Kesehatan Dunia
Oleh: Emily C. Leibovitch dan Steven Jacobson
Neurotherapeutics (2016) 13:562–570 DOI 10.1007/s13311-016-0453-3
Abstrak
Pengantar
Virus radang otak berasal dari kutu (Tick-Borne Encephalitis-TBE) adalah infeksi
yang paling umum disebarkan oleh serangga terhadap manusia di Eropa dan Asia
bagian tengah dan timur [12]. Dari ketiga sub-tipe yang diketahui, sub-tipe Siberia
dan Timur-Jauh yang secara komparatif dihubungkan dengan penyakit yang lebih
berbahaya dari pada sub-tipe Eropa [13].
Manifestasi-manifestasi klinikal mencakup mulai dari demam, sakit kepala dan
mual sampai radang otak, baik dengan atau tanpa hilang kesadaran yang berganti-
ganti [14]. Sebuah studi oleh pencatatan kesehatan Polandia melaporkan bahwa
TBE ada sebagai meningitis pada sekitar 50 % pasien, meningoencephalitis
sekitar 40 % dan meningoencephalomyelitis pada sekitar 10 % [13]. Neurologic
sequele telah dilaporkan sampai dengan 50 % dari individu-individu yang
terjangkit, khususnya gejala-gejala penggerak neorocognitif. Penyakit tersebut
adalah mematikan (fatal) pada sekitar 1 – 4 % kasus-kasus; hasil-hasil yang lebih
jelek biasanya teramati di antara pasien-pasien lanjut usia dan mereka yang
mengidap penyakit-penyakit kronis atau infeksi-infeksi tambahan.
Karena perpindahan virus terjadi melalui gigitan seekor kutu yang telah terinfeksi,
maka tidak ada penularan TBEV langsung dari orang-ke-orang [11]. Pekerja
-pekerja kehutanan dan pekerja lainnya dengan hubungan kerja berisiko tinggi
terinfeksi sering divaksinasi [13]. Austria membanggakan capaian tertinggi dunia
atas rate vaksinasi populasi umum (82 %) dan memproduksi satu dari dua vaksin
berizin (berlisensi) yang tersedia di Eropa. Kedua vaksin ini mengandung virus
TBE yang telah dimurnikan yang dibiakkan dalam sel-sel embrio anak ayam,
ditenangkan dengan formalin, dengan suatu bahan kimia tambahan (ajuvan)
aluminium hidroxida [12] and muncul untuk melindungi terhadap semua sub-tipe
TBEV yang beredar di Eropa dan Asia [15].
Demam kuning (Yellow fever - YF) di sub-Sahara Afrika dan Amerika Tengah
dan Selatan. Kebanyakan infeksi-infeksinya tidak bergejala, walaupun suatu
subset dapat mengarah kepada manifestasi-manifestasi penyakit kuning, muntah-
muntah, dan perdarahan. Demam kuning juga dihubungkan dengan radang otak
(encephalitis) dan radang tulang belakang (myelitis) [16]. Sekitar 200.000 kasus
YF terjadi setiap tahun, mengarah kepada 60.000 kematian di seluruh dunia [7,
17]. Penyebaran terjadi melalui nyamuk-nyamuk Aedes aegypti. Di daerah-daerah
pedalaman, monyet-monyet merupakan wadah utama, dan nyamuk-nyamuk
menyebarkan penyakit tersebut di antara monyet-monyet dan manusia dalam
suatu siklus yang dikenal sebagai demam kuning rimba (sylvatic). Di daerah-
daerah perkotaan, nyamuk-nyamuk dapat memindahkan virus tersebut antar
manusia dalam suatu siklus yang dikenal sebagai demam kuning kota.
