Anda di halaman 1dari 29

Kondisi Masyarakat Arab Pada Masa Nabi Muhammad dan

Khulafaur Rasyidin
Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Asia Barat

Dosen Pengampu :

Nara Setya Wiratama, M.Pd

Oleh :

Kelompok 2

Weni Permata Sari NPM : 19.1.01.02.0002

Elsa Devi Arsitha NPM : 19.1.01.02.0004

Yulla Yulfida .A. NPM : 19.1.01.02.0013

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

Universitas Nusantara PGRI Kediri

Jl. Kh. Ahcmad Dahlan No. 25 Kediri 644112

2019/2020
PEMBAHASAN

1. Nabi Muhammad saw dan Perubahan Masyarakat Arab

A. Biografi Nabi Muhammad saw

Nabi Muhammad saw. adalah manusia yang telah dipilih Allah swt. Untuk
menjadi pemimpin dari sekian bani Adam baik di dunia maupun di akhirat.
Kedudukannya yang mulia ini merupakan anugerah baginya dan merupakan suatu
nikmat yang besar bagi umatnya. Nabi Muhammad ini merupakan hasil dari
kebersamaan yang singkat antara dua insan pilihan Allah swt. Mereka ialah
Abdullah dan Aminah, yang tak lain kedua orang tua Nabi Muhammad saw.

Abdullah bukanlah seperti orang kebanyakan, garis keturunannya berasal


dari Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah
yang merupakan putra dari Hasyim. Abdullah memiliki ibu yang bernama Fatimah
binti ‘Amr bin’Aziz al-Makhzumiyah. Aminah adalah putri dari Wahab bin Abdul
Manaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah sedangkan ibunya bernama Barrah putri
Abd al-Uzza bin Utsman bin Abd al-Dar bin Qushai bin Kilab. Garis nasab
Abdullah dan Aminah bertemu pada Kilab bin Murrah.

Nabi Muhammad lahir pada hari Senin 12 Rabiul Awwal pada tahun Gajah
atau tanggal 20 April tahun 571 M di suatu tempat yang tidak jauh dari Ka’bah, ia
berasal dari kalangan bangsawan Quraisy dari Bani Hasyim. Ayahnya bernama
Abdullah bin Abdul Muthalib dan ibunya Aminah binti Wahab. Nama Lengkapnya
adalah Muhammad bin Abdullah bin Abd al-Muttalib bin Hashim bin Abdi Manaf
bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Fihr bin Malik bin An-Nadr bin Kinanah bin
Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan
(Nasution, 2013:28)

Sudah menjadi kebiasaan bangsa Arab, anak-anak yang baru lahir diasuh
dan disusui oleh wanita kampung dengan maksud agar mendapatkan udara desa
yang masih bersih dan pergaulan masyarakat yang baik bagi pertumbuhan anak-
anak mereka. Karena kondisi ekonomi Aminah yang lemah tidak ada diantara
wanita-wanita tersebut yang ingin mengasuh Muhammad kecuali Halimah As-
Sa’diyah. Halimah bersedia mengasuh Muhammad, dengan harapan untuk
mendapatkan kemudahan dari Tuhan dalam menjalankan kehidupannya. Aminah
dan Abdul Muthalib pun melepaskann Muhammad dengan penuh senang hati.

Ketika ia masih tiga bulan dalam kandungan, ayahnya meninggal dunia


pada saat pergi berniaga ke Yatsrib. Sementara ibunya wafat di Abwa sewaktu
pulang menziarahi makam Abdullah dan Ketika itu ia berusia 6 tahun. Kakeknya
Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun, kemudian meninggal dunia pula
ketika Muhammad berusia 8 tahun. Selanjutnya ia diasuh oleh pamannya, Abu
Thalib.

Terdapat dua jenis pekerjaan yang dilakukan Muhammd sebelum menjadi


Rasul. Pertama, mengembala kambing ketika bersama ibu susuhannya yaitu
Halimah As-Sa’diyah. Kedua, berdagang ketika tinggal bersama pamannya, ia
mengikuti pamannya berdagang ke negeri Syam, hingga dewasa. Sebagai seorang
pemuda Muhammad tidak mengikuti kebiasaan masyarakat kala itu, seperti minum
Khmar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan menyembah berhala.
Dalam kalangan masyarakat Arab ia dikenal sebagai orang pemaaf, rendah hati,
berani dan jujur, sehingga dijuluki sebagai al-Amin (Nasution, 2013:30).

Selain bekerja sebagai pedagang, ia juga melakukan kerjasama dagang


dengan Khadijah binti Khuwailid, seorang janda kaya. Khadijah memberikannya
modal untuk berdagang ke negeri Syam, sehingga memperolah keuntungan besar.
Khadijah tertarik pada kejujuran dan akhlaknya yang baik, dan ingin menjadikan
Muhammad sebagai suaminya. Dalam usia 25 tahun, Abu Thalib menawarkan
keponakannya kepada Khadijah. Tawaran Abu Thalib diterima dan pernikahan
Nabi Muhammad dengan Khadijah binti Khuwailid berlangsung ketika Muhammad
berusia 25 tahun dan Khadijah 40 tahun dengan mahar 20 ekor unta. Dalam
berumah tangga, Muhammad dan Khadijah hidup bahagia dan tidak saling
menyakiti.

Harta kekayaan yang dimiliki istrinya digunakan oleh Nabi Muhammad


untuk menbantu orang-orang miskin dan tertindas serta memerdekakan para budak.
Dari pernikahan Muhammad dengan Khadijah telah memiliki, dua orang anak laki-
laki, yaitu Qasim dan Abdullah namun keduanya meninggal dunia ketika masih
kecil. Karena sedih tidak mempunyai anak laki-laki akhirnya Muhammad
mengangkat Zaid ibn Haritsah sebagai anak angkatnya.Selain itu, terdapat empat
orang anak perempuan, yaitu Zainab, Rukayah, Ummu Kalsum, dan Fatimah.
Semua mereka telah mencapai dewasa. Diantara mereka hanya Fatimah yang
melahirkan dua orang anak laki-laki, yaitu Hasan dan Husein dari pernikahannya
dengan Ali bin Abi Thalib.

Setelah Khadijah binti Khuwailid meninggal dunia, Nabi Muhammad saw


memutuskan untuk menikah dengan tujuan menolong para wanita-wanita Arab
pada masa tersebut. Kesebelas istri Nabi Muhammad disebut Ummul Mukminin
(ibu orang-orang beriman), yaitu Khadijah binti Khuwailid, Saudah binti Sam’ah,
Aisyah binti Abu Bakar, Zainab binti Huzaimah, Juwairiyah binti Haris, Sofiyah
binti Hay, Hindun binti Abi Umayyah, Ramlah binti Abi Sofyan, Hafsah binti Umar
ibn Khattab, Zainab binti Jahsy, dan Maimunah binti Haris. Ditambah seorang
hamba sahaya hadiah dari raja Mesir, bernama Mariyah al-Qibthiyah (Nasution,
2013:32).

Dalam usia 35 tahun, Muhammad telah memperlihatkan kualitasnya


sebagai seorang pemimpin. Terbukti ketika kaum Quraisy memperbaiki dinding
Ka’bah dan kemudian mereka berselisih karena masing-masing kabilah merasa
lebih berhak meletakkan kembali Hajar al-Aswad pada tempatnya. Akhirnya kaum
Quraisy meminta Muhammad untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Dari
peristiwa di atas dapat diketahui bahwa Muhammad sebagai al-Amin telah
mendapatkan kepercayaan penuh dari pemimpin Quraisy untuk menyelesaikan
persolan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Modal kepercayaan inilah yang
kelak menjadi kunci sukses Muhammad di dalam mengemban misi kerasullannya.

