Anda di halaman 1dari 13

RINGKASAN MATA KULIAH (RMK) AKUNTANSI KEUANGAN

“PENYUSUTAN, PENURUNAN NILAI, DAN DEPLESI”


(DEPRECIATION, IMPAIRMENT, AND DEPLETION)
A. Penyusutan
Penyusutan berarti alokasi biaya. Penyusutan merupakan proses akuntansi untuk
mengalokasikan harga aset berwujud menjadi beban dengan cara yang sistematis dan rasional
selama periode perkiraan manfaat dari penggunaan aset tersebut. Istilah penyusutan
(depresiasi) digunakan untuk penghapusan harga aset jangka panjang selama periode tertentu,
sementara untuk aset yang tidak berwujud (seperti paten atau copyrights) digunakan istilah
amortisasi. Penurunan nilai sumber daya alam (seperti minyak, gas, dan batu bara) disebut
deplesi.

A.1. Faktor yang Terlibat


Beberapa faktor yang terlibat dalam proses penyusutan antara lain:
1. Dasar penyusutan aset
Dasar yang ditetapkan untuk penyusutan merupakan fungsi dari dua faktor yaitu biaya
awal dan nilai sisa (residual value). Nilai sisa (residual value) merupakan nilai perkiraan
yang akan diperoleh perusahaan ketika perusahaan menjual atau menarik aset tersebut dari
penggunaannya. Dari sudut pandang praktis, nilai sisa seringkali dianggap sebesar nol. Akan
tetapi, beberapa aset jangka panjang memiliki nilai sisa yang substansial.

2. Estimasi masa manfaat


Masa manfaat atau umur pelayanan suatu aset dan umur fisiknya seringkali tidak
sama. Suatu mesin secara fisik mungkin dapat memproduksi sejumlah produk tertentu selama
beberapa tahun melebihi umur pelayanannnya. Tetapi sebuah perusahaan mungkin tidak
menggunakan mesin selama seluruh tahun itu karena biaya pembuatan produk dalam tahun-
tahun terakhir mungkin terlalu tinggi. Suatu aset ditarik dari penggunaannya karena dua
alasan yaitu faktor-faktor fisik (seperti keausan, kerusakan, atau habisnya umur fisik aset)
yang membuat aset tersebut sulit untuk bekerja tanpa batas dan faktor-faktor ekonomi yang
dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori berikut:
a. Ketidaklayakan (inadequacy)
Terjadi apabila suatu aset tidak berguna lagi bagi perusahaan tertentu karena permintaan
akan produk perusahaan itu tidak meningkat
b. Penggantian (supersession)
Penggantian suatu aset dengan aset lainnya yang lebih efisien dan ekonomis

c. Keusangan (obsolescence)
Merupakan tempat pembuangan untuk situasi yang tidak melibatkan ketidaklayakan dan
penggantian
Karena perbedaan di antara kategori ini tampat tidak nyata, maka yang lebih baik
adalah mempertimbangkan faktor-faktor ekonomi secara total, bukan mencoba membuat
perbedaan yang tidak begitu jelas.

3. Pemilihan metode alokasi biaya yang paling sesuai (metode penyusutan)


Faktor ketiga yang terlibat dalam proses penyusutan adalah metode pembagian biaya
secara adil. Profesi akuntan mewajibkan metode penyusutan yang digunakan harus
“sistematis dan rasional”.

A.2. Metode Penyusutan


Untuk dapat menerapkan metode yang sistematis dan rasional, metode penyusutan
yang digunakan oleh perusahaan harus mencerminkan pola pemanfaatan atau penggunaan
manfaat ekonomi masa depan aset oleh perusahaan. Beberapa metode penyusutan yang sering
digunakan oleh perusahaan antara lain:
1. Metode Aktivitas (Unit Produksi)
Metode ini mengasumsikan penyusutan sebagai fungsi dari penggunaan dan produktivitas
dan bukan dari berlalunya waktu. Umur aset dinyatakan dalam istilah keluaran (output)
yang disediakan (unit-unit yang diproduksi) atau masukan (input) seperti jumlah jam
kerja. Rumus penentuan beban penyusutan dalam metode ini ialah sebagai berikut:
( Harga Perolehan−Nilai Sisa ) × Jam Tahun Ini
Beban Penyusutan=
Total Estimasi Jam
Keterbatasan utama metode ini ialah bahwa metode ini tidak tepat untuk digunakan pada
situasi dimana penyusutan merupakan fungsi dari waktu dan bukan aktivitas, sehingga
suatu aset tergantung pada faktor-faktor ekonomi atau fungsional, bukan pada
penggunaannya, contohnya bangunan.

2. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)


Metode garis lurus mempertimbangkan penyusutan sebagai fungsi dari waktu, bukan
fungsi dari penggunaan. Prosedur ini secara konseptual seringkali merupakan prosedur
penyusutan yang paling sesuai. Rumus untuk menghitung beban penyusutan dengan
menggunakan metode ini ialah sebagai berikut:
Harga Perolehan−Nilai Sisa
Beban Penyusutan=
Estimasi Masa Manfaat
Keberatan utama terhadap metode garis lurus adalah bahwa metode ini didasarkan atas
dua asumsi yang tidak realistis yaitu 1) kegunaan ekonomi aset itu sama setiap tahun dan
2) beban reparasi dan pemeliharaan pada dasarnya sama setiap periode. Selain itu
permasalahan lainnya ialah berkembangnya distorsi dalam analisis tingkat pengembalian
(laba/aset).

3. Metode Beban Menurun (Dipercepat)


Metode ini menyediakan beban penyusutan yang lebih tinggi pada tahun-tahun awal dan
beban yang lebih rendah pada periode mendatang. Justifikasi utama untuk pendekatan ini
adalah bahwa lebih banyak penyusutan harus dibebankan pada tahun-tahun awal karena
aset lebih produktif pada tahun-tahun tersebut. Argument lainnya adalah bahwa metode
ini memberikan biaya yang konstan karena beban penyusutan lebih rendah dalam periode
terakhir, dimana pada waktu itu biaya reparasi dan pemeliharaan seringkali lebih tinggi.
Secara umum metode yang sering digunakan dalam metode beban menurun (dipercepat)
ialah sebagai berikut:
a. Jumlah Angka Tahun (Sum of the Years Digits)
Metode ini menghasilkan beban penyusutan yang menurun berdasarkan pecahan yang
menurun dari biaya yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi nilai sisa).
Setiap pecahan menggunakan jumlah angka tahun sebagai penyebut dan jumlah tahun
estimasi umur yang tersisa pada awal tahun sebagai pembilang. Dengan metode ini,
pembilang menurun tahun demi tahun dan penyebut tetap konstan. Pada akhir masa
manfaat, saldo yang tersisa harus sama dengan nilai sisa. Metode perhitungan ini
ditunjukkan dalam ilustrasi berikut:
Umur
Nilai Buku
Dasar yang Beban
Pecahan Akhir
Tahun Penyusutan Tersisa Penyusutan
Penyusutan Tahun
($) dalam ($)
($)
Tahun
1 450,000 5 5/15 150,000 350,000
2 450,000 4 4/15 120,000 230,000
3 450,000 3 3/15 90,000 140,000
4 450,000 2 2/15 60,000 80,000
5 450,000 1 1/15 30,000 *50,000
15 15/15 450,000
*Nilai Sisa

b. Metode Pembebanan Menurun (Declining Balance Method)


Metode ini menggunakan tarif penyusutan (diekspresikan sebagai presentase) berupa
beberapa kelipatan dari metode garis lurus. Sebagai contoh tarif saldo menurun
berganda untuk aset 10 tahun akan menjadi 20% (dua kali lipat tarif garis lurus, yaitu
1/10 atau 10%). Tarif saldo menurun tetap konstan dan diaplikasikan pada nilai buku
yang menurun setiap tahun. Tidak seperti metode lainnya, dalam metode saldo
menurun nilai sisa tidak dikurangkan dalam menghitung dasar penyusutan. Tarif saldo
menurun dikalikan dengan nilai buku aset pada awal setiap periode. Karena nilai buku
aset dikurangi setiap periode dengan beban penyusutan, maka tarif saldo menurun
yang konstan diaplikasikan pada nilai buku yang terus menurun yang menghasilkan
beban penyusutan yang semakin rendah setiap tahunnya. Proses ini terus berlangsung
hingga nilai buku aset berkurang mencapai estimasi nilai sisanya, dimana pada saat
tersebut penyusutan akan dihentikan. Berikut ilustrasi penyusutan dengan
menggunakan metode pembebanan menurun (declining balance method):
Nilai Buku
Saldo
Aset pada Tarif Beban Nilai Buku
Akumulasi
Tahun Tahun Saldo Penyusutan Akhir Tahun
Penyusuta
Pertama Menurun ($) ($)
n ($)
($)
1 500,000 40% 200,000 200,000 300,000
2 300,000 40% 120,000 320,000 180,000
3 180,000 40% 72,000 392,000 108,000
4 108,000 40% 43,200 435,200 64,800
5 64,800 40% 14,800 450,000 50,000
Tarif saldo menurun berdasarkan dua kali tarif garis lurus sebesar 20% (100% dibagi
5 tahun).

