Askep Gadar Krisis Tiroid
Askep Gadar Krisis Tiroid
Makalah Seminar
Disusun Oleh :
1. Shiffa Arrizqi G2A016051
2. Dhia Ramadhani G2A016052
3. Shinta Mayang S G2A016053
4. Lia Anis Syafaah G2A016054
5. Muflikhatul U. G2A016055
6. Qurrata A’yun G2A016056
7. Tiara Widya H. G2A016057
8. Nihayatuzzulfah G2A016058
PENDAHULUAN
B. Tujuan Penulisan
Tujuan umum :
Mahasiswa dapat memahami asuhan keperawatan kegawatdaruratan
pasien dengan krisis tiroid.
Tujuan khusus :
1. Mahasiswa mengetahui pengertian dari krisis tiroid
2. Mahasiswa mengetahui etiologi dari krisis tiroid
3. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari krisis tiroid
4. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinik dari krisis tiroid
5. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan kegawatan dari krisis tiroid
6. Mahasiswa mengetahui pengkajian fokus kegawatan dari krisis tiroid
7. Mahasiswa mengetahui pathways keperawatan dari krisis tiroid
8. Mahasiswa mengetahui fokus intervensi dan rasional dari krisis tiroid
C. Metode Penulisan
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “ Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Krisis Thyroi” penulis menggunakan metedologi
penulisan berdasarkan literatur buku dan internet yang bersangkutan
dengan judul.
D. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode
Penulisan, Seistematika
Penulisan
BAB II KONSEP DASAR Pengertian, Ewtiologi,
Patofisiologi, Manifestasi
Klinik, Penatalaksanaan
Kegawatan, Pengkajian
Fokus Kegawatan,
Pathways Keperawatan,
Fokus Intervensi Dan
Rasional
BAB III PENUTUP Kesimpulan dan Saran
BAB II
TINJAUKAN PUSTAKA
A. Definisi
Krisis thyroid (thyroid strom, decompensated thyrotoxicosis)
merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa
yang diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ
(Bakta & Suastika, 1999).
Krisis tiroid adalah kegawatan di bidang endokrin yang disebabkan
karena dekompensata dari tirotoksikosis. Tirotoksikosis merupakan suatu
sindroma ditandai dengan gambaran klinis, fisiologis dan biokimia yang
menunjukkan bahwa jaringan tubuh terpapar dengan hormone tiroid yang
berlebihan: FT4 dan atau FT3 (Tjokroprawiro et al, 2015).
B. Etiologi
Krisis tiroid dapat terjadi akibat beberapa faktor penyebab sebagai
berikut (Tjokroprawiro et al, 2015) :
C. Patofisiologi
Pathogenesis krisis tiroid pada dasarnya belum diketahui secara
pasti. Peningkatan hormone tiroid yang beredar di dalam darah yang
semakin tinggi dapat dipastikan terjadinya krisis tiroid. Hipotalamus
menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang merangsang
kelenjar pituitary anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan hormone inilah yang memicu kelenjar tiroid
melepaskan hormone tiroid. Kelenjar inilah menghasilkan prohormone
thyroxine (T4) yang mengalami deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal
menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine (T3). T4 dan T3 terdapat
dalam 2 bentuk yaitu bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif secara
biologik dan bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG).
Kadar T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan
gambaran klinis pasien. Bentuk bebas ini mengatur kadar hormone tiroid
ketika keduanya beredar di sirkulasi darah yang menyuplai kelenjar
pituitary anterior. Terjadinya tirotoksikosis ini melibatkan autoimunitas
oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari kelenjar tiroid
yaitu TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor
TSH. Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada
patofisiologi penyakit ini. Kelenjar tiroid dirangsang terus menerus oleh
autoantibodi terhadap reseptor TSH dan berikutnya sekresi TSH ditekan
karena peningkatan produksi hormone tiroid. Autoantibodi tersebut paling
banyak ditemukan dari subkelas immunoglobulin (Ig)-G1. Antibody ini
menyebabkan pelepasan hormone tiroid dan TBG yang diperantarai oleh
Cyclic Adenosine Monophosphate (Cyclic AMP). Selain itu, antibody ini
juga merangsang uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan
kelenjar tiroid. Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh
dalam merespon hormone tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme
berat yang melibatkan banyak system organ dan merupakan bentuk paling
berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan pengaruh
hormone tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan
hormone tiroid (dengan tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya
intake hormone tiroid oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel
terhadap hormone ini sudah terlalu tinggi untuk bertahannya nyawa pasien
dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa hormone tiroid dapat
meningkatkan kepadatan reseptor beta, Cyclic adenosine monophosphate,
dan penurunan kepadatan reseptor alfa (Tjokroprawiro et al, 2015).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Smeltzer dan Bare (2002) tanda dan gejala dari tiroid yaitu :
E. Penatalaksanaan
e. Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau
total). Menormalkan dekompensasi homeostasis
f. Terapi suportif
Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan
cairan intravena
Faktor Pencetus
Kadar hormon
tiroid
Tirotoksiskosis
Krisis Tiroid
11
retraksi pada dinding dada, ada/tidaknya penggunaan otot-
otot tambahan.
