Anda di halaman 1dari 67

LAPORAN OBJECTIVE STRUCTURED LONG EXAMINATION RECORD

G2P1A0, 30 TAHUN, HAMIL 39 MINGGU 1 HARI J1HIU


PRESKEP PUKA DENGAN KETUBAN PECAH DINI DAN KALA II
LAMA

Disusun oleh:
NIDA RIZQI AMALIA
2013020038

Pembimbing:
dr. Jaenudin, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
RSUD DR. SOESELO SLAWI KABUPATEN TEGAL PERIODE 12
OKTOBER - 21 NOVEMBER 2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus ujian yang berjudul

“G2P1A0, 30 Tahun, Hamil 39 Minggu 1 Hari J1HIU Preskep


Puka dengan Ketuban Pecah Dini dan Kala II Lama”

Yang disusun oleh:

Nida Rizqi Amalia

2013020038

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing:

dr. Jaenudin, Sp.OG

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi
Periode 12 Oktober 2020-21 November 2020

Slawi, 20 November 2020

Pembimbing

dr. Jaenudin, Sp.OG


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT karena atas nikmat-Nya
saya dapat menyelesaikan dan mempresentasikan laporan kasus ujian Ilmu
Obstetri dan Ginekologi ini dengan judul: G2P1A0, 30 Tahun, Hamil 39 Minggu
1 Hari J1HIU Preskep Puka dengan Ketuban Pecah Dini dan Kala II Lama
Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi sebagian tugas dan syarat
mengikuti ujian akhir Kepaniteraan Klinik di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi
RSUD dr. Soeselo Slawi. Dalam kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan dan
penyelesaian laporan kasus ini, terutama kepada:
1. dr. Jaenudin., Sp.OG, selaku pembimbing dalam laporan kasus ini.

2. dr. H. Zufrial Arief, Sp.OG dan dr. Ratna Trisiyani, Sp.OG, selaku
konsulen.

3. Rekan-rekan Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD


dr. Soeselo Slawi yang telah memberikan dukungan moril maupun
materil.
Saya menyadari dalam penyelesaian laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran saya butuhkan untuk
penyempurnaan laporan kasus ini yang saya harapkan.
Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi kita semua,
terutama dalam bidang ilmu obstetri.

Slawi, 20 November 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 5
BAB II LAPORAN KASUS 7
2.1 Anamnesis 7
2.2 Pemeriksaan Fisik 10
2.3 Pemeriksaan Penunjang 13
2.4 Resume 13
2.5 Diagnosis .15
2.6 Tatalaksana 15
2.7 Prognosis 15
2.8 Follow up 16
BAB III TINJAUAN PUSTAKA 23
3.1 Persalinan Normal 23
3.2 Ketuban Pecah Dini 29
3.3 Persalinan Kala II Lama 38
3.4 Ekstraksi Vakum 45
BAB IV ANALISIS KASUS 49
BAB V KESIMPULAN 52
DAFTAR PUSTAKA 54
BAB I
PENDAHULUAN

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia tahun 2015 tercatat sekitar 305 kasus
per 100.000 kelahiran hidup, angka tersebut masih belum mencapai target
program Millenium Development Goals (MDG’s) yang berakhir pada tahun 2015
yaitu AKI sebesar 102 kasus per 100.000 kelahiran hidup (Bappenas, 2013).
Sustainable Development Goals (SDG’s) atau AGENDA 2030 sebagai program
lanjutan dari MDG’s, memberikan target baru berupa penurunan AKI hingga
mencapai 70 kasus per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030 (Badan Pusat
Statistik, 2014). Dari beberapa penyebab kematian ibu, peringkat pertama masih
diduduki oleh etiologi yang berupa perdarahan dengan persentase mencapai
30,3% (Kemenkes RI, 2013).
Menurut Departemen Kesehatan RI tahun 2010, angka kematian ibu di
Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang
ibu bersalin meninggal karena berbagai sebab. Salah satu penyebab langsung
kematian ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran
hidup dan Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan penyebab paling sering
menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan. Prevalensi KPD berkisar
antara 3-18% dari seluruh kehamilan, saat kehamilan aterm 8-10% ibu mengalami
KPD. KPD diduga dapat berulang pada kehamilan berikutnya dan berkaitan
dengan risiko morbiditas serta mortalitas ibu maupun janin. (Balitbang Kemenkes
RI, 2012).
Berbagai usaha telah dilakukan untuk menekan terjadinya komplikasi selama
hamil, melahirkan, dan nifas. Namun beberapa komplikasi terkadang bisa terjadi
meskipun telah diantisipasi sebelumnya, komplikasi tersebut paling sering terjadi
pada saat persalinan. Komplikasi persalinan merupakan keadaan yang
mengancam jiwa ibu atau janin karena gangguan langsung saat persalinan.
Komplikasi persalinan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya 5 faktor yang
mempengaruhi, yaitu: (1) Perilaku masyarakat, khususnya perilaku ibu, umur ibu,
jarak antara 2 kelahiran, pengawasan dan pemeriksaan antenatal (ANC),
kesehatan ibu dan keengganan menyusui bayi, (2) Faktor sosial ekonomi:
pendidikan dan keadaan ekonomi ibu, (3) Faktor lingkungan: pemukiman dan
kesehatan lingkungan,

(4) Faktor pelayanan: cakupan pelayanan, sistem rujukan dan fasilitas rumah
sakit rujukan, (5) Faktor bayi: berat badan lahir, masa kehamilan, kesehatan bayi
(Yulianti, 2012).
Persalinan dengan kala II memanjang (prolonged second stage of labor) atau
disebut juga kala II lama adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat namun
tidak menunjukkan kemajuan pada penurunan bagian terendah janin pada
persalinan kala II dengan batasan waktu maksimal 2 jam untuk nulipara dan 1 jam
untuk multipara, serta 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila pasien
menggunakan analgesia epidural. Persalinan kala II memanjang menjadi salah
satu penyebab kematian ibu karena pada partus lama akan dapat menyebabkan
infeksi, kehabisan tenaga, dehidrasi pada ibu, dan dapat terjadi perdarahan post
partum yang sangat membahayakan keselamatan ibu (Amiruddin, 2011).
BAB II LAPORAN
KASUS

STATUS UJIAN ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN FAKULTAS


KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH DR SOESELO SLAWI

Nama Mahasiswa : Nida Rizqi Amalia NIM


: 2013020038

Nama : Ny. SS Jenis : Perempuan


kelamin
Umur : 30 tahun Suku : Jawa
bangsa
Status perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pendidikan : SMP Pekerjaan : IRT
Alamat : Tamansari RT 23/05
Tanggal masuk : 09-11-2020
RS
Dokter Pembimbing : dr. Jaenudin, Sp.OG IDENTITAS

PASIEN

2.1 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang Bersalin/VK RSUD dr.
Soeselo Slawi pada tanggal 09 November 2020 pukul 10.30 WIB.
a. Keluhan Utama
Pasien dirujuk dari Puskesmas Jatinegara karena mengeluh air
ketuban sudah mengalir sejak pukul 03.00 WIB berwarna bening
kekuningan dan tidak berbau.

