Anda di halaman 1dari 14

CBD MODUL 3

“ORAL MUCOSITIS VIRAL”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi


Kepaniteraan Klinik pada Modul 3

Oleh :
Vanny Fergiana Mulyadi
19100707360804041

Dosen Pembimbing : drg. Rifani

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020

1
MODUL 3

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan dan dipresentasikan makalah CBD yang berjudul

“Oral Mucositis” guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan Klinik pada Modul

3.

Padang, Mei 2020


Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

(drg. Rifani)

2
“Oral Mucositis”
Ditulis oleh Vanny Fergiana Mulyadi *, Rifani, drg**
*Mahasiswa ** Staf pengajar Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Baiturrahmah
Jl. Raya By Pass KM 14 Aie Pacah, Padang
*) E-mail : vannyfergi@gmail.com
Abstrak
Latar belakang : Mucositis oral (OM) adalah efek samping kemoterapi
dan radioterapi yang umum terjadi tetapi faktor risiko lainnya yang berkontribusi
menyebabkan terjadinya mukositis oral pada pasien, antara lain adalah riwayat
terkena Virus Herpes Simpleks. Infeksi virus herpes simpleks (HSV) dapat
meningkatkan terjadinya OM. Tujuan : Untuk memberikan informasi mengenai
mucositis oral viral dan mengetahui gambaran klinis mucositis oral. Sehingga
dapat menentukan terapi yang tepat. Tinjauan pustaka: Mukositis oral adalah
suatu proses peradangan dan ulseratif pada mukosa mulut yang diakibatkan dari
kemoterapi dan/ atau radioterapi dan virus. Kesimpulan: pengobatan untuk
mucositis jarang terjadi, meskipun beberapa agen telah diuji. Makalah ini
mengulas fitur klinis, prevalensi, diagnosis, komplikasi, patogenesis, profilaksis
dan manajemen mucositis.

Kata kunci: mucositis oral, HSV.

Abstract

Background: Oral mucositis (OM) is a common side effect of


chemotherapy and radiotherapy but other risk factors that contribute to causing
oral mucositis in patients include a history of herpes simplex virus. Herpes
simplex virus (HSV) infection can increase OM. Purpose: To provide information
mucositis oral and to recognice the clinical appearances of the mucositis oral, so
the appropriate therapy can be done. Review: Oral mucositis severity in patient
with head and neck cancer undergoing chemotherapy and/or radiotherapy, viral.
Oral mucositis is an inflammatory process and ulcerative of the oral mucosa due
to chemotherapy and/ or radiotherapy. The incidence and severity of oral
mucositis might be influenced by a variety of risk factors, related to the host and
treatment of the cancerr Conclusion:Unfortunately, many other approaches have
not been rigorously tested. This paper reviews the clinical features, prevalence,
diagnosis, complications, pathogenesis, prophylaxis and management of
mucositis

Keywords: mucositis oral, HSV.

3
PENDAHULUAN

Mucositis oral (OM) adalah efek samping yang umum pada pasien

onkologis yang mempengaruhi 40-80% dari mereka yang menjalani terapi

mielosupresif. Lesi ulseratif sangat menyakitkan, mengarah pada restriksi mulut

dan merupakan pintu masuk yang penting bagi mikroorganisme endogen yang

menyebabkan infeksi sekunder. OM adalah faktor risiko utama untuk infeksi

bakteri sistemik dengan komplikasi yang berpotensi mengancam kehidupan pada

pasien onkologis 1. Selain itu, OM parah dapat menunda kemoterapi dan

mengganggu prognosis penyakit onkologis 2.

