Anda di halaman 1dari 18

Pendidikan agama islam

PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM.
Kelompok 3

Nama kelompok:
-Ziad abdul isa
-Rian suryana
-Mega pebriyanie
-Siti lutfiah
-Reza Shahab
-Puja Putri

13 JANUARI 2020
pendidikan agama islam.

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Karena berkat rahmat dan hidayahnya
Kami dapat menyelesaikan “MAKALAH TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN ISLAM PADA MASA
MODERN (MESIR)” ini.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada guru pembimbing dan pihak lainnya yang
telah membantu dan banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini.
Meskipun demikian kami menyadari makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar sempurnanya makalah ini.
Kami berharap, makalah ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua, serta dapat
menunjang pencapaian sasaran/tujuan terlaksananya makalah ini.

Karawang, 12 Januari 2020

Kelompok 3.

[Date]
1
pendidikan agama islam.

DAFTAR PUSTAKA
Kata Pengantar 1

Daftar Isi 2
BAB 1 PENDAHULUAN 3
BAB 2 PEMBAHASAN 4 A. PENGERTIAN PEMBAHARUAN 5
B. PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR 6
1. Latar Belakang Sejarah Pembaharuan di Mesir 7
2. TOKOH-TOKOH PEMBAHARUAN DI MESIR DAN PEMIKIRANNYA 8
A. MUHAMAD ALI PASYA 9
B. AL-TAHTAWI 10

C. JAMALUDDIN AL-AFGANI 11

D. MUHAMAD ABDUH 12

E. MURID DAN PENGIKUT MUHAMAD ABDUH 13

1. RASYID RIDHA 14

2. QOSIM AMIN 15

3. ALI MUBAROK 16

4. THAHA HUSAIN 17

5. SA’AD ZAGLUL 18

BAB III KESIMPULAN 19


DAFTAR PUSTAKA 20

BAB I
PENDAHULUAN
[Date]
2
pendidikan agama islam.

BAB II
PENBAHASAN
[Date]
3
pendidikan agama islam.

A. Pengertian pembaharuan
Kedatangan Napoleon di Mesir pada 1798 merupakan momentum penting dari perkembangan
Islam. Kedatangan “penakluk dari Prancis” ini tidak hanya membuka mata kaum muslim akan
apa yang dicapai oleh peradaban Barat di bidang sains dan teknologi, tetapi juga menandai awal
kolonialisme Barat atas wilayah-wilayah Islam. Di antaranya akibat kontak itu di lingkuangan
elit muslim para penguasa dan kalangan cendikiawan gerakan pembaharuan Islam kembali
memperoleh gairah. Kaum muslim semakin intensif dan bersemangat mengkaji kembali doktrin-
doktrin dasar Islam khususnya dihadapkan pada kemajuan Barat. Kritik-kritik terhadap kondisi
umum masyarakat Islam bermunculan, seruan berjihad semakin nyaring terdengar, pandangan
lama yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup tidak hanya digugat, tetapi bahkan dianggap
sebagai cermin dari keterbelakangan intelektual. Tidak heran jika taqlid mendapat kritik pedas
dari kalangan pembaharu.
Meskipun kehadiran Barat telah memicu timbulnya respon dikalangan terpelajar muslim, kontak
dengan Barat bukanlah satu-satunya aktor yang menyebabkan munculnya gerakan pembaruan
dalam Islam. Di samping dalam batang tubuh doktrin doktrin Islam pembaharuan (tajdîd)
merupakan sesuatu yang intern, kondisi objektif umat Islam sendiri yang secara umum ditandai
oleh semakin memudarnya semangat keilmuan, kebekuan (jumûd) dibidang intelektual, dan
berkembang pesatnya tradisi yang mendekati syirik, merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan
begitu saja. Faktor-faktor itu sekaligus juga merupakan tantangan kaum muslim, tidak hanya
dalam tataran intelektual tetapi juga pada tataran empiris, seperti kekhalifahan yang berabad-
abad bertahan dalam Islam mulai digugat.

B. Pembaharuan Islam di Mesir


1. Latar Belakang Sejarah Pembaharuan di Mesir

[Date]
4
pendidikan agama islam.