Menjelang usia 40 tahun, selama satu bulan dalam setiap tahun Muhammad
mengasingkan diri ke Gua Hira’ untuk merenungi alam dengan ciptaannya. Pada
waktu tertentu Muhammad sering melakukan ’’Tahannus’’, yaitu menjauhkan diri
dari kehidupan luar dan berkhalwat mendekatkan diri kepada Allah untuk
mengharap petunjuknya. Setelah bertahun-tahun bertahannus, sampailah tujuan
yang diinginkan yaitu memperoleh kebenaran hakiki dengan ditandai dengan
turunnya wahyu pertama (surat Al-alaq ayat 1-5 di Gua Hiro’). Beberapa tahun
kemudian, dalam keadaan beliau masih berselimut dan ketakutan datanglah
petunjuk dan intruksi untuk segera bangun dan memberikan peringatan kepada
masyarakat Arab akan penyelewangan serta ketidakbenaran tentang jalan hidup
yang mereka lakukan (Nasution, 2013:33).

Wahyu tersebut merupakan pertanda pengangkatan Muhammad sebagai


Rasul, maka mulailah melakukan tugas kerasullannya yaitu berdakwah. Tiga
tahapan yang merupakan dakwah Rasul pada periode Makkah. Berdakwah secara
sembunyi-sembunyi, yaitu melalui pendekatan pribadi. Namun demikian hasilnya
cukup memuaskan terbukti beberapa keluarga dan sahabat Muhammad masuk
Islam, seperti Khadijah (istri pertama Nabi Muhammad), Ali bin Abi Thalib, Zaid
bin Haritsh, Abu Bakar As-Shidiq, Abdurrahman bin Auf, Usman bin Affan, Zubair
bin Awwam, Sa’ad bin Waqos, Talhal bin Ubaidillah, Abu Ubaidillah bin Zarrah,
dan Arqam bin Abi Al-Arqam. Bahkan rumah Arqam dijadikan tempat pertemuan
rutin bagi mereka yang telah memeluk Islam (Nasution, 2013:34).

Berdakwah secara semi rahasia, yaitu mengajak keluarga yang lebih luas
dibanding pada tahap pertama, terutama keluarga yang tergabung dalam rumpun
bani Abdul Muthalib. Namun demikian, dikalangan mereka banyak yang tidak
menginginkan memeluk agama Islam bahkan berusaha menghalangi dakwah Nabi
Muhammad. Berdakwah secara terang-terangan di hadapan masyarakat umum.
Sebagai akibatnya, disamping banyak kaum Quraisy masuk Islam terjadilah
tindakkan keras dan kejam dari para kaum kafir Quraisy di Mekkah. Namun, tetap
dihadapi secara tegas oleh Nabi Muhammad dan pengikutnya. Sehingga ajaran
Islam semakin dikenang oleh masyarakat luas (Nasution, 2013:35).

B. Perubahan Masyarakat Arab

Peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw dari Mekkah ke Madinah merupakan


kehendak dan perintah Allah swt, dengan tujuan agar penyebaran agama Islam yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad menjadi lebih pesat lagi. Selama 13 tahun Nabi
Muhammad berdakwah menyebarkan ajaran Islam di Mekkah, namun telah
mengalami pertentangan dan permusuhan. Akhirnya Nabi Muhammad dan para
pengikutnya melakukan perjalanan dakwah di Madinah. Pada periode Madinah,
terdiri dari mayoritas penduduk berasal dari kabilah Khazraj dan Aus. Sebagian
mereka menyambut kedatangan Nabi Muhammd dengan suka cita. Masyarakat
Madinah menerima seruan dan ajakan Nabi Muhammad, untuk menyatakan diri
masuk Islam serta diikuti dengan perjanjian kesetiaan mereka kepada agama Islam
dan Nabi Muhammad. Perjanjian tersebut dikenal dengan ’’Perjanjian Aqobah’’.
Pada Aqobah I diikuti oleh 12 orang dan pada perjanjian Aqobah II diikuti oleh 73
orang.

Dengan adanya dua perjanjian tersebut berarti Madinah telah siap menerima
kedatangan Islam dan sekaligus berjanji untuk melindungi keselamatan Nabi
Muhammad sebagai pembawa misi agama Islam. Menurut (Yamin.M. 2017:116-
119) Setelah Nabi Muhammad diterima dan tinggal di Madinah, beliau melakukan
berbagai kebijakan untuk membangun masyarakat Islam di Madinah, antara lain:

1). Pembentukan Sistem Sosial Kemasyarakatan

Peradaban atau kebudayaan pada masa Nabi Muhammad, yang paling


dahsyat adalah perubahan sosial. Suatu perubahan mendasar dari masa kebodohan
moral menuju moralitas yang beradap. Peradaban pada masa Nabi Muhammad
dilandasi dengan asas-asas yang diciptakan sendiri oleh beliau dibawah bimbingan
wahyu. Diantaranya sebagai berikut.

a. Mendirikan masjid

Dikisahkan bahwa unta tunggangan Nabi Muhammad berhenti disuatu


tempat maka beliau memerintahkan agar ditempat itu dibangun sebuah masjid. Nabi
Muhammad ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut. Beliau mengangkat dan
memindahkan batu-batu masjid dengan tangannya sendiri. Saat itu, kiblat
dihadapkan ke Baitul Maqdis. Tiang masjid terbuat dari batang kurma, sedangkan
atapnya dibuat dari pelelepah daun kurma. Sejak saat itulah, Masjid ini dikenal
dengan masjid Quba dan kota Yastrib di juluki sebagai Madinatur Rasul atau
Madinah Al-Munawwarah. Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di
dalam masjid ini, baik beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka. Masjid ini
menjadi salah satu faktor yang mempersatukan mereka.

b. Mempersatukan antara kaum muhajirin dan anshor

Dalam negara Islam yang baru dibangun ini, Nabi Muhammad meletakkan
dasar-dasarnya untuk menata kehidupan sosial dan politik. Dikukuhkannya ikatan
persaudaraan antara golongan Anshor dan Muhajirin, dan mempersatuakan suku
Aus dan Khazraj yang telah lama bermusuhan dan bersaing. Ikatan persaudaraan
Anshor dan Muhajirin melebihi ikatan persaudaraan karena bertalian darah, sebab
ikatannya berdasarkan iman. Terbukti apa yang dimiliki kaum Anshor disediakan
penuh untuk saudaranya, kaum Muhajirin. Dengan persaudaraan ini, Nabi
Muhammad menciptakan sebuah kesatuan yang berdasarkan agama sebagai
pengganti dari persatuan yang berdasarkan kabilah.

c. Kesepakatan untuk saling membantu antara kaum muslimin dan non muslimin

Di Madinah, terdapat tiga golongan masyarakat, yaitu kaum muslimin,


kaum nom muslim, dan orang-orang Yahudi. Nabi Muhammad melakukan satu
kesepakatan dengan mereka untuk terjaminnya sebuah keamanan dan perdamaian.
Serta dapat melahirkan sebuah suasana saling membantu dan toleransi diantara para
golongan tersebut.

d. Peletak asas-asas politik, ekonomi, dan sosial

Islam adalah agama dan sudah sepantasnya jika didalam negara


diletakkanya dasar-dasar Islam maka turunlah ayat-ayat Al-Qur’an pada periode ini
untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana dijelaskan oleh Nabi
Muhammad dengan perkataan dan tindakannya. Kota Madinah dalam sebuah
persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat diantara anggota
masyarakatnya. Dengan demikian berarti inilah masyarakat Islam pertama yang
dibangun oleh Nabi Muhammad dengan asas-asas yang abadi. Secara sistematik
proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi Muhammad pada masyarakat Islam di
Yatsrib menjadi Madinah. Perubahan nama yang bukan terjadi secara kebetulan,
tetapi perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad, yaitu
membentuk sebuah masyarakat tertib, maju dan berperadaban.