Infeksi dan reaktivasi virus herpes simpleks (HSV) umum terjadi pada

populasi umum. Peran reaktivasi HSV dalam pasien onkologis mungkin

diremehkan. Sebuah studi dari tahun 1994 menyarankan bahwa anak seropositif

HSV-IgG dengan OM yang sedang menjalani kemoterapi sering disertai dengan

reaktivasi lokal HSV 3. Greenberg et al. menunjukkan bahwa reaktivasi HSV lokal

menyebabkan lesi mukosa pada semua pasien dengan leukemia yang

mendasarinya 4. Infeksi HSV merupakan penyebab penting morbiditas, seperti

febrile neutropenia, pada pasien dengan sistem imun yang tertekan. Infeksi laten

atau reaktivasi HSV memainkan peran penting untuk keparahan dalam perjalanan

klinis pada pasien ini 5.

Peran pengobatan antivirus profilaksis masih belum jelas dan manajemen

viral profilaksis tidak distandarisasi dalam sebagian besar protokol terapi saat ini.

Pedoman nasional dan internasional memang ada untuk profilaksis setelah

transplantasi sel induk (SCT). Lauten et al. diusulkan untuk mempertimbangkan

profilaksis antivirus bahkan pada anak-anak tanpa SCT, jika mereka seropositif

4
untuk HSV . Pengevaluasi prevalensi seropositifitas HSV-1 pada pasien dengan

penyakit onkologis, dan menyelidiki OM episode pada mereka yang menerima

terapi myelosupresif untuk frekuensi dan reaktivasi virus lokal. Seropositif HSV

adalah faktor risiko untuk reaktivasi HSV-1 lokal dan peningkatan frekuensi

OM10.

5
TINJAUAN PUSTAKA

Studi telah menyelidiki kejadian dan manajemen mucositis oral serta

konsekuensi yang signifikan, yang dapat terjadi sebagai komplikasi dari

mucositis. Namun, informasi yang terbatas ada pada kejadian mucositis oral yang

dihasilkan dari etiologi virus seperti HSV. Tidak ada bukti yang jelas mendukung

kultur rutin atau pengobatan empiris dengan antivirus untuk dugaan mucositis oral

terkait-HSV. Ahli kesehatan harus mengidentifikasi, menilai, dan mengelola

mucositis oral dan harus menyadari bahwa infeksi HSV merupakan penyebab

potensial atau komplikasi dari mucositis oral 7.

Mucositis oral terutama mempengaruhi mukosa bukal, margin lateral dan

permukaan ventral lidah, langit-langit lunak, dasar mulut, dan bibir. Biasanya

disertai dengan bakteri yang berkontribusi pada perkembangan mucositis 9.

Mucositis oral merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan eritema dan

ulserasi yang terjadi pada sel mukosa yaitu lidah, gingiva dan mukosa bukal,

labial, dan palatum,10.

Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya Mukositis Oral

Beberapa faktor yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan terjadinya

mukositis oral pada pasien, antara lain adalah riwayat terkena Virus Herpes

Simpleks dan pengobatannya seperti penggunaan acyclovir (Zovirax) dan

valacyclovir (Valtrex), pasien yang mengalami transplantasi sumsum tulang, dan

pasien yang mengalami penurunan produksi saliva serta pH saliva. Adanya

penurunan produksi dan pH saliva tersebut juga merupakan efek samping dari

kemoterapi 11.

6
Terkait dengan faktor risiko yang lain yaitu berhubungan dengan terapi

kemoterapi dan radiasi, mukositis oral dipengaruhi oleh agen kemoterapi, dosis
12
kemoterapi, intensitas pengulangan terapi . Tingkat keparahan mukositis

berpengaruh langsung pada perencanaan terapi yang perlu mempertimbangkan

pengurangan dosis, penundaan, bahkan penghentian kemoterapi. Kondisi ini juga

dapat memperparah infeksi yang dapat mengancam nyawa, khususnya bila pasien

jatuh dalam kondisi neutropenia. Status gizi juga mempengaruhi terjadinya

mukositis. Pada asupan glukosa dan protein yang tinggi, serta malnutrisi

kekurangan protein berkontribusi menyebabkan 13.

