Anda di halaman 1dari 72

PENGARUH MOTIVASI BELAJAR DAN KONTROL DIRI TERHADAP

PROKRASTINASI SKRIPSI DALAM MENYELESAIKAN SKRIPSI


PADA MAHASISWA PRODI PENDIDIKAN ADMINISTRASI
PERKANTORAN TAHUN ANGKATAN 2016 FE UNY

TUGAS AKHIR SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta


untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Pendidikan

Oleh:
Agit Putranto Aji
NIM 16802241016

PRODI STUDI PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan di era globalisasi memiliki persaingan yang ketat di bidang

pekerjaan, karena sumber daya manusia sangat dilihat berdasarkan kualitas dan

kuantitas kinerja seseorang dari jenjang pendidikan (Wensly, 2016). Menurut

Darmaningtyas (2004) pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis untuk

mencapai taraf hidup atau kemajuan yang lebih baik, salah satu caranya dengan

masuk ke dalam perguruan tinggi. Amin (2014) menjelaskan bahwa perguruan

tinggi adalah unit pelaksana pendidikan yang berwenang dalam

menyelenggarakan pendidikan tinggi dengan tujuan secara khusus untuk

pengembangan ilmu pengetahuan umum yang sesuai dengan ketentuan serta

peraturan dan undang-undang Republik Indonesia dimana mahasiswa dan tenaga

pendidiknya berasal dari khalayak umum atau terbuka untuk umum.

Mahasiswa adalah seseorang yang dalam proses belajar dan terdaftar

sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri

dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institute, dan universitas (Lastary &

Rahayu, 2018). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan

sebagai orang yang belajar di Perguruan Tinggi. Seorang dapat digolongkan pada

masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan

usia mahasiswa ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf, 2012). Berdasarkan

uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, mahasiswa yaitu seorang peserta didik

1
yang terdaftar menjalani pendidikan di perguruan tinggi baik dari akademik,

politeknik, institute, dan universitas.

Pengerjaan skripsi dikerjakan oleh mahasiswa program sarjana sebagai

syarat kelulusan pada masa akhir studinya. Seperti yang diungkapkan oleh

Darmono dan Hasan (2002) bahwa skripsi merupakan karya ilmiah yang ditulis

program sarjana pada masa akhir studinya berdasarkan hasil penelitian, kajian

kepustakaan, atau pengembangan terhadap suatu masalah yang dilakukan secara

saksama.

Seseorang yang mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai

batas waktu yang telah ditentukan, sering mengalami keterlambatan,

mempersiapkan sesuatu yang berlebihan, dan gagal dalam menyelesaikan tugas

skripsi sesuai batas waktu yang ditentukan, dikatakan sebagai seorang yang

melakukan prokrastinasi. Oleh karena itu, prokrastinasi dapat dikatakan sebagai

salah satu perilaku yang tidak efisien dalam menggunakan waktu dan adanya

kecenderungan untuk tidak segera memulai suatu pekerjaan ketika menghadapi

suatu tugas (Ghufron dan Risnawita, 2016:149).

Prokrastinasi merupakan istilah yang disematkan untuk kebiasaan dalam

menunda pekerjaan. Prokrastinasi ini dilakukan dengan sengaja dan berulang-

ulang. Ini diakibatkan oleh kesibukan melakukan aktivitas lain yang sebenarnya

tidak diperlukan dalam pengerjaan tugas tersebut (Ghufron dan Risnawita, 2016:

155). Prokrastinasi terbagi atas dua karaktristik menurut Boice (dalam Burhan,

dkk, 2017: 25), yaitu: (1) prokrastinasi diartikan sebagai penundaan tugas yang

lebih sulit dan penting dibanding tugas yang lebih gampang, lebih cepat

2
diselesaikan sehingga lebih mengurangi kecemasan. (2) prokrastinasi diartikan

pula sebagai menunggu hingga waktu yang tepat dalam bertindak. Hal ini

dimaksudkan agar memaksimalkan hasil yang diperoleh dan meminimalkan

risikonya, jika dibandingkan apabila dilakukan seperti biasa, sesuai waktu yang

ditetapkan.

Kendall dan Hammen (dalam Burhan, dkk., 2017) berpendapat tentang

penundaan dilakukan individu sebagai bentuk coping yang digunakan

menyesuaikan diri terhadap situasi yang membuat stres. Hal ini menunjukkan

bahwa mahasiswa dalam kondisi ini mengalami krisis yang nampak jelas yaitu

tentang penggunaan waktu luang. Hal yang dapat diperhatikan bahwa para

mahasiswa mengalami kesusahan dalam memanfaatkan waktu luangnya. Menurut

hasil penelitian Yuanita (2010) di luar negeri menunjukkan bahwa prokrastinasi

terjadi dalam berbagai bidang kehidupan, salah satunya di bidang akademik.

Penelitian prokrastinasi awalnya memang banyak terjadi dalam ruang lingkup

akademik, yaitu lebih dari 70% mahasiswa melakukan prokrastinasi. Pada hasil

New Statement 26 Februari 1999 yang isinya bahwa kurang lebih 20% sampai

dengan 70% mahasiswa melakukan prokrastinasi (Yuanita, 2010).

Berdasarkan data kelulusan 4 tahun terakhir yang diperoleh dari Kepala

Sub. Bagian Akademik Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta,

mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi Perkantoran yang mengalami

prokrastinasi dalam mengerjakan skripsi sebagai berikut:

3
Tabel 1. Data Kelulusan 4 Tahun Terakhir Mahasiswa Prodi Pendidikan
Administrasi Perkantoran yang Mengalami Prokrastinasi dalam
Mengerjakan Skripsi
Jumlah
Tahun Jumlah Persentase
Mahasiswa yang Angkatan
Kelulusan Mahasiswa Kelulusan
Lulus

2017 83 219 2011-2013 37,8%

2018 80 219 2012-2014 36,5%

2019 65 219 2012-2015 29,6%

(Sumber: Sub. Bagian Akademik Fakultas Ekonomi)

Berdasarkan tabel di atas memberikan uraian mengenai 4 angkatan

terakhir mahasiswa prodi Penididikan Administrasi Perkantoran yakni mahasiswa

yang lulus di tahun 2017 hanya ada 83 mahasiswa yang lulus atau hanya 37,8%

dari jumah keseluruhan 219 mahasiswa dari angkatan 2011-2013, tahun 2018

hanya ada 80 mahasiswa yang lulus atau hanya 36,5% dari jumah keseluruhan

219 mahasiswa dari angkatan 2012-2014, selanjutnya pada tahun 2019 ada 65

mahasiswa atau 29,6% dari jumlah keseluruhan 2019 mahasiswa dari angkatan

2012-2015. Data tersebut menunjukkan penurunan target jumlah kelulusan

mahasiswa tiap tahunnya.

Fenomena mahasiswa di atas menunjukkan bahwa adanya sikap

penundaan tugas akademik, khususnya dalam pengerjaan skripsi. Menurut

Ferrari, 1995 (dalam Hayyinah, 2004) dengan melakukan penundaan, maka

banyak waktu yang terbuang sia-sia. Tugas menjadi terhenti sebelum selesai

dikerjakan, bahkan tugas yang seharusnya bisa diselesaikan hasilnya menjadi

tidak maksimal. Penundaan juga bisa mengakibatkan individu kehilangan peluang

dan kesempatan yang akan datang.

4
Prokrastinasi itu sendiri terjadi karena adanya keyakinan irrasional yang

dimiliki seseorang. Keyakinan irrasional tersebut dapat disebabkan oleh suatu

kesalahan dalam mempersepsikan tugas akademik, seseorang memandang tugas

sebagai sesuatu yang berat dan tidak menyenangkan. Oleh karena itu, seseorang

merasa tidak mampu untuk menyelesaikan tugasnya secara memadai, sehingga

menunda-nunda dalam menyelesaikan tugas.

Menurut Ilfiandra (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi

di bidang akademik dapat dikategorikan dua macam, yaitu faktor internal dan

eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu yang

menyebabkan terjadinya prokrastinasi. Faktor eksternal tersebut adalah gaya

pengasuhan orang tua dan kondisi lingkungan yang rendah pengawasan. Faktor

internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang mempengaruhi

yang meliputi kondisi fisik dan psikologis individu. Psikologi individu yang

mempengaruhi prokrastinasi yaitu motivasi belajar adalah suatu perubahan tenaga

di dalam diri seseorang (pribadi) yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan

reaksi untuk mencapai tujuan (Nashar, 2004). Artinya, perilaku yang memiliki

motivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah, dan dapat bertahan lama.

Muhid (2009) menuturkan dalam sebuah penelitian ditemukan aspek-aspek pada

diri individu yang mempengaruhi seseorang untuk mempunyai suatu

kecenderungan perilaku prokrastinasi, antara lain rendahnya kontrol diri (self

control), rendahnya self esteem, self effacy, dan kecemasan sosial.

Pemaparan menjelaskan bahwa salah satu faktor penyebab prokrastinasi

dikarenakan permasalahan motivasi yang dimiliki, terutama pada motivasi belajar,

5
merupakan masalah yang dianggap besar. Sudomo dan Ghani (dalam Hasanah,

2017) memandang nilai penting motivasi. Motivasi merupakan unsur utama

dalam permasalahan produktivitas manusia. Setiap individu memiliki suatu

mekanisme yang dapat membantu mengatur dan mengarahkan perilaku, yaitu

kontrol diri.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Stover, dkk (2012)

menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara motivasi dengan prestasi

akademik dan penyesuaian psikologis. Penelitian yang dilakukan oleh National

Association of School Psychologists (2014) menyimpulkan bahwa individu

dengan motivasi akademik yang positif menunjukkan karakteristik memiliki

keinginan untuk belajar, suka kegiatan belajar terkait dan percaya bahwa sekolah

itu penting.

Selain motivasi, dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek

kontrol diri (self-control) yang rendah dapat mempengaruhi individu untuk

memiliki kecenderungan melakukan prokrastinasi (Muhid, 2009). Diperkuat hasil

penelitian Aini (2011) ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara kontrol

diri dengan prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa UMK.

Kontrol diri merupakan kemampuan yang dimiliki setiap individu untuk

menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan segala perilakunya yang

akan membawa ke arah pada hasil yang baik (Goldfried & Marbaum, dalam

Muhid, 2009). Lebih lanjut menurut Goldfried dan Marbun (dalam Muhid, 2009)

kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing,

mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah

6
konsekuensi positif. Sebagai salah satu sifat kepribadian, kontrol diri pada satu

individu dengan individu lain tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol

diri yang tinggi dan ada individu yang memiliki kontrol diri yang rendah. Individu

yang memiliki kontrol diri yang tinggi mampu mengarahkan dan mengatur

perilakunya untuk kearah yang positif, sedangkan individu yang memiliki kontrol

diri yang rendah sulit untuk mengatur perilakunya kearah yang positif.

Jika individu selalu menunda-nunda dalam mengerjakan skripsi dan lebih

mementingkan kegiatan lainnya, sehingga tidak dapat membagi waktunya dalam

mengerjakan prioritas utama, individu tersebut tidak memiliki kontrol diri yang

baik dalam mengerjakan skripsinya, kemudian penundaan mengerjakan skripsi ini

juga menitikberatkan individu memotivasi dirinya dalam belajar. Individu dengan

motivasi berprestasi yang rendah cenderung tidak terdorong untuk mengerjakan

tugasnya, sehingga mereka tidak segera memulai dan mudah menyerah saat

mengerjakan tugasnya, tidak disiplin, bermalas-malasan, enggan untuk belajar,

apatis dalam perkuliahan, dan kurang memiliki tanggung jawab akan tugas atau

pekerjannya (Hardjana, 1997, dalam Yogiswari & Mastuti, 2016).

Berdasarkan hasil prasurvei pada mahasiswa Prodi Pendidikan

Administrasi Perkantoran didapatkan hasil pada tabel sebagai berikut:

Tabel Pra Survei terhadap Mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi


Perkantoran Tahun Angkatan 2016
Persentase
No Pernyataan Responden
Ya Tidak
1 Menginstal game online di HP/Laptop 85,71 14,29
2 Bermain game online < 2 jam perhari 56 66,07 33,93
3 Mendahulukan game daripada tugas
71,43 28,57
kuliah

7
Berdasarkan hasil pra survei kepada mahasiswa Prodi Pendidikan

Administrasi Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Yogyakarta, didapatkan hasil yaitu sebesar 71,43% mereka menginstal

game online di HP atau laptop, sebesar 66,07% bermain game online < 2 jam

perhari, dan sebesar 71,43% mahasiswa lebih mendahulukan game daripada tugas

kuliah, seperti menyelesaikan tugas skripsi. Bermain game online menyita banyak

waktu dikarenakan harus meningkatkan level karakter dalam game tersebut. Hal

ini mengakibatkan tugas perkuliahan tidak dapat terselesaikan dengan tepat waktu

serta hasil yang diperoleh tidak maksimal.