2). Bidang politik

Untuk mengatur roda pemerintahan, semua elemen masyarakat Madinah


secara bersama mendatangani sebuah dokumen yang menggariskan ketentuan
hidup bersama yang kemudian lebih dikenal sebagai konstitusi atau piagam
Madinah. Piagam Madinah merupakan bentuk piagam pertama yang tertulis secara
resmi dalam sejarah Islam di dunia. Sebagai gambaran awal, piagam Madinah
adalah undang-undang untuk mengatur sistem politik dan sosial masyarakat. Ketika
umat Islam memulai hidup bernegara setelah Nabi Muhammad hijrah ke Yatsrib,
yang berubah nama menjadi Madinah. Nabi Muhammad meletakkan dasar
kehidupan yang kuat bagi pembentukan masyarakat baru dibawah kepemimpinan
beliau. Masyarakat baru ini adalah masyarakat majemuk, asalnya dari tiga golongan
penduduk.

Golongan pertama, kaum Muslim yang terdiri dari Muhajirin dan Anshor
sebagai kelompok mayoritas. Kedua, golongan yang berasal dari suku Aus dan
Khazraj yang belum masuk Islam dan merupakan kelompok minoritas. Ketiga,
kaum Yahudi. Setelah 2 tahun hijrah, Nabi Muhammad mengumumkan aturan
hubungan antara kelompok masyarakat yang hidup di Madinah melalui piagam
Madinah. Menurut (Karim dalam Yahya, 2019:51) piagam tersebut sedikitnya
terdapat lima poin kesepakatan antar seluruh penduduk Madinah yang berbunyi
sebagai berikut :

a. Tiap kelompok dijamin kebebasannya dalam beragama

b. Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompok yang bersalah

c. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah, baik


yang muslim maupun non muslim
d. Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Nabi Muhammad sebagai
pemimpinnya dan memberikan keputusan hukum yang dihadapkan kepadanya

e. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi, dan kemasyarakatan bagi Madinah


yang baru terbentuk.

2. Adat-Istiadat Bangsa Arab Setelah Lahirnya Islam

Perjuangan Nabi Muhammad sangatlah gigih dalam melakukan dakwah,


sehingga ajaran-ajaran Jahiliyyah secara beransur-ansur dapat terkikis pada ajaran
Islam. Bangsa Arab senantiasa memulai pekerjaan dengan menyebut sembahan
mereka yaitu berhala, ketika Islam datang Nabi Muhammad mengganti dan
mengajarkan untuk memulai sesuatu pekerjaan dengan meyebut nama Allah
(Bismillah). Bila semula tradisinya membaca dan menghafal syair-syair yang berisi
pujian terhadap berhala dan nenek moyang mereka, maka Nabi Muhammad
menganti dan membiasakan dengan untuk membaca dan menghafal ayat-ayat Al-
Qur’an.

Banyak adat atau tradisi orang Arab yang dinilai kurang baik dan
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan secara umum. Kebiasaan-kebiasaan
tersebut antara lain peribadatan dengan banyak Tuhan yang sesembahannya
dimanifestasikan dengan batu, kayu, logam, dan benda-benda alam yang dinilai
memiliki kelebihan dan kekuatan. Kebiasaan ini kemudian mulai digeser dengan
ajaran Nabi Muhammad saw. Pada bidang perdagangan Nabi Muhammad
mengajarkan konsep jual beli yang berbeda dengan tradisi Arab dahulu, tidak ada
lagi monopoli perdagangan. Derajat wanita yang dahulu tidak berharga diangkat
sedemikian rupa sehingga memiliki derajat yang setara dengan pria (Asror dan
Afriani, 2017:6).

Hukum pernikahan Islam pun diterapkan dengan membatasi seorang pria


beristri empat orang wanita dan melalui akad yang sah. Seorang wanita juga
mendapatkan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan oleh suami atau orang
tuanya. Islam juga mengharamkan berbagai perbuatan tercela yang menjadi tradisi
Arab seperti bertaruh, berjudi, minum khamr dan perbuatan tercela lainnya.
Beberapa perubahan sosial lainnya adalah semakin terangkatnya derajat manusia,
terutama para budak. Perlahan namun pasti, Nabi Muhammad mencoba
mengurangi praktik perdagangan budak dan memberikan mereka hak-hak seperti
manusia lainnya. Hal ini dimaksud untuk mengurangi jumlah budak-budak yang
diperjual belikan kala itu dan secara tersirat, Islam mengembalikan hak setiap
manusia (Amstrong dalam Yahya, 2019:51).

Nabi Muhammad berupaya mengurangi peperangan dan konflik yang


berujung pada pertumpahan darah sebagaiman tradisi suku-suku Arab terdahulu.
Dengan memilih cara-cara diplomasi dan perundingan dibandingkan mengobarkan
peperangan. Dalam pemerintahan, sebagaimana sistem Arab pra-Islam, Nabi
Muhammad juga menyususun gubernur-gubernur atau wali-wali yang bertanggung
jawab dalam berbagai bidang seperti perekonomian, hukum, peradialan, pertahanan
dan keagamaan. Dengan ini menunjukkan bahwa Islam tidak mengubah semua
tradisi Arab pra-Islam, namun mengakomodir berbagai sistem dan adat-istiadat
yang dipandang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam (Syauqi dalam
Yahya, 2019:51-52).

3. Masa Pemerintahan Khulafaur Rasyidin

Khulafaur Rasyidin atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah


(pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercayai oleh umat Islam sebagai penerus
kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Empat pemimpin tersebut adalah
para sahabat dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di
masa pemerintahan Nabi Muhammad. Para Khulafaur Rasyidin adalah pemimpin
yang arif dan bijaksana. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan
keturunan, melainkan berdasarkan musyawarah dan kesepakatan umat Islam.
Khalifah tersebut terdiri dari Abu Bakar As-Shiddiq (632-634 M), Umar bin
Khattab (634-644 M), Utsman bin Affan (644-656 M) dan Ali bin Abi Thalib (656-
661 M).
A. Abu Bakar As-Shiddiq (632 – 634 M)

1). Profil Abu Bakar As-Shiddiq

Abu Bakar As-shiddiq dilahirkan pada tahun ketiga dalam tahun Gajah.
Beliau memiliki nama Abdullah bin Usman. Garis keturunannya bertemu dengan
garis keturunan Rasulullah pada Murrah bin Kaab. Abu Bakar adalah orang pertama
masuk Islam dari kalangan tua. ketika Nabi Muhammad sakit Abu Bakar yang
mengantikan menjadi imam sholat. Pengangkatan Abu Bakar menjadi Khalifah atas
dasar penunjukan oleh Nabi Muhammad karena ia adalah sahabat yang pertama kali
masuk Islam dan sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah. Abu Bakar
meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 634 M dalam usia 63 tahun.
Kekhalifahannya berlangsung selama dua tahun tiga bulan sebelas hari (Fuad,
2016:34-35).