Ketika melacak sejarah Mesir, akan lebih menarik dari munculnya (kekhalifahan) dinasti
Fatimiyah yang membangun Universitas Al-Azhar sebagai Perguruan Tinggi Islam besar tertua
yang dianggap mewakili peradaban dan basis ilmiah-intelektual pasca-klasik sampai modern,
yang kini dianggap masih ada dan tidak terhapus oleh keganasan perang, berbeda dengan
Universitas Nizamiyah di Bagdad yang hanya tinggal kenangan. Setelah keruntuhan Bagdad, Al-
Azhar dapat disimbolkan sebagai khasanah pewarisan bobot citra keagamaan yang cukup
berakar di dunia Islam. Tonggak inilah yang membawa Mesir memiliki aset potensial
dikemudian hari dalam gagasan-gagasan modernisme.
Setelah Dinasti Fatimiyah dan penerus-penerusnya dilanjutkan lagi oleh Sultan Mamluk sampai
tahun 1517 M, mereka inilah yang sanggup membebaskan Mesir dan Suriah dari peperangan
Salib serta yang membendung kedahsyatan tentara Mogol di bawah pimpinan Hulagu dan Timur
Lenk. Dengan demikian Mesir terbebaskan dari penghancuran dari pasukan Mogol sebagaimana
yang terjadi di dunia Islam yang lain.
Ketika Napoleon Bonaparte menginjakkan kakinya di Mesir pada tahun 1798, Mesir berada
dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Secara politik, negeri ini terbelah oleh dua kekuatan
yang saling menghancurkan. Yakni, kekuatan Mamluk yang berkuasa secara turun-temurun sejak
abad ke-13 dan kekuatan yang didukung oleh pemerintahan Utsmani di Istanbul.
Situasi kekuasaan dan pemerintahan di Mesir pada waktu itu sudah tidak dapat lagi dikatakan
stabil. Kekacauan, kemerosotan sosial kemasyarakatan sebagai wilayah yang selalu diperebutkan
dan diincar oleh negara-negara Islam kuat sungguh-sungguh membuat rakyat Mesir diliputi rasa
ketakutan. Perhatian untuk membangun pun sangat lemah, sebab setiap saat selalu dihantui oleh
perang. Dengan keadaan sedemikian lemah posisi Mesir, datanglah tentara Napoleon yang
melebarkan sayap imperialnya ke wilayah-wilayah lain yang mempunyai potensi kekayaan alam,
peradaban dan warisan-warisan historis yang memungkinkan untuk dijadikan batu pijakan bagi
kejayaan mereka dalam membangun impian menguasai dunia.
Kehadiran Napoleon ini sangat berarti bagi timbulnya pola pendidikan dan pengajaran Barat,
yang sedikit demi sedikit akan mengubah persepsi dan pola pemikiran umat Islam, dan ini sudah
barang tentu akan melahirkan semangat pengkajian dan pembaharuan dalam Islam.
Maka pada tahap perkembangannya pola pembaharuan Islam Kontemporer di Mesir lebih
mengarah kepada hal-hal berikut: Pertama, pembaharuan sistem berfikir artinya tata cara berfikir
umat Islam yang harus meninggalkan pola pikir tradisional yang dogmatik.Kedua, upaya
membangun semangat kolegial umat, agar memperoleh kesempatan melakukan aktualiasai ajaran
terutama partisipasi aktif dalam percaturan politik, ekonomi dan hukum di dunia, sebab selama
ini, umat Islam secara aktif tidak mampu memberikan partisipasinya dalam percaturan dunia.

[Date]
5
pendidikan agama islam.

2. Tokoh-Tokoh Pembaharuan di Mesir dan pemikirannya


Tokoh-tokoh pembaharuan dalam Islam di Mesir antara lain: Muhammad Ali Pasya, Al-Tahtawi,
Jamaludin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Rida dan murid serta pengikut Muhammad
Abduh seperti Muhammad Farid Wajdi, Tantawi Jauhari, Qasim Amin, Sa’ad Zaghlul, Ahmad
Lutfi al-Sayid, Ali Abdul Raziq dan Taha Husain.

A. Muhammad Ali Pasya


Muhammad Ali, adalah seorang keturunan Turki yang lahir di Kawalla,
Yunani, pada tahun 1765, dan meninggal di Mesir pada tahun 1849. Orang
tuanya bekerja sebagai seorang penjual rokok, dari kecil Muhammad Ali telah
harus bekerja. Ia tidak memperoleh kesempatan untuk masuk sekolah dengan
demikian dia tidak pandai membaca maupun menulis.
Meskipun ia tak pandai membaca atau menulis, namun ia adalah seorang anak
yang cerdas dan pemberani, hal itu terlihat dalam karirnya baik dalam bidang
militer ataupun sipil yang selalu sukses.
Sungguhpun Muhammad Ali Pasya tidak pandai baca tulis, tetapi ia memahami betapa
pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan untuk kemajuan suatu negara. Ini terbukti
dengan dibentuknya Kementerian Pendidikan untuk pertama kalinya di Mesir, dibuka sekolah
militer (1815), sekolah teknik (1816), sekolah ketabibaban (1836), dan sekolah penerjemahan
(1836).
Muhammad Ali Pasya berpendapat bahwa kekuasaan dapat dipertahankan hanya dengan
dukungan militer yang kuat yang dibentuk melalui ekonomi dan pendidikan. Maka pembangunan
pendidikan, ekonomi dan militer segera dilakukan demi kelanggengan kekuasaannya di Mesir.
Modernisasi yang dilakukannya antara lain: mengirim mahasiswa ke Prancis, mendatangkan
dosen dari Prancis, mendirikan lembaga-lembaga pendidikan yang mempelajari ilmu militer,
kesehatan, ekonomi dan penerjemahan.
Selain mendirikan sekolah beliau juga mengirim pelajar-pelajar ke Eropa terutama ke Paris +
300 orang. Setelah itu mereka kembali ke Mesir diberi tugas menerjemahkan buku-buku Eropa
ke dalam bahasa Arab, dan mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Mesir.
Keberhasilan di bidang militer telah merubah Mesir menjadi negara modern yang kekuatannya
mampu menandingi kekuatan militer Kerajaan Usmani, serta bermunculanlah para tokoh
intelektual di Mesir yang kelak melanjutkan gagasan-gagasan beliau khususnya dalam bidang
pendidikan.
Sepintas pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Ali hanya bersifat keduniaan saja,
namun dengan terangkatnya kehidupan dunia umat Islam sekaligus terangkat pula derajat
keagamaannya. Pembaharuan yang dilaksanakan oleh Muhammad Ali merupakan landasan
pemikiran dan pembaharuan selanjutnya. Pembaharuan Muhammad Ali dilanjutkan oleh

[Date]
6
pendidikan agama islam.

Tahtawi, Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan murid-murid


Muhammad Abduh lainnya.