.
b. Keluhan Tambahan
Pasien merasakan kencang-kencang teratur sejak pukul 06.00 WIB
(09/11/2020).
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Ruang Bersalin/VK RSUD dr. Soeselo Slawi pada
hari Senin, 09 November 2020, pukul 10.30 WIB kiriman dari
Puskesmas Jatinegara dengan diagnosis rujukan G2P1A0, 30 tahun,
hamil 39 minggu 1 hari janin satu hidup intrauterin, presentasi kepala,
punggung kanan dengan ketuban pecah dini 7 jam yang lalu. Pasien
datang dengan keluhan air ketuban mengalir sejak pukul 03.00 WIB
dengan cairan berwarna bening kekuningan dan tidak berbau, mengalir
terus menerus seperti orang berkemih. Pasein mengatakan kencang-
kencang teratur sejak pukul 06.00 WIB. Gerak janin dirasakan aktif.
Selama pemeriksaan antenatal care (ANC) tidak ada kelainan yang
terlihat. Keluhan seperti nyeri ulu hati, gangguan penglihatan, mual,
muntah, kelemahan pada anggota tubuh dan demam disangkal oleh
pasien. Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) lancar.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal mempunyai riwayat hipertensi, diabetes mellitus
(DM), asma, tuberkulosis (TB), penyakit jantung, ginjal, alergi, kelainan
bawaan, epilepsi, trauma dan hamil kembar disangkal. Pasien mengakui
ini merupakan kehamilan yang kedua setelah setahun menikah. Riwayat
penyakit ginekologi, seperti infeksi virus, servisitis kronis,
endometriosis, myoma, kista ovarium, operasi kandungan, kanker, polip
serviks disangkal oleh pasien.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien menyatakan memiliki riwayat hipertensi dari ibunya,
sedangkan riwayat DM, asma, TB, alergi (makanan, cuaca, obat- obatan),
penyakit jantung, hamil kembar, dan epilepsi dalam keluarga pasien
disangkal.
f. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche pada usia 15 tahun, lama menstruasi 7 hari dan
teratur. Jumlah darah selama menstruasi sekitar 35 cc dan pasien
mengganti pembalut 3 kali dalam sehari, dismenorhea disangkal. Hari
pertama haid terakhir pasien jatuh pada tanggal 8 Februari 2020.
g. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali pada usia 21 tahun. Pernikahan sudah
berjalan 9 tahun.
h. Riwayat Obstetri
Kehamilan ini merupakan kehamilan kedua bagi pasien dengan satu
kali pernikahan. Anak pertama pasien berjenis kelamin laki-laki lahir
pada tahun 2012, usia kehamilan 38 minggu persalinan spontan dengan
KPD, berat saat lahir 2600 gram dibantu oleh bidan.
i. Riwayat Kontrasepsi
Pasien menggunakan kontrasepsi suntik. Pasien tidak merasakan
efek samping berlebih saat menggunakan kontrasepsi.

j. Riwayat ANC
Selama kehamilan pasien memeriksakan kandungannya sebanyak

delapan kali di puskesmas dan sekali di dokter spesialis kandungan.


Jadi total ANC pasien adalah 9 kali. Pasien pernah melakukan
pemeriksaan USG dan pernah mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid
(TT) sebanyak 2 kali.
k. Riwayat Kebiasaan
Pasien makan 3 kali sehari. Pasien rajin mengkonsumsi vitamin dan
tablet zat besi. Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan terlarang,
alkohol, jamu, serta tidak merokok. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
l. Riwayat Sosial Ekonomi
Pendidikan terakhir pasien adalah Sekolah Menengah Pertama
(SMP) dan sebagai ibu rumah tangga (IRT). Pasien tinggal serumah
dengan suami dan keluarga. Pekerjaan suami sehari-hari adalah
pedagang.
m. Riwayat Dirawat dan Operasi
Pasien tidak memiliki riwayat operasi sebelumnya.

2.2 PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 9 November 2020 di Ruang
Bersalin/VK RSUD dr. Soeselo Slawi pada pukul 10.30 WIB.
Keadaan Umum : Baik
Sikap : Kooperatif
Kesadaran : Composmentis
Antropometri : Berat badan sebelum hamil : 50 kg
Berat badan sebelum melahirkan : 64 kg
Tinggi badan : 150 cm
Tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg
- Nadi : 99 kali/menit
- Pernafasan : 20 kali/menit
- Suhu : 36.5°C

2.2.1 STATUS GENERALIS


1. Kulit : warna sawo matang, sianosis (-), ikterik (-)
2. Kepala : normosefali, rambut hitam dengan distribusi merata,
tidak terdapat tanda-tanda trauma
3. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
isokor, gerakan normal, eksoftalmus (-/-), refleks cahaya langsung
dan tidak langsung (+/+)
4. Telinga: normotia, sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tarik helix (-/-),
nyeri tekan tragus (-/-) dan kedua liang telinga lapang
5. Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), edema mukosa (-),
sekret (-), mukosa hiperemis (-), napas cuping hidung (-)
6. Mulut
- Bibir : bentuk normal, simetris, merah muda, basah
- Mulut : oral hygiene baik
- Lidah : normoglosia, simetris, hiperemis (-), deviasi (-), kotor (-)
- Uvula : letak di tengah, tremor (-), hiperemis (-), ukuran normal
- Faring : hiperemis (-), arcus faring simetris
- Tonsil : T1-T1 tenang, tidak hiperemis
7. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), trakea di tengah,
teraba kelenjar tiroid (-), JVP 5+3cm
8. Thorax
- Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi sela iga (-), tipe
pernapasan thorako-abdominal, ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : vocal fremitus dextra = sinistra, terdapat pulsasi
ictus cordis pada ICS V, 1 cm medial midklavikularis sinistra
- Perkusi : paru sonor (+/+), batas jantung kanan: ICS II-III
linea parasternal dextra, batas jantung kiri: ICS V ± 1 cm lateral
linea midclavikularis sinistra, batas atas jantung: ICS II linea
parasternalis sinistra, pinggang jantung: ICS III ± 1 cm lateral
linea parasternal sinistra
- Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi
(-/-), S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
9. Abdomen
- Inspeksi : dinding perut tegang, bekas luka operasi (-), striae
gravidarum (+)
- Auskultasi : bising usus (+) 4 kali/menit, venous hum (-), atrial
bruit (-)
- Palpasi : dinding perut supel, distensi (-), nyeri tekan (-),
pembesaran hepar dan lien sulit dinilai
- Perkusi : sulit dinilai karena hamil
10. Ekstremitas
- Inspeksi : tidak terdapat deformitas pada ekstremitas atas
maupun bawah, oedem pada kedua ekstremitas bawah (-)
- Palpasi : akral teraba hangat, oedem pada ekstremitas atas
dan bawah (-), CRT < 2 detik

2.2.2 STATUS OBSTETRI


1. Inspeksi : Luka bekas operasi (-)
2. Palpasi :
- Leopold I : TFU 32 cm, bagian fundus teraba bagian bulat,
lunak, tidak melenting, kesan bokong
- Leopold II : Teraba tahanan memanjang dan keras seperti
papan dibagian kanan ibu, kesan punggung; teraba bagian-
bagian kecil lunak di bagian kiri ibu, kesan ekstremitas
- Leopold III : Teraba bagian keras, bulat, melenting di bagian
bawah, kesan kepala
- Leopold IV : Divergen (bagian terendah janin sudah masuk
pintu atas panggul)
3. Taksiran berat janin : Dihitung berdasarkan rumus Johnson-Tausak
(32-11) x 155 = 3.255 gram
4. Auskultasi : DJJ 144 kali/menit, teratur
5. His : 2 x 10’x 25”

2.2.3 STATUS GINEKOLOGI


Status Ginekologi Post Partum :
1. Genitalia
Laserasi perineum grade II, hecting (+). Vulva tidak tampak edema.
2. Inspekulo
Tidak dilakukan.
2.3 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil laboratorium tanggal: 9 November 2020, pukul 10.45 WIB
Pemeriksaan Hasil Satu Nilai
an rujukan
Leukosit 16.3 103/u 3.6 – 11.0
L
Eritrosit 4.0 106/u 3.8 – 5.2
L
Hemoglobin *11.1 g/dL 11.7 – 15.5
Hematokrit *29 % 35 – 47
MCV 80 fL 80 – 100
MCH *23 pg 26 – 34
MCHC *29 g/dL 32 – 36
Trombosit 380 103/u 150 – 400
L
Eosinofil *0.18 % 2–4
Basofil 0,20 % 0–1
Netrofil *92 % 50 – 70
Limfosit *3.10 % 25 – 40
Monosit 4.50 % 2–8
MPV 9.2 fL 7.2 – 11.1
RDW-SD *50.1 fL 35.1 – 43.9
RDW-CV *19.8 % 11.5 – 14.5
Golongan darah O
Rhesus faktor Positi
f
Sero Imunologi :
HbsAg 0,0 IU/m 0,000 – 0,03
L
*tidak masuk nilai rujukan