Berdasarkan hasil prasurvei terkait motivasi pada mahasiswa Prodi

Pendidikan Administrasi Perkantoran Tahun Angkatan 2016 didapatkan hasil

pada tabel sebagai berikut:

Tabel Pra Survei Motivasi pada Mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi


Perkantoran Tahun Angkatan 2016
Persentase
No Pernyataan Responden
Ya Tidak
1 Belajar minimal 1 jam setiap hari 12.50 87.50
2 Serius saat mengikuti perkuliahan 56 53.57 46.43
3 Mengobrol dengan teman saat kuliah
80.36 19.64
sedang berlangsung
4 Sering mengantuk saat kuliah
69.64 30.36
berlangsung

Berdasarkan hasil pra survei kepada mahasiswa Prodi Pendidikan

Administrasi Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Yogyakarta, didapatkan hasil yaitu sebesar 12,50% mahasiswa belajar

minimal 1 jam setia hari, sisanya sebesar 87,50% memilih tidak, sebesar 53,57%

mahasiswa serius saat mengikuti perkuliahan, sisanya sebesar 46,43% memilih

tidak, sebesar 80,36% mahasiswa mengobrol dengan teman saat kuliah sedang

8
berlangsung, dan sebesar 69,64 mahasiswa sering mengantuk saat kuliah

berlangsung.

Dari hasil wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat

banyak faktor yang mempengaruhi mahasiswa yang telah menempuh studi 5

tahun atau lebih melakukan prokrastinasi akademik. Namun dalam penelitian ini

hanya berfokus mengenai faktor motivasi berprestasi dan kontrol diri. Dimana

kedua faktor tersebut pasti dimiliki oleh setiap mahasiswa, namun hal itu tidak

secara konsisten melekat pada diri mahasiswa (Yogiswari & Mastuti, 2016)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk membahas

lebih dalam tentang hal tersebut, oleh karena itu penulis mengambil judul skripsi

yaitu “Pengaruh antara Motivasi Belajar dan Kontrol Diri terhadap Prokrastinasi

dalam Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat diidentifikasi permasalahan

sebagai berikut:

1. Menurunnya target jumlah kelulusan mahasiswa Pendidikan Administrasi

Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta tiap tahunnya.

2. Mahasiswa lebih memilih untuk bermain game online daripada menyelesaikan

tugas akademik secara tepat waktu.

3. Tingginya tingkat prokrastinasi pada mahasiswa Pendidikan Administrasi

Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta dalam

menyelesaikan skripsi.

9
4. Rendahnya motivasi pada mahasiswa Pendidikan Administrasi Perkantoran

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta dalam menyelesaikan

skripsi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraiakan

di atas, pada penelitian ini masalah yang akan dibahas, dibatasi pada tingginya

prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi yang diduga dipengaruhi oleh motivasi

belajar dan kontrol diri pada mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan yang akan diteliti yaitu:

1. Bagaimana pengaruh motivasi belajar terhadap prokrastinasi dalam

menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta?

2. Bagaimana pengaruh kontrol diri terhadap prokrastinasi dalam menyelesaikan

skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi Perkantoran Tahun

Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta?

10
3. Bagaimana pengaruh motivasi belajar dan kontrol diri terhadap prokrastinasi

dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka ada

beberapa tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui motivasi belajar terhadap prokrastinasi dalam

menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui kontrol diri terhadap prokrastinasi dalam menyelesaikan

skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi Perkantoran Tahun

Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui motivasi belajar dan kontrol diri terhadap prokrastinasi

dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup dan permasalahan yang diteliti, penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

11
Penelitian bermanfaat secara teoritis yaitu melalui sumbangan teori dan

analisisnya untuk kepentingan penelitian di masa yang akan datang dan

bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

2. Secara Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Untuk mahasiswa, sebaiknya mempunyai gambaran tentang peran penting

motivasi belajar dan kontrol diri untuk menghadapi prokrastinasi dalam

pengerjaan skripsi.

b. Bagi Peneliti

Untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan

perkuliahan di Program Studi Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas

Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

c. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta

Penelitian ini dapat menjadi koleksi pustaka untuk bahan bacaan dan

kajian mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta khususnya mahasiswa jurusan

Pendidikan Administrasi Perkantoran.

12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Tinjauan Prokrastinasi

a. Hakikat Proktastinasi

Istilah prokrastinasi berasal dari bahasa Latin procrastinare, dari kata pro

yang artinya maju, ke depan, bergerak maju, dan crastinus yang berarti besok atau

menjadi hari esok (Wicaksono, 2017). Jadi, dari asal katanya prokrastinasi adalah

menunda hingga hari esok atau lebih suka melakukan pekerjaannya besok.

Wicaksono (2008: 6), menyatakan bahwa kata prokrastinasi yang ditulis dalam

American College Dictionary, memiliki arti menangguhkan tindakan untuk

melaksanakan tugas dan dilaksanakan pada lain waktu. Kamus The Webster New

Collegiate mendefinisikan prokrastinasi sebagai suatu pengunduran secara

13
sengaja dan biasanya disertai dengan perasaan tidak suka untuk mengerjakan

sesuatu yang harus dikerjakan. Prokrastinasi di kalangan ilmuwan, pertama kali

digunakan oleh Brown dan Hoizman untuk menunjukkan kecenderungan untuk

menunda-nunda penyelesaian suatu tugas atau pekerjaan. Seseorang yang

mempunyai kecenderungan menunda atau tidak segera memulai kerja disebut

prokrastinator (Ghufron & Risnawita, 2016: 14).

Prokrastinasi dapat juga dikatakan sebagai penghindaran tugas, yang

diakibatkan perasaan tidak senang terhadap tugas serta ketakutan untuk gagal

dalam mengerjakan tugas. Knaus (2010: 41), berpendapat bahwa penundaan yang

telah menjadi respon tetap atau kebiasaan dapat dipandang sebagai trait

prokrastinasi. Artinya prokrastinasi dipandang lebih dari sekedar kecenderungan

melainkan suatu respon tetap dalam mengantisipasi tugas-tugas yang tidak disukai

dan dipandang tidak diselesaikan dengan sukses. Dengan kata lain, penundaan

yang dikategorikan sebagai prokrastinasi adalah apabila penundaan tersebut sudah

merupakan kebiasaan atau pola yang menetap, yang selalu dilakukan seseorang

ketika menghadapi suatu tugas dan penundaan yang diselesaikan oleh adanya

keyakinan irasional dalam memandang tugas. Bisa dikatakan bahwa istilah

prokrastinasi bisa dipandang dari berbagai sisi dan bahkan tergantung dari mana

seseorang melihatnya.

Orang yang melakukan prokrastinasi dapat disebut sebagai prokrastinator.

Prokrastinasi adalah penundaan mulai mengerjakan atau penyelesaian tugas yang

disengaja. Prokrastinasi sendiri merupakan perilaku tidak perlu yang menunda

kegiatan walaupun orang itu harus atau berencana menyelesaikan kegiatan

14
tersebut. Perilaku menunda ini akan dapat dikategorikan sebagai prokrastinasi

ketika perilaku tersebut menimbulkan ketidaknyamanan emosi seperti rasa cemas.

Milgram (dalam Ferrari, dkk, 1995) menyebutkan bahwa prokrastinasi dilakukan

semata-mata untuk melengkapi tugas secara optimal. Namun, penundaan itu tidak

membuat tugas lebih baik, hal itu mengarah pada penundaan yang tidak berguna.

Menurut Solomon dan Rothblum (Ghufron dan Risnawita, 2016: 147),

jenis tugas yang menjadi obyek prokrastinasi akademik adalah: tugas mengarang,

belajar untuk menghadapi ujian, membaca, kinerja administratif, mengikuti

pembelajaran di kelas, dan kinerja akademik secara keseluruhan. Ferrari (Ghufron

dan Risnawita, 2016: 158) mengatakan bahwa sebagai suatu perilaku penundaan,

prokrastinasi akademik dapat termanifestasi dalam indikator yang dapat diukur

dan diamati dengan ciri-ciri adalah penundaan untuk memulai maupun

menyelesaikan kerja pada tugas yang dihadapi, keterlambatan dalam mengerjakan

tugas, kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual dan melakukan

aktivitas lain yang lebih menyenangkan dari pada melakukan tugas yang harus

dikerjakan.

Berdasarkan bebepara pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

prokrastinasi akademik adalah tindakan menunda yang tidak diperlukan dalam

menunda tugas atau pekerjaan. Prokrastinasi akademik berkaitan dengan

akademik yang sudah menjadi respon tetap dalam menghadapi tugas akademik

yang tidak disukai, dirasa berat, tidak menyenangkan, kurang menarik dan dapat

menimbulkan perasaan tidak enak (cemas) pada pelakunya. Orang yang

melakukan prokrastinasi dapat disebut sebagai prokrastinator.

15
b. Penyebab Prokrastinasi

Burka & Yuen (2008: 11), terbentuknya tingkah laku prokrastinasi

dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: konsep diri, tanggung jawab, keyakinan

diri dan kecemasan terhadap evaluasi yang akan diberikan, kesulitan dalam

mengambil keputusan, pemberontakan terhadap kontrol dari figur otoritas,

kurangnya tuntutan dari tugas, standar yang terlalu tinggi mengenai kemampuan

individu. Burka & Yuen (2008:5), menjelaskan prokrastinasi terjadi karena tugas-

tugas yang menumpuk terlalu banyak dan harus segera dikerjakan. Pelaksanaan

tugas yang satu dapat menyebabkan tugas lain tertunda. Burka & Yuen

(2008:103), kondisi lingkungan yang tingkat pengawasan rendah atau kurang

akan menyebabkan timbulnya kecenderungan prokrastinasi, dibandingkan dengan

lingkungan yang penuh pengawasan.

Menurut Solomon & Rothblum (2016), prokrastinasi memiliki etiologi

yang dijelaskan dalam tiga faktor, yaitu:

1) Takut Gagal (Fear of Failure). Takut gagal atau motif menolak kegagalan

adalah suatu kecenderungan mengalami rasa bersalah apabila tidak dapat

mencapai tujuan atau gagal.

2) Tidak menyukai tugas (aversive of the task). Berhubungan dengan perasaan

negatif terhadap tugas atau pekerjaan yang dihadapi. Perasaan dibebani tugas

yang terlalu berlebihan, ketidakpuasan, dan tidak senang menjalankan tugas

yang diberikan.

3) Faktor lain. Beberapa faktor lainnya disini antara lain: sifat ketergantungan

pada orang lain yang kuat dan banyak membutuhkan bantuan, pengambilan

16
risiko yang berlebihan, sikap yang kurang tegas, sikap memberontak, dan

kesukaran membuat keputusan. Jika dicermati lebih dalam, maka faktor-faktor

ini juga meliputi faktor-faktor yang dituliskan sebelumnya.

Scouwenberg (dalam Aini, 2011) mengupas tentang aspek-aspek

prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi, yaitu:

1) Penundaan untuk memulai maupun menyelesaikan skripsi.

Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi tahu bahwa skripsi yang

dihadapinya harus segera diselesaikan dan berguna bagi dirinya, akan tetapi

cenderung menunda-nunda untuk memulai mengerjakannya atau menunda-nunda

untuk menyelesaikannya sampai tuntas jika dia sudah mulai mengerjakannya

sebelumnya.

2) Keterlambatan atau kelambanan dalam mengerjakan tugas.

Mahasiswa yang melakukan prokrastinasi cenderung memerlukan waktu

yang lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan pada umumnya dalam

mengerjakan skripsi. Mahasiswa prokrastinator menghabiskan waktu yang

dimilikinya untuk mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-

hal yang tidak dibutuhkan dalm penyelesaian skripsi, tanpa memperhitungkan

keterbatasan waktu yang dimilikinya. Tindakan tersebut yang terkadang

mengakibatkan mahasiswa tidak berhasil menyelesaikan skripsinya secara

memadai.

3) Kesenjangan waktu antara rencana dan kinerja aktual.

Mahasiswa prokrastinator mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu

sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Mahasiswa

17
prokrastinator cenderung sering mengalami keterlambatan dalam memenuhi

deadline yang telah ditentukan, baik oleh orang lain maupun rencana-rencana

yang telah dia tentukan sendiri.

4) Melakukan aktivitas lain yang lebih menyenangkan daripada mengerjakan

skripsi.

Mahasiswa prokrastinator cencerung dengan sengaja tidak segera

menyelesaikan skripsinya, akan tetapi menggunakan waktu yang dia miliki untuk

melakukan aktivitas lain yang dipandang lebih menyenangkan dan mendatangkan

hiburan, seperti membaca (koran majalah, atau buku cerita lainnya), nonton,

ngobrol, jalan, mendengarkan musik, dan sebagainya, sehingga menyita waktu

yang dia miliki untuk mengerjakan skripsi yang harus diselesaikannya.

Menurut Ilfiandra (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi

akademik dapat dikategorikan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal. Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu

yang menyebabkan terjadinya prokrastinasi. Faktor eksternal tersebut adalah gaya

pengasuhan orang tua dan kondisi lingkungan yang rendah pengawasan. Faktor

internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu yang meliputi kondisi

fisik dan psikologis individu. Muhid (2009) menuturkan, dalam sebuah penelitian

ditemukan aspek-aspek pada diri individu yang mempengaruhi seseorang untuk

mempunyai suatu kecenderungan perilaku prokrastinasi, antara lain rendahnya

kontrol diri (self control), self consciuous, rendahnya self esteem, self efficacy, dan

kecemasan sosial.