B. Al-Tahtawi

Thahthawi dilahirkan di Thahta, sebuah kota kecil di


Mesir, tiga tahun setelah Napoleon menginjakkan
kakinya di Mesir. Ia melewati masa kecilnya di kota itu,
mempelajari ilmu-ilmu agama dan mendengarkan cerita-
cerita kejayaan Islam masa silam. Ia selalu tertarik
mendengar kisah-kisah semacam itu, satu hal yang
kemudian sangat mempengaruhi perjalanan
intelektualnya.
Thahthawi tinggal di Prancis selama lima tahun.
Sekembalinya ke Mesir, ia menuliskan pengalaman hidupnya selama berada di Paris dalam
sebuah buku yang kemudian menjadi salah satu sumber penting sejarah pemikiran modern dalam
Islam. Yakni, Takhlis al-Ibriz ila Talkhis Bariz. Dalam buku ini, Thahthawi memuji pencapaian
yang dilakukan negara-negara Eropa, khususnya Prancis. Ia menggambarkan kondisi Prancis
yang bersih, anak-anak yang sehat, orang-orang yang sibuk bekerja, semangat belajar yang
terpancar dari wajah kaum mudanya, dan kelebihan-kelebihan lainnya yang ia saksikan selama
berada di Prancis. Selain memberikan pujian, Thahthawi juga memberikan beberapa kritikan
terhadap masyarakat Prancis. Ia mengatakan bahwa kaum pria di negeri itu telah menjadi budak
para wanitanya dan orang-orang Prancis pada umumnya sangat materialistis.
Bagi al-Tahtawi, pendidikan itu sebaiknya dibagi dalam tiga tahapan. Tahap I adalah pendidikan
dasar, diberikan secara umum kepada anak-anak dengan materi pelajaran dasar tulis baca,
berhitung, al-Qur’an, agama, dan matematika. Tahap II, pendidikan menengah, materinya
berkisar pada ilmu sastra, ilmu alam, biologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu keterampilan. Tahap
III, adalah pendidikan tinggi yang tugas utamanya adalah menyiapkan tenaga ahli dalam
berbagai disiplin ilmu.
Dalam proses belajar mengajar, al-Tahtawi menganjurkan terjalinnya cinta dan kasih sayang
antara guru dan murid, laksana ayah dan anaknya. Pendidik hendaknya memiliki kesabaran dan
kasih sayang dalam proses belajar mengajar. Ia tidak menyetujui penggunaan kekerasan,
pemukulan, dan semacamnya, sebab merusak perkembangan anak didik.
Dari buku-buku yang diterjemahkannya, terlihat kecenderungan Thahthawi terhadap filsafat
politik. Satu tema yang kemudian menjadi isu sentral dari pemikiran-pemikirannya, khususnya
ketika ia berbicara tentang kondisi Mesir dan bangsa Arab modern. Sayangnya, lembaga
penerjemahan yang sangat berjasa itu harus ditutup ketika penguasa Mesir yang juga cucu
Muhammad Ali, Abbas Hilmi I, mulai tidak menyukainya dan “membuang”-nya ke Khortoum,
Sudan. Baru pada pemerintahan Sa’id, anak keempat Muhammad Ali menggantikan

[Date]
7
pendidikan agama islam.

kemenakannya, ia diperbolehkan pulang ke Kairo, dan kembali memegang peranan dalam


gerakan penerjemahan buku-buku asing.
Pada pemerintahan Ismail, cucu Muhammad Ali yang lain, Thahthawi dilibatkan berbagai
kegiatan ilmiah, termasuk menjadi anggota komisi penerbitan pemerintah di Boulaq yang
kemudian populer dengan sebutan “mathba’ah boulaq.” Di Boulaq, Thahthawi memberi banyak
masukan buku-buku berbahasa Arab klasik yang perlu diterbitkan. Di antaranya al-Muqaddimah
karya Ibn Khaldun yang populer itu. Di samping kesibukannya sebagai penerjemah dan
mengawasi proyek penerjemahan, Thahthawi masih menyempatkan menulis beberapa buku
penting. Di antaranya al-Mursyid al-Amin li al-Banat wa al-Banin yang ditulis untuk generasi
muda dan Manahij al-Albab al-Mishriyya fi Mabahij al-Adab al-‘Ashriyya tentang sosiologi
Mesir.
Dalam hal agama dan peranan ulama, al-Tahtawi menghendaki agar para ulama selalu mengikuti
perkembangan dunia modern dan mempelajari berbagai ilmu pengetahuan modern. Diantara
hasil-hasil karyanya yang terpenting adalah:
a) Takhlisul Abriiz Ila Takhrisu Bariiz.
b) Manahijul Bab Al-Mishriyah fi Manahijil Adab al-Ashriyah.
c) Al-Mursyid al-amin lil banaat wal banien.
d) Al-Qaulus sadid fi ijtihad wat taliid.
e) Anwar taufiq al-jalil fi akhbari mishra wa tautsiq bani Isra’il.

C. Jamaluddin al-Afgani
Jamaluddin Al Afghani lahir di Asadabad Afganistan pada
tahun 1838 sebagai seorang anak dengan kualitas Intelektual yang
sangat luar biasa. Ia meninggal dunia pada tahun 1897 M. Dalam
silsilah keturunannya al-Afghani adalah keturunan Nabi melalui
Sayyidina Ali ra. Pada umur 18 tahun ia telah menguasai berbagai
cabang ilmu pengetahuan, filsafat, politik, ekonomi, hukum dan
agama. Karena keluasan ilmu pengetahuan yang dimilikinya,
maka pada saat umur 18 tahun tersebut ia telah mempesona dunia
intelektual dan politik dengan gaya agitasinya yang sungguh
menakjubkan. Ketika baru berusia dua puluh dua tahun ia telah
menjadi pembantu bagi pangeran Dost Muhammad Khan di
Afghanistan. Di tahun 1864 ia menjadi penasehat Sher Ali Khan.
Beberapa tahun kemudian ia diangkat oleh Muhammad A’zam
Khan menjadi Perdana Menteri. Pengaruh agitasinya telah melahirkan suatu revolusi di
Afganistan (Kabul) yang memaksa dia harus mengungsi ke India untuk kali pertama pada 1867,
sebagai awal dari petualangan keilmuan dan politiknya.
Jamaludin Al-Afgani adalah seorang pemimpin pembaharuan dalam Islam yang tempat tinggal
dan aktivitasnya berpindah dari satu negara ke negara Islam lainnya. Pengaruh terbesar