Vaksin yang ada saat ini, YF-17D, telah diberikan kepada lebih dari 600 juta
orang di seluruh dunia dan merupakan virus hidup yang telah dilemahkan (live
attenuated), dikembangkan oleh keberhasilan berurutan dari Asibi viral strain
dalam embrio tikus dan embrio ayam [7]. Satu dosis tunggal memberikan
perlindungan kekebalan seumur hidup [18], yang direfleksikan oleh tanda
kekebalan yang kuat dari vaksin tersebut; terutama, aktifasi yang efisien dari sel-
sel yang mengandung antigen, titrat antibodi neutralisasi tinggi, induksi sel-sel
polifungsional T, dan sel-sel memori jangka panjang T dan B [7]. Suatu respon
yang kuat oleh tipe I interferon dapat diamati dengan cepat dalam transkriptom
darah individu-individu yang telah divaksin [19]. Mengacu kepada daya bangkit
respon kekebalan yang kuat, vaksin demam kuning telah menjadi platform vektor
untuk pengembangan vaksin dari virus-virus heterologous misalnya JEV dan
dengue.
Wabah-wabah demam kuning masih terjadi terlepas tersedianya vaksin, sebagai
mana dibuktikan oleh wabah yang sedang berlangsung di Angola, yang terbesar
dalam kurun hampir 30 tahun. Produksi vaksin YF tahunan dunia sekitar 40 juta
dosis, yang, sementara mencukupi untuk wabah-wabah kecil di Afrika, akan sama
sekali tidak mencukupi kalau penyakit tersebut terjadi secara tetap di Asia.
Bagaimanapun, di Afrika sekalipun, rate vaksinasi musti ditingkatkan, karena
cakupan di beberapa negara masih kurang dari 50 %. Menurut pendapat seorang
pejabat WHO, ketersediaan sebuah vaksin YF mungkin saja secara ironis telah
berkontribusi kepada kepuasan dalam mengontrol vektor dan upaya-upaya
pencegahan lainnya [17].
Demam berdarah menginfeksikan sekitar 390 juta orang setiap tahun, yang paling
umum terjadi di Asia Selatan, Afrika, dan Amerika Latin. Serupa dengan demam
kuning, chikungunya, dan Zika, vektor pokoknya adalah nyamuk Aedes aegypti
[23]. Hasil-hasil neurologik dari infeksi ini bisa termasuk meningitis,
meningoencephalitis, radang otak, kejang-kejang, dan sindrom Guillain-Barré [4].
Demam berdarah dapat dibagi ke dalam empat serotipe, yang berbagi 67 %
homologi pada ambang nucleotide dan berbeda sampai dengan 37 % dalam urutan
protein amplop. Pada tahun 2007, suatu serotipe yang berbeda diisolasi dari
Malaysia; walaupun berbeda secara philogenetical dari semua serotipe DENV
yang dikenal, ia masih tidak jelas apakah itu merepresentasikan suatu serotipe
kelima atau suatu varian. Pasien-pasien yang secara berurutan diinfeksikan
dengan banyak serotipe DENV kemunginan besar memanifestasi gejala-gejala
yang parah, yang dipikirkan dapat melengkapi mekanisme perbaikan antibodi
dependen. Oleh karena itu, vaksin dengue yang aman dan efektif haruslah
multivalent untu merangsang kekebalan homotipik dengan kuat pada setiap
keempat serotipe [7, 24].
Terlepas dari percobaan-percobaan pengembangan vaksin selama 70 tahun
terakhir [24], hanya dalam Desember 2015 vaksin dengue pertama diizinkan di
Mexico [25]. Vaksin CYD-TDV adalah formulasi virus hidup yang dilemahkan,
karena dua calon vaksin yang lain masih menunggu evaluasi Tahap 3. CYD-TDV
adalah tetravalent, yang diproduksi dengan memasukkan gen DENV dari keempat
serotipe kedalam penyangga YF-17D . Hasil-hasil awal menunjukkan bahwa
antibodi-antibodi penetral tidak sama ditimbulkan kepada keempat serotipe;
DENV-3 dan DENV-4 menimbulkan frekuensi-frekuensi sero-konversi yang
paling kuat dan virema dibandingkan dengan DENV-1 dan DENV-2 [24]. Ada
induksi terbatas dari suatu respon awal proinflamasi dan aktifasi sel CD8 T [7].