2.4 RESUME
Pasien datang ke Ruang Bersalin/VK RSUD dr. Soeselo Slawi pada hari
Senin, 9 November 2020 pukul 10.30 WIB. Pasien merupakan rujukan dari
Puskesmas Jatinegara dengan diagnosis rujukan G2P1A0, 30 tahun, hamil 39
minggu 1 hari J1HIU preskep puka dengan ketuban pecah dini dan kala II
lama. Pasien datang dengan keluhan air ketuban mengalir sejak pukul 03.00
WIB.
dengan cairan berwarna bening kekuningan dan tidak berbau, mengalir terus
menerus seperti orang berkemih. Keluhan seperti nyeri ulu hati, gangguan
penglihatan, kejang, mual, muntah, kelemahan pada anggota tubuh dan
demam disangkal oleh pasien. Selama pemeriksaan ANC tidak ada kelainan
yang terlihat.
Pasien mengatakan hanya mengeluh mual dan muntah selama kehamilan
dan melakukan aktivitas seperti biasanya. BAK dan BAB lancar. Pasien
mempunyai riwayat penyakit keluarga yaitu hipertensi dari ibunya. Riwayat
DM, asma, TB, penyakit jantung, ginjal, alergi, kelainan bawaan, epilepsi,
trauma dan hamil kembar juga disangkal. Pasien mengakui ini adalah
kehamilan yang kedua pertama setelah sembilan tahun pernikahan. Riwayat
penyakit ginekologi disangkal oleh pasien.
Puskesmas Jatinegara telah memberikan tindakan memasang infus RL 20
tpm sebelum dirujuk ke Ruang Bersalin/VK RSUD dr. Soeselo. Pada
anamnesis pasien mengatakan HPHT tanggal 8 Februari 2020, maka
berdasarkan HPHT, usia kehamilan pasien adalah 39 minggu 1 hari dan HPL
jatuh pada tanggal 15 November 2020. Selama kehamilan pasien
memeriksakan kandungannya sebanyak delapan kali di puskesmas dan sekali
di dokter spesialis kandungan. Pasien mendapatkan imunisasi TT sebanyak 2
kali.
Pasien tampak baik dengan kesadaran composmentis. Tekanan darah
120/80 mmHg, nadi 98 kali/menit, pernafasan 20 kali/menit, dan suhu 36,5 oC.
Berat badan pasien 64 kg dan tinggi badan 150 cm. Pada pemeriksaan fisik
generalis dalam batas normal. Pemeriksaan obstetrik didapatkan TFU 32 cm,
presentasi kepala, punggung kanan, bagian terbawah sudah masuk PAP.
Taksiran berat janin 3.255 gram, DJJ 144 kali/menit teratur, his 2x10’x20’’.
Pada pemeriksaan vaginal toucher ditemukan dilatasi serviks 1 cm,
penurunan kepala Hodge I, konsistensi portio tebal lunak, posisi serviks
anterior, dan KK (+).
Pada pemeriksaan laboratorium 9 November 2020, hasil pelaporan pukul
10.45 WIB didapatkan hasil hemoglobin dalam batas normal (11,1 g/dL) dan
peningkatan leukosit (16,3 x 103/uL). Golongan darah O dan rhesus positif.
Pada pemeriksaan imunologi darah didapatkan HbsAg non reaktif.

2.5 DIAGNOSIS
- Diagnosis
G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 hari janin satu hidup intrauterin
Presentasi kepala, punggung kanan ketuban pecah dini sejak 7 jam yang
lalu dan kala II lama
- Diagnosis Akhir
P2A0, 30 tahun, post partum spontan

2.6 PENATALAKSANAAN
Non medikamentosa :
1. Observasi keadaan umum, tanda vital, his, DJJ, pengeluaran pervaginam,
dan tanda ruptur uteri imminens
2. Pemeriksaan laboratorium darah dan urine
3. Motivasi pasien untuk posisi tidur miring kiri
4. Edukasi cara mengejan yang benar saat his timbul
Medikamentosa :
1. Infus RL 500 cc 20 tpm
2. Oksigen nasal kanul 3 lpm
3. Eritromisin 4 x 250 mg

2.7 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Fungtionam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad
Bonam
2.8 FOLLOW UP
Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 10.30
WIB
S Pasien datang rujukan dari Puskesmas Jatinegara dengan keluhan air
ketuban mengalir sejak pukul 03.00 WIB dengan cairan berwarna
bening kekuningan dan tidak berbau.
O Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg RR : 20
x/menit HR : 98 x/menit
T : 36,5ºC
TFU : 32 cm DJJ : 144
x/menit HIS : 2x10’x25’’
VT : 2 cm, portio teraba tebal lunak, kepala HI, posisi servix anterior,
KK (+)
DC (-), Infus RL (+) dari Puskesmas Jatinegara
A G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 hari J1HIU preskep puka
dengan ketuban pecah dini sejak 7 jam yang lalu
P ● Pengawasan KU, TTV, DJJ, his, PPV
● Motivasi pasien miring kiri

Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 11.00


WIB
S Kencang-kencang (+), gerakan janin aktif (+), pusing (-), sesak nafas
(-),
pasien gelisah.
O Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/80 mmHg RR : 20
x/menit HR : 99 x/menit
T : 36,6ºC
TFU : 32 cm DJJ : 142
x/menit HIS : 2x10’x30’’
VT : 2 cm, portio teraba tebal lunak, kepala HI, posisi
servix anterior, KK (+)
DC (-)
A
G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 hari J1HIU preskep puka
dengan ketuban pecah dini sejak 7 jam yang lalu
P ● Infus RL 20 tpm
● Eritromisin 4x250 mg
● Pengawasan KU, TTV, DJJ, dan his
● Motivasi pasien miring kiri

Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 11.30


WIB
S Kencang-kencang (+), gerakan janin aktif (+), pasien gelisah dan
banyak
Berkeringat
O Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg RR : 20
x/menit HR : 96 x/menit T : 36,4ºC

TFU : 32 cm DJJ : 140


x/menit HIS : 3x10’x30’’
VT : 2 cm, portio teraba tebal lunak, kepala HI, posisi servix anterior,
KK (+)

A
G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu J1HIU preskep puka dengan
ketuban pecah dini sejak 8 jam yang lalu
P ● Infus RL 20 tpm
● Pengawasan KU, TTV, DJJ, dan his
● Motivasi pasien mengatur nafas

Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 14.30


WIB
S Kencang-kencang semakin sering (+), gerakan janin aktif (+), pasien
ingin buang air besar, dan ingin meneran
O Kesadaran : Compos mentis
TD : 130/80 mmHg RR : 20
x/menit HR : 96 x/menit T:
36,7ºC TFU : 32 cm DJJ :
150 x/menit HIS : 4x10’x35’’
VT : 7 cm, portio tipis lunak, kepala HI, posisi servix anterior,
KK (-), lendir darah (+)

A G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 hari J1HIU preskep puka


dengan
Ketuban pecah dini sejak 11 jam yang lalu
P ● Infus RL 20 tpm
● O2 nasal kanul 3 lpm
● Motivasi relaksasi
● Motivasi miring kiri
● Observasi KU, TTV, DJJ

Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 15.30


WIB
S Kencang-kencang semakin sering (+), gerakan janin aktif (+), pasien
ingin buang air besar, dan ingin meneran. Pasien tampak gelisah.
O Kesadaran : Compos mentis
TD : 130/90 mmHg RR : 22
x/menit HR : 98 x/menit T:
36,8ºC TFU : 32 cm DJJ :
152 x/menit HIS : 5x10’x40’’
VT : 10 cm, portio tidak teraba, kepala HII, posisi servix anterior,
KK (-), lendir darah (+)
A G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 hari J1HIU preskep puka
dengan
Ketuban pecah dini sejak 12 jam yang lalu
P ● Infus RL 20 tpm
● O2 nasal kanul 3 lpm
● Pimpin persalinan
Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 16.00
WIB
S Pasien tidak bisa mengejan dengan baik. Pasien tampak gelisah
O Kesadaran : Compos mentis
TD : 130/90 mmHg RR : 23
x/menit HR : 98 x/menit T:
36,7ºC TFU : 32 cm DJJ :
153 x/menit HIS : 5x10’x40’’
VT : 10 cm, portio tidak teraba, kepala HII, posisi servix anterior,
KK (-), lendir darah (+)
A G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 hari J1HIU preskep puka
dengan
Ketuban pecah dini sejak 13 jam yang lalu
P ● Infus RL 20 tpm
● O2 nasal kanul 3 lpm
● Pimpin persalinan
● Motivasi ibu
● Konsultasi untuk dilakukan vakum ekstraksi
Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 16.15
WIB
S Kencang-kencang semakin sering (+), gerakan janin aktif (+). Pasien
meneran kembali
O Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/90 mmHg RR : 22
x/menit HR : 98 x/menit T:
36,7ºC TFU : 32 cm DJJ :
153 x/menit HIS : 5x10’x40’’
VT : 10 cm, portio tidak teraba, kepala HII, posisi servix anterior,
KK (-)
A G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 hari J1HIU preskep puka
dengan
Ketuban pecah dini sejak 12 jam yang lalu
P ● Infus RL 20 tpm
● O2 nasal kanul 3 lpm
● Pimpin persalinan > kepala mulai turun HIII
Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 16.30
WIB
S Bayi lahir spontan :
Bayi laki-laki
Kulit merah jambu dengan ujung kebiruan, tidak menangis,
lemah BB : 3000 gram
A/S : 6-7-8
PB/LK/LD :
48/32/31
AK : Hijau
keruh Anus (+)
Retraksi dada (+)

Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 16.35


WIB
S Pasien merasa mulas
O KU : Baik
Kesadaran : Compos mentis
TFU : Setinggi pusat, tampak tali pusat bertambah panjang

A P2A0, 30 tahun, kala III


P Manajemen aktif kala III :
● Injeksi oksitosin 10 IU
● Peregangan tali pusat terkendali
● Massage fundus uteri
Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul
16.45 WIB
S Pasien merasa mulas
O Plasenta lahir spontan, lengkap dan bulat, kontraksi keras,
perineum ruptur derajat II
● Perdarahan -+ 150 cc
● TD : 130/90 mmHg
● HR : 90 x/menit
● RR : 20 x/menit
● T : 36,50C
A P1A0, 23 tahun, post partum spontan
P ● Jahit dengan benang 2 dan 2.0
● Amoxicilin 3 x 1
● Asam mefenamat 3 x 1
● Sulfat ferrous 2 x 1
● Metilergometrin 2 x 1

Manajemen Kala
IV
J Wak TD Na Suhu TFU Kontrak VU PPV
o
a tu di ( C) si
m

k
e
-
1 17.0 120/ 92 36,5 2 jari keras koso -+
0 80 di ng 10
baw cc
ah
pusa
t
17.1 120/ 90 2 jari keras koso -+
5 80 di ng 10
baw cc
ah
pusa
t

17.3 120/8 90 2 jari keras koso -+


0 0 di ng 10
baw cc
ah
pusa
t
17.4 120/7 90 2 jari keras koso -+
5 0 di ng 10
baw cc
ah
pusa
t
2 18.1 120/8 88 36,7 2 jari keras koso -+
5 0 di ng 10
baw cc
ah
pusa
t
18.4 120/8 88 2 jari keras koso -+
5 0 di ng 10
baw cc
ah
pusa
t
Ruang Bersalin, 9 November 2020 pukul 19.00
WIB
S Pasien merasa senang sudah melahirkan
O KU : baik Kesadaran : Compos
mentis TD : 120/80 mmHg RR : 20 x/menit
HR : 84 x/menit, T : 36,4ºC
TFU: 2 jari di bawah pusat PPV: lokhea
rubra ASI : (-)
Kentut : (+)
BAK : (+) 🡪 terasa tuntas,
BAB : (-)

A P2A0, 30 tahun, Post partum spontan


P ● Amoxicilin 3 x 1
● Asam mefenamat 3 x 1
● Sulfat ferrous 2 x 1
● Metilergometrin 2 x 1
● Pengawasan KU, TTV, PPV, ASI, BAK, BAB
● Pindah ke bangsal Nusa Indah

NUSA INDAH, 10 November 2020 pukul 06.00


WIB
S Nyeri jahit perineum (+), ASI keluar (+)
BAK (+) 🡪 BAK tuntas, frekuensi BAK : 4 kali sejak
melahirkan BAB (-), kentut (+)

O Kesadaran : composmentis
TD : 120/80 mmHg RR : 18 x/menit
HR : 85 x/menit T : 36,5ºC
TFU : 2 jari dibawah pusat PPV : Lokhea rubra
A P2A0, 30 tahun, Post partum spontan
P ● Melanjutkan terapi oral
● Pengawasan KU, TTV, PPV, ASI, BAK, BAB
● Rawat jalan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Persalinan Normal