A.3. Penyusutan Terpisah untuk Komponen Aset


IFRS mensyaratkan bahwa untuk masing-masing item aset tetap yang bernilai
signifikan terhadap total biaya dari suatu aset harus disusutkan secara terpisah. Sehingga
bagaimanapun perusahaan harus menentukan alokasi yang sesuai untuk masing-masing
komponen. Perusahaan yang menerapkan penyusutan secara terpisah untuk komponen aset
dalam pelaporan keuangannya harus tetap melaporkan nilai aset dan akumulasi penyusutan
aset tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh. Ada kalanya suatu perusahaan tidak dapat
menentukan harga perolehan atau biaya pembelian untuk masing-masing komponen aset.
Pada kasus ini, komponen aset tersebut dapat diperkirakan berdasarkan referensi dari harga
pasar komponen tersebut (jika ada), berdasarkan hasil diskusi dengan professional di bidang
penilaian, atau dengan menggunakan pendekatan lain yang layak.

A.4. Masalah Khusus


Terdapat beberapa masalah khusus terkait penyusutan, permasalahan tersebut antara
lain:
a. Bagaimana perusahaan menghitung penyusutan untuk periode kurang dari satu tahun
fiskal?
Salah satu permasalahan dalam penyusutan ialah apabila suatu aset diperoleh pada
pertengahan tahun fiskal, sehingga perusahaan tidak menyusutkan aset tersebut satu tahun
penuh, melainkan hanya menyusutkan aset tersebut sejak tanggal perolehannya hingga
tanggal pelaporan (akhir tahun fiskal, biasanya 31 Desember). Cara untuk menghitung
penyusutan aset yang diperoleh pada pertengahan tahun fiskal ialah dengan menggunakan
kebijakan pecahan tahun (fractional-year policies).

b. Apakah penyusutan mencadangkan kas untuk penggantian aset?


Kesalahpahaman yang umum mengenai penyusutan ialah bahwa penyusutan
mencadangkan dana untuk penggantian aset tetap. Penyusutan sama dengan beban
lainnya yang mengurangi pendapatan bersih. Perbedaannya ialah bahwa penyusutan tidak
melibatkan arus kas. Penyusutan tidak menyediakan dana untuk penggantian aset. Dana
untuk penggantian aset berasal dari pendapatan (yang diperoleh dari hasil penggunaan
aset). Tanpa pendapatan, tidak ada penghasilan yang terwujud dan tidak ada hasil arus kas
masuk dari penyusutan.

c. Bagaimana seharusnya perusahaan menangani perubahan dalam tarif penyusutan?


Adakalanya tarif beban penyusutan yang ditetapkan perusahaan harus direvisi baik karena
keusangan atau deteriorasi fisik yang tidak terduga yang menyebabkan masa manfaat aset
lebih rendah dari masa manfaat prediksi sebelumnya maupun karena pemeliharaan yang
memperpanjang masa manfaat aset. Perusahaan yang melakukan perubahan dalam tarif
penyusutannya harus melaporkan perubahan estimasi tersebut pada periode tahun
pelaporan dan periode setelah pelaporan (prospektif) dan tidak perlu melakukan
perubahan pada pelaporan tahun-tahun sebelumnya.