[Date]
8
pendidikan agama islam.

ditinggalkan di Mesir. Ketika zaman Al Tahtawi buku-buku diterjemahkan sudah menyebar dan
di dalamnya terdapat salah satunya ide trias politika dan patriotisme, maka pada tahun 1879
Al-Afgani membentuk partai al-Hizb al-Wathan ( Partai Nasionalis) dengan slogan Mesir untuki
orang Mesir mulai kedengaran dengan memperjuangkan universal, kemerdekaan pers dan
pemasukan unsur-unsur Mesir ke dalam bidang militer.
Pembaharuan Pendidikan yang dilakukan Al-Afghani adalah didasari pada pendapatnya bahwa
Islam adalah relevan pada setiap zaman, kondisi, dan bangsa. Untuk itu kemunduran umat Islam
adalah karena tidak diterapkannya Islam dalam segala segi kehidupan dan meninggalkan ajaran
Islam murni. Jalan untuk memperbaiki kemunduran Islam hanyalah dengan membuang segala
bentuk pengertian yang bukan berasal dari Islam, dan kembali pada jaran Islam murni. Selain itu
beliau juga dikenal sebagai pejuang prinsip egaliter yang universal. Salah satu gagasannya
adalah persamaan manusia antara laki-laki dan perempuan. Menurutnya keduanya mempunyai
akal untuk berpikir, maka tidak ada tantangan bagi wanita bekerja di luar jika situasi
menginginkan.
Ini membuktikan bahwa pendidikan bagi beliau mendapat prioritas utama agar umat Islam bisa
bangkit dari keterpurukan menuju kemajuan. Dalam hal menuntut ilmu tidak dibatasi kepada
laki-laki saja melainkan perempuan pun harus ikut andil dalam bidang pendidikan tersebut.
Kemudian, pada tahun 1892 ia pergi ke Istanbul atas undangan Sultan Abdul Hamid, namun
kemudian ia terjebak dan tidak bisa keluar dari Istanbul karena dijadikan tahanan hingga ia wafat
pada 9 Maret tahun 1897 terkena serangan kangker rahang.

D. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di desa Mahillah di Mesir Hilir,
ibu bapaknya adalah orang biasa yang tidak
mementingkan tanggal dan tempat lahir anak-anaknya. Ia
lahir pada tahun 1849, tetapi ada yang mengatakan bahwa
ia lahir sebelum tahun itu, tetapi sekitar tahun 1845 dan
beliau wafat pada tahun 1905. Ayahnya bernama Abduh
ibn Hasan Khairillah, silsilah keturunan dengan bangsa
Turki, dan ibunya mempunyai keturunan dengan Umar
bin Khatab, khalifah kedua (khulafaurrasyidin).
Orang tuanya sangat memperhatikan pendidikannya. Pada
tahun1862 ia dikirim oleh ayahnya ke perguruan agama di
mesjid Ahmadi yang terletak di desa Tanta . Hanya dalam
waktu enam bulan ia berhenti karena tidak mengerti apa
yang diajarkan gurunya. Pada umur 10 tahun (th. 1859) ia
telah mampu menghafal Al Qur’an.
Muhammad Abduh terlahir di desa dan keluarga kelas
bawah dan mengenyam pendidikan yang menggunakan

[Date]
9
pendidikan agama islam.