18
Berdasarkan bebepara pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi prokrastinasi akademik dapat dikategorikan

menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor yang

diungkapkan oleh Solomon dan Rothblum membahas tentang berbagai

kemungkinan penyebab terjadinya prokrastinasi akademik. Faktor-faktor yang

diungkap menjelaskan secara rinci penyebab prokrastinasi akademik seorang

individu yakni adanya perasaan takut gagal, tidak menyukai tugas, serta adanya

faktor lain. Faktor lain yang diungkap oleh Solomon dan Rothblum adalah faktor

ketergantungan pada orang lain, pengambilan resiko yang berlebihan, sikap

memberontak, kesukaran dalam memilih keputusan, serta sikap kurang tegas.

Terjadinya perilaku prokrastinasi akademik telah dipaparkan oleh

beberapa ahli. Salah satunya seperti yang dijelaskan oleh Solomon dan Rothblum

adalah lack of assertion atau kurangnya kemampuan bersikap tegas. Kurangnya

kemampuan bersikap tegas atau asertif yang ada pada seorang individu diyakini

penulis menjadi salah satu berkembangnya perilaku prokrastinasi, khususnya

prokrastinasi akademik dikalangan mahasiswa.

c. Dampak Prokrastinasi Akademik

Menurut Burka & Yuen (2008:165), prokrastinasi mengganggu dalam dua

hal: (1) Prokrastinasi menciptakan masalah eksternal, seperti menunda

mengerjakan tugas skripsi membuat kita tidak dapat mengerjakan tugas dengan

baik. (2) Prokrastinasi menimbulkan masalah internal, seperti merasa bersalah

atau menyesal. Prokrastinasi yang dilakukan oleh sebagian mahasiswa dalam

menyelesaikan skripsi mempunyai dampak yang berbagai macam, akan tetapi

19
kebanyakan dampak dari perilaku prokrastinasi akademik tersebut merupakan

dampak yang merugikan bagi mahasiswa. Seperti yang dikemukakan oleh (Knaus,

2010) perilaku menunda dapat mempengaruhi keberhasilan akademik dan pribadi

individu.

Sirois (2004) mengemukakan konsekuensi negatif yang timbul dari

perilaku penunda, yaitu: (1) Performa akademik yang rendah, (2) Stres yang

tinggi, (3) Menyebabkan penyakit, (4) Kecemasan yang tinggi. Bruno (1998)

menyatakan bahwa perilaku menunda mempengaruhi mutu kehidupan seseorang

dan merendahkan segala yang ada dalam diri individu. Djamarah (2002)

menemukan bahwa banyak mahasiswa yang gelisah akibat menunda-nunda

penyelesaian tugas, seperti: tidur kurang nyenyak, duduk tidak tenang, berjalan

terburu-buru, istirahat tidak dapat dinikmati. Knaus (2010) menyatakan

prokrastinasi dapat mempengaruhi keberhasilan akademik dan pribadi mahasiswa.

Apabila kebiasaan menunda ini muncul terus-menerus pada mahasiswa, tentu

akan memberikan dampak negatif dalam kehidupan akademik.

Pendapat lain, Solomon dan Rothblum (2016), beberapa kerugian akibat

kemunculan prokrastinasi akademik adalah tugas tidak terselesaikan, akan

terselesaikan tetapi hasilnya tidak memuaskan disebabkan karena individu

terburu-buru dalam menyelesaikan tugas tersebut untuk mengejar batas waktu

pengumpulan, akan menimbulkan kecemasan sepanjang waktu sampai

terselesaikan bahkan kemudian depresi, tingkat kesalahan yang tinggi karena

individu merasa tertekan dengan batas waktu yang semakin sempit disertai

dengan peningkatan rasa cemas sehingga individu sulit berkonsentrasi secara

20
maksimal, waktu yang terbuang lebih banyak dibandingkan dengan orang lain

yang mengerjakan tugas yang sama dan pada mahasiswa akan dapat merusak

kinerja akademik seperti kebiasaan buruk dalam belajar, motivasi belajar yang

sangat rendah serta rasa percaya diri yang rendah.

Berdasarkan bebepara pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa

perilaku prokrastinasi akademik yang dilakukan oleh para siswa terdapat dampak

yang negatif secara internal maupun eksternal. Adapun dampak internal dari

prokrastinasi akademik antara lain merasa bersalah atau menyesal, waktu yang

terbuang sia-sia, stress yang meningkat, penurunan kesehatan, kepercayaan diri

yang rendah, tingginya tingkat membolos. Dampak eksternal dari prokrastinasi

akademik yaitu tugas tidak terselesaikan dengan baik, rendahnya baik nilai

maupun prestasi belajar, dan mendapat peringatan dari dosen.

2. Tinjauan Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Aspek motivasi memegang peranan dalam kejiwaan seseorang, sebab

motivasi merupakan salah satu faktor penentu sebagai pendorong tingkah laku

manusia, sehingga dengan adanya motivasi seseorang dapat mendorong dirinya

untuk lebih giat berlatih dan mencapai hasil yang maksimal. Cetin (2015: 96)

mengungkapkan bahwa motivasi belajar adalah pemelihara atau pembimbing

perilaku serta kekuatan bawaan dari siswa. Sebagai sebuah konsep, motivasi

belajar didefinisikan sebagai faktor internal yang memilki empat komponen, yaitu

peluang untuk sukses, kuatir untuk gagal, minat, dan tantangan (Margarete &

Hilbert, 2013: 71). Uno (2011: 1) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan

21
yang menggerakkan seseorang bertingkah laku, dorongan ini berada pada diri

seseorang yang menggerakakkan untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan

dorongan dalam dirinya. Pendapat lain dari Walgito (2013: 220), menyatakan

bahwa motivasi adalah sebuah keadaan individu atau organisme yang

mempengaruhi perilaku ke arah tujuan.

Garn & Jolly (2014: 11) mengatakan bahwa motivasi belajar merupakan

salah satu faktor yang dapat membedakan siswa yang memaksimalkan potensi

belajarnya dengan siswa yang kurang berprestasi secara akademik. Selain sebagai

salah satu faktor yang menentukan arah sikap, besarnya kemauan, dan ketekunan

perilaku siswa (Keller, 2016: 12), motivasi belajar juga merujuk kepada harapan

dan nilai, dimana harapan menunjukkan bahwa siswa mampu untuk

menyelesaikan tugas yang diberikan dan nilai menunjukkan keyakinan siswa

secara kuat untuk berhasil dalam belajar (Riconscente, 2014: 52).

Menurut Plotnik, motivasi mencakup faktor psikologis dan fisik yang

menyebabkan individu untuk bertindak dengan cara tertentu pada waktu tertentu

(Kaya, et al, 2015: 45). Gunarsa (2008: 47) menyatakan bahwa motivasi adalah

suatu kekuatan atau tenaga pendorong untuk melakukan Sesuatu hal atau

menampilkan sesuatu prilaku tertentu. Pendapat lain dari Purwanto (2014: 71)

motivasi adalah “pendorong” suatu usaha yang disadari untuk menggerakkan,

mengarahkan, dan menjaga tingkah laku seseorang agar dia terdorong untuk

bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.

Motivasi adalah energi psikologis yang bersifat abstrak dan refleksi

kekuatan interaksi antara kognisi, pengalaman, dan kebutuhan (Husdarta, 2011:

22
31). Berdasarkan beberapa pendapat parah ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

motivasi adalah seluruh proses gerakan termasuk situasi yang mendorong berupa

dorongan, pengerak atau alasan yang timbul dan terdapat dalam diri seseorang

untuk bereaksi/tidak bereaksi untuk menentukan arah aktivitas terhadap

pencapaian tujuan. Selain itu, dapat disimpulkan bahwa motivasi sangat penting

dalam proses belajar, penampilan olahraga, dan pencapaian prestasi

belajar/pertandingan.

b. Macam-macam Motivasi

Secara umum motivasi dapat dibedakan menjadi dua motivasi, yaitu

motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

1) Motivasi Intrinsik

Gunarsa (2008: 50) menyatakan bahwa motivasi intrinsik merupakan

dorongan atau kehendak yang kuat yang berasal dari dalam diri seseorang.

Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar

kemungkinan ia memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk mencapai tujuan.

Motivasi intrinsik bersifat permanen, mandiri, dan stabil karena dorongan berasal

dari dalam, kondisi kejiwaan orang tersebut, yang akan menentukan kuat atau

tidaknya motivasi dan berlangsung lama atau tidaknya motivasi tersebut.

Hanafiah & Suhana (2012: 26) menyatakan bahwa motivasi intrinsik

adalah motivasi yang datangnya secara alamiah atau murni dari diri peserta didik

itu sendiri sebagai wujud adanya kesadaran diri (self awareness) dari lubuk hati

yang paling dalam. Selanjutnya menurut Deci dan Ryan, motivasi intrinsik

23
mengacu pada partisipasi secara eksklusif untuk kesenangan, menyenangkan, atau

kepuasan yang berasal langsung dari kegiatan itu sendiri (Teo, et.al., 2015: 242).

2) Motivasi Ekstrinsik

Gunarsa (2008: 51) menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah segala

sesuatu yang diperoleh melalui pengamatan sendiri, ataupun melalui saran,

anjuran atau dorongan dari orang lain. Faktor internal dapat mempengaruhi

penampilan atau tingkah laku seseorang akan menampilkan penampilan dan tidak

cepat putus asa dalam mencapai tujuannya. Mylsidayu (2014: 28) menyatakan

bahwa motivasi ekstrinsik bersumber dari luar individu untuk melakukan aktivitas

olahraga. Sifatnya sementara, tergantung dan tidak stabil. Motivasi ektrinsik

terbagi menjadi dua, yakni (1) motivasi ekstrinsik positif, yakni berupa hadiah,

iming-iming yang membangkitkan, niat untuk berbuat sesuatu, seperti bonus jika

menang pertandingan, dan (2) motivasi ekstrinsik negatif, yakni sesuatu yang

dipaksakan dari luar agar orang menghindar dari sesuatu yang tidak diinginkan,

seperti kena sanksi atau hukuman ketika terlambat masuk kelas.

Hanafiah & Suhana (2012: 27) menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik

adalah motivasi yang datangnya disebabkan faktor-faktor di luar diri peserta

didik, seperti adanya pemberian nasihat dari gurunya, hadiah (reward), kompetisi

sehat antar peserta didik, hukuman (funishment), dan sebagainya. Suyono &

Hariyanto (2015: 185) menyatakan bahwa motivasi ekstrinsik adalah hal-hal di

luar individu yang mendorong individu untuk melakukan sesuatu. Misalnya

pengaruh orangtua, lingkungan social, kondisi geografis, keadaan ekonomi

keluarga, adanya hadiah dan penghargaan, dan sebagainya.

24
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi ada

dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik berasal

dari dalam individu sedangkan motivasi ekstrinsik dorongan berasal dari luar

individu. Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik harus saling berhubungan

agar tindakan seseorang lebih berarti. Motivasi ada yang bisa dipelajari dan ada

yang tidak bisa dipelajari, masing-masing mempunyai kekurangan dan kelebihan

dalam olahraga. Oleh sebab itu bagi para guru pendidikan jasmani hendaknya

memperhatikan hal ini sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan

baik dan tercapai tujuan suatu pembelajaran.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi

Ada beberapa hal yang mempengaruhi motivasi seseorang. Ali Imron

dalam Siregar & Hartini (2010: 53-54) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:

1) Cita-cita/aspirasi pembelajaran, hal ini dapat diamati dari banyaknya


kenyataan, bahwa motivasi seorang pembelajar menajdi begitu tinggi
ketika ia sebelumnya sudah memiliki cita-cita.
2) Kemampuan pembelajaran, Setiap individu memiliki kemampuan yang
berbeda-beda.
3) Kondisi pembelajar, dapat dilihat dari kondisi fisik dan psikis
pembelajar. Hubungan dengan motivasi dapat dilihat dari keadaan
kondisi fisik seseorang. Jika kondisi fisik dalam keadaan lelah maka
memliki motivasi rendah sementara kondisi fisik sehat dan bugar
cendrung memiliki motivasi tinggi.
4) Kondisi lingkungan pembelajar, dapat diamati dari lingkungan fisik dan
lingkungan sosial yang mengitari pembelajar.
5) Unsur-unsur dinamis belajar/pembelajaran, upaya memmotivasi
dilakukan bagaimana dengan bahan pelajaran, alat bantu belajar,
suasana belajar dan sebagainya yang dapat mendinamisasi prose
pembelajaran.

25
6) Upaya guru dalam membelajarkan pembelajar.

Slameto (2013: 54-68) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar yaitu, sebagai berikut:

1) Faktor Intrinsik

a) Kesehatan

Sehat dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya atau

bebas dari penyakit. Kesehatan adalah keadaan atau hal sehat. Kesehatan

seseorang berpengaruh terhadap belajarnya. Agar seseorang dapat belajar dengan

baik haruslh mengusahakan kesehatan badanya tetap terjamin dengan cara selalu

mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur

makan, olahraga, rekreasi dan ibadah.

b) Perhatian

Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun semata-mata

tertuju kepada suatu objek (benda atau hal) atau sekumpulan objek. Untuk dapat

menjamin hasil yang lebih baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap

bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa,

maka timbulah kebosanan, sehingga siswa tidak lagi suka belajar. Agar siswa

dapat belajar dengan baik, usahakanlah bahan pelajaran itu seseuai dengan hoby

dan bakatnya.

c) Minat

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan

mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan

terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian,

26
karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum

tentu diikuti dengan perasaan senang dan dari situ diperoleh kepuasaan.

d) Bakat

Bakat adalah kemampuan untuk belajar. Kemampuan itu baru terealisasi

menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Bakat itu

mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari sesuai dengan

bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena siswa akan merasa senang

dalam belajar.