3.1.1 Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup dari dalam uterus ke dunia luar. Persalinan dan kelahiran normal
merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung dalam waktu 18 jam, tanpa komplikasi baik ibu
maupun janin (Jannah, 2015).
3.1.2 Tanda-tanda persalinan
Berikut ini adalah tanda-tanda persalinan menurut Mochtar (2013),
yaitu :
1) Tanda pendahuluan, meliputi :
a. Lightening atau setting atau dropping, yaitu kepala turun
memasuki pintu atas panggul.
b. Perut kelihatan lebih melebar dan fundus uteri turun.
c. Sering buang air kecil atau sulit berkemih (polakisuria) karena
kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
d. Perasaan nyeri di perut dan di pinggang oleh adanya kontraksi-
kontraksi lemah uterus, kadang-kadang disebut “false labor
pains”.
e. Serviks menjadi lembek; mulai mendatar; dan sekresinya
bertambah, mungkin bercampur darah (bloody show).
2) Tanda pasti persalinan, meliputi :
a. Rasa nyeri oleh adanya his yang datang lebih kuat,sering, dan
teratur.
b. Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena
robekan- robekan kecil pada serviks.
c. Terkadang ketuban pecah dengan sendirinya.
d. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan telah ada
pembukaan.
3.1.2 Faktor yang mempengaruhi persalinan
Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan, yaitu faktor power,
faktor passenger, faktor passage, dan faktor psyche:
1) Faktor power (Kekuatan)
Power adalah kekuatan janin yang mendorong janin keluar.
Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah his,
kontraksi. otot-otot perut, kontraksi diafragma dan aksi dari
ligament, dengan kerja sama yang baik dan sempurna (Oxorn,
2014).
2) Faktor passanger (Bayi)
Faktor lain yang berpengaruh terhadap persalinan adalah faktor
janin,yang meliputi sikap janin, letak janin, presentasi janin, bagian
terbawah janin, dan posisi janin (Rohani, 2013).
3) Faktor passage (Jalan Lahir)
Passage atau faktor jalan lahir dibagi atas :
a) Bagian keras : tulang-tulang panggul (rangka panggul).
b) Bagian lunak : otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligament-
ligament (Asrinah, 2015).
4) Faktor psyche (Psikis)
Psikis ibu bersalin sangat berpengaruh dari dukungan suami
dan anggota keluarga yang lain untuk mendampingi ibu selama
bersalin dan kelahiran anjurkan merreka berperan aktif dalam
mendukung dan mendampingi langkah-langkah yang mungkin
akan sangat membantu kenyamanan ibu, hargai keinginan ibu
untuk didampingi, dapat membantu kenyamanan ibu, hargai
keinginan ibu untuk didampingi (Rukiyah, 2014).
3.1.3 Tahapan Persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 kala, yaitu :
1) Kala I
Pada kala I persalinan dimulainya proses persalinan yang
ditandai dengan adanya kontraksi yang teratur, adekuat, dan
menyebakan perubahan pada serviks hingga mencapai pembukaan
lengkap, fase kala I persalinan terdiri dari :
a. Fase laten yaitu dimulai dari awal kontraksi hingga pembukaan
mendekati 4 cm, kontraksi mulai teratur tetapi lamanya masih
diantara 20-30 detik, tidak terlalu mules
b. Fase aktif dengan tanda-tanda kontraksi diatas 3 kali dalam 10
menit, lamanya 40 detik atau lebih dan mules, pembukaan 4
cm hingga lengkap, penurunan bagian terbawah janin, waktu
pembukaan serviks sampai pembukaan lengkap 10 cm
Fase pembukaan dibagi menjadi 2 fase, yaitu :
a. Fase laten : berlangsung selama 8 jam, pembukaan terjadi
sangat lambat sampai mencapai pembukaan 3 cm.
b. Fase aktif : dibagi dalam 3 fase yaitu fase akselerasi lamanya 2
jam dengan pembukaan 3 menjadi 4 cm, fase dilatasi maksimal
lamanya 2 jam dengan pembukaan 4 menjadi 9 cm, fase
deselerasi lamanya 2 jam pembukaan dari 9 sampai
pembukaan lengkap.
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam dengan
pembukaan 1 cm per jam, pada multigravida 8 jam dengan
pembukaan 2 cm per jam. Komplikasi yang dapat timbul pada kala
I yaitu : ketuban pecah dini, tali pusat menumbung, obstrupsi
plasenta, gawat janin, inersia uteri (Rukiyah, 2014).
2) Kala II
Gejala dan tanda kala II, telah terjadi pembukaan lengkap
tampak bagian kepala janin melalui pembukaan introitus vagina,
ada rasa ingin meneran saat kontraksi, ada dorongan pada rektum
atau
vagina, perineum terlihat menonjol, vulva dan springter ani
membuka, peningkatan pengeluaran lendir dan darah. Dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya
berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi (Asrinah, 2015).
Pada kala pengeluaran janin telah turun masuk ruang panggul
sehingga terjadi tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan, karena tekanan pada rectum
ibu merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus membuka.
Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka,
perinium membuka, perineum meregang. Dengan adanya his ibu dan
dipimpin untuk mengedan, maka lahir kepala diikuti oleh
seluruh badan janin (Rukiyah, 2014).
Komplikasi yang dapat timbul pada kala II yaitu : eklampsia,
kegawatdaruratan janin, tali pusat menumbung, penurunan kepala
terhenti, kelelahan ibu, persalinan lama, ruptur uteri, distosia
karena kelainan letak, infeksi intra partum, inersia uteri, tanda-
tanda lilitan tali pusat (Rukiyah, 2014).
3) Kala III
Batasan kala III, masa setelah lahirnya bayi dan
berlangsungnya proses pengeluaran plasenta. Tanda-tanda
pelepasan plasenta : terjadi perubahan bentuk uterus dan tinggi
fundus uteri, tali pusat memanjang atau menjulur keluar melalui
vagina atau vulva, adanya semburan darah secara tiba-tiba kala III,
berlangsung tidak lebih dari 30 menit (Asrinah, 2015).
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri
setinggi pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi
lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta
lepas dalam 6 menit-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan
atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta,
disertai pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada
kala III
adalah perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan
jalan lahir, tanda gejala tali pusat (Rukiyah, 2014).
4) Kala IV
Dimulainya dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama
post partum. Komplikasi yang dapat timbul pada kala IV adalah
sub involusi dikarenakan oleh uterus tidak berkontraksi, perdarahan
yang disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir, sisa plasenta
(Sondakh, 2013).
3.1.4 Mekanisme persalinan normal
Selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian gerakan
untuk melewati panggul (seven cardinal movements of labor) yang
terdiri dari :
1. Engagement: Terjadi ketika diameter terbesar dari presentasi
bagian janin (biasanya kepala) telah memasuki rongga
panggul. Engagement telah terjadi ketika bagian terendah janin
telah memasuki station nol atau lebih rendah. Pada
nulipara, engagement sering terjadi sebelum awal persalinan.
Namun, pada multipara dan beberapa nulipara, engagement tidak
terjadi sampai setelah persalinan dimulai (Cunningham et.al, 2013).
2. Descent: Descent terjadi ketika bagian terbawah janin telah
melewati panggul. Descent/penurunan terjadi akibat tiga kekuatan
yaitu tekanan dari cairan amnion, tekanan langsung kontraksi
fundus pada janin dan kontraksi diafragma serta otot-otot abdomen
ibu pada saat persalinan, dengan sumbu jalan lahir:
- Sinklitismus yaitu ketika sutura sagitalis sejajar dengan sumbu
jalan lahir.
- Asinklistismus anterior: Kepala janin mendekat ke arah
promontorium sehingga os parietalis lebih rendah.
- Asinklistismus posterior: Kepala janin mendekat ke arah
simfisis dan tertahan oleh simfisis pubis (Cunningham et.al,
2013).
Gambar 1. Proses descent
3. Fleksi (flexion): Segera setelah bagian terbawah janin yang turun
tertahan oleh serviks, dinding panggul, atau dasar panggul, dalam
keadaan normal fleksi terjadi dan dagu didekatkan ke arah dada
janin. Fleksi ini disebabkan oleh: Persendian leher, dapat berputar
ke segala arah termasuk mengarah ke dada. Letak leher bukan di
garis tengah, tetapi ke arah tulang belakang sehingga kekuatan his
dapat menimbulkan fleksi kepala. Terjadi perubahan posisi tulang
belakang janin yang lurus sehingga dagu lebih menempel pada
tulang dada janin. Kepala janin yang mencapai dasar panggul akan
menerima tahanan sehingga memaksa kepala janin mengubah
kedudukannya menjadi fleksi untuk mencari lingkaran kecil yang
akan melalui jalan lahir (Cunningham et.al, 2013).
4. Putaran paksi dalam (internal rotation): Putaran paksi dalam
dimulai pada bidang setinggi spina ischiadika. Setiap kali terjadi
kontraksi, kepala janin diarahkan ke bawah lengkung pubis dan
kepala berputar saat mencapai otot panggul (Cunningham et.al,
2013).
5. Ekstensi (extension): Saat kepala janin mencapai perineum, kepala
akan defleksi ke arah anterior oleh perineum. Mula-mula oksiput
melewati permukaan bawah simfisis pubis, kemudian kepala keluar
mengikuti sumbu jalan lahir akibat ekstensi.
6. Putaran paksi luar (external rotation): Putaran paksi luar terjadi
ketika kepala lahir dengan oksiput anterior, bahu harus memutar
secara internal sehingga sejajar dengan diameter anteroposterior
panggul. Rotasi eksternal kepala menyertai rotasi internal bahu
bayi.
7. Ekspulsi: Setelah bahu keluar, kepala dan bahu diangkat ke atas
tulang pubis ibu dan badan bayi dikeluarkan dengan gerakan fleksi
lateral ke arah simfisis pubis.

Gambar 2. Proses penurunan kepala janin

3.2 Ketuban Pecah Dini (KPD)


3.2.1 Pengertian
Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan pecahnya selaput ketuban
secara spontan sebelum adanya tanda-tanda persalinan/inpartu. Pecahnya
selaput ketuban dapat terjadi kapan saja baik pada kehamilan aterm
maupun preterm.

Ketuban pecah dini saat aterm disebut juga dengan aterm premature
rupture of the membran, namun apabila terjadi sebelum umur kehamilan
37 minggu disebut dengan preterm prematur rupture of the membran
(PPROM) dan apabila lebih dari 12 jam maka disebut dengan prolonged
PROM (Manuaba, 2016).
3.2.2 Etiologi
Secara teoritis, pecahnya selaput ketuban disebabkan karena hilangnya
elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban.
Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat dengan jaringan
kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan
kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau
trofoblas, dimana sebagian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan
penunjang (epitel amnion sampai epitel basal korion). Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi
interleukin-1 dan prostaglandin (Medina et al., 2010).
a. Infeksi
Infeksi pada selaput ketuban (korioamnionitis lokal) dapat melemahkan
selaput ketuban di daerah tersebut. Bakteri yang terikat pada membran
melepaskan substrat seperti protease yang menyebabkan melemahnya
membran. Penelitian menyebutkan bahwa matriks metaloproteinase
merupakan enzim spesifik yang terlibat dalam pecahnya ketuban karena
infeksi (Manuaba, 2016).
b. Defisiensi vitamin C
Vitamin C diperlukan untuk pembentukan dan pemeliharaan jaringan
kolagen. Selaput ketuban akan mempunyai elastisitas yang berbeda
tergantung kadar vitamin C dalam darah ibu (Manuaba, 2016).
c. Faktor selaput ketuban
Pecahnya ketuban dapat terjadi akibat peregangan uterus yang berlebihan
atau terjadi peningkatan tekanan yang mendadak di dalam cavum amnion
(Manuaba, 2016).
d. Usia dan paritas
Semakin tinggi paritas ibu, akan semakin mudah terjadi infeksi cairan
amnion akibat rusaknya struktur serviks akibat persalinan sebelumnya
(Manuaba, 2016).
e. Tingkat sosio-ekonomi
Sosio-ekonomi yang rendah, status gizi yang kurang akan meningkatkan
insidensi ketuban pecah dini, disertai dengan jumlah persalinan yang banyak
dan jarak kelahiran yang dekat (Manuaba, 2016).
f. Faktor lain
Serviks inkompetem, ketegangan uterus yang berlebihan (kehamilan ganda,
hidramnion), kelainan letak dalam uterus (letak sungsang, letak lintang),
panggul sempit (Manuaba, 2016).