2). Kebijakan Abu Bakar As-Shiddiq

Sebagai negara muda dengan khalifahnya pertama sejak awal


pemerintahannya telah berhadapan dengan berbagai persoalan. Menurut (Fuad,
2016: 35) persoalan-persoalan tersebut seperti, timbulnya kabilah-kabilah yang
merasa tidak terikat lagi dengan kekuasaan politik Madinah sehubungan dengan
telah meninggalnya Rasulullah, munculnya Nabi-nabi palsu, munculnya orang-
orang murtad dan banyaknya orang yang tidak mau membayar zakat. Meskipun
demikian Abu Bakar mampu mengatasi masalah tersebut dengan bijaksana sesuai
dengan kebutuhan penyelesaian waktu itu. Beliau mampu mengambil ijtihad politik
untuk menengakkan negara. Dengan demikian, meskipun khalifah Abu Bakar
hanya mempunyai masa bakti dua tahun tetapi beliau mempunyai prestasi yang
sangat gemilang baik prestasi yang berkaitan dengan masalah-masalah dalam
negeri maupun penyebaran keluar jazirah Arab.

Pada kekhalifahannya pimpinan wilayah diperbolehkan memiliki peraturan


dan kedaulatan wilayah tersendiri. Abu Bakar juga sudah menggunakan prinsip-
prinsip demokrasi dalam pemerintahannya. Demokrasi tersebut merupakan
manifestasi dari ajaran Islam yakni demokrasi yang berasaskan ketundukan kepada
ajaran Islam. Demokrasi yang berpijak pada perbuatan kebaikan dan menjahui
segala larangan.

B. Umar bin Khattab (634 – 644 M)

1). Profil Umar bin Khattab

Umar bin Khattab merupakan salah seorang pahlawan besar umat Islam yang
banyak melakkan pengorbanan dan perjuangan demi kemajuan umat Islam, baik
semasa Nabi Muhammad atau setelah wafatnya. Beliau juga sahabat Nabi
Muhammad yang banyak mendampinginya dalam peperangan. Dalam sejarah
perjuangan Islam, Umar bin Khattab adalah sosok yang hampir tak pernah
dilupakan karena merupakan seorang tokoh yang berhasil dalam
kepemimpinannya, terutama di bidang politik dan pemerintahan.

Umar bin Khattab memiliki nama lengkap Umar bin Khattab Ibn Abdul Al
Azis keturunan dari Bani Adi Ibn Ka’ab Ibn Luai. Ibunya adalah Hantamah Binti
Hasyim Ibn Al Mughirah dari Bani Mahzum Ibn Yaqazhah Ibn Murrah. Silsilahnya
bertemu dengan silsilah Nabi Muhammad pada Ka’ab Kakek Rasulullah yang
kesembilan. Maka ia termasuk keturunan bangsa Quraisy. Umar lahir pada tahun
ketiga belas setelah kelahiran Nabi Muhammad dan meninggal dunia pada tahun
644 M dibunuh ketika menjadi imam sholat (Fuad, 2016:34-35).

Pada mulanya Umar bin Khattab adalah musuh yang paling keras dan
menentang Rasulullah Saw dan pengikutnya. Tetapi mendadak ia memeluk agama
Islam dan berbalik menjadi pendukung yang gigih, dan selanjutnya menjadi
penasehat terdekat Nabi Muhammad sepanjang hidupnya. Selagi muda sebelum
masuk Islam, Umar telah dikenal di kalangan Quraisy memiliki kemampuan,
kelebihan, cerdas, dan kuat serta kemahirannya dalam seni sastra dan diplomasi.
Atas didikan orang tuanya yang keras (al kattab artinya tukang kayu ) dan disiplin.
Telah membentuk kepribadian yang tangguh dan fisik yang kuat. Ia juga dikenal
seorang atlet, pegulat, dan memiliki kemampuan keprajuritan yang luar biasa.

Salah satu karakter Umar yang menonjol dan terkenal adalah seorang yang
keras dan berani. Salah satu riwayat yang menggambarkan keberaniannya adalah
ketika hijrah ke Madinah. Sahabat-sahabat yang lain dan bahkan Nabi Muhammad
sendiri melakukannya dengan sembunyi-sembunyi untuk menghindari intaian
orang Quraisy. Tetapi Umar melakukannya dengan terang-terangan dan bahkan
menantang siapa saja yang menghalanginya.

Pada masa pemerinatahan Abu Bakar As-Shidiq, Umar memangku jabatan


Khalifah yang pertama serta menjadi penasehat utama. Banyak idenya yang
menjadi kebijakan Abu Bakar. Kemudian Umar menjadi khalifah kedua setelah
Abu Bakar berdasar wasiat Abu Bakar sendiri, jabatan yang diembannya selama
sepuluh setengah tahun. Pada masa Umar bin Khattab inilah Islam mengalami
perkembangan yang pesat dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan ekspansi.
Oleh karena itu keberhasilan kepemimpinan Umar bin Khattab menjadikan
Madinah sebagai negara yang berkuasa karena kebijaksanaan yang dilakukan
selama pemerintahannya untuk memajukan daerah dan masyarakat yang
dipimpinnya.

2). Umar bin Khattab diangkat Menjadi Khalifah

Ketika Abu Bakar sakit, dia memperhatikan sahabatnya, siapa diantara


mereka yang sesuai diangkat menjadi khalifah. Kriteria yang di inginkan Abu Bakar
adalah pemimpin yang tegas tidak kejam dan yang lembut namun tidak lemah. Abu
Bakar mendapatkan kriteria pilihannya pada dua sahabat, yaitu Umar bin Khattab
dan Ali bin Abi Thalib. Tetapi kemudian pilihannya jatuh kepada kalifah Umar.

Pengangkatan Umar bin Khattab ini bermaksud untuk mencegah


kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan dikalangan umat Islam.
Kebijakan Abu Bakar tersebut diterima oleh masyarakat. Umar bin Khattab
diangkat secara resmi sebagai khalifah oleh Abu Bakar dalam usia 58 tahun.
Kemudian khalifah Umar memperkenalkan istilah ’’Amirul Mukminin’’(komando
orang-orang yang beriman).
3). Kebijakan Umar bin Khattab

Menurut (Fuad, 2016:40-51) Kebijakan-kebijakan Umar bin Khattab antara


lain :

a. Umar bin Khattab dan Perkembangan Negara Islam

Pada masa khalifah Umar bin Khattab negara Madinah adalah negara yang
mempunyai kekuatan yang besar dan mempunyai daerah yang luas dan
memperoleh kemajuan yang pesat hampir di segala bidang. ketika Umar ikut hijrah
bersama Nabi Muhammad saw, bersama-sama membentuk pemerintahan di
Madinah yang pada mulanya Rasulullah yang menjadi kepala negaranya. Setelah
Rasulullah wafat digantikan oleh Abu Bakar dan selanjutnya digantikan oleh Umar
bin Khattab atas penunjukan dari Abu Bakar.