2) Faktor Ekstrinsik

a) Metode Mengajar

Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui dalam

mengajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar

siswa yang tidak baik pula. Akibatnya siswa malas untuk belajar. Guru yang

progesifnya berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu

meningkatkan kegiatan belajar mengajar, dan meningkatkan motivasi siswa untuk

belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus

diusahakan yang tepat, efesien dan efektif mungkin.

b) Alat Pembelajaran

Alat pembelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa, karena

alat pelajaran yang dipakai oleh guru pada waktu mengajar dipakai pula oleh

27
siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu. Alat pelajaran yang lengkap dan

tepat akan memperlancar penerimaan bahan pelajaran yang diberikan kepada

siswa.

c) Orang Tua

Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar

anak. Anak belajar perlu dorongan dan pengrtian orang tua.

d) Teman Bergaul

Pengaruh-pengaruh dari teman bergaul siswa lebih cepat masuk dalam

jiwanya daripada yang diduga. Teman bergaul yang baik akan berpengaruh baik

terhadap siswa, begitu juga sebaliknya, teman bergaul yang jelek pasti

mempengaruhi yang bersifat buruk juga.

Wigfield & Guthrie (2013: 57) mangatakan bahwa keyakinan, nilai-nilai,

dan tujuan yang ingin dicapai dalam pada proses belajar, pilihan kegiatan untuk

mengenyam pendidikan, dan ketekunan pada kegiatan belajar adalah beberapa

indikator dari motivasi belajar siswa. Pendapat lain menurut Sha, et al (2016:

451), motivasi belajar dapat diukur dari segi keterlibatan, fokus, partisipasi, dan

persistensi. Adapun menurut Reeve (2016: 32), untuk melihat sejauh mana

motivasi siswa dalam belajar, yang harus dilihat adalah perilaku terpendam yang

dimiliki siswa, intensitas siswa dalam belajar, arah sikap saat belajar, dan

persistensi atau kegigihan siswa untuk belajar.

Ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi belajar diklasifikasikan sebagai

berikut (Uno, 2011: 49):

1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil.

28
Siswa memiliki keinginan yang kuat untuk berhasil menguasai materi dan

mendapatkan nilai yang tinggi dalam kegiatan belajarnya. Hasrat dan keinginan

untuk berhasil dalam belajar dan dalam kehidupan sehari-hari pada umumnya

disebut motif berprestasi, yaitu motif untuk berhasil dalam melakukan suatu tugas

dan pekerjaan atau motif untuk memperolah kesempurnaan. Motif semacam ini

merupakan unsur kepribadian dan perilaku manusia, sesuatu yang berasal dari

“dalam” diri manusia yang bersangkutan. Motif berprestasi adalah motif yang

dapat dipelajari, motif itu dapat diperbaiki dan dikembangkan melalui proses

belajar. Seseorang yang mempunyai motif berprestasi tinggi cenderung untuk

berusaha menyelesaikan tugasnya secara tuntas, tanpa menunda-nunda

pekerjaanya. Penyelesaian tugas semacam ini bukanlah karena dorongan dari luar

diri, melainkan upaya pribadi.

Penjelasan tersebut didukung oleh pendapat Djamarah (2010: 46) yang

mengungkapkan bahwa hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu

memang ada motivasi untuk belajar, sehingga tentu hasilnya akan lebih baik

daripada anak didik yang tak berhasrat untuk belajar.

2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

Penyelesaian suatu tugas tidak selamanya dilatar belakangi oleh motif

berprestasi atau keinginan untuk berhasil, kadang kala seorang individu

menyelesaikan suatu pekerjaan sebaik orang yang memiliki motif berprestasi

tinggi, justru karena dorongan menghindari kegagalan yang bersumber pada

ketakutan akan kegagalan itu. Siswa merasa senang dan memiliki rasa ingin tahu,

sehingga dia belajar. Siswa yang berminat dalam pelajaran akan mengikuti

29
kegiatan belajar mengajar dengan rasa senang, sehingga siswa tersebut

menganggap bahwa belajar merupakan suatu kebutuhan bukan hanya suatu

kewajiban. Djamarah (2010: 47) mengungkapkan motivasi berhubungan erat

dengan kebutuhan dalam belajar. Kebutuhan yang tak bisa dihindari oleh anak

didik adalah keinginan untuk menguasai sejumlah ilmu pengetahuan, oleh karena

itulah anak didik belajar.

3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan.

Harapan didasari pada keyakinan bahwa orang dipengaruhi oleh perasaan

mereka tantang gambaran hasil tindakan mereka contohnya siswa yang memiliki

gambaran dan tujuan yang jelas mengenai masa depannya. Selain itu siswa juga

memiliki harapan yang tinggi agar cita-citanya dapat terwujud. Sardiman (2012:

52) mengatakan harapan dan cita-cita seorang siswa merupakan alat motivasi

yang sangat penting. Sebab dengan memahami harapan dan cita-cita yang harus

dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul

keinginan untuk terus belajar. Perlu diketahui bahwa siswa yang memiliki

motivasi instrinsik akan memiliki tujuan menjadi orang yang terdidik, yang

berpengetahuan, yang ahli dalam bidang tertentu. Satu-satunya jalan untuk

menuju ke tujuan yang ingin dicapai ialah belajar, tanpa belajar tidak mungkin

mendapat pengetahuan dan tidak mungkin menjadi ahli.

4) Adanya penghargaan dalam belajar.

Pernyataan verbal atau penghargaan dalam bentuk lainnya terhadap

perilaku yang baik atau hasil belajar anak didik yang baik merupakan cara paling

mudah dan efektif untuk meningkatkan motif belajar anak didik kepada hasil

30
belajar yang lebih baik. Pernyataan seperti “bagus”, “hebat”, dan lain-lain di

samping akan menyenangkan siswa, pernyataan verbal seperti itu juga

mengandung makna interaksi dan pengalaman pribadi yang langsung antara siswa

dan guru, dan penyampaiannya konkret, sehingga merupakan suatu persetujuan

pengakuan sosial, apalagi kalau penghargaan verbal itu diberikan didepan orang

banyak.

Sardiman (2012: 53) menyatakan bahwa apabila ada siswa yang sukses

dan berhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini

adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang

baik. Oleh karena itu, supaya pujian ini merupakan motivasi, pemberiannya harus

tepat. Dengan pujian yang tepat akan memupuk suasana yang menyenangkan dan

mempertinggi gairah belajar serta sekaligus akan membangkitkan harga diri.

5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

Simulasi maupun permainan merupakan salah satu proses yang sangat

menarik bagi siswa. Suasana yang menarik menyebabkan proses belajar menjadi

bermakna. Sesuatu yang bermakna akan selalu diingat, dipahami, dan dihargai.

Seperti kegiatan belajar seperti diskusi, brainstorming, pengabdian masyarakat

dan sebagainya. Dalam Sardiman (2012: 54) Rousseau memberikan penjelasan

bahwa segala pengetahuan itu harus diperoleh dengan pengamatan sendiri,

pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, dengan bekerja sendiri, dengan fasilitas

yang diciptakan sendiri, baik secara rohani maupun teknis. Ilustrasi ini diambil

dalam kasus dalam lingkup pelajaran Ilmu Bumi. Ini menunjukkan setiap orang

31
yang belajar harus aktif sendiri. Tanpa ada aktivitas, proses belajar tidak mungkin

terjadi.

6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Pada umumnya motif dasar yang bersifat pribadi muncul dalam tindakan

individu setelah dibentuk oleh lingkungan. Oleh karena itu motif individu untuk

melakukan sesuatu misalnya untuk belajar dengan baik, dapat dikembangkan,

diperbaiki, atau diubah melalui belajar dan latihan, dengan perkataan lain melalui

pengaruh lingkungan Lingkungan belajar yang kondusif salah satu faktor

pendorong belajar anak didik, dengan demikian anak didik mampu memperoleh

bantuan yang tepat dalam mengatasi kesulitan atau masalah dalam belajar. Seperti

salah satu contohnya yaitu siswa merasa nyaman pada situasi lingkungan tempat

mereka belajar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar yaitu faktor internsik dan ekstrinsik. Faktor

interinsik adalah kesehatan, perhatian, minat, dan bakat, sedangkan faktor

ekstrinsik adalah metode mengajar, alat pelajaran, waktu sekolah dan teman

bergaul. Oleh sebab itu bagi para guru pendidikan jasmani hendaknya

memperlihatkan faktor-faktor motivasi belajar ini, sehingga proses pembelajaran

dapat berlangsung dengan baik dan tercapai tujuan suatu pembelajaran.

Selanjutnya dengan mengutip indikator-indikator di atas tentang motivasi intrinsik

dan ekstrinsik, peneliti menggunakan sebagai butir pertanyaan untuk mengetahui

seberapa besar motivasi intrinsik dan ekstrinsiknya dengan menyesuaikan objek

penelitian di lingkungan tempat penelitian berlangsung.

32
3. Kontrol Diri

a. Pengertian Kontrol Diri

Kontrol diri seringkali diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun,

membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa

kearah konsekuensi positif. Averill (Thalib, 2013: 110) menyatakan kontrol diri

dengan sebutan kontrol personal yang terdiri dari beberapa aspek, yaitu kontrol

perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol

keputusan (decisional control). Setiap individu memiliki kemampuan

pengendalian diri yang berbeda-beda. Ada individu yang pandai dalam

mengendalikan diri mereka namun ada juga individu yang kurang pandai dalam

mengendalikan diri. Individu dengan pengendalian diri yang rendah tidak

mempertimbangkan konsekuensi dari suatu tindakan, seperti yang dikemukakan

oleh Gottfredson dan Hirschi (Sabir dan Cecelia, 2007:11) mengatakan “Maintain

that an individual who does not calculate the consequences of his or her behavior

is also impulsive or short sighted, and that the major cause of low self-control is

the absence of nurturing and discipline”.

Pendapat Ghufron & Risnawita (2016: 21) bahwa “kontrol diri diartikan

sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan

bentuk perilaku yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Sebagai salah

satu sifat kepribadian”. Kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain

tidaklah sama. Ada individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada

individu yang memiliki kontrol diri yang rendah.

33
Setiap individu memiliki suatu mekanisme yang dapat membantu

mengatur dan mengarahkan perilaku, yaitu kontrol diri. Menurut Goldfried &

Marbaum (dalam Muhid, 2009) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk

menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat

membawa kearah konsekuensi positif. Sebagai salah satu sifat kepribadian,

kontrol diri pada satu individu dengan individu yang lain tidaklah sama. Ada

individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan ada individu yang memiliki

kontrol diri yang rendah. Individu yang memiliki kontrol diri yang tinggi mampu

mengubah kejadian dan menjadi agen utama dalam mengarahkan dan mengatur

perilaku utama yang membawa pada konsekuensi positif.

Gul dan Pesendofer (dalam Sriyanti, 2012:4) menyatakan pengendalian

diri untuk menyelaraskan antara keinginan pribadi self interest dengan godaan

(temptation). Kemampuan seseorang mengendalikan keinginan-keinginan diri dan

menghindari godaan ini sangat berperan dalam pembentukan perilaku yang baik.

Ada kecenderungan manusiawi dalam diri anak untuk berperilaku semaunya, ada

kecenderungan anak untuk menentang aturan, tidak patuh pada orang tua serta

menuruti kemauan sendiri. Malas belajar, menyontek, tidak mengerjakan

pekerjaan rumah (PR), menonton tv/film berjam-jam, bermain game, pulang larut

malam, minuman keras adalah godaan-godaan yang mengganggu anak. Godaan

tersebut dapat ditangkal dengan self control yang baik.

Kontrol diri berkaitan erat dengan kontrol emosi individu. Hurlock (dalam

Ghufron dan Risnawita, 2016: 24) mengemukakan tiga kriteria emosi yang

dilakukan individu untuk mengarahkan kearah yang lebih baik, yaitu: (1) Dapat

34
melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. (2) Dapat memahami

seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan

sesuai dengan harapan masyarakat. (3) Dapat menilai situasi secara kritis sebelum

merespon dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kontrol

diri (self control) adalah kemampuan individu dalam mengontrol tingkah laku,

mengelola informasi yang tidak diinginkan dan memilih suatu keputusan

berdasarkan apa yang individu tersebut yakini. Seseorang secara mandiri mampu

memunculkan perilaku positif. Kemampuan kontrol diri yang terdapat pada

seseorang memerlukan peranan penting interaksi dengan orang lain dan

lingkungannya agar membentuk kontrol diri yang matang, hal tersebut dibutuhkan

karena ketika seseorang diharuskan untuk memunculkan perilaku baru dan

mempelajari perilaku tersebut dengan baik.

b. Fungsi Kontrol Diri

Self control mempunyai peran besar untuk pembentukan perilaku yang

baik dan kontruktif, Gul dan Pesendofer (dalam Sriyanti, 2012:4) menyatakan

fungsi pengendalian diri adalah untuk menyelaraskan antara keinginan pribadi

self interest dengan godaan (temptation). Kemampuan seseorang mengendalikan

keinginan-keinginan diri dan menghindari godaan ini sangat berperan dalam

pembentukan perilaku yang baik. Ada kecenderungan manusiawi dalam diri anak

untuk berperilaku semaunya, ada kecenderungan anak untuk menentang aturan,

tidak patuh pada orang tua serta menuruti kemauan sendiri. Malas belajar,

menyontek, tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR), menonton tv/film berjam-

35
jam, bermain game, pulang larut malam, minuman keras adalah godaan-godaan

yang mengganggu anak. Godaan tersebut dapat ditangkal dengan self control yang

baik.