3.2.3 Faktor Risiko


a. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu kegiatan atau aktivitas responden sehari-hari, namun
pada masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan
kehamilannya hendaklah dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun
janin. Kejadian ketuban pecah sebelum waktunya dapat disebabkan oleh
kelelahan dalam bekerja. Hal ini dapat dijadikan pelajaran bagi ibu-ibu hamil
agar selama masa kehamilan hindari/kurangi melakukan pekerjaan yang berat
(Saifudin, 2010).
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja
fisik pada saat hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga
jam perhari dapat berakibat kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan
lemahnya korion amnion sehingga timbul ketuban pecah dini. Pekerjaan
merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada masa kehamilan
pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya sebaiknya
dihindari untuk mejaga keselamatan ibu maupun janin (Saifudin, 2010).
b. Paritas
Multigravida atau paritas tinggi merupakan salah satu dari penyebab
terjadinya kasus ketuban pecah sebelum waktunya. Paritas 2-3 merupakan
paritas paling aman ditinjau dari sudut kematian. Paritas 1 dan paritas tinggi
(lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi, risiko pada
paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik lebih baik, sedangkan risiko
pada paritas tinggi dapat dikurangi/ dicegah dengan keluarga berencana
(Prawihardjo, 2008).
Konsistensi serviks pada persalinan sangat mempengaruhi terjadinya ketuban
pecah dini pada multipara dengan konsistensi serviks yang tipis, kemungkinan
terjadinya ketuban pecah dini lebih besar dengan adanya tekanan intrauterin
pada saat persalinan. konsistensi serviks yang tipis dengan proses pembukaan
serviks pada multipara (mendatar sambil membuka hampir sekaligus) dapat
mempercepat pembukaan serviks sehingga dapat beresiko ketuban pecah
sebelum pembukaan lengkap. Paritas 2-3 merupakan paritas yang dianggap
aman ditinjau dari sudut insidensi kejadian ketuban pecah dini.
Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai resiko terjadinya
ketuban pecah dini lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (satu), alat-alat dasar
panggul masih kaku (kurang elastik) daripada multiparitas. Uterus yang telah
melahirkan banyak anak (grandemulti) cenderung bekerja tidak efisien dalam
persalinan (Cunningham, 2006).
Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relatif lebih aman untuk
hamil dan melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut
dinding uterus belum banyak mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu
sering mengalami pembukaan sehingga dapat menyanggah selaput ketuban
dengan baik. Ibu yang telah melahirkan beberapa kali lebih berisiko mengalami
KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan yang
mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah
spontan (Cunningham, 2006).
c. Umur
Adalah umur individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang
tahun. Semakin cukup umur,tingkat kematangan dan kekuatan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja (Santoso, 2015). Dengan
bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berfikir semakin
baik sehingga akan termotivasi dalam pemeriksaan kehamilan untuk
mencegah komplikasi pada masa persalinan.
Umur dibagi menjadi 3 kriteria yaitu < 20 tahun, 20-35 tahun dan > 35
tahun. Usia reproduksi yang aman untuk kehamilan dan persalinan yaitu usia
20-35 tahun. Pada usia ini alat kandungan telah matang dan siap untuk
dibuahi, kehamilan yang terjadi pada usia < 20 tahun atau terlalu muda sering
menyebabkan komplikasi/ penyulit bagi ibu dan janin, hal ini disebabkan
belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, dimana rahim belum bisa
menahan kehamilan dengan baik, selaput ketuban belum matang dan mudah
mengalami robekan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah
dini. Sedangkan pada usia yang terlalu tua atau > 35 tahun memiliki resiko
kesehatan bagi ibu dan bayinya. Keadaan ini terjadi karena otot-otot dasar
panggul tidak elastis lagi sehingga mudah terjadi penyulit kehamilan dan
persalinan. Salah satunya adalah perut ibu yang menggantung dan serviks
mudah berdilatasi sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks terlalu
dini yang menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
Cunningham et al., (2006) yang menyatakan bahwa sejalan dengan
bertambahnya usia maka akan terjadi penurunan kemampuan organ-organ
reproduksi untuk menjalankan fungsinya, keadaan ini juga mempengaruhi
proses embryogenesis, kualitas sel telur juga semakin menurun, itu sebabnya
kehamilan pada usia lanjut berisiko terhadap perkembangan janin yang tidak
normal, kelainan bawaan, dan juga kondisi-kondisi lain yang mungkin
mengganggu kehamilan dan persalinan seperti kelahiran dengan ketuban
pecah dini.
d. Riwayat Ketuban Pecah Dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali.
Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan
kandungan kolagen dalam membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm
dan KPD preterm terutama pada pasien risiko tinggi. Wanita yang mengalami
KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada kehamilan
berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari
pada wanita yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi
membran yang menjadi mudah rapuh dan kandungan kolagen yang semakin
menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham, 2006).
Riwayat kejadian KPD sebelumnya menunjukkan bahwa wanita yang
telah melahirkan beberapa kali dan mengalami KPD pada kehamilan
sebelumnya diyakini lebih berisiko akan mengalami KPD pada kehamilan
berikutnya.
e. Usia Kehamilan
Komplikasi yang timbul akibat ketuban pecah dini bergantung pada usia
kehamilan. Dapat terjadi prematur, hipoksia karena kompresi tali pusat,
deformitas janin, meningkatnya insiden Sectio Caesaria, atau gagalnya
persalinan normal. Persalinan prematur setelah ketuban pecah biasanya
segera disusul oleh persalinan. Periode laten tergantung umur kehamilan.
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada
kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada
kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
Usia kehamilan pada saat kelahiran merupakan satu-satunya alat ukur
kesehatan janin yang paling bermanfaat dan waktu kelahiran sering
ditentukan dengan pengkajian usia kehamilan. Pada tahap kehamilan lebih
lanjut, pengetahuan yang jelas tentang usia kehamilan mungkin sangat
penting karena dapat timbul sejumlah penyulit kehamilan yang
penanganannya bergantung pada usia janin. Periode waktu dari KPD sampai
kelahiran berbanding terbalik dengan usia kehamilan saat ketuban pecah. Jika
ketuban pecah trimester III hanya diperlukan beberapa hari saja hingga
kelahiran terjadi dibanding dengan trimester II. Makin muda kehamilan, antar
terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk mempertahankan hingga
janin lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan infeksi akan
semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal (Manuaba,
2016).
f. Cephalopelvic Disproportion(CPD)
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan
persalinan, tetapi yang tidak kalah penting ialah hubungan antara kepala janin
dengan panggul ibu. Partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban
pada pembukaan kecil, dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan
infeksi intrapartum. Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara
pemeriksaan yang penting untuk mendapat keterangan lebih banyak tentang
keadaan panggul (Prawirohardjo, 2010).