B. Penurunan Nilai (Impairments)


Metode penilaian LCNRV (Lower Cost Net Realizable Value) dalam persediaan tidak
berlaku bagi aset tetap. Meskipun hampir sebagian aset tersebut mengalami keusangan,
akuntan tetap enggan untuk mengurangi nilai tercatat dari aset tersebut dikarenakan kesulitan
penilaian nilai wajar aset yang cenderung subjektif dan sewenang-wenang.
B.2. Pengakuan Penurunan Nilai (Impairments)
Penurunan nilai (impairments) terjadi apabila terdapat suatu kondisi dimana nilai aset
lebih tinggi dari harga pasar yang berlaku untuk aset tersebut. Biasanya pada kondisi krisis
ekonomi, harga aset di pasar lebih rendah daripada nilai tercatat aset tersebut. Pada kondisi
ini perusahaan memutuskan untuk melakukan penghapusan (write off) sebagian dari nilai aset
jangka panjangnya, kondisi inilah yang dinamakan penurunan nilai (impairments). Suatu aset
jangka panjang, diturunkan nilainya ketika perusahaan tidak dapat memulihkan nilai tercatat
dari aset tersebut baik dengan menjual maupun dengan menggunakannya.

B.3. Ilustrasi Penurunan Nilai (Impairments)


Untuk menentukan apakah suatu aset tetap mengalami penurunan nilai atau tidak,
dapat digunakan beberapa informasi sebagai indikator penurunan nilai sebagai berikut:
a. Informasi dari sumber internal, yaitu adanya perubahan yang merugikan dalam kinerja
aset tetap
b. Informasi dari sumber eksternal, yaitu adanya perubahan yang merugikan dalam
lingkungan bisnis atau regulasi
Apabila didapatkan indikasi penurunan nilai, maka pengujian terhadap penurunan
nilai aset harus dilakukan. Pengujian ini membandingkan nilai tertinggi antara nilai
terpulihkan aset (recoverable amount) dengan nilai tercatatnya (carrying amount). Jika nilai
tercatat aset lebih tinggi dari nilai terpulihkan, maka selisih antara nilai tercatat dengan nilai
terpulihkan tersebut merupakan rugi penurunan nilai (impairment). Akan tetapi apabila nilai
tercatat aset lebih rendah daripada nilai terpulihkannya maka tidak diakui penurunan nilai
atas aset tersebut.
Nilai terpulihkan (recoverable amount) merupakan nilai yang lebih tinggi dari nilai
wajar dikurangi biaya untuk menjual (fair value less cost) atau nilai dalam penggunaan aset
(value in use). Nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual (fair value less cost) berarti apakah
aset dapat dijual setelah dikurangi biaya pelepasan. Nilai penggunaan aset (value in use)
merupakan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan dari penggunaan masa depan dan
nilai penjualan aset pada akhir masa manfaatnya. Berikut ilustrasi penurunan nilai:

Nilai Tercatat Nilai Terpulihkan


Dibandingkan
(Carrying (Recoverable
dengan
Amount) Amount)

Yaitu nilai yang lebih tinggi


dari:
Nilai Wajar dikurangi biaya
menjual (fair value less costs
to sell), atau
Nilai penggunaan aset (value
in use)

Ayat jurnal yang dicatat perusahaan ketika perusahaan mengakui kerugian penurunan
nilai pada aset tetapnya ialah:
Rugi Penurunan Nilai (Loss on Impairment) xxx
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap xxx
Kerugian penurunan nilai (loss on impairment) ini dilaporkan dalam laporan laba rugi pada
bagian Pendapatan dan Beban Lainnya.

B.4. Pemulihan Kerugian (Reversal Of Loss)


Setelah mencatat kerugian penurunan nilai, nilai terpulihkan menjadi dasar penilaian
bagi aset yang diturunkan nilainya. Ketika di masa mendatang ada indikasi bahwa aset tidak
lagi mengalami penurunan nilai karena nilai terpulihkannya lebih tinggi daripada nilai
tercatat aset, maka perusahaan harus melakukan pemulihan kerugian nilai (reversal of loss).
Pemulihan kerugian nilai dicatat oleh perusahaan dalam ayat jurnal sebagai berikut:
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap xxx
Pemulihan Kerugian Nilai xxx
Pemulihan kerugian nilai (recovery of impairment loss) dilaporkan pada bagian Pendapatan
dan Beban Lainnya dalam Laporan Laba Rugi.