Messina dan Messina (dalam Sriyanti, 2012: 5) mengemukakan fungsi dari

self control sebagaimana tertuang di bawah ini:

1) Membatasi perhatian individu pada orang lain.

2) Membatasi keinginan untuk mengendalikan orang lain di lingkungannya.

3) Membatasi untuk bertingkah laku negatif.

4) Membantu memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang.

Surya (dalam Sriyanti, 2012: 6) menambahkan fungsi self control adalah

mengatur kekuatan dorongan yang menjadi inti tingkat kesanggupan, keinginan,

keyakinan, keberanian dan emosi yang ada dalam diri seseorang. Berbagai

pelanggaran yang muncul karena rendahnya self control, sekaligus bersumber dari

sikap orang tua yang salah. Rice (dalam Sriyanti, 2012:6) mengemukakan

beberapa sikap orang tua yang kurang tepat yang mengangggu self control anak

adalah:

1) pengabaian fisik (physical neglect) yang meliputi kegagalan dalam


memenuhi kebutuhan atas makanan, pakaian, dan tempat tinggal yang
memadai,
2) pengabaian emosional (emotional neglect) yang meliputi perhatian,
perawatan, kasih sayang, dan afeksi yang tidak memadai dari orang
tua, atau kegagalan untuk memenuhi kebutuhan remaja akan
penerimaan, persetujuan, dan persahabatan,
3) pengabaian intelektual (intellectual neglect), termasuk di dalamnya
kegagalan untuk memberikan pengalaman yang menstimulasi intelek
remaja, membiarkan remaja membolos sekolah tanpa alasan apa pun,
dan semacamnya,
4) pengabaian sosial (social neglect) meliputi pengawasan yang tidak
memadai atas aktivitas sosial remaja, kurangnya perhatian dengan
siapa remaja bergaul, atau karena gagal mengajarkan atau

36
mensosialisasikan kepada remaja mengenai bagaimana bergaul secara
baik dengan orang lain,
5) pengabaian moral (moral neglect), kegagalan dalam memberikan
contoh moral atau pendidikan moral yang positif.

Surya (2009) menambahkan fungsi self control adalah mengatur kekuatan

dorongan yang menjadi inti tingkat kesanggupan, keinginan, keyakinan,

keberanian dan emosi yang ada dalam diri seseorang. Self control sangat

diperlukan agar seseorang tidak terlibat dalam pelanggaran norma keluarga,

sekolah dan masyarakat. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat

disimpulkan bahwa fungsi dari self control yaitu membantu individu untuk

menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup, seperti tidak memakan makanan

secara berlebihan, tidak melakukan hubungan seks berlebihan berdasarkan nafsu

semata-mata, atau tidak melakukan kegiatan berbelanja secara berlebihan

melampaui batas kemampuan keuangan. Hal tersebut karena manusia ialah

makhluk sosial, yang tidak bisa berdiri sendiri tanpa bersosialisasi dan

berkomunikasi dengan orang-orang di lingkunganya. Kontrol diri sangat berperan

penting dalam bersosialisasi tersebut. Individu yang memiliki kontrol diri yang

tinggi akan dapat bersosialisasi dengan baik dan dapat mengantisipasi stimulus

dari luar. Tinggi rendahnya kontrol diri pada individu dipengaruhi oleh faktor

internal dan faktor eksternal.

c. Jenis dan Aspek Self Control

1) Jenis Kontrol Diri (Self Control)

Fudyartanta (2013: 17) menyatakan setiap individu memiliki kemampuan

pengendalian diri yang berbeda-beda. Ada individu yang pandai dalam

mengendalikan diri mereka namun ada juga individu yang kurang pandai dalam

37
mengendalikan diri. Block, Zulkarnaen (dalam Fudyartanta, 2013: 17)

berdasarkan kualitasnya kendali diri dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Over control merupakan kendali diri yang dilakukan oleh individu


secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri
dalam bereaksi terhadap situasi/keadaan.
b) Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk
melepaskan impuls dengan bebas tanpa perhitungan yang masak.
c) Appropriate control merupakan kendali individu dalam upaya
mengendalikan impuls secara tepat.

Kemampuan individu dalam mengendalikan diri memiliki tiga tingkatan

yang berbeda-beda. Individu yang berlebihan dalam mengendalikan diri mereka

yang disebut dengan over control. Individu yang cenderung untuk bertindak tanpa

berpikir panjang atau melakukan segala tindakan tanpa perhitungan yang matang

(under control). Sementara individu yang memiliki pengendalian diri yang baik,

yaitu individu yang mampu mengendalikan keinginan atau dorongan yang mereka

miliki secara tepat (appropriate control).

2) Aspek Kontrol Diri (Self Control)

Kontrol diri terdapat 3 aspek pengendalian diri seseorang (Elliot dkk

dalam Fadillah, 2013: 20) yaitu:

a) Self-Assesment or Self Analysis

Seseorang menguji perilaku mereka sendiri atau pikiran yang mereka

miliki kemudian menentukan perilaku atau proses berpikir yang mana yang akan

ditampilkan. Penilaian diri ini membantu individu untuk memenuhi standar yang

mereka ciptakan sendiri dengan membandingkan keberhasilan atau kesuksesan

orang dewasa disekitarnya atau teman sebaya, dengan melakukan penilaian diri,

38
individu akan mengetahui kelemahan serta kelebihan yang mereka miliki dan

berusaha untuk memperbaikinya agar memenuhi standar yang mereka ciptakan.

b) Self-Monitoring

Suatu proses di mana seseorang merekam atau mencatat penampilan

mereka atau menyimpan sebuah rekaman atau catatan dari apa yang telah mereka

lakukan. Alasan untuk melakukan pencatatan itu adalah Pertama, catatan itu akan

memberitahukan apakah kendali diri dapat memberikan manfaat atau tidak.

Kedua, catatan tersebut akan berguna dalam memberikan balikan yang positif

ketika seseorang mengalami peningkatan (McFall, Calhoun, dan Acocella dalam

Fadillah, 2013: 21).

c) Self-Reinforcement

Self-reinforcement adalah pemberian penghargaan atau hadiah kepada diri

sendiri atas keberhasilannya dalam memenuhi segala bentuk perilaku yang telah

ditetapkannya atau termonitorir. Penggunaan pengukuhan diri bisa dalam bentuk

konkrit, seperti makanan, mainan, permen dan bisa pula berupa simbolis, seperti

senyum, pujian, dan persetujuan. Pengukuran diri positif akan membantu anak

mengubah gambaran dirinya menjadi lebih positif yang pada akhirnya akan

meningkatkan kepercayaan diri anak (Safaria dalam Fadillah, 2013: 20).

Seseorang dikatakan telah memiliki pengendalian diri yang baik, jika

seseorang menguji perilaku mereka sendiri kemudian menentukan perilaku atau

proses berpikir yang mana yang akan ditampilkan (self-analysis), merekam atau

mencatat penampilan dari apa yang telah mereka lakukan guna untuk

memberitahukan manfaat dari perlakuan kearah yang lebih positif (self-

39
monitoring) serta dapat memberikan penghargaan terhadap diri sendiri atas apa

yang telah dilakukan (self-reinforcement). Averill dan Ghufron (dalam Fadillah,

2013:22) menjelaskan bahwa dalam mengukur kendali diri yang dimiliki oleh

individu dapat melalui beberapa aspek yang terdapat dalam diri seorang individu,

hal tersebut dapat diamati melalui beberapa aspek pengendalian diri, sebagai

berikut:

a) Kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration)

Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu

untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Individu yang

kurang mampu mengendalikan situasi atau keadaan, maka mereka memiliki

kecenderungan untuk patuh terhadap kendali eksternal. Dengan kata lain

kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration) mengarah kepada

pengertian apakah individu mampu menggunakan aturan perilaku dengan

menggunakan kemampuannya sendiri, jika tidak mampu individu akan

menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur pelaksanaan menitik-

beratkan peranan individu untuk mengatur perilaku mereka guna mencapai perihal

yang diharapkan.

b) Kemampuan mengontrol situasi/keadaan (situasi/keadaan modifiability)

Kemampuan mengatur situasi/keadaan merupakan kemampuan untuk

mengetahui bagaimana dan kapan suatu situasi/keadaan yang tidak dikehendaki

dihadapi. Kemampuan ini mengandung pengertian bahwa individu memiliki

prediksi dari perbuatan yang mereka kerjakan. Hal ini bertujuan agar individu

mampu mempersiapkan diri atas segala kemungkinan yang akan terjadi sebagai

40
akibat dari tindakan yang mereka kerjakan, dengan demikian ada beberapa cara

yang dapat dilakukan oleh individu untuk mencegah atau menjauhi

situasi/keadaan, yaitu dengan menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian

situasi/keadaan yang sedang berlangsung, menghentikan situasi/keadaan sebelum

waktunya berakhir dan membatasi intensitasnya.

c) Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian

Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian bertujuan untuk

mengantisipasi suatu peristiwa individu memerlukan informasi yang cukup

lengkap dan akurat, sehingga dengan informasi yang dimiliki mengenai keadaan

yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut

dengan berbagai pertimbangan.

d) Kemampuan menafsirkan perisitiwa atau kejadian

Kemampuan ini berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu

keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara

subjektif. Kemampuan dalam menafsirkan peristiwa setiap individu ini berbeda

antara satu dan lainnya. Hal ini erat kaitannya dengan pengalaman dan

pengetahuan yang mereka miliki.

e) Kemampuan mengambil keputusan

Kemampuan mengambil keputusan merupakan kemampuan seseorang

untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini

atau disetujuinya. Kendali diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik

dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri

individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

41
Terdapat beberapa aspek yang dimiliki oleh individu dalam

mengendalikan diri mereka. Individu yang mampu mengendalikan diri adalah

mereka yang dapat mengelola dengan baik informasi yang diperoleh,

mengendalikan perilaku, mengantisipasi suatu peristiwa, menafsirkan suatu

peristiwa dan mengambil sebuah keputusan yang tepat. Aspek lain yang terdapat

dalam pengendalian diri seseorang meliputi kendali emosi, pikiran dan mental

(Fadillah, 2013: 24). Ketiga aspek tersebut dapat diuraikan, sebagai berikut: (1)

Kendali emosi seseorang dengan kendali emosi yang baik, cenderung akan

memiliki kendali pikiran dan fisik yang baik pula. (2) Kendali pikiran Jika belum

apa-apa sudah berpikir gagal, maka semua tindakan akan mengarah pada

terjadinya kegagalan. Jika berpikir bahwa sesuatu pekerjaan tidak mungkin

dilakukan, maka akan berhenti berpikir untuk mencari solusi. (3) Kendali fisik

Kondisi badan yang fit merupakan salah satu faktor kunci dalam menunjukkan

kemampuan kita berfungsi dengan optimal (Sembel dalam Fadillah, 2013: 24).

Aspek dalam pengendalian diri tidak hanya sebatas dalam mengendalikan

perilaku, memperoleh informasi, menilai informasi dan mengambil sebuah

keputusan. Pengendalian diri juga memiliki aspek lain yang meliputi aspek

emosional, pikiran, dan fisik. Ketiga aspek tersebut saling berkaitan dan

mempengaruhi dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

jenis-jenis kontrol diri akan berfungsi untuk merespon berbagai stimulus yang

diterima dan kemudian dimanifestasikan dengan tindakan kontrol diri. Jenis

kontrol diri itu sendiri meliputi perilaku (behavior), kognisi serta afeksi. Over

42
control, yaitu kontrol yang berlebihan dan menyebabkan seseorang banyak

mengontrol dan menahan diri untuk bereaksi terhadap suatu stimulus. Under

control, yaitu kecenderungan untuk melepaskan implus yang bebas tanpa

perhitungan yang masak. Approprite control, yaitu kontrol yang memungkinkan

individu mengendalikan implusnya secara tepat.

d. Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri

Berbagai pelanggaran yang muncul karena rendahnya self control,

sekaligus bersumber dari sikap orang tua yang salah. Rice (dalam Sriyanti, 2012)

mengemukakan beberapa sikap orang tua yang kurang tepat yang mengangggu

self control remaja adalah:

1) Pengabaian Fisik (physical neglect), meliputi kegagalan dalam memenuhi

kebutuhan atas makanan, pakaian dan tempat tinggal yang memadai.

2) Pengabaian Emosional (emotional neglect), meliputi perhatian, perawatan,

kasih sayang dan afeksi yang tidak memadai dari orang tua atau kegagalan

untuk memenuhi kebutuhan remaja akan penerimaan, persetujuan dan

persahabatan.

3) Pengabaian Intelektual (intellectual neglect), termasuk didalamnya kegagalan

untuk memberikan pengalaman yang menstimulasi intelek remaja,

membiarkan remaja membolos sekolah tanpa alasan apapun dan semacamnya.