metode menghafal di luar kepala, seperti yang ditulisnya dalam pengalaman hidupnya sebagai
berikut:
“ Satu setengah tahun saya belajar di masjid Syekh Ahmad dengan tak mengerti suatu apapun.
Ini karena metodenya yang salah, guru-guru mulai mengajak kita dengan menghafal istilah-
istilah nahwu atau fiqh yang tak kita ketahui artinya. Guru-guru tak merasa penting apa kita
mengerti atau tidak mengerti arti-arti istilah itu”.
Muhammad Abduh bergabung dengan Jamaludin Al Afgani, ia mendirikan geraka politik dan
keagamaan yang disebut Urwa al-Wusqa dan menerbitkan majalah Al Manar. Pada Tahun 1988
ia kembali ke Mesir dan menjabat sebagai mufti besar pada tahun 1889. Pada tahun 1894
menjadi dewan Majlis Agung Universitas Al-Azhar dan pada tahun 1897 menerbitkan karya
teologi dan hukum dengan judul Risalat al-Tauhid.
Muhammad Abduh ketika terjadi kemerosotan kondisi Islam pada saat itu sangat mengganggu
hati dan pikirannya, dia mengikuti pemikiran Ibnu Taimiyah yang mencela tahayul dan bid’ah
yang telah mencemari keimanan. Maka timbul gagasan pembaharuan intelektual dan politik,
agama serta unifikasi politik di bawah satu pemimpin utama. Ia menebarkan pemikiran bahwa
pada dasarnya tidak ada pertentangan antara Islam dengan ilmu pengetahuan. Dia menafsirkan
beberapa ayat al-Qur`an secara rasional dan mengakui kekurangan skolatisisme Islam.
Muhammad Abduh adalah tokoh pembaharuan yang banyak perhatiannya dalam bidang
pendidikan dengan cara berusaha keras melakukan penyadaran intelektual karena menurutnya
pendidikan merupakan lembaga strategis untuk mengadakan perubaha-perubahan sosial secara
sistematik. Politik hanyalah jalan untuk mendayagunakan ide-ide pembaharuannya yang pada
saat itu masih bersifat otokratis dan harus berhadapan dengan kekuatan kolonialisme asing.
Diantara gagasan dalam bidang pendidikan, Muhammad Abduh sangat menentang sistem
pendidikan dualisme, sekolah-sekolah umum harus diajarkan agama, dan sekolah-sekolah agama
harus diajarkan ilmu pengetahuan modern.
Muhammad Abduh dalam bidang politik tentang bentuk pemerintahan tidak menetapkan suatu
bentuk pemerintahan yang terpenting mengikuti perkembangan masyarakat dalam kehidupan
materi dan kebebasan berfikir. Hal ini nampaknya memiliki kesamaan pendapat dengan tokoh
Islam sebelumnya Ibnu Taimiyah yang berpendapat bahwa sistem pemerintahan disesuaikan
dengan kehendak umat melalui ijtihad. Kekuasaan negara harus harus dibatasi oleh konstitusi,
pemerintah wajib berlaku adil terhadap rakyat. Pemerintah yang adil wajib rakyat mematuhi dan
setia kepadanya.
Lebih jauh Muhammad Abduh menyalahkan para faqih dan penguasa pada saat itu yang
menyebabkan kebodohan, faqih tidak memahami politik dan bergantung kepada penguasa,
sedangkan penguasa tidak mempertanggung jawabkan kebijaksanaan dan tidak tahu cara
memerintah dan berlaku adil bahkan memanfaatkan fiqih untuk kepentingan penguasa.
Sedangkan dalam hal gender, menurut Abduh pria dan wanita memiliki hak dan kewajiban yang
sama, memiliki nalar dan perasaan yang sama dan jika wanita memiliki kualitas menjadi dan
kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku lagi.

[Date]
10
pendidikan agama islam.

Jamaludin al-Afgani dan Muhammad Abduh tidak menamakan dirinya sebagai mujadid, begitu
juga murid-muridnya lebih banyak menggunakan islah atau perbaiakan, karena memang
keduanya membawa perbaikan, pembaharuan dalam Islam dan membersihkan bid’ah-bid’ah
penyelewengan dalam Islam agar agama Islam kembali kepada keaslian dan kemurniannya.
Jamaludin Al-Afgani bercita-cita hendak melaksanakan tauhid tertinggi dalam Islam dengan
mempersatukan semua negara Timur dalam satu ikatan Islam dan membebaskan dirinya dari
penjajahan Barat. Sedangkan Muhammad Abduh ingin melaksanakan ajaran dalam memperbaiki
pendidikan Islam yang dimulai dengan memasukan pengetahuan umum ke dalam Al-Azhar dan
meratakan ajaran salaf yang tidak mengenal perselisihan mazhab, tetapi hanya mengenal al-
Qur`an dan sunnah sebagai sumber hukum Islam yang terpokok.
Diantara hasil karya Muhammad Abduh adalah :
1) Risâla at-Tauhid berisi tentang akidah, keagamaan dan isi pidato-pidato ketika di Beirut.
2) Syarah Kitab al- Bashâir an-Nashriyah
3) Tashnîf al-Qâdhi Zainudin ( tentang logika)
4) Al- Islâm wan Nashrâniyah ma’al ilmi wa al-madaniyah yang berisi tentang pembelaan
terhadap Islam dari serangan agama Kristen.
5) Tafsir al-Qur`an al-Hakîm dengan memasukan kajian filsafat al-Qur`an.
6) Majalah al-Manar
Rencana pembaharuan Muhammad Abduh antara lain:
1) Menyusun agama Islam kembali kepada bentuk yang asli.
2) Memperbaharui bahasa Arab.
3) Menuntut pengakuan hak-hak rakyat terhadap pemerintah.
Menurut pendapat Abduh agama dan pengetahuan tidak bertentangan antara satu sama lainnya
sehingga tidak mustahil akal dapat menerima kebenaran aturan agama, tanpa mengurangi
penghargaan terhadap kesucian wahyu Tuhan.
Usaha yang dilakukan oleh Abduh dalam mewujudkan gagasan pembaharuannya adalah melalui
Universitas al-Azhar. Menurutnya, seluruh kurikulum pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan
saat itu. Ilmu-ilmu filsafat dan logika yang sebelumnya tidak diajarkan, dihidupkan kembali.
Demikian juga dengan ilmu-ilmu umum perlu diajarkan di al-Azhar. Dengan memasukkan ilmu
pengetahuan modern ke lembaga-lembaga pendidikan agama dan sebaliknya, dimaksudkan
untuk memperkecil jurang pemisah antara golongan ulama dan ahli modern, dan diharapkan
kedua golongan ini bersatu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul di zaman
modern.
Muhammad Abduh dan kiprahnya dalam agenda pembaharuan islam kontemporer adalah sosok
pembaharu yang sangat kita kenal dan tidak mungkin terlupakan oleh sejarah pembaharuan Islam
di Mesir yaitu Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh. Kedua orang tersebut

[Date]
11
pendidikan agama islam.

