan pengkajian ABCD.
Diagnosa yang mungkin muncul Pola nafas tidak efektif, resiko penurunan
curah jantung, hipertemi.

DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Bakta, I Made & I Ketut Suastika. (1999). Gawat Darurat Di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC
Tjokroprawiro, Askandar et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam :
Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya : Airlangga University Press (AUP)

Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 3. Jakarta: EGC.

21

Anda mungkin juga menyukai