4) Pengabaian Sosial (social neglect), meliputi: pengawasan yang tidak memadai

atas aktivitas sosial remaja, kurangnya perhatian dengan siapa remaja bergaul

atau karena gagal mengajarkan atau mensosialisasikan kepada remaja

mengenai bagaimana bergaul secara baik dengan orang lain.

43
5) Pengabaian Moral (moral neglect), kegagalan dalam memberikan contoh

moral atau pendidikan moral yang positif.

Faktor-faktor yang turut mempengaruhi kontrol diri seseorang biasanya

disebabkan oleh banyak faktor. Namun pada dasarnya, kontrol diri itu secara garis

besar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor internal, meliputi:

faktor hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi dan tersusun melalui

pengalaman evolusi dan kontrol emosi yang sehat diperoleh bila seorang remaja

memiliki kekuatan ego, yaitu suatu kemampuan untuk menahan diri dan tindakan

luapan emosi. Sedangkan, faktor eksternal dipengaruhi oleh kondisi sosio-

emosional lingkungan, terutama lingkungan keluarga dan kelompok teman

sebaya. Lingkungan cukup kondusif, dalam arti kondisidiwarnai dengan

hubungan yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai dan penuh

tanggung jawab, maka remaja cenderung memiliki kontrol diri yang baik. Hal ini

dikarenakan remaja mencapai kematangan emosi oleh faktorfaktor pendukung

tersebut (Yusuf, 2001: 71).

Menurut Gilliom et al. (dalam Gunarsa, 2008: 253) ada beberapa sub-

faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kontrol diri dalam diri individu.

Keseluruhan sub-faktor tersebut termasuk dalam faktor emotion regulation (terdiri

dari active distraction, passive waiting, information gathering, comfort seeking,

focus on delay object/task, serta peak anger). Dijelaskan oleh Gilliom bahwa cara

active distraction (pengalihan terhadap suatu situasi), cara passive waiting

(penginstruksian terhadap perilaku), maka semakin anak tidak mampu

mengendalikan atau menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti, merugikan

44
atau menimbulkan kekesalan bagi orang lain (eksternalizing). Terkadang cara

passive waiting (menuruti instruksi untuk berdiri atau duduk dengan tenang),

maka semakin anak mampu bekerja sama dengan orang lain dan mematuhi

peraturan yang ada.

Cara focus on delay object/task yang dilakukan oleh anak, dapat

menimbulkan efek negatif pada kemampuan pengendalian diri, khusunya pada

aspek cooperation. Artinya semakin anak mengalihkan hal-hal yang

menyebabkan perasaan frustasi yang dialaminya dengan cara focus on delay

object/task (misalnya, dengan membicarakan sumber perasaan frustasi,

memandang sumber perasaan frustasi dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha

mengakhiri sumber frustasinya), maka semakin anak mampu mengendalikan

tingkah laku yang bersifat menyakiti atau merugikan orang lain (externalizing).

Untuk sub-faktor information gathering, Gilliom et al. (dalam Gunarsa, 2008:

254) menyatakan bahwa semakin anak mengalihkan hal-hal yang menyebabkan

perasaan frustasi yang dialaminya dengan cara information gathering (mencari

tahu dengan menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan perasaan frustasi

yang dialaminya tanpa menyatakan bahwa ia ingin mengakhiri sumber

frustasinya), maka semakin anak mampu menunjukkan assertivenessnya kepada

orang lain. Dengan kata lain, anak semakin mampu mengungkapkan keinginan

atau perasaan kepada orang lain tanpa menyakiti atau menyinggung perasaan

orang lain tersebut.

Di samping kelima faktor tersebut di atas, ada faktor-faktor lain yang turut

mempengaruhi kontrol diri individu. Oleh karena kontrol diri merupakan

45
pengembangan self-regulation pada masa kanak-kanak, dapat dikatakan bahwa

konrol diri juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang membentuk self-

regulation. Menurut Papila et al. (2008) faktor-faktor yang turut mempengaruhi

pembentukan self-regulation adalah faktor proses perhatian dan faktor kesadaran

terhadap emosi-emosi negatif. Semakin anak mampu menyadari emosi negatif

yang mencul dalam dirinya dan semakin anak mampu mengendalikan

perhatiannya pada sesuatu (attentional process), maka anak semakin mampu

menahan dorongan-dorongan dan mengendalikan tingkah lakunya. Menurut

Bandura, faktor-faktor yang turut mempengaruhi pembentukan self-regulation

adalah faktor umpan balik (adequate feedback) dan faktor perasaan mampu (self-

efficacy).

Gufron & Risnawita (2016) berpendapat bahwa kontrol diri terdapat

beberapa faktor yang mempengaruhi, diantarannya:

1) Faktor Internal
Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia.
Semakin bertambah usia seseorang maka semakin baik kemampuan
mengontrol diri seseorang.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal diantarannya lingkungan keluarga seperti orangtua,
orangtua menentukan bagaimana kontrol diri seseorang.

Individu yang memiliki keyakinan akan kemampuan diri yang baik, jika

diberikan umpan balik bersifat membangun dan disampaikan dengan cara yang

baik, maka semakin individu tersebut mampu dalam mempertahankan

komitmennya terhadap suatu tujuan selama periode waktu tertentu. Kemampuan

individu mempertahankan komitmennya terhadap suatu tujuan yang bersifat

jangka panjang tersebut dapat dinyatakan sebagai tingkat self-regulation yang

46
baik pada individu, sedangkan self-regulation yang baik merupakan kriteria dari

self-control yang baik pula (Gunarsa, 2008:255). Berdasarkan beberapa pendapat

di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol

diri adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang sangat

berperan terhadap kontrol diri adalah usia, dimana semakin usia seseorang

bertambah, maka semakin baik dalam mengontrol dirinya. Faktor eksternal yaitu

lingkungan keluarga seperti orangtua, orangtua menentukan bagaimana kontrol

diri pada seseorang.

B. Penelitian yang Relevan

Manfaat dari penelitian yang relevan yaitu sebagai acuan agar penelitian

yang sedang dilakukan menjadi lebih jelas. Beberapa penelitian yang relevan

dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Burhan dkk (2017) yang berjudul “Hubungan

Antara Motivasi Intrinsik dan Prokrastinasi Akademik dengan Hasil Belajar

Pengurus HMJ Pendidikan Biologi”. Penelitian kuantitatif ini menggunakan

pendekatan korelasional yang bertujuan mengetahui hubungan antara motivasi

intrinsik dan prokrastinasi terhadap hasil belajar mahasiswa pengurus HMJ

Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Penelitian

ini terdiri atas tiga variabel yakni dua variabel bebas serta satu variabel terikat.

Variabel bebas adalah motivasi intrinsik dan prokrastinasi akademik. Adapun

variabel terikat adalah hasil belajar. Penelitian ini memiliki populasi sebanyak

52 orang yang merupakan pengurus HMJ Pendidikan Biologi Angkatan 2017.

Penelitian ini memakai instrumen berupa skala motivasi intrinsik, skala

47
prokrastinasi akademik, serta dokumentasi berupa nilai IPS (Indeks Prestasi

Semester). Adapun teknik analisis data menggunakan teknik statistik

deskriptif dan inferensial. Hasil analisis motivasi intrinsik menunjukkan nilai

rata-rata sebesar 47,74 dengan kategori sedang, prokrastinasi akademik

menunjukkan nilai rata-rata sebesar 46,63 dengan kategori sedang, dan hasil

belajar diperoleh nilai rata-rata sebesar 81,01 berada pada kategori tinggi.

Hasil analisis statistik inferensial dengan uji F menunjukkan bahwa nilai

Fhitung>Ftabel (0,297 > 0,05), sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yang

berarti terdapat hubungan antara motivasi intrinsik dan prokrastinasi akademik

dengan hasil belajar mahasiswa pengurus HMJ Pendidikan Biologi

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Yogiswari & Astuti (2016) yang berjudul

“Perbedaan Prokrastinasi Akademik Ditinjau dari Motivasi Berprestasi dan

Kontrol Diri pada Mahasiswa”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

perbedaan prokrastinasi akademik apabila ditinjau dari motivasi berprestasi

dan kontrol diri yang dilakukan oleh mahasiswa. Penelitian ini dilakukan pada

mahasiswa yang telah menempuh studi 5 tahun atau lebih dengan jumlah

subjek penelitian sebanyak 104 orang di program studi X di salah satu PTN

ternama di Surabaya. Alat ukur pengumpulan data dengan menggunakan

kuisioner dengan sistem online. Skala prokrastinasi akademik dan motivasi

berprestasi disusun oleh Setyadi (2014), dan skala kontrol diri yang disusun

oleh penulis yang terdiri dari 22 aitem. Berdasarkan hasil analisis data dapat

disimpulkan bahwa pada hipotesis mayor yakni tidak terdapat perbedaan

48
prokrastinasi akademik antara motivasi berprestasi dan kontrol diri yang

dilakukan oleh mahasiswa (sig. 0,429). Kemudian pada hipotesis minor 1

menunjukkan tidak terdapat perbedaan prokrastinasi akademik dilihat dari

motivasi berprestasi pada mahasiswa (sig. 0,237), dan pada hipotesis minor 2

menunjukkan terdapat perbedaan prokrastinasi akademik ditinjau dari kontrol

diri pada mahasiswa (sig. 0,006).

C. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh motivasi belajar dengan prokrastinasi dalam menyelesaikan

skripsi

Seseorang yang melakukan prokrastinasi tidak bermaksud untuk

menghindari atau tidak mau tahu dengan tugas yang dihadapi, akan tetapi hanya

menunda-nunda untuk mengerjakannya. Adapun seseorang melakukan

prokrastinasi disebabkan karena malas, kurang motivasi untuk menyelesaikan

tugas, manajemen waktu yang tidak teratur, dan adanya hal yang lebih

menyenangkan daripada menyelesaikan tugas. Motivasi menggerakkan manusia

untuk menampilkan tingkah laku ke arah pencapaian suatu tujuan tertentu. Oleh

sebab itu, adanya motivasi dalam diri mahasiswa akan mengarahkan dan

mendorong mahasiswa untuk belajar. Hasil penelitian Nitami dkk (2015)

menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang singnifikan dan negatif antara

motivasi belajar dengan prokrastinasi akademik, dengan koefisien korelasi sebesar

r -0,636 dan taraf signifikansi 0,000.

49
2. Pengaruh kontrol diri dengan prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi

Memiliki kontrol diri yang baik maka seorang mahasiswa dapat

menghindari perilaku prokrastinasi terutama yang banyak terjadi di lingkungan

akademik. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ghufron (2003), yang

menunjukkan bahwa prokrastinasi akademik dipengaruhi oleh kontrol diri

seseorang. Kontrol diri dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Sebagai

seorang pelajar maka kontrol diri yang tinggi akan mampu mengarahkan siswa

untuk bertindak dengan positif, dan menghindari perilaku prokrastinasi.

Mahasiswa yang memiliki kontrol diri dan harga diri tinggi efektif dalam

meningkatkan ketepatan waktu dalam mengerjakan tugas, hadir di kampus dan

mereduksi kelambanan, menunda-nunda tugas maupun belajar.

Hasil penelitian oleh Aini (2011) mengemukakan bahwa dengan kontrol

diri yang tinggi seorang mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi mampu

dengan segera menyelesaikan skripsi tersebut dengan baik dan jika seorang

mahasiswa tersebut memiliki kontrol diri yang rendah ia akan sering untuk

menunda-nunda dan lebih berminat dengan pekerjaan lain yang lebih

menyenangkan dan tentunya tidak bermanfaat untuk skripsi tersebut.

3. Pengaruh antara motivasi belajar dan kontrol diri dengan prokrastinasi

dalam menyelesaikan skripsi

Motivasi belajar adalah suatu perubahan tenaga di dalam diri seseorang

(pribadi) yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai

tujuan. Individu dengan motivasi berprestasi yang rendah cenderung tidak

terdorong untuk mengerjakan tugasnya, sehingga mereka tidak segera memulai

50
dan mudah menyerah saat mengerjakan tugasnya, tidak disiplin, bermalas-

malasan, enggan untuk belajar, apatis dalam perkuliahan, dan kurang memiliki

tanggung jawab akan tugas atau pekerjannya.

Kontrol diri yang lemah pada seseorang mengarahkan pada konsekuensi

negatif, yang merugikan orang lain maupun dirinya sendiri. Dalam diri si pelaku

kurang adanya suatu proses pengolahan diri dengan cara mencoba mengontrol

dirinya dengan baik. Seseorang yang kurang bisa mengontrol dirinya atau kalah

oleh dorongandorongan yang bersifat negatif, maka mereka dominan akan

berperilaku negatif seperti melakukan prokrastinasi. Setiap individu memiliki

kontrol diri berbedabeda, baik kontrol diri yang tinggi maupun yang rendah.

Menurut Ursia (2013) kontrol diri adalah pengendalian diri individu terhadap

waktu tunda penerimaan imbalan. Pengendalian diri ini berkaitan dengan perilaku

prokrastinasi yang dilakukan.

D. Paradigma Penelitian

Penelitian mengenai pengaruh negatif antara motivasi belajar dan kontrol

diri dengan prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi

Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta memiliki dua variabel bebas (X) dan satu variabel terikat (Y).