B.5. Unit Penghasil Kas (Cash Generating Units)


Unit penghasil kas (cash generating units) merupakan kelompok terkecil aset yang
menghasilkan arus kas tersendiri yang terpisah dari arus kas yang dihasilkan oleh kelompok
aset lainnya. Penurunan nilai pada unit penghasil kas harus dievaluasi secara terpisah dari
aset tetap yang mengalami penurunan nilai tersebut.

B.6. Penurunan Nilai pada Aset yang Diadakan untuk Dilepas


Perusahaan tidak perlu melakukan penyusutan atas aset yang diadakan untuk dilepas
dan memperlakukannya seperti perlakuan persediaan. Yaitu merevaluasi nilai aset pada
masing-masing periode pada nilai terendah antara biaya dengan nilai terealisasi bersihnya
(Net Realizable Value-NRV). Perusahaan dapat menaikan atau menurunkan nilai aset yang
dimiliki untuk dilepas pada periode setelah terjadi penurunan nilai, selama nilai tercatat aset
setelah dinaikkan tidak pernah melebihi jumlah tercatat aset sebelum terjadi penurunan nilai.

C. Deplesi
Sumber daya mineral sebagaimana layaknya aset tetap merupakan aset yang
dikonsumsi secara fisik selama masa pemanfaatannya sehingga aset tersebut tidak dapat
mempertahankan karakteristik fisiknya. Sama seperti aset tetap, beberapa permasalahan
akuntansi muncul terkait pemanfaatan sumber daya mineral ini, permasalahan tersebut antara
lain:
a. Apa dasar perusahaan untuk menghapuskan nilai sumber daya mineral tersebut?
b. Bagaimana pola alokasi yang seharusnya diterapkan oleh perusahaan?
Uraian di bawah ini akan menjawab dua pertanyaan krusial terkait pemanfaatan
sumber daya mineral.

C.1. Dasar Deplesi


Proses alokasi penggunaan sumber daya mineral disebut sebagai deplesi. Deplesi
dihitung berdasarkan tiga jenis pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan yaitu:
a. Biaya Sebelum Eksplorasi (Pre Exploratory Cost)
Merupakan biaya yang terjadi sebelum perusahaan memperoleh hak legal untuk
mengeksplorasi suatu wilayah.
Biaya-biaya ini umumnya dianggap bersifat spekulatif dan dibebankan pada saat
terjadinya.
b. Biaya Eksplorasi dan Evaluasi (Exploratory and Evaluation Cost)
Beberapa contoh biaya eksplorasi dan evaluasi antara lain: biaya akuisisi hak
penambangan, biaya penelitian secara topografi, geokimiawi, dan geofisika, biaya
sampling, biaya pengeboran, aktivitas terkait untuk mengevaluasi kelayakan teknis dan
kelayakan komersil dari ekstraksi sumber daya mineral.
Perusaahaan dapat memilih perlakuan atas biaya E&E ini. Mereka dapat menghapus
(write off) biaya-biaya ini saat terjadinya atau mengkapitalisasi biaya evaluasi yang
tertunda ini. IFRS memberikan fleksibilitas kepada perusahaan mengenai cara
memperhitungkan biaya E&E pada saat awal terjadinya.
c. Biaya Pengembangan (Development Cost)
Biaya pengembangan dibagi menjadi dua bagian yaitu: 1) biaya peralatan berwujud dan
2) biaya pengembangan tidak berwujud. Biaya peralatan berwujud seperti transportasi
dan peralatan berat untuk menambang sumber daya biasanya tidak diperhitungkan ke
dalam dasar deplesi. Biaya peralatan ini dialokasikan secara terpisah melalui beban
penyusutan. Sebaliknya untuk biaya pengembangan tidak berwujud seperti biaya
pengeboran terowongan, gua, dan sumur dianggap sebagai bagian dari dasar deplesi.