b) Listen
Mendengar aliran udara pernapasan, suara pernapasan, ada
bunyi napas tambahan seperti snoring, gurgling, atau
stidor.
c) Feel
Merasakan ada aliran udara pernapasan, apakah ada
krepitasi, adanya pergeseran / deviasi trakhea, ada
hematoma pada leher, teraba nadi katotis atau tidak.
2) Breathing / Pernapasan
Pemeriksaan / pengkajian menggunakan metode look, listen,
feel.
a) Look
Nadi karotis / tidak, frekuensi pernapasan ada / tidak dan
tidak terlihat adanya pergerakan dinding dada, kesadaran
menurun, sianosis, identifikasi pola pernapasan abnormal,
periksa penggunaan otot bantu.
b) Listen
Mendengar hembusan napas
c) Feel
Tidak ada pernapasan melalui hidung / mulut
3) Circulation / Sirkulasi
Periksa denyut nadi karotis dan brakhialis pada klien, kualitas
dan karakternya.
a) Periksa perubahan warna kulit seperti sianosis.
b) Disability
Pengkajian kesadaran dengan metode AVPU meliputi :
Alert (A)
Klien tidak berespon terhadap lingkungan sekelilingnya /
tidak sadar terhadap kejadian yang menimpa.
Respon Verbal (V)
Klien tidak berespon terhadap pertanyaan perawat.
Respon Nyeri (P)
Klien tidak berespon terhadap respon nyeri.
Tidak Berespon (U)
Tidak berespon terhadap stimulus verbal dan nyeri.
c) Pemeriksaan penunjang
Menurut Smeltzer dan Bare terdapat beberapa jenis
pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada
kelenjar tiroid.
a. Test T4 serum
Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4
serum dengan tekhnik radioimunoassay atau
pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5
dan 11,5 µg/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi
peningkatan pada krisis tiroid.
b. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan
terikat, atau T3 total dalam serum dengan batas normal
adalah 70 hingga 220 µg/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.
c. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak
langsung kadar TBG tidak jenuh. Tujuannnya adalah
untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada.
Nilai Ambilan Resin T3 normal adal 25% hingga 35% (
fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
13
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat
yang ada pada TBG sudah ditempati oleh hormone
tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
d. Test TSH ( Thyroid – Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting
artinya dalam menegakkan diagnosis serta
penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan
kelainan yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar
tiroid sendiri dengan kelainan yang disebabkan oleh
penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
e. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan
TSH dihipofisis dan akan sangat berguna apabila hasil
test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas
dan sensitifitasnya meningkat.
f. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4
dapat diukur kadarnya dalam serum dngan hasil yang
bisa diandalkan melalui pemeriksaan
radioimunnoassay. Pemeriksaan ini diperlukan untuk
tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma
tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
(D.0005).
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
(D.0008).
3. Resiko Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan gangguan
aliran darah sekunder akibat penurunan aliran arteri dan/atau vena
(D.0009).
4. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
(D.0130)
5. Diare berhubungan dengan meningkatnya peristaltik usus (D.0020)
6. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan akibat hipermetabolisme
(Tim Pokja SDKI PPNI, 2017)
15
I. Intervensi dan Rasional Keperawatan
No Tujuan dan
Intervensi Rasional
Dx Kriteria Hasil
1. Setelah dilakukan Manajemen jalan napas / - Mengetahui tingkat
tindakan Pemantauan Respirasi keparahan masalah
keperawatan - Observasi pola napas respirasi pasien.
diharapkan pola (frekuensi, kedalaman, - Mengukur presentase
nafas teratur dan usaha napas) dan bunyi oksigen yang diikat
normal dengan napas (mis. Gurgling, hemoglobin di dalam
kriteria hasil : wheezing, ronkhi, snoring) aliran darah.
a. RR dalam - Monitor saturasi oksigen - Mencegah terjadinya
rentang - Pertahankan kepatenan dyspnea atau apnea.
normal (16- jalan napas dengan head- - Membantu
24x/menit) tilt dan chin-lift (jaw- mengembalikan fungsi
b. Saturasi thrust jika curiga trauma normal pertukaran
oksigen > servikal) udara.