Ini mungkin karena komponen-komponen monovalen dari vaksin yang
mengandung protein-protein nonstruktural dari virus demam kuning 17D – bukan
DENV – dan banyak epitop-epitop DENV CD8 terletak dalam protein-protein
nonstruktural. Sekali lagi, infektifitas yang berimbang dari semua keempat
komponen-komponen adalah penting untuk induksi antibodi homotipik kepada
serotipe [24], yang tetap menjadi tujuan terakhir dari sebuah vaksin DENV dalam
kontek peningkatan antibodi-dependen yang telah diketahui.
Virus Zika
Zika adalah suatu flavivirus yang telah dikenal di Afrika dan Asia sejak 1940-an,
tetapi kisaran geographis virus ini telah meluas dengan hebat sejak 2007. Vektor-
vektor pokok adalah nyamuk-nyamuk Aedas aegypti [26], dan ada bukti
bertambah bahwa Zika bisa menular juga secara seksual [27]. Infeksi tanpa gejala
(asymptomatic) dalam sekitar 80 % kasus, dan menyebabkan suatu penyakit
ringan dalam sekitar 20 % kasus lainnya, dicirikan oleh demam, sakit-sakit otot,
mata perih, dan ruam (maculopapular rash) [28]. Virus tersebut juga neurotropik,
sebagai bukti dari kenaikan sesaat (surge) dalam kelahiran-kelahiran
microsephalic dalam daerah-daerah yang terserang oleh wabah di Amerika
Selatan tahun 2015 [29]. Penelitian kohort di Brazil terhadap 35 bayi mikrosefali,
semua ibu telah berada dalam daerah-daerah yang terinfeksi virus Zika selama
masa kehamilan; 71% bayi mengalami mikrosefali berat, sedikitnya 50%
mengalami paling tidak satu kelainan saraf, dan di antara 27 bayi yang telah
dilakukan neuroimaging, seluruhnya ditemukan kelainan-kelainan [30]. Lebih
lanjut, RNA virus Zika sudah diisolasi dari cairan amnion wanita dengan fetus
mikrosefali, juga dari otak beberapa bayi mikrosefali yang meninggal. Selain
mikrosefali, terdapat laporan-laporan tentang komplikasi neurologis hasil dari
Zika, termasuk sindrom Guillain-Barré [6], yang dilaporkan kira-kira 1 dari 4000
infeksi pada wabah Polynesia Perancis 2013 [31,32], dan laporan-laporan tentang
meningoencephalitis dan myelitis akut [33,34]. Eksperimen-eksperimen Murine
pada awal 1970-an menyatakan neurotropisme Zika sebagai inokulasi
intraserebral tikus-tikus yang menghasilkan kerusakan neuron, dengan replikasi
virus diamati pada neuron-neuron dan astrosit-astrosit [35].
Belum ada vaksin-vaksin Zika dalam pengembangan lanjutan [6], walaupun ada
laporan-laporan bahwa percobaan-percobaan keselamatan mungkin dimulai pada
musim gugur 2016, dan percobaan-percobaan kemanjuran paling cepat dalam
2017. Suatu formulasi vektor hidup mungkin memiliki kesukesan tertinggi, karena
kesamaan terhadap virus-virus YF, JE, dan dengue [27]. Karena vaksin rubella
telah menghilangkan sindrom kongenital rubella di Negara-negara di mana
dipakai secara luas, ada suatu keuntungan untuk memakai suatu vaksin virus Zika
secara cepat. Vaksin yang ideal harus melindungi secara cepat terhadap infeksi
setelah pemberian dosis tunggal, dan aman untuk dipakai saat kehamilan [36].