Paradigma penelitian digambarkan sebagai berikut:

Motivasi Belajar H1
(X1)
Prokrastinasi dalam
menyelesaikan
skripsi
Kontro Diri (Y)
(X2)
H2

51
H3
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= secara parsial
= secara simultan

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka dapat

diajukan hipotesis penelitian ini yaitu:

1. H1: Terdapat pengaruh negatif antara motivasi belajar dengan prokrastinasi

dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

2. H2: Terdapat pengaruh negatif antara kontrol diri dengan prokrastinasi dalam

menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

3. H3: Terdapat pengaruh negatif antara motivasi belajar dan kontrol diri dengan

prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa prodi Pendidikan

Administrasi Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

52
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk pendekatan kuantitatif dengan menggunakan

desain korelasional, penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan suatu

variabel dengan variabel-variabel lain. Hubungan antara satu dengan beberapa

variabel lain dinyatakan dengan besarnya koefisien korelasi dan keberartian

(signifikansi) secara statistik (Sukmadinata, 2014: 56). Penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui1 pengaruh antara motivasi belajar dan kontrol diri terhadap

prokrastinasi dalam menyelesaikan skripsi pada mahasiswa Prodi Pendidikan

Administrasi Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Yogyakarta.

B. Tempat dan Waktu Penelitian1

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta terletak di Jl. Colombo Yogyakarta No.1, Karang Malang,

53
Caturtunggal, Kec. Depok, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

55281. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2020

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Siyoto & Sodik (2015: 63) menyatakan populasi adalah merupakan

wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang memiliki kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya. Selanjutnya Siyoto & Sodik (2015: 64) menyatakan

sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut, ataupun bagian kecil dari anggota populasi yang diambil menurut

prosedur tertentu, sehingga dapat mewakili populasinya. Populasi1pada

penelitian1ini adalah Mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi Perkantoran

Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta yang

berjumlah 81 mahasiswa.

2. Sampel Penelitian

Siyoto & Sodik (2015: 64) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian

dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut, ataupun bagian

kecil dari anggota populasi yang diambil menurut prosedur tertentu, sehingga

dapat mewakili populasinya. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan total sampling. Teknik total sampling merupakan teknik penentuan

sampel dengan menggunakan pengambilan seluruh anggota populasi sebagai

responden atau sampel penelitian. Jadi populasi yang berjumlah 56 mahasiswa

digunakan semua untuk menjadi sampel.

54
D. Definisi Operasional Variabel

Menurut Wiyono (2011: 68), definisi operasional diperlukan untuk

membantu peneliti menjelaskan karakteristik dari objek yang abstrak menjadi

elemen-elemen atau indikator-indikator yang dapat diobservasi. Variabel yang

didefinisikan secara operasional berdasarkan rumusan dan hipotesis terdapat 2

variabel, yaitu variabel bebas (motivasi belajar dan kontrol diri) dan variabael

terikat (prokrastinasi). Secara operasional, variabel dalam penelitian ini

didefinisikan sebagai berikut:

1. Motivasi belajar merupakan dorongan yang muncul dari dalam atau dari luar

diri Mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi Tahun Angkatan 2016

Perkantoran Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta dalam belajar

untuk menyelesaikan skripsi. Skala motivasi mengacu pada teori Mc.Clelland

(1987) (dalam Dioris, 2018). Skala ini merupakan adopsi dari penelitian

Muniroh (2013) berdasarkan faktor/aspek tanggung jawab, resiko pemilihan

tugas, kreatif inovatif, memperhatikan umpan balik, dan waktu mengerjakan

tugas.

2. Kontrol diri adalah kemampuan Mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi

Perkantoran Tahun Angkatan 2016 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri

Yogyakarta dalam mengontrol tingkah laku, mengelola informasi yang tidak

diinginkan dan memilih suatu keputusan berdasarkan apa yang diyakini. Skala

kontrol diri mengacu pada teori Averill (dalam Ghufron &, Risnawita, 2016).

Skala ini merupakan adopsi dari penelitian Muniroh (2013) berdasarkan aspek

kontrol perilaku, kontrol kognitif, dan kontrol keputusan.

55
3. Prokrastinasi merupakan tindakan menunda yang tidak diperlukan dalam

menunda tugas atau pekerjaan yang ada kaitannya dengan akademik yang

sudah menjadi respon tetap dalam menghadapi tugas akademik yang tidak

disukai, dirasa berat, tidak menyenangkan, kurang menarik dan dapat

menimbulkan perasaan tidak enak (cemas) pada pelakunya. Skala diadopsi

dari penelitian Sari (2016) dengan aspek prokrastinasi meliputi penundaan

untuk memulai dan menyelesaikan tugas, keterlambatan dalam mengerjakan

tugas, mempunyai kesulitan untuk melakukan sesuatu sesuai dengan batas

waktu yang telah ditentukan sebelumnya, melakukan aktivitas yang lebih

menyenangkan.

E. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen

1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data1merupakan cara yang1ditempuh dalam

memperoleh informasi melalui data mengenai masalah dalam penelitian.

Adapun1teknik pengumpulan data yang digunakan1dalam penelitian1ini yaitu

angket/kuesioner tertutup. Arikunto (2010: 168), menyatakan bahwa angket

tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga

responden tinggal memberikan tanda check list (√) pada kolom atau tempat yang

sesuai, dengan angket langsung menggunakan skala bertingkat. Teknik angket ini

digunakan1untuk memperoleh data motivasi belajar, kontrol diri, dan prokrastinasi

Mahasiswa Prodi Pendidikan Administrasi Perkantoran Tahun Angkatan 2016

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

56
2. Instrumen Pengumpulan Data1

Instrumen pengumpulann data1adalah sesuatu cara untuk mengambil data

dalam1penelitian. Instrumen yang dipergunakan dalam penelitian1ini adalah

kuesioner (angket) tertutup. Arikunto (2013: 168), menyatakan bahwa angket

tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa, sehingga

responden tinggal memberikan tanda check list (√) pada kolom atau tempat yang

sesuai, dengan angket langsung menggunakan skala bertingkat. Skala yang

digunakan yaitu skala Likert.

Pandjaitan & Ahmad (2017) menyatakan bahwa skala Likert digunakan

untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang

tentang fenomena tertentu yang ingin diketahui. Dalam angket skala Likert

biasanya disediakan lima alternatif jawaban, misalnya: SS, S, N, TS, dan STS.

Agar peneliti dapat dengan mudah mengetahui apakah seorang responden

menjawab dengan sungguh-sungguh atau asal-asalan, sebaiknya angket disusun

berdasarkan pernyataan positif dan pernyataan negatif. Jawaban instrumen

kemudian menggunakan skala Likert dengan lima alternatif jawaban yaitu Sangat

Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju

(STS). Masing-masing jawaban memiliki skor yang ditunjukkan pada tabel

berikut:

Tabel 2. Skor Alternatif1Jawaban1


Alternatif Pilihan
Pernyataan
SS S N TS TS
Favorable 1 2 3 4 5
Unfavorable 5 4 3 2 1

a. Skala Prokrastinasi Akademik

57
Skala prokrastinasi akademik mengacu pada teori Ferrari (dalam Ghufron

& Risnawita, 2012). Skala ini merupakan adopsi dari penelitian Sari (2016)

dengan nilai reliabilitas sebesar 0,927 dan jumlah aitem berjumlah 40 butir. Skala

ini menggunakan aspek-aspek prokrastinasi akademik sebagai indikator yang

akan diukur. Semakin tinggi skor yang diperoleh responden berarti semakin

efektif perilaku yang ditunjukkan dalam prokrastinasi akademik, demikian juga

sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh responden berarti semakin tidak

efektif perilaku yang ditunjukkan dalam prokrastinasi akademik. Kisi-Kisi

insrumen prokrastinasi akademik disajikan pada tabe sebagai berikut:

Tabel 3. Kisi-Kisi Insrumen Prokrastinasi Akademik


Variabel Faktor/Aspek No Item

Favorable Unfavorabl
e

Prokrastinasi Penundaan untuk memulai 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8


Akademik dan menyelesaikan tugas 6

Keterlambatan dalam 9, 10, 11, 12, 15, 16, 17


mengerjakan tugas 13, 14

Mempunyai kesulitan untuk 18, 19, 20, 21 22, 23, 24,


melakukan sesuatu sesuai 25, 26
dengan batas waktu yang
telah ditentukan sebelumnya

Melakukan aktivitas yang 27, 28, 29, 30, 36, 37, 38,
lebih menyenangkan 31, 32, 33, 34,35 39, 40

Jumlah 40

(Sumber: Sari, 2016)

b. Skala Motivasi

58
Skala motivasi mengacu pada teori Mc.Clelland (1987) (dalam Dioris,

2018). Skala ini merupakan adopsi dari penelitian Sari (2016) dengan nilai

reliabilitas sebesar 0,873 dan jumlah aitem berjumlah 50. Semakin tinggi skor

yang diperoleh responden berarti semakin efektif perilaku yang ditunjukkan

dalam motivasi belajar, demikian juga sebaliknya, semakin rendah skor yang

diperoleh responden berarti semakin tidak efektif perilaku yang ditunjukkan

dalam motivasi belajar.

Tabel 3. Kisi-Kisi Insrumen Motivasi


Variabel Faktor/Aspek No Item

Favorable Unfavorable

Motivasi Tanggung jawab 1, 2, 11, 12, 21 26, 27, 36, 37,46

Resiko pemilihan tugas 3, 4, 13, 14, 22 28, 29, 38, 39, 47

Kreatif inovatif 30, 31, 40, 41, 5, 6, 15, 16, 23


48

Memperhatikan umpan 32, 33, 42, 43, 7, 8, 17, 18, 24


balik 49

Waktu mengerjakan 9, 10, 19, 20, 25 34, 35, 44, 45, 50


tugas

Jumlah 50

(Sumber: Sari, 2016)


c. Skala Kontrol Diri

Skala kontrol diri mengacu pada teori Averill (dalam Ghufron &,

Risnawita, 2012). Skala ini merupakan adopsi dari penelitian Muniroh (2013)

dengan nilai reliabilitas sebesar 0,863 dan jumlah aitem berjumlah 36. Semakin

tinggi skor yang diperoleh responden berarti semakin efektif perilaku yang

ditunjukkan dalam kontrol diri dalam belajar, demikian juga sebaliknya, semakin

59
rendah skor yang diperoleh responden berarti semakin tidak efektif perilaku yang

ditunjukkan dalam kontrol diri.

Tabel 3. Kisi-Kisi Insrumen Kontrol Diri


Variabel Faktor/Aspek No Item

Favorable Unfavorable

Kontrol Diri Kontrol Perilaku 11, 15, 1, 22, 19, 20 16, 21, 12, 26,
23, 30

Kontrol Kognitif 13, 27, 7, 17, 2, 24 3, 25, 6, 33, 14,


34

Kontrol Keputusan 5, 10, 9, 28, 8, 31 18, 29, 32, 35,


4, 36

Jumlah 36

(Sumber: Muniroh, 2013)

F. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

1. Uji Validitas

Menurut Arikunto1 (2010: 211) validitas merupakan1suatu ukuran1yang

menentukan validnya suatu intsrumen. Instrumen yang valid1akan mempunyai

validitas yang tinggi begitupun sebaliknya. Pengujian validitas tiap butir

menggunakan analisis item yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor

total. Validitas dapat diketahui melalui kolom Corrected Item-total Correlation

bahwa jika korelasi skor item terhadap skor total lebih besar dari r tabel yaitu ≥

60
0,30, sehingga butir-butir tersebut valid. Uji validitas dalam penelitian ini

dianalisis dengan bantuan program SPSS 23.0 for Windows.

2. Uji Reliabilitas instrumen

Reliabilitas instrumen merupakan suatu yang dapat diandalkan untuk

digunakan1 sebagai alat pengumpul data (Arikunto, 2010: 239). Dalam penelitian

ini menggunakan Alpha Cronbach1 yang digunakan sebagai penguji

reliabilitas1instrumen1dalam penelitian. Lebih lanjut dikatakan Arikunto (2010:

99) koefisien reliabilitas pada taraf 0,70 atau lebih biasanya lebih bisa diterima

sebagai reliabilitas yang baik. Uji validitas dalam penelitian ini dianalisis dengan

bantuan program SPSS 23.0 for Windows.