mempunyai hubungan yang sangat dekat dan erat karena kedua tokoh tersebut adalah Guru dan
Murid. Namun demikian tidak berarti terdapat kesamaan visi dan pemberdayaan umat melalui
program pembaharuan Islam. Pembaharuan Jamaluddin Al Afghani adalah pembaharuan
(modernisasi) politik Islam yang menekankan adanya kebangkitan dan rasa solidaritas keIslaman
(Pan Islamisme) yang diaplikasikan dengan pendekatan radikal dan revolusioner, karena keadaan
pada saat itu menghendaki gerakan revolusioner untuk membangkitkan semangat keIslaman dan
keagamaan. Sedangkan Muhammad Abduh melakukan program pembaharuan pada segala
bidang dengan agenda aksi yang bersifat evolusi dan sentuhan kearah pergerakan pemikiran.
Pada saat menjadi rektor Universitas Al-Azhar tahun 1901, ia melakukan reformulasi system
pendidikan di lembaga kajian kebanggaan Islam tersebut. Ia mengatakan bahwa pendidikan
harus memperhatikan relevansi dan signifikansinya terhadap kehidupan manusia. Ada dua dasar
pertimbangan diberlakukannya pokok kajian keilmuan, yaitu : relevensi ilmu dengan alokasi
waktu yang dibutuhkan dan relevansi ilmu dengan kebutuhan hidup manusia (Human Needs).

E. Murid dan Pengikut Muhammad Abduh.

1. RASYID RIDHA
Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh
yang terdekat. Ia lahir pada tahun 1865 di Al-
Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak
jauh dari kota Tripoli (Suria). Ia berasal dari keturunan
al-Husain, cucu Nabi Muhammad SAW. Oleh karena
itu ia memakai gelar Al-sayyid depan namanya.
Semasa kecil ia dimasukkan ke madrasah tradisional
di Al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung dan
membaca Al-Qur’an di tahun 1882, ia melanjutkan
pelajaran di Al-Madrasah al-Wataniah Al-Islamiah
(Sekolah Nasional Islam) di Tripoli.
Setelah lulus di Madrasah al-Wathaniyah di Tripoli ia
meneruskan pendidikan di sekolah milik Syaikh
Husain al-Jisr, seorang yang telah dipengaruhi ide-
ide modern. Di Madrasah ini, selain bahasa arab
diajarkan pula bahasa Turki dan Prancis, dan
disamping pengetahuan-pengetahuan agama juga
pengetahuan-pengetahuan modern. Sekolah ini
didirikan oleh Al-Syaikh Husain Al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-
ide modern, tetapi umur sekolah tersebut tidak panjang. Kemudian Rasyid Ridha meneruskan
pelajarannya di salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli . Kemudian ia belajar ide-ide
pembaharaun Jamaludin al-Aghani dan Muhammad Abduh melalui majalah al-Urwah al-Wusqa.
Sewaktu Muhammad Abduh dibuang ke Beirut, ia mendapat kesempatan untuk berjumpa dan

[Date]
12
pendidikan agama islam.

berdialog. Kemudian pada bulan Januari 1898 ia pindah ke Mesir untuk belajar dan berguru
lebih dekat dengan Muhammad Abduh.
Ide-ide pembaharuan Rasyid Ridla beberapa diantaranya di bidang agama, pendidikan dan
bidang politik. Dalam bidang agama umat Islam lemah karena tidak mengamalkan ajaran agama
Islam yang murni melainkan ajaran yang sudah bercampur dengan kurafat dan bid’ah, sehingga
ajaran Islam harus kembali kepada Al-Quran dan sunnah Rasululah Saw dan tidak terikat kepada
ulama terdahulu yang tidak sesuai dengan tuntutan hidup modern. Lebih lanjut faham fanatisme
mazhab yang menyebabkan perpecahan umat Islam harus diganti dengan toleransi bermazhab.
Dalam bidang pendidikan ia sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan dengan cara
mendorong dan menghimbau untuk menggunakan kekayaan bagi pembangunan lembaga-
lembaga pendidikan Islam, membangun lembaga pendidikan lebih utama dari membangun
masjid. Ia juga membangun Sekolah Missi Islam dengan nama Madrasah ad-Da’wah wa al-
Irsyad dengan tujuan mencetak kader-kader mubaligh yang tangguh sebagai imbangan terhadap
sekolah misionaris kristen. Sedangkan di bidang politik ia pernah menjadi presiden kongres
Suriah pada tahun 1920. Ide-ide di bidang politik adalah tentang Ukhuwah Islamiyah yang
menyerukan umat Islam bersatu kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu
sistem pendidikan dan tunduk kepada sistem hukum dalam satu kekuasaan negara yang
berbentuk khilafah yang dibantu para ulama dan bertanggung jawab kepada ahlu al-hali wa-
al’aqdi yang anggota terdiri dari ulama dan tokoh masyarakat.
Pemikiran Pembaharuan Pendidikan Rasyid Ridha merasa perlu diadakan pembaharuan di
bidang pendidikan, dan melihat perlu ditambahkannya kedalam kurikulum mata pelajaran
berikut : teologi, pendidikan moral, sosiologi, ilmu bumi, sejarah, ekonomi, ilmu hitung,
kesehatan, bahasa asing, disamping fiqih, tafsir, hadist dan lain-lain.
Rasyid Ridha sebagai ulama yang selalu menambah ilmu pengetahuan dan selalu berjuang
selama hayatnya, ia meninggal pada tanggal 23 jumadil ula 1354/ 22 agustus 1935, ia meninggal
dunia dengan aman sambil memegang Al-Qur’an ditangannya.