Virus-virus alpha radang otak Timur, Barat, dan Venezuela virus-virus radang
otak kuda (EEEV, WEEV and VEEV) didistribusikan secara luas ke seluruh
Amerika Utara, Tengah dan Selatan. Di Amerika Utara, WEEV ditemukan dari
tengah-barat hingga ke pesisir barat, sedangkan EEEV ditemukan dari tengah-
barat hingga ke Teluk Meksiko dan pesisir Atlantik. VEEV paling dominan
ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan [37].
Virus-virus tersebut berbeda tingkat kefatalan di antara manusia dan kuda, tapi
secara signifikan semua lebih fatal terhadap kuda. Pada manusia, EEEV adalah
yang paling menular di antara ketiganya, dengan perkiraan angka kematian 50–70
% (WEEV, 3–7 %) dan (VEEV, 1 %) [37]. EEEV dapat menyebabkan gejala-
gejala radang otak, demam, sakit kepala, dan kejang-kejang. Edema otak dengan
nekrosis dan perdarahan terlihat pada pemeriksaan patologikal lengkap pada
kasus-kasus fatal manusia. Secara kontras, walaupun sekelompok kecil dari
individu-individu yang terinfeksi dengan WEEV atau VEEV mengalami radang
otak atau encephalomyelitis, virus-virus ini dikaitkan dengan gejala-gejala sisa
neurologis yang signifikan [37, 38]. Pada wabah VEEV tahun 1995 di Columbia
dan Venezuela, dari 313 pasien yang dirawat inap, lebih dari setengah terdapat
tanda-tanda tekanan tinggi intracranial dan komplikasi neurologis termasuk
cerebellitis, meningoencephalitis, dan encephalomyelitis [39].
strain VEEV TC-83 yang dilemahkan tersebut adalah satu-satunya vaksin
veterinary berizin yang tersedia untuk melindungi kuda, dan satu-satunya strain
yang tersedia untuk vaksinasi pekerja laboratorium dan personil militer [40].
Hampir 40% dari individu-individu yang telah divaksinasi mengalami suatu
penyakit dengan gejala-gejala infeksi VEEV [38] dan pada kuda, vaksinasi TC-83
dapat mengarah kepada ambang viremia yang cukup untuk menginfeksi nyamuk-
nyamuk [38, 40], kemungkinan dapat melengkapi terhadap adanya hanya dua poin
mutasi pelemahan. Dalam usaha untuk menciptakan suatu vaksin VEEV yang
lebih aman dan stabil, Guerbois et al. [38] membangkitkan satu calon rekombinan
yang tidak dapat menginfeksi nyamuk, dan stabil setelah beberapa tinjauan [38].
Sebagai strategi vaksin terbaru mentargetkan hanya satu spesies alphavirus
(VEEV), Phillips et al. [41] merekayasa suatu vaksin alphavirus terdiri dari
kompleks asam nukleus lipid kationik dan lapisan protein ectodomain dari WEEV
E1. Imunisasi ini memberikan perlindungan 100% pada tikus-tikus percobaan
pemberian virus WEEV secara subkutan, intranasal, atau melalui gigitan nyamuk.
Lebih jauh, 90% dari tikus-tikus yang selamat dari tantangan EEEV,
menunjukkan lintas lindung yang kuat dari imunisasi WEEV tersebut dan potensi
pengembangan vaksin untuk panencephalitic alphavirus [41].
Chikungunya
Walaupun tidak termasuk dalam flavivirus atau alphavirus, tidak ada diskusi
tentang penyakit neuroinfeksi yang signifikan tanpa menyebutkan rabies.
Meskipun ketersediaan dari pra-eksposur dan post-ekspour pencegahan, rabies
tetap menjadi penyebab radang otak virus yang signifikan, bertanggungjawab atas
sekitar 60.000 kematian per tahun, terutama di sub-Sahara Afrika dan India [4].