Pada masa pemerintahannya, Umar bin Khattab mengadakan kebijakan-


kebijakan baru yang belum dilakukan oleh pemimpin sebelumnya ataupun
menyempurnakan apa yang telah dirintis pendahulunya. Beliau memperkuat
armada-armada perangnya untuk menaklukkan negara-negara tetangga demi
kepentingan politik dan perluasan daerah Islam. Oleh karena itu keberhasilannya
mengadakan ekspansi menyebabkan Madinah muncul sebagai negara yang kuat dan
dapat mempengaruhi aspek-aspek kehidupan lainnya.

b. Umar bin Khattab dan Perkembangan Ekspansi Kekuasaan Islam`

Umar bin Khattab adalah tokoh besar utama dalam hal penyerbuan ke daerah
sekitarnya. Tanpa penaklukannya yang luas diragukan apakah Islam bisa tersebar
luas sebagaimana yang dapat disaksikan sekarang ini. Perkembangan Islam setelah
hijrah Nabi Muhammad ke Madinah tidak hanya sebagai kekuatan agama, tetapi
telah bertambah kekuatannya sebagai kekuatan politik negara Islam dan semakin
menampakkan keberadaannya ketika dipimpin oleh Umar bin Khattab. Hal ini
terbukti bahwa perkembangan Islam (dalam arti luas) yang sangat menonjol dan
efektif adalah melalui futuhat (penaklukan) dan buka da’awat (berdakwah secara
damai).
Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang kekuasaan
dan politik. Gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus jatuh ditahun 635
M. dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah dipeperangan Yarmurk,
daerah suriah jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan adanya gelombang pertama
ekspansi kekuasaan Islam di bawah khalifah Umar bin Khattab telah meliputi selain
semenanjung Arabia, palestina, Suriah, Irak, Persia dan Mesir.

c. Kebijakan-kebijakan Umar bin Khattab sebagai Kepala Negara

1. Bidang Kemiliteran

Umar menaruh minat kepada bidang kemiliteran. Ia banyak mendirikan pusat


kemiliteran di Madinah, Kufah, Basrah, Mesir, Damaskus, Hems, dan Palestina. Ia
memberikan perhatian sampai kepada hal-hal yang sangat kecil yang dibutuhkan
bagi tentara yang sangat efesien. Umar membagi tentara menjadi tentara regular
dan sukarelawan atau cadangan. Umar bin Khattab juga membuat aturan bahwa
Diwan Al Jund (jawatan militer) berkewajiban menginvetarisir dan mengelolah
administrasi ketentaraan untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat
yang diperintahnya dibentuk juga jawatan kepolisian.

Khalifah Umar bin Khattab juga mengajak orang-orang non muslim


berkonsultasi tentang masalah kenegaraan, mereka dilindungi darah dan harta
mereka. Dengan syarat mereka harus membayar jizyah yaitu pajak perlindungan
bagi kaum non muslim, tetapi pajak itu tidak dibebankan kepada kaum non muslim
yang bergabung dengan tentara muslim. Dari keterangan sejarah dapat dilihat
bahwa pada masa pemerintahan Umar kekuatan militer di Madinah besar dan
terorganisir, sehingga pertahanan keamanan negara terjamin.

2. Bidang Sosial Politik

Karena perluasan daerah pada masa Umar bin Khattab terjadi sangat cepat,
ia segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah
berkembang terutama di Persia. Ia membagi daerah itu menjadi delapan propinsi,
yaitu Mekkah, Syam, Jazirah Basrah, Kufah, Mesir dan Palestina. Setiap propinsi
diperintah oleh seorang Gubernur atau wali. Pemerintahan pada setiap propinsi itu
diberi hak otonomi untuk mengurus daerahnya masing-masing. Namun tetap
tunduk kepada pemerintahan yang berpusat di Madinah.

Umar bin Khattab mengadakan peraturan-peraturan baru dalam


pemerintahannya untuk memperpesat kemajuan seperti ia mengatur kantor-kantor,
meletakkan dasar-dasar peradilan dan administrasi, mengadakan baitul mal,
mengadakan hubungan pos ke daerah-daerah, menempatkan pasukan-pasukan di
perbatasan dan lain-lain. Inti dari semua peraturan ini dibuat dengan sistem
musyawarah, ia mengumpulkan tokoh sahabat dan berunding serta meminta
pendapat dari mereka.

Umar bin Khattab juga membentuk Majelis permusyawaratan yang bertugas


membuat keputusan atas masalah umum dan kenegaraan yang dihadapi khalifah.
Anggota musyawarah ini terdiri atas kaum Muhajirin dan Anshor (Suku Aus dan
Khajrat). Nama-nama yang tercantum sebagai anggota ini antara lain Usman, Ali,
Abdurrahman bin Auf, Muaz bin Jabal, Ubay bin Kaab, dan Zaid bin Tsabit.

3. Bidang Ekonomi

Bait Al-Mal (Baitul Mal) yaitu badan perbendaharaan negara yang


bertanggung jawab atas pengelolahan keuangan. Baitul Mal difungsikan seefektif
mungkin. Pendistribusian harta disesuaikan dengan pos-pos yang telah ditentukan
dan atas dasar prestasi, yang secara langsung di bawah pengawasan pejabat
keuangan (Shahib Bait Al Mal). Untuk kestabilan sektor ekonomi, ia meningkatkan
sumber kas negara yang bersumber dari harta yang dikeluarkan kaum Muslimin
sesuai dengan ketentuan Syariah (zakat), pajak perlindungan dari warga negara non
muslim (jizyah).

Pajak penghasilan dari tanah pertanian yang ditaklukkan (kharaj), harta


rampasan orang yang diambil seperlima untuk negara (khumus) dan Pajak dari
tanah pertanian milik negara serta pajak terhadap pedagang non muslim di wilayah
Islam (usyur). Semua harta tersebut disimpan dalam Baitul Mal, yang dipergunakan
untuk administrasi negara dan perang, barulah sisanya dibagikan sesuai dengan
ketentuan.
4. Bidang Pengadilan

Tentang pengadilan Umar bin Khattab mempercayakan kepada Qadli


(hakim). Qadli-lah yang memutuskan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat.
Untuk memantau keadilan dilaksanakan dengan membentuk mata-mata atau
intelegen. Tugasnya mengadakan kunjungan ke daerah-daerah untuk meneliti
penyelewengan yang dilakukan pejabat, menerima dan meneliti kebenaran
pengadilan rakyat, dan melaporkan temuan-temuannya kepada khalifah, lalu
diputuskan melalui pengadilan.

5. Bidang Pertanian

Dalam bidang pertanian Umar bin Khattab membangun kanal-kanal irigasi,


sumur-sumur dan tangki di wilayah kekuasaannya yang luas. Ia membentuk
Departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan
melanjutkan rencana-rencana. Sejumlah kanal (terusan) dibangun di Khuzistan dan
Ahwas, sebuah kanal yang bernama “Nahr Amirul Mukminin” yang
menghubungkan sungai Nil dan laut merah dibangun untuk menjamin
pengangkutan padi dari Mesir ke tanah suci.

6. Bidang Pendidikan dan Penyebaran Islam

Kebijakan Umar bin Khattab dalam bidang pendidikan adalah bahwa ia


membangun sarana pendidikan dan jawatan agama yang menyangkut penyebaran
Islam. Menghimpun dan mengajarkan Al Quran, pengiriman sahabat-sahabat ke
tempat jauh. Mengutus para sahabat untuk mengajarkan ilmu Hadis dan Fiqih.
Mengadakan pertemuan tentang masalah agama, pengangkatan imam dan muazzin
serta pemakaian kalender Hijriyah.

C. Utsman bin Affan (644 – 656 M)

1). Profil Utsman bin Affan

Utsman bin Affan bin Abu al-Ash bin Umayah bin Abd al-Syams bin Abd
al-Manaf bin Qushai. Lahir pada tahun kelima dari kelahiran Nabi Muhammad saw.
Utsman masuk Islam melalui Abu Bakar dan dinikahkan dengan putri Rasulullah
yaitu Rukaiyah. Utsman bin Affan selalu ikut dalam berbagai perang, kecuali
perang Badar. Pada saat perang Badar Utsman sibuk menemani dan merawat
istrinya, Rukaiyah yang sedang sakit sampai wafat dan dimakamkan pada hari
kemenagan kaum Muslimin. Kemudian Utsman dinikahkan Rasulullah dengan
putrinya yang bernama Ummu Kalsum, itulah sebabnya di digelari Dzunnurain
(Nasution, 2013:84).