Patofisiologis Mucositis Oral Viral

Virus herpes simpleks -1 (HSV-1) hadir dalam mukosa mulut dan,

bersama dengan patogen virus lain (virus Epstein-Barr, EBV, cytomegalovirus,

CMV), merupakan faktor patognomonik penting dalam perkembangan Oral

Mucositis. Virus herpes ditandai dengan resistensi tinggi terhadap pengobatan

antivirus dan merupakan faktor penting dalam etiologi dan perjalanan Oral

mucositis. Secara klinis, infeksi HSV-1 dapat memanifestasikan dirinya dalam

bentuk mucositis parah, radang paru-paru atau saluran pencernaan . Infeksi primer

dengan HSV-1 biasanya terjadi pada masa kanak-kanak dan ada dalam bentuk

laten di ganglia trigeminal. Pada orang dewasa, faktor-faktor yang menyebabkan

reaktivasi replikasi virus meliputi: sinar matahari, stres, trauma, demam,

imunosupresi. Setiap proses replikasi memanifestasikan dirinya dalam bentuk

infeksi berulang dengan herpes labialis, atau kadang-kadang erosi di mulut. 14

7
Gambaran Klinis

Tanda-tanda klinis pertama mucositis oral adalah eritema, peluruhan

epitel, dan ketidaknyamanan oral. Gejala mukositis diantaranya adalah nyeri di

mulut atau tenggorokan dan kesulitan menelan atau berbicara. Gejala lain yang

dapat dirasakan adalah ketika makan pasien akan merasa kering, rasa terbakar

ringan, atau sakit. Tanda mukositis diantaranya adalah eritema dan ulserasi 7.

Untuk kepentingan klinis dan penelitian, oleh WHO dan NCI dibuat suatu

pembagian derajat mukositis dengan kriteria yang sudah terstandarisasi sebagai

berikut:

8
Table 1. Pembagian derajat mukositis 7

Penatalaksanaan Mucositis oral viral

Perawatan mulut dipertimbangkan sebagai dasar untuk tercapainya

kesehatan, integritas, dan fungsi mukosa oral yang optimal. Perawatan mulut

dapat mengurangi kolonisasi mikroorganisme rongga mulut, mengurangi nyeri,

serta mencegah infeksi jaringan lunak rongga mulut yang berisiko menjadi infeksi

sistemik. Komponen dasar perawatan mulut meliputi evaluasi kondisi rongga

mulut, edukasi pasien dan/atau keluarga, penyikatan gigi, flossing, dan

9
berkumur19. Studi di Hongkong melaporkan bahwa dengan perawatan mulut,

insidens mukositis oral berkurang sebesar 38%. Derajat nyeri dan keparahan

mukositis oral juga berkurang secara signifikan15.

Edukasi yang baik sebelum menjalani kemoterapi sangat penting. Edukasi

terencana mengenai perawatan mulut sebelum memulai terapi antikanker dapat

mengurangi derajat nyeri dan keparahan mukositis oral secara signifikan.

Penilaian mukosa oral sebaiknya menggunakan instrumen tervalidasi, salah

satunya skala penilaian mukositis oral menurut WHO (World Health

Organization’s Oral Toxicity Scale). Evaluasi kondisi rongga mulut sebelum

mulai terapi dan tatalaksana infeksi gigi dan mulut akut perlu dilakukan karena

risiko imunosupresi. Hal-hal yang dapat mengiritasi mukosa oral dan memicu lesi

mukosa seperti permukaan gigi kasar, gigi patah, ataupun pemakaian protesa juga

harus mendapat penanganan yang baik. Selain menyikat gigi dan flossing,

berkumur juga perlu karena penyikatan gigi dan flossing terkadang tidak dapat

membersihkan plak dengan maksimal. Berkumur dapat menggunakan larutan


16
garam (normal salin) ataupun larutan sodium bikarbonat . Beberapa studi

menunjukkan hasil inkonsisten mengenai efektifitas NaCl 0,9% dalam mencegah

mukositis oral. Walaupun demikian, Multinational Association of Supportive

Care in Cancer and The International Society of Oral Oncology (MASCC/ISOO)