Virus rabies ditemukan pada air liur dari berbagai mamalia jinak dan liar,
penularan ke manusia terjadi secara langsung, biasanya melalui gigitan dari
binatang yang terinfeksi. Infeksi rabies menyebabkan encephalomyelitis akut,
yang hampir selalu fatal setelah onset gejala [44]. Suatu penampakan yang jarang
adalah paralysis rabies, yang mensimulasikan seperti sindrom Guillain-Barré atau
myelitis ascending [45]. Komplikasi neurologi dari rabies seluruhnya dapat
dicegah dengan segera memberi vaksin post-eksposur, yang juga dapat
memberikan immunoglobulin rabies (RIG) manusia atau kuda. Program vaksinasi
anjing secara luas juga telah terbukti efektif untuk mengontrol penyakit ini, tapi
banyak bagian dari negara berkembang yang kekurangan infrastruktur untuk
melaksanakan vaksinasi secara luas dan mendata vaksin anjing [46]. Namun,
ketersediaan suplai yang terbatas dan biaya yang tinggi dari RIG membatasi untuk
memperolehnya di negara-negara berpendapatan rendah, negara endemic,
sehingga membutuhkan pengembangan pilihan-pilihan pengganti.
Baru-baru ini, De Benedictis et al. [44] mengidentifikasi dua antibodi penetral
monoclonal manusia yang luas dari donor-donor yang telah divaksinasi, dan
menunjukkan bahwa antibodi-antibodi mampu menetralkan semua 35 virus rabies
dan 25 lyssavirus nonrabies, menunjukkan potensi yang lebih tinggi dan lebih luas
dari antibodi-antibodi lainnya dalam pengembangan klinis dan RIG yang telah
tersedia [44]. Diperkirakan bahwa encephalitidis virus dari semua lyssavirus yang
mencapai puncak tidak dapat dibedakan secara klinis dari rabies; oleh karena itu,
adalah penting untuk mengidentifikasi secara luas antibodi-antibodi penetral yang
mampu menyatukan lyssavirus RABV dan non-RABV [44].
Sementara virus mewakili suatu proporsi yang besar dari agen-agen pengganggu
of neuroinflammation, sesungguhnya bakteri, jamur, dan agen-agen protozoa yang
berkontribusi kepada beban global penyakit infeksi saraf. Seksi berikut ini
mendikusikan agen tunggal dari setiap kategori tersebut di atas, untuk mana
vaksin pada berbagai tahapan pengembangan dan pelaksanaan.
Fungal: Cryptococcus
Saat ini, tidak ada vaksin antijamur yang tersedia, meskipun ada laporan-laporan
praklinikal yang menjanjikan. Suatu studi pada 2011 menunjukkan bahwa ketika
tikus-tikus yang memiliki immunokompeten dikebalkan dengan suatu interferon-
gamma-producing strain dari C. neoformans (H99γ) dan setelah itu diberikan
pengurang sel T CD4 dan CD8, vaksin tersebut memberikan perlindungan sampai
100 hari paska imunisasi [68]. Secara terpisah, suatu laporan baru-baru ini oleh
Rella et al. [69] menerangkan suatu strain mutan nonpatogenik sterilglukosida
dari C. neoformans yang memebrikan perlindungan komplit terhadap dosis-dosis
mematikan dari kedua C. neoformans dan C. gattii pada tikus-tikus. Pengarang
seterusnya menunjukkan bahwa praperawatan dengan strain mutan pada tikus-
tikus yang sel T CD4 telah menurun sama terlindungi terhadap tantangan
mematikan sesudahnya dengan C. neoformans [69].
Meskipun semua ini dan banyak studi lainnya agak bertanggungjawab untuk suatu
hubungan pada penurunan CD4, banyak yang memakai strain jamur yang
dilemahkan, yang mengajukan suatu resiko terhadap individu-individu yang ber-
immunocompromise. Namun, dari studi-studi pondasi awal ini, formulasi-
formulasi pengganti dapat dikembangkan, seperti strain-strain yang dimatikan
dengan panas, atau vesikel-vesikel, yang akan menghilangkan bahaya-bahaya
yang terkait dengan vaksin hidup [69]. Riset prioritas lain untuk bidang ini adalah
pengindentifikasi perlindungan antingen sel T CD8 [67].