Utsman bin Affan terkenal orang yang pandai menjaga kehormatan diri,
pemalu, lemah lembut, budiman, penyabar, dan banyak mendermakan harta pada
saat perang Tabuk atas ajakan Rasulullah. Utsman memberikan hartanya berupa
950 kuda dan bahan logistik ditambah uang sebanyak 1000 dinar. Utsman juga
sanggup membeli sumur dari seorang Yahudi seharga 20.000 dirham dan
disedekahkan kepada kaum muslimin.

2). Utsman bin Affan diangkat Menjadi Khalifah

Setelah Umar bin Khattab meninggal dunia, akhirnya para sahabat


melakukan persidangan. Dalam sidang tersebut mulai Nampak persaingan antara
Bani Hasyim dan Bani Umayyah. Kedua keturunan itu terwakili dalam diri Ali bin
Abi Thalib dan Utsman bin Affan yang merupakan kendidat terkuat. Berdasarkan
hasil sidang dan pendapat dikalangan masyarakat, Abdul Rahman sebagai ketua
sidang menetapkan Utsman bin Affan sebagai khalifah ketiga dalam usia 70 tahun,
dengan tiga pertimbangan.

Menurut (Nasution, 2013:85-86) Pertama, dari segi senioritas bila Ali bin
Abi Thalib diangkat menjadi khalifah tidak ada lagi kesempatan untuk Utsman
sesudahnya. Kedua, masyarakat telah jenuh dengan pola kepemimpinan Umar yang
serba disiplin dan keras bila Ali bin Abi Thalib diangkat dan terulang kembali.
Ketiga, menarik jabatan khalifah dari Ali sebagai keluarga Rasullulah jauh lebih
sulit dibandingkan dengan Utsman. Ali bin Abi Thalib dengan pendukungya turut
memberikan bai’at kepada Utsman.
3). Kebijakan Utsman bin Affan

Kebijakan dan kepemimpinan Utsman sangatlah berbeda dengan


kepemimpinan Umar bin Khattab. Menurut (Nasution, 2013:86-89) Utsman
mengambil beberapa kebijakan yang menimbulkan keresahan masyarakat yang
berlanjut pada kerusuhan. Pertama, Utsman mengangkat kaum kerabatnya pada
jabatan-jabatan tinggi negara sebagai gubernur dan sekretaris negara. Akibat politik
nepotisme tersebut menyebabkan protes dab kecaman dari masyarakat Arab. Sebab
meskipun mereka terdiri dari orang-orang yang telah memiliki kemampuan militer
yang tinggi dan administrator kelas utama, namun mereka belum memiliki moral
yang baik karena baru masuk Islam waktu penakhlukkan kota Mekkah.

Kedua, membubarkan dewan pengelola Baitul Mal yang dulu dibentuk pada
masa khalifah Umar bin Khattab. Kini badan itu dihapus sehingga pengelola Baitul
Mal langsung berada ditangan Khalifah. Akibatnya orang yang dulu mendapatkan
tunjangan negara, kini tidak ada lagi. Ketiga, tanah-tanah rampasan perang atau
ditinggalkan pemiliknya pada waktu perluasan wilayah dimasa khalifah Umar
dijadikan milik negara. Tanah tersebut diolah rakyat sehingga negara memperoleh
bagaian dari hasil tahah itu. Di masa Utsman tanah-tanah tersebut dijual belikan
sehingga banyak dari keluarga Bani Umayyah dan sahabat-sahabat tertentu hidup
mewah dan berkecukupan, sedangkan sangat banyak rakyat menjadi miskin karena
lahan kehidupan mereka terputus.

Dari tiga macam kebijakan yang dilakukan Utsman bin Affan yang
menimbulkan banyak kekecewaan dan kemarahan rakyat, terutama di wilayah
Kuffah, Basrah dan Mesir. Akhirnya mereka datang ke Madinah meminta Ali bin
Abi Thalib agar bersedia menjadi khalifah pengganti Utsman, tetapi ditolaknya.
Dalam perjalanan pulang, rakyat dari Mesir menangkap seseorang yang dicurigai
dan ternyata membawa surat yang hendak disampaikan kepada gubernur Mesir.
Surat tersebut mengatasnamakan khalifah Utsman, berisi perintah agar kaum
pemberontak dari Mesir, yaitu Muhammad bin Abu Bakar ditangkap dan dibunuh.
Akhirnya mereka Kembali ke Madinah membawa surat tersebut kepada Ustman,
tetapi Utsman menyangkalnya. Mereka meminta agar khalifah Utsman lengser dari
jabatannya. Para pemberontak mengepung rumah Utsman selama 40 hari dan
membunuh Utsman dalam Usia sekitar 82 tahun.

D. Ali bin Abi Thalib (656 – 661 M)

1). Profil Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thalib adalah seorang yang popular dalam sejarah Islam karena
prestasi dan jasa-jasa yang diukirnya selama hayatnya. Kelebihan dan
keistimewaan Ali lebih menonjol dalam masalah keberanian dan kekuatan serta
keahliannya dalam memainkan pedang dan ilmu pengetahuannya. Hal ini terbukti
dengan adanya gelar yang disandang Ali di luar aspek politik, seperti julukan yang
diberikan kepadanya sebagai “Bab al-ilmi” (Pintunya ilmu) karena kekuasaan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya, gelar “Asadullah” (karena keberaniannya dan
ketangguhannya dan kepiawaiannya dalam memainkan pedang).

Nama lengkapnya adalah Abi bin Abi Thalib bin Abdul MuThalib bin
Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay bin Khilab Al-Quraisyi. Dilahirkan di Makkah
10 tahun sebelum kerasulan Muhammad, dan ibunya bernama Fatimah binti Asad
bin Abdul Manaf. Yang menarik tentang Ali adalah orang yang pertama dari Bani
Hasyim. Karena itulah terkumpul padanya sifat-sifat mulia Bani Hasyim, seperti
kecerdasan, kemurahan, keberanian, dan kewibawaan (Fuad, 2016: 66).

2). Ali bin Abi Thalib diangkat Menjadi Khalifah

Ali adalah saudara sepupu Nabi Muhammad dan pamannya Abi Thalib. Ali
pernah hidup bersama Nabi Muhammad sebagai rasa terima kasih beliau kepada
pamannya Abi Thalib yang telah merawat Nabi Muhammad setelah kakeknya
meninggal dunia. Nabi Muhammad mendidik dan memelihara Ali dengan penuh
kasih sayang sebagaimana merawat anaknya sendiri. Hidup bersama Nabi
Muhammad serta mendapat bimbingan darinya memberikan pengaruh yang sangat
baik terhadap tingkah laku dan kepribadian Ali bin Abi Thalib serta merupakan
orang pertama beriman kepada ajaran Rasululah dari golongan anak-anak dan
remaja. Ali beriman sehari setelah kerasulan Nabi Muhammad, sewaktu ia berusia
9 tahun.
Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah, ketika kaum pemberontak
menguasai Madinah dan orang-orang Bani Umayyah banyak meninggalkan ibu
kota tersebut. Kaum pemberotak mendesak Ali supaya bersedia diangkat menjadi
khalifah, tetapi Ali menolaknya. Ali menegaskan bahwa masalah itu bukan urusan
mereka, tetapi urusan para pejuang perang Badar. Karena di tolak oleh Ali, mereka
kemudian meminta kesediaan Sa’ad bin Abi Waqqas dan Abdurrahman bin Auf,
tetapi masing-masing juga menolak (Nasution, 2013:91).