95% - Berikan terapi oksigen
17
pemasangan alat pacu
jantung
3. Setelah dilakukan Intervensi Utama : - Sirkulasi perifer dapat
tindakan Perawatan sirkulasi / menunjukan tingkat
keperawatan Manajemen sirkulasi perifer keparahan penyakit
diharapkan - Periksa sirkulasi perifer (mis. serta pulsasi perifer yang
perfusi ke perifer Nadi perifer, edema, lemah menimbulkan
kembali normal pengisian kapiler, warna, penurunan kardiak
dengan kriteria suhu, anklebrachial index) output.
hasil : - Lakukan hidrasi - Memenuhi kebutuhan
a. TTV dalam cairan dan elektrolit
batas normal Pemantauan Hemodinamik dalam tubuh.
b. Warna kulit - Monitor frekuensi dan irama - Mengetahui masalah
normal jantung, TDS, TDD, MAP, hemodinamik untuk
c. Suhu kulit bentuk gelombang menentukan tingkat
hangat hemodinamik keparahan penyakit.
d. Nilai - Untuk mengukur kadar
laboratorium Intervensi Pendukung : oksigen, karbondioksida
(AGD) dalam Manajemen Asam Basa dan tingkat asam basa
batas normal - Ambil specimen darah arteri dalam darah.
untuk pemeriksaan AGD - Untuk membantu
- Kolaborasi pemberian mengembalikan fungsi
ventilasi mekanik, jika perlu normal pertukaran udara.
-
4 Setelah dilakukan Pantau - Mengetahui
tindakan - suhu minimal setiap 2 jam kemungkinan adanya
keperawatan sekali, sesuai kebutuhan kenaikan suhu secara
1x24 jam - adanya aktivitas kejang mendadak
diharapkan - hidrasi secara teratur (turgor - Kenaikan suhu yang
dengan kriteria kulit dan kelembapan tinggi dapat
hasil : membran mukosa) menimbulkan kejang
a. suhu normal Intervensi - Hipertermi akan
36,50 – 37,5 - Berikan kompres air biasa meningkatkan
0C pada aksila, kening, leher kebutuhan cairan dalam
b. Nadi dan dan lipatan paha. tubuh
pernapasan - Lepaskan pakaian yang - Dapat membantu
dalam rentan berlebihan dan tutupi pasien mengurangi demam.
normal (N= dengan pakaian yang tipis Penggunaan alkohol
60- - Berikan asupan cairan akan menyebabkan
100x/menit, intravena. kedinginan, peningkatan
RR= 16- Kolaborasi suhu secara aktual.
20x/menit) - Berikan obat anti piretik Selain itu, alkohol dapat
c. Perubahan sesuai kebutuhan mengeringkan kulit.
warna kulit - Berikan selimut dingin - Mempermudah
tidak ada pengeluaran panas
d. Keletihan - Untuk menyeimbangkan
tidak tampak antara pemasukan cairan
dengan pengeluarannya
- Digunakan untuk
mengurangi demam
dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.
- Digunakan untuk
mengurangi demam
yang umumnya lebih
besar dari 39,5o-40o C
(Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018)
BAB III
PENUTUP
19
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa krisis tiroid adalah
kegawatan di bidang endokrin yang disebabkan karena dekompensata dari
tirotoksikosis. Dengan penyebab adanya infeksi, cabut gigi, operasi tiroid,
operasi non tiroid. Temuan klinis pada krisis tiroid terdapat peningkatan
frekuensi denyut jantung, penurunan berat badan, gangguan reproduksi.
Penanganan yang dilakukan pada pasien dengan krisis tiroid dengan
melakukan koreksi hipertiroidisme dan pemberian obat antiadrenergic
bertujuan untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan
frekuensi jantung. Pengkajian utama menggunakan pengkajian ABCD.
Diagnosa yang mungkin muncul Pola nafas tidak efektif, resiko penurunan
curah jantung, hipertemi.
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(Definisi dan Indikator Diagnostik). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Bakta, I Made & I Ketut Suastika. (1999). Gawat Darurat Di Bidang Penyakit
Dalam. Jakarta : EGC
Tjokroprawiro, Askandar et al. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam :
Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya : Airlangga University Press (AUP)
Smeltzer dan Bare.2002.Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8.
Volume 3. Jakarta: EGC.
21