2. QASIM AMIN
Qasyim Amin lahir dipinggiran kota Kairo pada tahun
1863, ayahnya keturunan Qurdi, tetapi menetap di Mesir, ia
belajar hukum di Mesir kemudian melanjutkan ke Prancis
sebagai mahasiswa tugas belajar dari pemerintah untuk
memperdalam ilmu hukum, setelah selesai dan pulang ke
Mesir ia bekerja pada pengadilan Mesir. Dalam hal
pembaharuan di masyarakat ia lebih mengutamakan dalam
hal memperbaiki nasib wanita. Ide inilah yang kemudian
dikupas Qasyim Amin dalam bukunya tahrir al-mar’ah
(“emansipasi wanita”). Wanita yang terbelakang dan
jumlahnya sekitar seperdua dari jumlah penduduk Mesir,
merupakan hambatan dalam pelaksanaan pembaharuan,

[Date]
13
pendidikan agama islam.

karena itu kebebasan dan pendidikan wanita perlu mendapat perhatian. Ide Qasyim Amin yang
banyak menimbulkan reaksi di zamannya ialah pendapat bahwa penutupan wajah wanita
bukanlah ajaran Islam.
Qasim amin adalah seorang ahli hukum lulusan Prancis, menurut Muhammad Abduh sang guru
wanita dalam Islam memiliki kedudukan tinggi, tetapi adat istiadat dari luar Islam yang
mengubah wanita memiliki kedudukan rendah di masyarakat. Dengan ide dari guru tersebut ia
mengupas tentang emansipasi wanita ( Tahrir al-Mar`ah) dengan berpendapat bahwa kaum
wanita harus memperoleh pendidikan. Wa nita harus diberikan hak yang sama dalam soal
perkawinan, memilih jodoh dan hak menuntut cerai serta menganjurkan monogami. Begitu juga
tentang penutupan wajah wanita bukan merupakan ajaran Islam. Penutupan wajah hanyalah
kebiasaan yang kemudian dianggap merupakan ajaran Islam. Wanita harus bergaul dengan kaum
pria, tidak ada pemisahan diantara keduanya.
Tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist adalah ajaran yang mengatakan bahwa wajah wanita
murupakan aurat dan oleh karena itu harus ditutup. Penutupan wajah adalah kebiasaan yang
kemudian dianggap sebagai ajaran Islam. Dan karena kritik dan protes terhadap ide inilah
Qasyim Amin melihat bahwa ia perlu memberi jawaban yang keluar dalam bentuk buku bernama
al-mar’ah al-jadilah (“wanita modern”). Ide-ide ini, tentu ada yang setuju dan ada pula yang
tidak setuju, tapi sekarang ini usaha itu sudah dapat dirasakan hasilnya.

3.ALI MUBAROK
Beliau dipandang sebagai pelopor pendidikan modern di
Mesir, karena mampu memadukan antara pendidikan yang
berazaskan Islam dengan pendidikan Barat yang diperolehnya
ketika belajar di Prancis. Ali Mubarak dipandang sebagai peletak
dasar dari Laihah Rajab, semacam rencana pendidikan yang
terpadu bagi bangsa Mesir yang berdasarkan kerakyatan dengan
sasaran pengembangan lembaga pendidikan, penelitian lembaga
pendidikan di daerah dan penerbitan administrasi pendidikan
yang dipusatkan di kantor pemerintah daerah.
Sebagai hasil dari Laihah Rajab itu, lembaga-lembaga
pendidikan berkembang dengan pesat, baik kualitas maupun
kuantitas, tetapi keasliannya tetap terpelihara. Pada
perkembangan selanjutnya mendapat pengakuan yang
wajar dari pemerintah mulai tingkat dasar sampai
perguruan tinggi.

4. THAHA HUSEIN

[Date]
14
pendidikan agama islam.

Beliau sangat berhasil dalam bidang pendidikan. Terbukti setelah selesai di al-Azhar, kemudian
ke Prancis untuk memperdalam ilmu pengetahuannya. Dan sekembalinya di Mesir, beliau
diangkat menjadi pejabat penting dalam pemerintahan khususnya dalam urusan kementerian
pendidikan.
Untuk meningkatkan intelektual umat Islam, beliau melihat bahwa perguruan tinggi adalah
sarana terbaik mencetak ilmuwan dan tenaga ahli yang diharapkan melakukan perubahan-
perubahan fundamental yang dapat memajukan Mesir yang saat itu masih berada pada kondisi
yang memprihatinkan dan terkebelakang dalam berbagai bidang khususnya pendidikan, di
banding dengan Dunia Barat.
Menurut beliau, universitas tersebut mencerminkan intelektual, keilmiahan, dan memiliki metode
analisis modern. Kemerdekaan intelektual dan kemerdekaan jiwa menurutnya hanya bisa
diperoleh melalui kemerdekaan ilmu dan intelektual.
Untuk mendapatkan kemerdekaan ilmu dan intelektual, maka beliau menegaskan agar sistem
pendidikan Mesir harus didasarkan pada sistem dan metode Barat sejak tingkat menengah
sampai ke Perguruan Tinggi, demikian juga metode penelitiannya.
Ide-ide pembaharuannya berkisar di bidang pendidikan yang berorientasi kepada kebudayaan
untuk memajukan Mesir. Dengan menggunakan metode kritis ilmiah menganalisa syair-syair
kuno Arab yang berakhir pada satu kesimpulan sebagain besar syair jahili perlu diragukan
keautentikan dan kebenarannya, hanya sebagian kecil saja syair itu ditulis pada masa pra Islam.
Ide ini mendapat tantangan dari kaum ulama karena akan mengakibatkan keraguan terhadap
pengajaran bahasa Arab yang digunakan sebagai pengantar agama Islam. Seperti meragukan
kebenaran ada tidaknya Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail karena tidak adanya bukti peninggalan
sejarah, walaupun ada disebutkan dalam al-Qur`an.
Kitab yang menghebohkan pada saat itu adalah “ Fi al-Adab al-Jahily” salah satu diantaranya
mengajak untuk tidak menerima kebenaran cerita fiksi yang ada dalam kitab-kitab seperti Taurat,
Injil dan Al-Quran, akan tetapi biarkan sejarah yang membuktikannya. Begitu juga ia
berpendapat bahwa Mesir merupakan bagian dari kebudayaan Barat dari segi kultural bukan dari
segi geografi.
5. SA’AD ZAGLUL