G. Teknik Analisis Data

Kesimpulan dalam penelitian1diperoleh melalui teknik analisiss data

dengan tepat. Teknik analisis dataa merupakan sebuah cara yang digunakan untuk

membuktikan hipotesis. Dalam penelitian ini menggunakan1teknik analisis data

sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Menurut Sugiyono (2014: 93) analisis deskriptif adalah statistik yang

digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul. Analisis ini digunakan untuk

menganalisa data berdasarkan jawaban responden dari kuesioner yang diberikan

selama penelitian berlangsung. Analisis untuk menentukan kategori norma

jawaban responden menggunakan rumus pada tabel sebagai berikut:

61
Tabel. Norma Jawaban Responden
No Interval Kategori
1 Mi + 1,8 Sbi < X Sangat Tinggi
2 Mi + 0,6 Sbi < X ≤ Mi + 1,8 Sbi Tinggi
3 Mi - 0,6 Sbi < X ≤ Mi + 0,6 Sbi Cukup
4 Mi - 1,8 Sbi < X ≤ Mi – 0,6 Sbi Rendah
5 X ≤ Mi - 1,8 Sbi Sangat Rendah
(Sumber: Widoyoko, 2014: 238)

Keterangan:
X = rata-rata
Mi = ½ (skor maks ideal + skor min ideal)
Sbi = 1/6 (skor maks ideal – skor min ideal)
Skor maks ideal = skor tertingi
Skor min ideal = skor terendah

2. Uji Prasayarat Analisis

a. Uji Normalitas1

Menurut Wiyono (2011: 79) tujuan uji normalitas adalah untuk menguji

apakah apabila variabel penelitian memiliki distribukan normal atau tidak. Dalam

analitis ini penelitian menggunakan metode parametrik dengan uji One Sample

Kolomogrov-smirnov menggunakan SPPS 23.00 for Windows. Mendeteksi

normalitas data dengan uji statistik Kolmogorov-Smirnov, dasar pengambilan

keputusannya adalah sebagai berikut:

1) Jika nilai Asymp Sig (2 tailed) lebih kecil dari 0,05 berarti data residual tidak

terdistribusi secara normal.

2) Jika nilai Asymp Sig (2 tailed) lebih besar dari 0,05 berarti data residual

terdistribusi secara normal.

b. Uji Linearitas1

Uji linearitas digunakan untuk mengetahui apakah variabel terikat dengan

variabel bebas memiliki hubungan linear atau tidak secara signifikan. Uji

62
linearitas dapat dilakukan melalui test of linearity. Kriteria yang berlaku adalah

jika nilai signifikansi pada linearity ≤ 0,05, maka dapat diartikan bahwa antara

variabel bebas dan variabel terikat terdapat hubungan yang linear (Sugiyono,

2014: 103). Uji linearitas dalam penelitian ini dianalisis dengan bantuan program

SPSS 23.0 for Windows

c. Uji Multikolinearitas

Menurut Wiyono (2011: 84) uji multikolinearitas digunakan untuk

mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas,

yaitu adanya hubungan linier antar variabel independen dalam model regresi.

Prasyarat yang harus terpenuhi model regresi adalah tidak adanya

multikolinearitas. Dalam pengujian ini digunakan nilai variane inflation factor

(VIF) pada model regresi, jika (VIF) > 5, maka variabel tersebut mempunyai

persoalan dengan variabel bebas lainnya. Program yang digunakan dalam uji

multikolinearitas adalah SPSS 23.00 for Windows.

3. Pengujian Hipotesis1

a. Persamaan Regresi Linear Berganda

Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi berganda yaitu untuk

mengetahui sejauh mana pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikatnya.

Analisis regresi ganda adalah suatu alat analisis peramalan nilai pengaruh dua

variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat untuk membuktikan ada atau

tidaknya hubungan fungsi atau hubungan kausal antara dua variabel bebas atau

lebih (X1), (X2), (Xn). Guna menguji pengaruh beberapa variabel bebas dengan

variabel terikat dapat digunakan model matematika sebagai berikut (Sugiyono,

63
2014: 303)

Y = a + b1X1 + b2X2 + +e

Keterangan:

Y = Variabel dependent
X1 = Variabel independent
X2 = Variabel independent
a = konstanta
b1 , b2 = koefisien regresi
e = residu

b. Uji F Hitung (Uji Simultan)

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model berpengaruh secara

bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat (Ghozali, 2012). Kriteria

pengujian sebagai berikut:

1) F hitung ≥ F tabel pada α = 5%, maka H0 ditolak, Ha diterima atau variabel bebas

secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikat.

2) F hitung < F tabel pada α = 5%, maka H0 diterima, Ha ditolak atau variabel bebas

secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap variabel terikat.

c. Uji t Hitung (Uji Parsial)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh variabel

penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen (Ghozali, 2012). Kriteria pengujian yang digunakan sebagai berikut:

1) Ho diterima dan Ha ditolak apabila t hitung <t . Artinya variabel bebas tidak
tabel

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.

2) Ha diterima dan Ho ditolak apabila t hitung > t . Artinya variabel bebas


tabel

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat.

64
4. Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur

persentase sumbangan variabel independen yang diteliti terhadap naik turunnya

variabel terikat. Koefisien determinasi berkisar antara nol sampai dengan satu (0 ≤

R2 ≤ 1) yang berarti bahwa bila R2 = 0 berarti menunjukkan tidak adanya

pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat, dan bila R2 mendekati 1

menunjukkan bahwa semakin kuatnya pengaruh variabel bebas terhadap variabel

terikat. Nilai koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada kolom Adjusted R

Square pada tabel Model Summary hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS

23 for Windows.

65
DAFTAR PUSTAKA

Aini, A. N. (2011). Hubungan antara kontrol diri dengan prokrastinasi dalam


menyelesaikan skripsi pada mahasiswa Universitas Muria Kudus. Jurnal
Psikologi Pitutur, 1(2).

Amin A. R. (2014). Sistem pembelajaran pendidikan agama Islam pada


perguruan tinggi umum. Yogyakarta: Deepublish.

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian; suatu pendekatan praktik. (Edisi revisi)


Jakarta: Rineka Cipta.

Burhan, S., Rapi, M., & Rapi, M., & Kusyairy, U. (2017). Hubungan antara
motivasi intrinsik dan prokrastinasi akademik dengan hasil belajar
pengurus hmj pendidikan biologi. Jurnal Biotek, 5(2).

Burka, J. B & Yuen, L. M. (2008). Procrastination: why you do it, what to do


about it. New York: Perseus Books.

Cetin, B. (2015). Academic motivation and self-regulated learninig in predicting


academic achievement in college. Journal of International Education
Research, 11 (2), 95-106.

Darmaningtyas. (2004). Pendidikan yang memiskinkan. Yogyakarta: Galang


Press.

Darmono, A., & Hasan, A. (2002). Menyelesaikan skripsi dalam satu semester.
Jakarta: Grasindo.

Dioris, A. D. A. (2018). Hubungan antara motivasi berprestasi, locus of


control,dan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Skripsi sarjana,
tidak diterbitkan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Djamarah, S. B. (2010). Rahasia sukses belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Ferrari, J. R., Johnson, J. L., & Mccown, W. G. (1995). Procrastination and task
avoidance: theory, research and treatment. New York: Plenum Press.

Fudyartanta. (2012). Psikologi perkembangan. Yogyakarta :Pustaka belajar

Garn, A. C., & Jolly, J. L. (2014). High ability students voice on learning
motivation. Journal of Advanced Academics, 25 (1), 7-24.

Ghozali, I. (2011). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS.


Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

66
Ghufron, M. N., & Risnawita, R. (2016). Teori-teori psikologi. Jogjakarta: ArRuz
Media.

Gunarsa, S.D. (2008). Psikologi olahraga prestasi. Jakarta : Gunung Mulia

Hanafiah, N., & Suhana, C. (2012). Konsep strategi pembelajaran. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Hasanah, A. N. (2017). Hubungan antara motivasi belajar dan kontrol diri dengan
prokrastinasi dalam mengerjakan skripsi pada mahasiswa Program Studi
Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Mulawarman. Psikoborneo, 5(3), 477-491.

Hayyinah. (2004). Religiusitas dan prokrastinasi akademik mahasiswa.


Psikologika, 17(IX).

Ilfiandra. (2009). Penanganan prokrastinasi akademik siswa sekolah menengah


atas: konsep dan aplikasi. Jurnal Online, 2(2).

Kaya, S., Kabakci, A. C., & Dogan, A. A. (2015). Differences in motivation for
participating sport activities according to sport branches. International
Journal of Science Culture and Sport, 3(1), 44-53.

Keller, J. M. (2016). Motivation, learning, and technology: applying the ARCS-V


motivation model. Participatory Educational Research, 3 (2), 1-13.

Knaus, W. (2010). End procrastination now. New York : McGraw Hill.

Lastary, L. D., & Rahayu, A. (2018). Hubungan dukungan sosial dan self efficacy
dengan prokrastinasi akademik mahasiswa perantau yang berkuliah di
Jakarta. Ikraith-Humaniora, 2(2).

Margarete, I., & Hilbert, T. S. (2013). The role of motivation, cognition, and
conscientiousness for academic achievement. International Journal of
Higher Education, 69-80.

Muhid, A. (2009). Hubungan antara self - control dan self – efficacy dengan
kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik mahasiswa Fakultas
Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Jurnal Ilmu Dakwah. 18.

Muniroh, N. L. (2013). Hubungan antara kontrol diri dan perilaku disiplin pada
santri di pondok pesantren. Skripsi sarjana, tidak diterbitkan. Universitas
Islam Sunan Kalijaga, Yogyakarta.

Mylsidayu, A. (2015). Ilmu kepelatihan Dasar. Bandung: Alfabeta.

67
Nashar. (2004). Peranan motivasi dan kemampuan awal dalam kegiatan
pembelajaran. Jakarta: Delia Press

National Association of School Psychologists. (2014). Academic motivation:


strategies for parents. National Association of School Psychologists.

Nitami, M., Daharnis., & Yusri. (2015). Hubungan motivasi belajar dengan
prokrastinasi akademik siswa. Konselor, 4 (1), 1-12

Purwanto, N. (2014). Psikologi pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Reeve, J. (2016). A Grand Theory of Motivation: Why Not?. Motiv Emot, 40:31–
35.

Riconscente, M. M. (2014). Effects of perceived teacher practices on latino high


school student interest, self-efficacy, and achievement in mathematics.
The Journal of Experimental Education, 50-74.

Sabir, O., & Cecelia, M. (2007). The effects of race and family attachment on self-
esteem, self-control, and delinquency. New York: LFB Scholarly
Publishing LLC.

Sardiman. (2012). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta: PT Raja


Grafindo Persada.

Sari, W. E. (2016). Hubungan antara motivasi berprestasi dengan prokrastinasi


akademik pada mahasiswa. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas
Semarang, 4(2).

Sha, L., Schunn, C., Bathgate, M., & Ben-Eliyahu, A. (2016). Families support
their children's success in science learning by influencing interest and self-
efficacy. Journal of Research in Science Teaching, pp.450-472.

Siregar, E., & Hartini, N. (2010). Teori belajar dan pembelajaran. Bogor: Ghalia.

Sirois, F. M. (2004). Procrastination and counterfactual thinking: avoiding what


might have been. Journal of Social Psychology, 43, 269-286).

Siyoto, S., & Sodik, A. (2015). Dasar metodologi penelitian. Yogyakarta: Literasi
Media Publishing.

Slameto. (2013). Belajar dan faktor- faktor yang mempengaruhi. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Solomon, L. J., & Rothblum, E. D. (2016). Procrastination assessment scale


students. New York: Pergammon Press.

68
Sriyanti, L. (2012). Pembentukan self control dalam perspektif multikultural
Madurrisa, 4(1).

Stover, B, J., Iglesia, G., Boubeta, A. R., Fernandez, M., & Liporace. (2012)
Academic Motivation Scale: adaptation and psychometric analyses for
high school and college students. Psychology Research and Behavior
Management, 5, 71–83.

Sugiyono. (2014). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,


kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sukmadinata, N. S. (2014). Metode penelitian pendidikan. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya.

Suyono & Hariyanto. (2015). Implementasi belajar & pembelajaran. Bandung:


Remaja Rosdakarya.

Teo, E.W., Khoo, S., Wong, R., Wee, E.H., Lim, B.H., & Rengasamy, S.S.
(2015). Intrinsic and extrinsic motivation among adolescent ten-pin
bowlers in Kuala Lumpur, Malaysia. Journal of Human Kinetics, 45, 241-
251.

Thalib, S. B. (2013). Psikologi pendidikan berbasis analisis empiris aplikatif.


Jakarta: Kencana Pernada Media Group

Uno, H.B. (2011). Profesi Kependidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ursia. N. R., Siaputra, I. B., & Sutanto, N. (2013). Prokrastinasi akademik dan
self-control pada mahasiswa skripsi Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya. Makara Seri Sosial Humaniora, 17(1): 1-18.

Walgito, B. (2013). Pengantar psikologi umum. Yogyakarta: Andi Offset.

Wensly, Y. R. (2016). Dampak kuliah sambil bekerja (study kasus mahasiswa


Universitas Riau yang bekerja sebagai operator warnet). Jurnal Online
Mahasiswa, 3(1), 56-72

Wicaksono, L. (2017). Prokrastinasi akademik mahasiswa. Jurnal Pembelajaran


Prospektif, 2(2).

Wigfield, A., & Guthrie, J. T. (2013). Educational psychologist: motivation for


reading: individual, home, textual, and classroom perspectives. Spring, 57-
58.

Wiyono, G. (2011). Merancang penelitian bisnis dengan alat analisis SPSS 17.0
& Smart PLS 2.0. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

69
Yogiswari, N. N., & Mastuti, E. (2016). Perbedaan prokrastinasi akademik
ditinjau dari motivasi berprestasi dan kontrol diri pada mahasiswa. Jurnal
Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, 5(1).

Yuanita. (2010). Kecenderungan perilaku prokrastinasi akademik pada


mahasiswa fakultas psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Skripsi, sarjana tidak diterbitkan. Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Yusuf, S. (2012). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.

70
71

Anda mungkin juga menyukai