Kaum pemberontak Kembali lagi untuk mendesak Ali supaya bersedia


diangkat menjadi khalifah. Ali akhirnya menerima jabatan tersebut dengan
ketentuan dia diberi kesempatan memerintah sesuai dengan kitab dan sunnah Rasul.
Ali bin Abi Thalib memangku jabatan khalifah mulai dari 24 Juni 656 M atau tahun
35 H, dalam usia 58 tahun. Namun, tidak seorang pun diantara sahabat terkemuka
yang sanggup menerima jabatab khalifah dalam menghadapi suasana seperti itu. Di
sisi yang lain para sahabat tidak mau memberikan bai’at kepada Ali bin Abi Thalib.

Dari masalah tersebut membuktikan bahwa Ali tidak mendapatkan


pengakuan dari para sahabat penting di Madinah, ditambah lagi dari penduduk
Syam. Maka dapat dikatakan bahwa pemerintahan Ali inilah yang paling tidak
stabil. Ali dihadapkan pada konflik berkepanjangan dari awal sampai akhir
pemerintahannya. Diantarang konflik dengan Aisyah, Muawiyyah, dan dengan
mantan anak buahnya Khawarij. Menurut (Al-Khudri Bek dalam Nasution, 2013:
92) yang menjadi penyebab utama tidak stabilnya keadaan dimasa pemerintahan
khalifah Ali karena, Ali terlalu percaya diri dan memandang hanya pendapatnya
saja yang benar. Sudah jarang sekali Ali bermusyawarah dengan orang-orang besar
Quraisy dalam urusan penting, malahan Ali terlalu keras terhadap mereka.
Sehingga banyak para pembesar Quraisy dan pengikutnya memisahkan diri,
kemudian menjadi keolmpok Khawarij.

3). Kebijakan Ali bin Abi Thalib

Setelah Ali bin Abi Thalib diangkat menjadi khalifah, dia mengambil dua
kebijakan. Menurut (Nasution, 2013: 93) Pertama, memecat gubernur yang
diangkat oleh Utsman termasuk Muawiyyah yang sudah menjadi gubernur Syam
sejak khalifah Umar bin Khattab. Kedua, mengambil Kembali tanah-tanah negara
yang sudah diperjual belikan oleh khalifah Utsman bin Affan. Banyak pendukung
dan penasehat Ali serta kerabatnya menasehatinya ditengah ketidak stabilan politik,
namun Ali tidak memperdulikannya. Akibat dari Tindakan Ali tersebut, dia
kehilangan dukungan dari para sahabat karibnya seperti Abdullah bin Abbas
apalagi dengan Muawiyah tentu akan memusuhinya.

4). Konflik-Konflik Pada Masa Pemerintahan Ali bin Abi Thalib

Menurut (Nasution, 2013:97-101) Konflik-konflik pada masa pemerintahan


Ali bin Abi Thalib antara lain :

a. Konflik dengan Muawiyah (Perang Shiffin)

Konfilk khalifah Ali yang paling lama adalah dengan Muawiyah. Riwayat
singkat Muawiyah dapat dikatakan bahwa dia sebagai keturunan bani Umayyah
masih satu keturunan dengan Utsman bin Affan. Sehingga yang paling patut
menuntut dan membela atas kematian khalifah Utsman adalah Muawiyah.
Penduduk Syam dan Muawiyah menuduh Ali ikut terlibat dalam peristiwa
pembunuhan khalifah Utsman. Mereka meminta pertanggung jawaban Ali terhadap
peristiwa tersebut dan mengajukannya kepengadilan.

Ali bin Abi Thalib tidak dapat memenuhi permintaan yang diajukan,
sehingga Ali tidak di bai’at ketika menjadi khalifah. Di sisi yang lain, Ali
memandang Muawiyah sebagai seorang pembangkang yang harus diperangi. Oleh
karena itu, Ali bersama 50.000 orang tentara berangkat menuju Utara dan di suatu
tempat bernama Shiffin. Di sebelah Barat sungai Eufrat bertemu dengan pasukan
Muawiyah sebanyak 80.000 orang.

Untuk kedua kalinya Ali tetap berkeinginan untuk tidak berperang. Oleh
karena itu, Ali mengutus delegasi menemui Muawiyah meminta supaya mereka
membai’atnya sebagai khalifah. Tetapi Muawiyah tidak memperdulukannya,
sehingga tidak ada alternative kecuali memerangi Muawiyah. Maka perangpun
terjadi dalam beberapa hari. Ali berhasil membangkitkan semangat pasukannya
sehingga perang dapat tercapai. Muawiyah yang cemas melihat situasi tersebut,
akhirnya mengutus Amr bin Ash untuk melakukan siasat dengan membawa Mushaf
(kitab Al-Qur’an) supaya diangkat dengan tombak ke atas. Melihat situasi tersebut
Ali, terpaksa mengalah dan mengumumkan peperangan dihentikan. Perselisihan
tersebut diselesaikan melalui arbitrase sehingga dalam perististiwa itu, Ali
mendapat kencaman dari pengikutnya.

b. Munculnya kaum Khawarij

Dalam perjalanan pulang ke Kuffah, anggota pasukan kelompok Ali yang


tadinya mengancam Ali supaya menghentikan perang dan melakukan perundingan,
namun berubah pendirian. Mereka berpendapat bahwa dengan melakukan
perundingan adalah salah karena hak mengadili ada di tangan Allah swt (semboyan
mereka). Atas dasar itu, mereka mengusulkan agar persetujuan mengadakan
perundingan dibatalkan dan usul tersebut ditolak Ali, sehingga konflik dengan
kaum Khawarij muncul.

c. Peristiwa Tahkim

Masing-masing pihak disetujui mengutus seorang peruding (hakam).


Keputusan mereka mengikat kedua belah pihak. Dari pihak Ali diutus Abu Musa
Al-Asy’ari, mantan gubernur Kuffah. Dari pihak Muawiyah mengutus Amr bin
Ash, mantan gubernur Mesir. Tahkim atau perundingan diselenggarakan pada bulan
Ramadhan 37 H atau Januari 659 M, disuatu tempat bernama Dumat Al-Jandal
antara Madinah dan Damaskus.

Agenda pertama, Amr bin Ash berhasil menyakinkan Abu Musa bahwa
Utsman terbunuh secara Dzalim. Oleh karena itu Muawiyah adalah orang yan
pailing pantas menunutut belas atas kematian khalifah Utsman. Agenda kedua, ide
yang dikemukakan Abu Musa ialah menghentikan pemerintahan Ali dan Muawiyah
dari jabatan masing-masing dan kemudian diserahkan kepada kaum muslimin untuk
mencari penggantinya. Usul tersebut disetujui oleh Amr bin Ash.

Untuk menyampaikan hasil keputusan tersebut kepada masyarakat luas, Abu


Musa tampil lebih dulu menyampaikan apa adanya. Sementara Amr bin Ash yang
tampil kemudian menyatakan bahwa dia telah menurunkan Ali dari jabatannya
sebagai khlifah dan menetapkan Muawiyah sebagai penggantinya. Sehingga dapat
diketahui bahwa dari pihak Muawiyah tidak ada maksud menyelesaikan
perselisihan mereka dengan Ali dan sekedar menghindar dari kekalahan perang
Shiffin. Latar belakang menuntut bela atas kematian khalifah Utsman, menjadi
faktor agar Muawiyah diangkat menjadi khalifah.

5). Ali bin Abi Thalib Terbuhuh

Tahkim telah merugikan Ali dan menguntungkan Mu’awiyah untuk


mencapai tujuannya menjadi khalifah. Khalifah yang resmi sebenarnya hanya Ali,
tetapi melalui tahkim, Mu’awiyah pun menjadi khalifah yang tidak resmi. Ali dan
pasukannya yang setia padanya akan terus melanjutkan perang melawan
Mu’awiyah. Namun Ali sekarang sudah punya dua musuh Mu’awiyah dan kaum
Khawarij.