masih menerima penggunaan NaCl 0,9% dengan pertimbangan NaCl 0,9%

merupakan larutan kumur dengan toksisitas minimal yang dapat menjaga higiene
21
mulut dan memberi kenyamanan . Larutan kumur lain adalah larutan natrium

bikarbonat. Larutan Na bikarbonat merupakan larutan campuran 10 gram Na

bikarbonat dalam 1 liter air steril.35 Na bikarbonat tidak mempunyai efek

10
antimikroba, namun dapat mengencerkan mukus dan melunakkan debris rongga

mulut. Larutan ini meningkatkan pH saliva (menetralisir pH asam), sehingga

mencegah erosi mukosa. Selain itu, larutan Na bikarbonat dapat menekan

pertumbuhan mikroorganisme tahan asam di rongga mulut seperti Streptococcus

mutan. Larutan sodium bikarbonat tidak mengiritasi mukosa mulut terutama pada

xerostomia,36 namun mempunyai rasa kurang menyenangkan, sehingga menjadi

kendala pada anakanak 17. Tidak ada perbedaan efektivitas antara larutan kumur

Na bikarbonat dan klorheksidin ataupun larutan kumur lainnya, namun larutan Na

bikarbonat lebih disarankan

Mukositis dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga penatalaksanaannya

dibagi menjadi 5 yaitu, debridement, dekontaminasi, manajemen nyeri,

profilaksis/pencegahan, dan pengendalian pendarahan. Pasien dengan mukositis

oral sering mengalami neutropenia atau trombositopenia, sehingga debridement

harus dilakukan dengan hati-hati karena menyikat gigi dapat menyebabkan

bakteremia dan perdarahan gingiva. Dekontaminasi terdiri dari antijamur dan

antibakteri untuk mengurangi jumlah bakteri atau jamur dimulut. Manajemen

nyeri dapat berupa analgesik dan obat kumur topikal yang mengandung anastesi

seperti lidokain 2% untuk mengontrol rasa sakit. Pada profilaksis atau

pencegahan, cryotherapy (terapi dingin) telah terbukti efektif dalam pencegahan

keparahan mukositis pada pasien yang menjalani kemoterapi bolus dengan 5-

fluorouracil dan melfalan. Pada pasien yang trombositopenia karena kemoterapi

dosis tinggi, perdarahan dapat terjadi dari ulserasi mukositis. Perdarahan dapat

dikontrol dengan penggunaan hemostatik topikal seperti spons gelatin. Pasien

11
dengan jumlah trombosit turun di bawah 20.000 memerlukan transfusi trombosit

karena adanya risiko perdarahan internal spontan 18.

Table 2. Diet dalam oral mucositis 19

Diet yang biasanya Makanan yang harus Kebiasaan gaya hidup


diterima dihindari yang harus dihindari
Es Makanan kasar (kentang Merokok dan minum
Custard keripik, keripik, roti alkohol
Buah-buahan non-asam bakar)
(pisang, mangga, melon, Rempah-rempah
persik) Garam
Keju lunak Buah asam (grapefruit,
Telur lemon, jeruk)