C.2. Penghapusan Biaya Sumber Daya (Write Off Of Resources Asset)


Biasanya deplesi dihitung dengan menggunakan metode unit produksi (pendekatan
aktivitas) yang berarti bahwa deplesi merupakan fungsi dari jumlah unit yang ditambang
selama periode berjalan. Dalam pendekatan ini, total biaya sumber daya alam dikurangi nilai
sisa dibagi dengan estimasi jumlah unit yang berada dalam deposit sumber daya alam
dihitung guna memperoleh biaya per unit produk. Biaya per unit ini lalu dikalikan dengan
jumlah unit yang ditambang untuk menghitung deplesi. Berikut rumus perhitungan deplesi:
Total Biaya−Nilai Sisa
Biaya Deplesi Per Unit =
Total Estimasi Unit yangTersedia

Ayat jurnal untuk mencatat deplesi ialah sebagai berikut:


Persediaan xxx
Akumulasi Deplesi xxx
Terkadang perusahaan tidak menggunakan akun Akumulasi Deplesi, melainkan langsung
mengkredit akun aset sumber daya alam. Dalam Laporan Laba Rugi, biaya deplesi
merupakan bagian dari Harga Pokok Penjualan.
C.3. Estimasi Cadangan Pemulihan
Kadangkala perusahaan perlu mengubah estimasi atau perkiraan dari cadangan
pemulihan karena mereka memperoleh informasi yang baru atau karena tersedianya proses
produksi yang lebih canggih. Perlakuan atas hal ini sama dengan perlakuan pada perubahan
tarif depresiasi, dimana perusahaan memberlakukan dasar prospektif atas perubahan estimasi
cadangan pemulihan ini. Perusahaan diharuskan untuk membagi biaya berdasarkan estimasi
terbaru dari cadangan pemulihan yang ditemukan.

C.4. Dividen Likuidasi (Liquidating Dividends)


Perusahaan seringkali memiliki property tertentu sebagai satu-satunya aset utama
yang akan digunakan untuk menambang sumber daya alam. Jika perusahaan tidak bermaksud
untuk membeli properti tambahan, maka perusahaan akan mendistribusikan investasi
modalnya secara bertahap kepada para pemegang saham dengan membayar dividen likuidasi
(liquidating dividends) yang lebih besar dari jumlah akumulasi laba bersih. Masalah utama
dari dividen likuidasi ini ialah bagaimana membedakan antara dividen yang merupakan
pengembalian modal dan yang bukan. Perusahaan yang menerbitkan dividen likuidasi harus
mendebet Premi Saham (Share Premium) untuk bagian yang berhubungan dengan investasi
awal dan bukan ke Laba Ditahan/Laba Tidak Dibagi, karena dividen tersebut merupakan
pengembalian sebagian dari kontribusi awal investor. Berikut ayat jurnal untuk mengakui
dividen likuidasi:
Laba Ditahan/Laba Tidak Dibagi xxx
Premi Saham – Saham Biasa xxx
Kas xxx

C.5. Penyajian dalam Laporan Keuangan


Terkait dengan pemanfaatan sumber daya mineral, perusahaan diharuskan untuk
melaporkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kebijakan akuntansi terkait eksplorasi/pemanfaatan sumber daya mineral, serta evaluasi
pengeluaran dan pengakuan terkait sumber daya mineral
b. Jumlah aset, kewajiban, beban, dan pendapatan serta arus kas operasi yang diperoleh dari
hasil pemanfaatan sumber daya mineral
D. Revaluasi
Perusahaan dapat memilih untuk menilai aset berdasarkan biaya atau nilai wajar aset
tersebut. Revaluasi merupakan penilaian aset pada nilai wajarnya.

D.1. Pengakuan Revaluasi


Untuk mengakui aset tetap pada nilai wajarnya, langkah-langkah yang dilakukan
perusahaan ialah sebagai berikut:
a. Mengurangi nilai akun Akumulasi Penyusutan Aset Tetap menjadi nol
b. Mengurangi nilai tercatat aset tetap sebesar selisih antara harga perolehan aset tetap
dengan nilai wajarnya
c. Mencatat Pendapatan Revaluasi Aset Tetap yang Belum Direalisasi (Unrealized Gain on
Revaluation) atas selisih dari nilai wajar dengan nilai tercatat aset. Akun unrealized gain
on revaluation ini dilaporkan pada Laporan Laba Rugi Komprehensif sebagai bagian dari
Pendapatan Komprehensif Lainnya. Akumulasi dari Pendapatan Komprehensif Lainnya
ini dilaporkan pada pos Ekuitas dalam Laporan Posisi Keuangan.
Berikut adalah ayat jurnal untuk mencatat pengakuan aset tetap pada nilai wajarnya:
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap xxx
Aset Tetap xxx
Pendapatan Revaluasi Aset Tetap yang Belum Direalisasi xxx
(Unrealized Gain on Revaluation)