Khawarij bukan hanya keluar dari barisan Ali, bahkan menyusun kekuatan
untuk melawan Ali, mereka berkumpul di Harura setelah Ali kembali dari Siffin.
Kaum Khawarij dipimpin oleh Abdullah Ibnu Wahab al Resibi. Sementara Ali
mempersiapkan pasukan untuk menghadapi Mu’awiyah di Siria, kaum Khawarij
memberontak melawan Ali di Nehrawan. Tentu Ali berusaha menumpas
pemberontakan Khawarij terlebih dahulu, Ali menyerang kamp perkemahan
mereka di Nehrawan dan hampir saja mengalahkan mereka. Sebagian dari mereka
melarikan diri dan terus bangkit lagi dengan nama lain. Mereka selalu menjadi
penghalang di dalam tubuh pemerintahan khalifah sampai masa Abbasiyah.
Sementara pasukan Ali melawan kaum Khawarij, Mu’awiyah mengirim
pasukannya dari Syiria dengan dipimpin Amr bin Ash untuk merebut Mesir.
Gubernur Mesir yang diangkat Ali berhasil digulingkan oleh pasukan Amru bin
Ash dan akhirnya Mesir berada di bawah kekuasaan Mu’awiyah pada bulan Juli
658 M. dan Amr bin Ash sebagai gubernurnya (Fuad, 2016:77).
Di samping itu kaum Khawarij secara diam-diam telah konspirasi untuk
membunuh ketiganya pada hari dan waktu yang sama yaitu 17 Ramadhan 40 H/24
Januari 661 M. Abdurrahman bin Muljam diutus membunuh khalifah Ali di Kufah,
Amr bin Bakar at Tamimi berangkat ke Mesir untuk membunuh Amr bin Ash dan
Al Bakar bin Abdullah Al Tamimi pergi ke Syiria untuk membunuh Mu’awiyah.
Diantara itu, hanya Abdurrahman yang berhasil membunuh Ali bin Abi Thalib pada
pagi hari Jum’at ketika Ali sedang menuju ke masjid untuk melaksanakan sholat
Shubuh. Atas peristiwa tersebut maka berakhirlah masa pemerintahan Ali bin Abi
Thalib sebagai khalifah.
KESIMPULAN

Nabi Muhammad saw. adalah manusia yang telah dipilih Allah swt. Untuk
menjadi pemimpin dari sekian bani Adam baik di dunia maupun di akhirat. Garis
keturunannya berasal dari Bani Hasyim yang merupakn suku terpandang
dikalangan masyarakat Quraisy. Dalam kehidupannya, beliau menjalankan hidup
sebagai pedagang. Melalui wahyu, Nabi Muhammad ditugaskan untuk menjalani
misi dakwah dan penyebaran ajaran Islam kepada seluruh umatnya, agar terhindar
dari penyelewangan dan ketidakbenaran tentang jalan hidup mereka.

Dakwah Nabi Muhammad di Mekah mengalami kendala dari pemuka


Quraisy karena beberapa sebab, antara lain :

1. Persaingan berebut kekuasaan. Mereka tidak mau tunduk pada Nabi Muhammad
yang mengakibatkan mereka kehilangan kekuasaan mereka.

2. Persamaan hak dan derajat yang dibawa Islam dipandang tidak pantas. Karena
kaum Quraisy membanggakan diri mereka dari pada suku-suku Arab lainnya.
Terlebih mereka tidak mau disamakan derajatnya dengan budak-budak mereka.

3. Kerugian materi. Bagi orang-orang Arab, memahat patung untuk dijadikan


sesembahan merupakan mata pencaharian. Jika tidak boleh menyembah berhala,
mereka takut mata pencaharian mereka akan hancur.

Dakwah Nabi Muhammad periode Madinah :

1. Bermula dari rombongan dari Yastrib ke Mekah yang tertarik dengan Nabi
Muhammad saw dan melakukan baiat kepada Nabi Muhammad SAW.

2. Nabi Muhamamd saw membangun dasar-dasar Madinah sebagai negara kota dan
juga sebagai pusat pengembangan Islam.

3.Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin di Madinah sudah bisa membangun
pasukan perang.

Masa Pemerintahan Khulafaur Rasyidin :

1. Nabi Muhammad SAW wafat tanpa menunjuk pengganti beliau.


2. Tidak ada keputusan untuk menentukan pemimpin (khalifah) sehingga pemilihan
Abu Bakar As-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, hingga Ali bin
Abi Thalib dilakukan dengan cara yang berbeda-beda
3. Masa Abu Bakar menitik beratkan pada penumpasan kaum-kaum yang murtad,
kecuali mereka mau bertaubat.

4. Masa Umar bin Khattab, berhasil memperlua wilayah dan menguasai Jerussalem,
Mesir dan Persia.

5. Masa Utsman bin Affan Usman banyak struktur pemerintahan yang diduduki
oleh pengankatan keluarganya sendiri sehingga menuai protes masyarkat yang
puncaknya adalah pembunuhan terhadap Utsman.

6. Masa Ali bin Abi Thalib di warnai dengan kondisi politik yang tidak stabil. Pada
masanya, Ali tidak bisa melakukan ekspansi karena banyak masalah internal
yang puncaknya adalah pembunuhan terhadap dirinya.
REFERENSI

Nasution, Syamruddin. 2013. Sejarah Peradaban Islam. Pekan Baru: Yayasan


Pusaka Riau.

Ali, Muhammad. 2007. The Early Caliphate (Khulafa-ur-Rasyidin). Jakarta: Darul


Kutubil Islamiyah.

Fuad, Zakki .AH. 2016. Sejarah Peradaban Islam (Paradigma Teks, Refleksi, dan
Filosofis. Surabaya: Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Tersedia di
http://digilib.uinsby.ac.id/20102/1/Buku%20Ajar%20Sejarah%20Perdaban%20Islam%20
Tarbiyah.pdf Tanggal 10-03-2020 pada pukul 15.49

Asror, Nauval dan Afriani, Nazelia. 2017. Muhammad dan Transformasi


Masyarakat Arab. Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.

Tersedia di
https://www.academia.edu/32068494/MUHAMMAD_DAN_TRANSFORMASI_MASYARA
KAT_ARAB Tanggal 11-03-2020 pada pukul 18.38

Yahya, Kurnia. 2019. Penyebaran Pengaruh Islam di Timur Tengah dan Afrika
Utara: Studi Geobudaya dan Geopolitik. Ponorogo Madiun: Universitas
Darussalam Gontor.
Tersedia di
https://www.researchgate.net/publication/333975124_Pengaruh_Penyebaran_Islam_di
_Timur_Tengah_dan_Afrika_Utara_Studi_Geobudaya_dan_Geopolitik Tanggal 19-03-
2020 pada pukul 20.23
Yamin, Muhammad. 2017. Peradaban Islam Pada Masa Nabi Muhammad Saw.
Medan: Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah Medan.
Tersedia di
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/ihya/article/view/705 Tanggal 19-03-2020 pada
pukul 20.53
Setiawan, Fajar dan Efendi Dwijaya. 2018. Periode Khulafaur Rasyidin (632-661
M). Pekan Baru: Universitas Negeri Islam Sultan Syarif Kasim Riau.
Tersedia di
https://www.academia.edu/38727987/SEJARAH_PERADABAN_ISLAM_PERIODE_KHULA
FAUR_RASYIDIN_632-661_M Tanggal 19-03-2020 pada pukul 21.20

Anda mungkin juga menyukai