Kesimpulan

Mucositis oral mewakili beban yang signifikan dari terapi antineoplasitic

dan pengobatannya masih tetap menjadi tantangan. Pemahaman epidemiologi

mucositis oral tidak lengkap, namun kemajuan signifikan telah dibuat dalam

memahami patogenesis mucositis oral dan beberapa tindakan pencegahan telah

diidentifikasi. Juga pemahaman tentang efek samping oral dari terapi yang

ditargetkan sangat sedikit. Jadi untuk sebagian besar pasien tidak ada intervensi

yang efektif.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Da Cruz Campos M, Campos C, Aarestrup F et al. Oral mucositis in


cancer treatment: Natural history, prevention and treatment. Molecular
and clinical oncology 2014; 2: 337–340
2. Pico J, Avila-Garavito A, Naccache P. Mucositis: Its occurrence,
consequences, and treatment in the oncology setting. The oncologist 1998;
3: 446–451
3. Carrega G, Castagnola E, Canessa A et al. Herpes simplex virus and oral
mucositis in children with cancer. Support Care Cancer 1994; 2: 266–269
4. Greenberg MS, Friedman H, Cohen SG et al. A comparative study of
herpes simplex infections in renal transplants and leukemic patients. J
Infect Dis 1987; 156: 2800–2807
5. Holzinger D, Kühn J, Ehlert K et al. HSV-1 viremia as a potential cause of
febrile neutropenia in an immunocompromised child. J Pediatr Hematol
Oncol 2010; 32: e19–e21
6. Lauten M, Güttel C, Härtel C et al. Herpes simplex virus reactivation and
disease during treatment for childhood acute lymphoblastic leukemia. Klin
Padiatr 2013; 225: 1–2
7. Maria D. Guerrero, RN, ANP-C, AOCNP®, and Karen K. Swenson, RN,
PhD, AOCN. Herpes Simplex Virus–Related Oral Mucositis in Patients
With Lymphoma.  Oncology Nursing Forum. Vol. 41, No. 3, May 2014
8. Sedighi, I., Molaee, S., Amanati, A., Khoeinipourfar, H., & Nouri, S.
(2013). Antimicrobial activity of natural honey: Topical application of
pure natural honey in prevention of chemotherapy induced oral mucositis.
Journal of Comprehensive Pediatrics, 4(3), 138-142.
9. Glick M, 2015. Burket’s Oral Medicine. 12 th ed, USA : People’s Medical
Publishing House, p. 2011-2012

13
10. Dodd MJ. The pathogenesis and characterization of oral mucositis
associated with cancer therapy. Oncology Nursing Forum 2004; 31(4): 5-
12.
11. Chu, E., & Devita, V.T. Cancer chemotherapy: Drug manual. Burlington:
Jones & Bartlett. 2015
12. Cawley, M. M., & Benson L.M. (2005). Current trends in managing oral
mucositis. Clin J Oncol Nurs. 9(5), 584-592.
13. D’Hondt et al . Oral mucositis induced by anticancer treatments:
physiopathology and treatments. Therapeutics and Clinical Risk
Management, 2(2), 159–168.
14. Cawley, M. M., & Benson L.M. (2005). Current trends in managing oral
mucositis. Clin J Oncol Nurs. 9(5), 584-592.
15. Tomlinson, D., & Kline, N.E. (2005). Pediatric oncology nursing
advanced clinical handbook. Germany: Spinger.Harris DJ, Eilers J,
Harriman A, Cashavelly BJ, Maxwell C. Putting evidence into practice:
Evidence based intervention for the management of oral mucositis. Clin J
Oncol Nurs. 2008;12(1):141-52.
16. Barkokebas A, Silva IG, de Andrade SC, Gueiros LA, Paiva SM, Leao JC.
Impact of oral mucositis on oral-health-related quality of life patients
diagnosed with cancer. J Oral Pathol Med. 2015;44:746-51
17. Moutasim KA, Tappuni AR. Current concepts in the pathogenesis and
management of oral mucositis as a complication of cancer therapy.
Journal of Disability and Oral Health 2008; 9 (1): 17-23.
18. Mulatsih S, Astuti S, Purwantika Y, Christine J. Kejadian dan tata
laksana mukositis pada pasien keganasan di RSUP Dr. Sardjito,
Yogyakarta. Sari Pediatri 2008; 10(4): 230-5.
19. Scully C. Medical problem in dentistry 6th edition. 2012; 531.

14

Anda mungkin juga menyukai