Protozoal: Plasmodium
Malaria masih menjadi salah satu penyakit infeksi yang paling mematikan di
negara-negara tropis, dengan 214 juta kasus dan 438.000 kematian pada 2015
sendiri [70]. Lebih dari 90 % kematian tersebut terjadi di sub-Sahara Afrika, dan
kebanyakan pada anak-anak lebih muda dari 5 tahun [71], meskipun sedang
bergeser kepada anak-anak usia sekolah [72]. Penyakit ini melibatkan infeksi pada
erythrocytes manusia oleh protozoan Plasmodium, yang dikirim oleh nyamuk-
nyamuk Anopheles. Ada lima spesies Plasmodium dikenal menginfeksi manusia
dan kasus-kasus yang paling parah, termasuk malaria serebral (CM), yang
disebabkan oleh Plasmodium falciparum [73]. CM ditetapkan sebagai suatu
pembauran dencephalopathy, dengan kekejangan dan koma sebagai tanda/ciri
khas klinikal. Rate angka kematian terkait sekitar 8 % tetapi bisa mencapai 50 %
pada pasien-pasien dengan banyak disfungsi organ [73], yang juaga dikaitkan
dengan infeksi P. falciparum [71]. Komplikasi-komplikasi saraf jangka pendek
dan panjang adalah biasa pada anak-anak penderita CM.
Defisit-defisit seperti ataksia, paresis, epilepsi, perilaku terganggu, dan
kelumpuhan kognitif telah dilaporkan akan selesai dalam 6 bulan infeksi; namun,
suatu studi lain melaporkan defisit-defisit yang membandel pada neurologik dan
kognitif hingga 9 tahun setelah terinfeksi. Intracranial hypertension dipikirkan
terkait dengan tingkat kesehatan (morbiditas) dan tingkat kematian (mortalitas)
dari CM.
Saat ini tidak tersedia vaksin malaria, meskipun 30 lebih calon P. falciparum ada
pada tahap-tahap lanjut praklinikal atau klinikal [71]. Upaya-upaya
pengembangan vaksin terutama terfokus pada P. falciparum, dikuti oleh P. vivax,
yang merupakan spesies dominan di luar sub-Sahara Afrika [71].
Suatu uji coba Tahap 3 yang besar diselesaikan baru-baru ini dengan calon RTS,
S/AS01 (Mosquirix), suatu protein fusi recombinan menunjukkan wilayah-
wilayah dari protein P. falciparum circumsporozoite menyatu secara kovalen pada
antigen permukaan hepatitis B. Fusi protein ini ditunjukkan dengan antigen
permukaan hepatitis B untuk membentuk partikel-partikel serupa-virus, yang
disusun kembali dalam suatu ajuvan untuk membentuk cairan vaksin tersebut. Uji
coba Tahap 3 mengevaluasi dua kelompok anak-anak. Delapan belas bulan setelah
dosis ketiga, tingkat kemanjuran diperkirakan 45 % untuk usia 5 – 17 bulan dan
26 % untuk usia 6 – 12 minggu. Ketika keseluruhan masa ujicoba dievaluasi,
tingkat kemanjuran adalah berurutan 26 % dan 18 % [71]. Kemanjuran terbatas
ini menggaris-bawahi tantangan pengembangan suatu vaksin terhadap suatu
organisme yang kompleks dengan suatu susunan gen of stage-specific genes [74],
dan sementara banyak data keselamatan dan kemanjuran sangat dibutuhkan, RTS,
S/AS01 mewakili vaksin malaria pertama dengan profil manfaat-resiko yang
menguntungkan [75]. Namun, ada strategi untuk mengambil keuntungan
perlindungan jangka pendek dari vaksin ini, seperti vaksinasi-vaksinasi reactive
ring, dimana semua orang divaksinasi dalam suatu radius di sekitar wilayah
populasi yang ditetapkan secara geografis. Pendekatan-pendekatan serupa adalah
bukti kunci terhadap pembasmian penyakit cacar [72].
Melihat ke Depan