Pada tahun 1871 ia belajar di Al-Azhar menjadi muridnya


Muhammad Abduh dan pernah menjadi pembantu dalam memimpin
majalah Al-Waqa’i’ al-Mishriyah sang guru Muhammad Abduh.
Dalam karirnya ia pernah menjadi Menteri Pendidikan, kemudian
pindah ke Kementerian Kehakiman, dan tahun 1913 menjadi wakil
ketua DPR. Ide-ide pembaharuannya di bidang politik berhasil
mengadakan perlawanan politik terhadap kolonial Inggris yang pada

[Date]
15
pendidikan agama islam.

akhirnya Inggris mengabulkan kemerdekaan kepada Mesir pada tahun 1922. Setelah medeka ia
mendirikan partai Wafd dan ditunjuk menjadi perdana Menteri.
Ide pembaharuannya adalah merubah faham nasionalisme arab menjadi nasionalisme Mesir,
dalam bidang pendidikan, pendidikan harus terbuka untuk semua orang termasuk fakir miskin,
jumlah sekolah diperbanyak, bahasa inggris sebagai bahasa pengantar diganti dengan bahasa
Arab dan mendirikan Perguruan Tinggi Hakim Agama.
Selain tokoh-tokoh pembaharuan di Mesir ini, masih banyak yang berjasa seperti yang dituliskan
Harun Nasution, antara lain Syaikh Muhammad al-Bakhit, Syaikh Mustafa al-Maraghi, Syaikh
Ali Surur al-Zankalun , Muhamma Farid Wajdi, Tantawi al-Jauhari,Ahmad Taimur, Sayyid
Mustafa Luthfi al-Manfaluti dan Muhammd Hafiz Ibrahim.

BAB III
KESIMPULAN
Pembaharuan dalam Islam merupakan suatu keharusan yang terjadi dalam siklus kehidupan
dengan tujuan memperbaiki segala persoalan sosial keagamaan yang sangat dibutuhkan
masyarakat pada saat itu sebagai akumulasi dari sebab akibat yang terjadi di masyarakat,
sehingga melahirkan tokoh-tokoh pembaharuan yang mengadakan perubahan terhadap keadaan
yang sedang berlangsung walaupun harus berlawanan dengan faham dan pemikiran yang ada.
Karakteristik pembaharuan Islam yang terjadi di Mesir ada  keragaman yang menjadi  acuan
serta latar belakang tokohnya. Pembaharuan di Mesir lebih banyak berangkat dan digerakan
pembaharuan pemikiran akademis baik itu dari lulusan Al-Azhar sebagai tempat khazanah ilmu
atau perguruan tinggi lainnya. Begitu pula latar belakang kehidupan dan pengalaman seorang
tokoh pembaharu akan mewarnai gerakan pembaharuan yang dilakukannya, seperti adanya
perbedaan gerakan pembaharuan  Jamaludin al-Afghani dengan Muhammad Abduh.  Di Mesir
tokoh pembaharuan berhadapan dengan keadaan pola pendidikan, politik dan sosial keagamaan
masyarakat yang sedang mengalami penjajahan dari bangsa Barat.
Tujuan akhir dari pembaharuan yang dilakukan oleh tokoh pembaharuan bagaimana Islam dapat
menjawab segala persoalan yang terjadi di masyarakat dan tetap sesuai di segala zaman, serta
ajaran Islam memberikan kontribusi yang positif dalam setiap perkembangan zaman. Wallahu
a’lam bi showab.

[Date]
16
pendidikan agama islam.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, Editor), Pemikiran Modern Dalam Islam, Bandung, Pustaka Setia, 2010
Abidin Ahmad, H. Zainal, Sejarah Islam dan Ummatnya, Bulan Bintang, Jakarta , 1979,
Aboebakar Atjeh, Muhyi Atsaris Salaf, tanpa tahun
Amin Ahmad., Islam dari Masa Kemasa, Bandung, PT.Remaja Rosdakarya, 1993.
Amin, Qasim. Takhrir al-Mar’ah. Kairo: Sadar al-Ma’arif, 1970
Asmuni, M. Yusran. Pengantar Studi Pemikiran Islam dan Gerakan Pembaharuan dalam Islam.
Cet. II; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Barmawi, Ahmad.,  118 Tokoh Muslim Genius Dunia, Jakarta, Restu Agung, 2006.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam. Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1994.
Hanafi, A. Pengantar Teologi Islam. Jakarta: Pustaka al-Husna, t.th.
Harahap, Syahrin. Al-Qur’an dan Sekularisasi. Cet. I; Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1994.
M. Riza Sihbudi dkk, Konflik dan Diplomasi di Timur Tengah, Bandung, PT. Eresco,1993.
Mufradi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Cet. II; Jakarta: Logos, 1999
Munir, A. dan Sudarsono. Aliran Modern dalam Islam. Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994.
Muzani, Syaiful.1995, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun Nasution.
Bandung : Mizan
Nasution, Harun, Islam ditinjau dari berbagai Aspeknya, Jakarta, Ui-Press, 1985..
Supriyadi, Dedi., Perbandingan Fiqh  Siyasah: Konsep Aliran dan tokoh-tokoh politik Islam,
Bandung, Pustaka Setia, 2007.
Tim Penyusun Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam IAIN Alauddin. Sejarah dan
Kebudayaan Islam. Ujungpandang: IAIN Alauddin, 1993.

[Date]
17

Anda mungkin juga menyukai