D.2. Masalah Khusus


Penggunaan akuntansi revaluasi bukanlah proposisi “semua atau tidak sama sekali”.
Perusahaan diperkenankan untuk memilih menilai secara wajar salah satu komponen aset
tetap (contohnya bangunan) dan tidak merevaluasi komponen aset tetap lainnya (seperti
misalnya peralatan dan mesin). Bagaimanapun jika perusahaan memilih untuk melakukan
revaluasi atas salah satu komponen aset tetapnya, maka revaluasi haruslah dilakukan untuk
seluruh aset tetap yang termasuk dalam komponen atau kelas tersebut. Perusahaan yang
melakukan akuntansi revaluasi harus selalu berusaha untuk menjaga agar nilai aset tetap up
to date. Aset yang mengalami perubahan harga yang cepat harus dinilai kembali setiap tahun
atau dalam frekuensi lain yang lebih jarang yang masih dapat diterima. Nilai wajar dari aset
tetap biasanya adalah nilai pasar yang ditentukan oleh tim appraisal.
Sebagian besar perusahaan tidak menggunakan akuntansi revaluasi. Alasan utamanya
adalah biaya substansial dan berkelanjutan yang terkait dengan penilaian untuk menentukan
nilai wajar. Selain itu, keuntungan yang terkait dengan revaluasi di atas biaya historis tidak
dilaporkan dalam laba bersih melainkan langsung ke ekuitas. Di sisi lain, kerugian yang
terkait dengan revaluasi di bawah biaya historis menurunkan laba bersih. Selain itu, untuk
aset yang disusutkan, biaya penyusutan aset yang menjadi lebih tinggi atas aset yang dinilai
kembali juga mengurangi laba bersih perusahaan.

E. Penyajian dan Analisis


Perusahaan harus mengungkapkan dasar penilaian aset tetap bersama dengan
perjanjian, hak gadai, dan komitmen lain yang terkait dengan aset-aset ini. Kewajiban yang
dijamin oleh aset tetap tidak diungkapkan pada bagian aset tetap, melainkan harus
diungkapkan pada bagian kewajiban. Perusahaan juga perlu memisahkan aset tetap yang
digunakan dalam kegiatan operasional dan proses produksi dengan aset tetap yang dimiliki
untuk investasi atau yang tidak dipergunakan dalam proses produksi ataupun kegiatan
operasional (aset menganggur). Ketika perusahaan menyusutkan aset tetap atau
mendeplesikan sumber daya mineral, maka dibentuk akun Akumulasi Penyusutan atau
Akumulasi Deplesi, akun ini mengurangi harga perolehan aset tetap dan/atau sumber daya
mineral (dikredit terhadap harga perolehan aset).
Beberapa alat analisis yang dipergunakan untuk mengevaluasi penggunaan aset tetap
ialah sebagai berikut:
1. Asset Turnover Ratio (Rasio Perputaran Aset)
Rasio ini mengukur tingkat efisiensi penggunaan aset tetap oleh perusahaan. Rumusnya
ialah:
Penjualan Bersih
Asset Turnover =
Rata−Rata Total Aset

2. Profit Margin on Sales Ratio (Rasio Laba Berbanding Penjualan)


Rasio ini mengukur tingkat profitabilitas perusahaan atas penggunaan aset tetapnya.
Rumus atas rasio ini ialah:
Pendapatan Bersih
Profit Margin on Sales=
Penjualan Bersih
3. Tingkat Return on Asset (ROA)
Rasio ini mengukur besar penerimaan yang diperoleh perusahaan melalui penggunaan
asetnya. Rumus ROA ialah sebagai berikut:
Pendapatan Bersih
ROA= atau ROA=( Profit Margin on Sales x Asset Turnover )
Rata−Rata Total Aset

Anda mungkin juga menyukai