3.2.4 Patofisiologi
Kekuatan selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan
degradasi matriks ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput
ketuban, seperti penurunan kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen
dan peningkatan aktivitas kolagenolitik maka KPD dapat terjadi (Bergehella,
2010).
Degradasi kolagen yang terjadi diperantarai oleh Matriks
Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh Penghambat Matriks
Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease. MMP merupakan
suatu grup enzim yang dapat memecah komponen matriks ekstraseluler.
Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP yang
rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme yang
menginfeksi host dapat membentuk enzim protease disertai respon
imflamasi dari host sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP

yang menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya


selaput ketuban (Peltier, 2013).
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan
ketuban pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus
dan terjadi degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu
dapat menghasilkan fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor
prostaglandin dari membran fosfolipid. Respon imunologis terhadap infeksi
juga menyebabkan produksi prostaglandin oleh sel korion akibat
perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin juga terlibat
dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah asam
arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan
MMP-3 (Prawihardjo, 2013).

3.2.5 Tanda Klinis


Diagnosis KPD secara tepat sangat penting untuk menentukan penanganan
selanjutnya. Cara-cara yang dipakai untuk menegakkan diagnosis adalah:
1. Anamnesis
Pasien merasakan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari jalan lahir
atau basah pada vagina. Cairan ini berwarna bening dan pada tingkat lanjut
dapat disertai mekonium.
2. Pemeriksaan inspekulo
Terdapat cairan ketuban yang keluar melalui bagian yang bocor menuju
kanalis servikalis atau forniks posterior, pada tingkat lanjut ditemukan cairan
amnion yang keruh dan berbau.
3. Pemeriksaan USG
Ditemukan volume cairan amnion yang berkurang/ oligohidramnion,
namun dalam hal ini tidak dapat dibedakan KPD sebagai penyebab
oligohidramnion dengan penyebab lainnya.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Untuk menentukan ada atau tidaknya infeksi, kriteria laboratorium yang
digunakan adalah adanya Leukositosis maternal (lebih dari 15.000/uL),
adanya peningkatan C-reactive protein cairan ketuban serta amniosentesis
untuk mendapatkan bukti yang kuat (misalnya cairan ketuban yang
mengandung leukosit yang banyak atau bakteri pada pengecatan gram
maupun pada kultur aerob maupun anaerob).
Tes lakmus (Nitrazine Test) merupakan tes untuk mengetahui pH cairan, di
mana cairan amnion memiliki pH 7,0-7,5 yang secara signifikan lebih basa
daripada cairan vagina dengan pH 4,5-5,5. jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban. Normalnya pH air ketuban
berkisar antara 7-7,5. Namun pada tes ini, darah dan infeksi vagina dapat
menghasilkan positif palsu.
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Tes Fern. Untuk melakukan
tes, sampel cairan ditempatkan pada slide kaca dan dibiarkan kering.
Pemeriksaan diamati di bawah mikroskop untuk mencari pola kristalisasi
natrium klorida yang berasal dari cairan ketuban menyerupai bentuk seperti
pakis.
(Prawihardjo, 2013).

3.2.6 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum
1. Berikan antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x250 mg)
2. Rujuk ke fasilitas yang memadai

b. Penatalaksanaan khusus
Di RS rujukan, lakukan tatalaksana sesuai dengan usia kehamilan:
1. Usia kehamilan >34 minggu : lakukan induksi persalinan dengan
oksitosin bila tidak ada kontraindikasi
2. Usia kehamilan 24-33 minggu :
a) Apabila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin,
lakukan persalinan segera
b) Berikan dexamethason 6 mg IM/12 jam selama 48 jam atau
betametason 12 mg IM/24 jam selama 48 jam
c) Lakukan pemeriksaan berkala untuk menilai kondisi ibu dan janin
3. Usia kehamilan <24 minggu
a) Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin
b) Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin
menjadi pilihan.
(Prawihardjo, 2013).

3.2.7 Komplikasi
Berbagai komplikasi yang dapat terjadi terkait dengan KPD meliputi
(Cunningham, 2006) (Manuaba, 2016) :
a. Komplikasi Maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan
korioamnionitis berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Diagnosis korioamnionitis
secara klinis ditandai dengan adanya demam 38 ° C dan minimal 2 dari
kondisi berikut : takikardia pada ibu, takikardia pada janin, nyeri tekan
uterus, cairan ketuban berbau busuk, atau darah ibu mengalami leukositosis.
Rongga ketuban umumnya steril. Invasi mikroba dari rongga ketuban
mengacu pada hasil kultur mikroorganime cairan ketuban yang positif,
terlepas dari ada atau tidaknya tanda atau gejala klinis infeksi.
Pasien dengan KPD memiliki kejadian solusio plasenta sekitar 6%.
Solusio plasenta biasanya terjadi pada kondisi oligohidroamnion lama dan
berat. Data sebuah analisis retrospektif yang didapatkan dari semua pasien
dengan KPD berkepanjangan menunjukkan risiko terjadinya solusio plasenta
selama kehamilan sebesar 4%. Alasan tingginya insiden solusio plasenta pada
pasien dengan KPD adalah penurunan progresif luas permukaan intrauterin
yang menyebabkan terlepasnya plasenta.
Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan keadaan malpresentasi serta
terjadinya partus kering juga merupakan komplikasi maternal yang dapat
terjadi pada KPD.
b. Komplikasi Neonatal
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan dengan
infeksi yang terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm banyak
disebabkan oleh sindrom gangguan pernapasan. KPD berkepanjangan
meningkatkan risiko infeksi pada neonatal sekitar 1,3% dan sepsis sebesar
8,7%. Infeksi dapat bermanifestasi sebagai septikemia, meningitis,
pneumonia, sepsis dan konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari kematian
perinatal dilaporkan dalam literatur berkisar dari 2,6 hingga 11%.
Ketika KPD dikelola secara konservatif, sebagian besar pasien
mengalami oligohidramnion derajat ringan hingga berat seiring dengan
kebocoran cairan ketuban yang terus menerus. Sedikitnya cairan ketuban
akan membuat rahim memberikan tekanan terus-menerus kepada janin
sehingga tumbuh kembang janin menjadi abnormal seperti terjadinya
kelainan bentuk tulang.
3.2.8 Prognosis
Prognosis ketuban pecah dini ditentukan oleh cara penatalaksanaan dan
komplikasi-komplikasi dari kehamilan (Mochtar, 2011). Prognosis untuk janin
tergantung pada :
a. Maturitas janin: bayi yang beratnya di bawah 2500 gram mempunyai
prognosis yang lebih jelek dibanding bayi lebih besar.
b. Presentasi : presentasi bokong menunjukkan prognosis yang jelek,
khususnya jika bayinya premature.
c. Infeksi intrauterin meningkatkan mortalitas janin.
d. Semakin lama kehamilan berlangsung dengan ketuban pecah, semakin
tinggi insiden infeksi.

3.3 Persalinan Kala II Lama

3.3.1 Pengertian

Persalinan kala II lama didefinisikan sebagai persalinan kala II yang


lebih dari 3 jam dengan analgesia regional dan lebih dari 2 jam tanpa
analgesia regional pada nullipara sedangkan pada multipara, keadaan ini
didefinisikan sebagai persalinan kala II yang lebih 2 jam dengan analgesia
regional dan lebih dari 1 jam tanpa analgesia regional (Cunningham, 2013).
Kala II lama adalah persalinan yang sudah dipimpin mengejan pada
primigravida dibatasi 2 jam dan diperpanjang sampai 3 jam apabila
digunakan analgesia regional, sedangkan pada multigravida dibatasi 1 jam
dan diperpanjang sampai 2 jam apabila digunakan analgesia regional
(Saifuddin, 2010).
3.3.2 Etiologi
Pada prinsipnya, sebab-sebab kala II lama dapat dibagi menjadi:
a. Kelainan tenaga (kelainan his)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,
tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau
kemacetan.
1) Inersia Uteri. Disini his bersifat biasa dalam arti bahwa fundus
berkontraksi lebih kuat dan lebih dahulu pada bagian lainnya.
Selama ketuban masih utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu
maupun janin kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
2) Incoordinate Uterine Action.Disini sifat his berubah, tonus otot
uterus meningkat, juga di luar his dan kontraksinya berlansung
seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi antara kontraksi. Tidak
adanya koordinasi antara bagian atas, tengah dan bagian bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan.
Tonus otot yang menaik menyebabkan nyeri yang lebih keras dan
lama bagi ibu dan dapat pula menyebabkan hipoksia janin
(Prawirohardjo, 2013).
b. Kelainan janin
Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan
dalam letak atau dalam bentuk janin (Prawirohardjo, 2013). Menurut
Mochtar (2013) kelainan janin yang mengakibatkan kemacetan pada
persalinan, yaitu:

1) Kelainan letak yaitu kelainan pada letak kepala (letak defleksi,


letak belakang kepala UUK melingtang, dan letak tulang ubun-
ubun), letak sungsang, letak lintang (transverse lie), dan presentasi
rangkap atau ganda.
2) Kelainan bentuk yaitu kelainan pada pertumbuhan janin yang
berlebihan (lebih dari 4000 gram), hidrosefalus, monster (kembar
siam, akardiakus, dan anensefalus), dan janin dengan perut besar.
3) Tali pusat yang menumbung.
c. Kelainan jalan lahir
Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
1) Disproporsi fetopelvik adalah ketidakmampuan janin untuk
melewati panggul secara absolut dimana janin sama sekali tidak
akan selamat dengan melewati jalan lahir dan secara relatif apabila
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Kesempitan panggul dibagi
menjadi 4 macam, yaitu:
- Kesempitan pintu atas panggul
- Kesempitan bidang tengah panggul
- Kesempitan pintu bawah panggul
- Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah
panggul, dan pintu bawah panggul.
d. Faktor Lain
1) Faktor Penolong
Faktor penolong diakibatkan pertolongan yang salah dalam
manajemen persalinan yaitu :
a) Salah pimpin
b) Manipulasi (Kristeler)
c) Pemberian uterotonika yang kurang pada tempatnya
2) Faktor psikologis
Suatu proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus
emosional yang luar biasa bagi seorang wanita. Aspek psikologis
tidak dapat dipisahkan dari aspek fisik satu sama lain. Bagi wanita
kebanyakan proses persalinan membuat mereka takut dan cemas.
Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat menghambat suatu
proses persalinan. Dengan persiapan antenatal yang baik,
diharapkan wanita dapat melahirkan dengan mudah, tanpa rasa
nyeri dan dapat menikmati proses kelahiran bayinya.
3.3.3 Faktor predisposisi
Faktor predisposisi pada kala II yaitu ketika fase laten lebih dari 8 jam
dan persalinan telah berlangsung selama 12 jam atau lebih tetapi bayi di
dalam kandungan belum lahir, pembukaan serviks melewati kanan garis
waspada dalam partograf pada persalinan fase aktif (Prawirohardjo, 2013).
Masalah lain yang mungkin terjadi adalah tali pusat yang pendek, yang
kadang-kadang membatasi gerak turun bayi atau menyebabkan denyut janin
melambat selama kontraksi. Kadang- kadang tali pusat yang melilit di
sekitar leher atau anggota gerak bayi mempunyai efek yang sama dengan
tali pusat yang pendek.
3.3.4 Faktor risiko
Bahaya dari partus lama bagi ibu dan janin, yaitu :
1) Bahaya bagi ibu
Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu
maupun anak. Beratnya cedera meningkat dengan semakin lamanya
proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat setelah waktu 24
jam (Mochtar, 2013). Terdapat kenaikan pada insiden atonia uteri,
laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan shock. Angka kelahiran
dengan tindakan yang tinggi semakin memperburuk bahaya bagi ibu
(Oxorn, 2014). Terdapat penurunan semangat, kelelahan, dehidrasi,
asidosis, infeksi dan resiko ruptur uterus. Perlunya intervensi bedah
meningkatkan mortalitas dan morbiditas.
Ketoasidosis dengan sendirinya dapat mengakibatkan aktivitas uterus
yang buruk dan memperlama persalinan.
2) Bahaya bagi janin
Menurut Oxorn (2014), semakin lama persalinan, semakin tinggi
morbiditas serta mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan
berikut ini :
a) Asfiksia akibat partus lama itu sendiri.
b) Trauma cerebri (kaput suksedaneum dan molase kepala janin) yang
disebabkan oleh penekanan pada kepala janin.
c) Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang
sulit.
d) Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini
mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat
membawa infeksi paru-paru serta infeksi sistemik pada janin.
Sekalipun tidak terdapat kerusakan yang nyata, bayi-bayi pada
partus lama memerlukan perawatan khusus. Sementara pertus lama tipe
apapun membawa akibat yang buruk bayi anak, bahaya tersebut lebih
besar lagi apalagi kemajuan persalinan pernah berhenti. Sebagian
dokter beranggapan sekalipun partus lama meningkatkan resiko pada
anak selama persalinan, namun pengaruhnya terhadap perkembangan
bayi selanjutnya hanya sedikit. Sebagian lagi menyatakan bahwa bayi
yang dilahirkan melalui proses persalinan yang panjang ternyata
mengalami defisiensi intelektual sehingga berbeda jelas dengan bayi-
bayi yang lahir setelah persalinan normal.
3.3.5 Tanda Klinis
Menurut Mochtar (2013), gejala klinik partus lama terjadi pada ibu dan
juga pada janin.
1) Pada ibu: Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat,
pernapasan cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering
dijumpai: Bandle ring, oedema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat
mekonium.
2) Pada janin: Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur
bahkan negarif, airketuban terdapat mekonium, kental kehijau- hijauan,
berbau. Bisa juga terjadi kaput succedaneum yang besar,
moulage kepala yang hebat, kematian janin dalam kandungan
(KJDK), Kematian Janin Intra Parental (KJIP).
3.3.6 Prognosis
Prognosis dari partus kala II lama ini ditentukan oleh kecepatan dan
ketepatan dalam mendiagnosis serta menanganinya. Semakin lama partus
tersebut berlangsung, maka semakin besar kemungkinan terjadinya partus
lama dan semakin banyak komplikasi yang ditimbulkan baik pada ibu
maupun pada janinnya (Mochtar, 2013).
3.3.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kala II lama menurut Prawirohardjo (2013)
adalah:
1. Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi
jumlah oksigen ke plasenta, maka dari itu sebaiknya dianjurkan
mengedan secara spontan, mengedan dan menahan nafas yang terlalu
lama tidak dianjurkan.
2. Perhatikan DJJ, bradikardi yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali
pusat. Dalam hal ini lakukan ekstraksi vakum atau forcep bila syarat
memenuhi.
3. Bila malpresentasi dan tanda obstruksi bias disingkirkan, berikan
oksitosin drip. Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam
1 jam, lahirkan dengan bantuan ekstraksi vacuum atau forcep bila
persyaratan terpanuhi. Lahirkan dengan secsio sesarea.
Penatalaksanaan partus lama antara lain :
1. Pencegahan (Oxorn, 2014)
- Persiapan kelahiran bayi dan perawatan prenatal yang baik akan
mengurangi insidensi partus lama.
- Persalinan tidak boleh diinduksi atau dipaksakan kalau serviks
belum matang. Serviks yang matang adalah servik yang
panjangnya kurang dari 1,27 cm (0,5 inci), sudah mengalami
pendataran, terbuka sehingga bisa dimasuki sedikitnya satu jari dan
lunak serta bisa dilebarkan.
2. Tindakan suportif
- Selama persalinan, semangat pasien harus didukung. Kita harus
membesarkan hatinya dengan menghindari kata-kata yang dapat
menimbulkan kekhawatiran dalam diri pasien.
- Intake cairan sedikitnya 2500 ml per hari. Pada semua partus lama,
intake cairan sebanyak ini di pertahankan melalui pemberian infus
larutan glukosa. Dehidrasi, dengan tanda adanya acetone dalam
urine, harus dicegah. Makanan yang dimakan dalam proses
persalinan tidak akan tercerna dengan baik.
- Makanan ini akan tertinggal dalam lambung sehingga
menimbulkan bahaya muntah dan aspirasi. Karena waktu itu, pada
persalinan yang berlangsung lama di pasang infus untuk pemberian
kalori.
- Pengosongan kandung kemih dan usus harus memadai. Kandung
kemih dan rectum yang penuh tidak saja menimbulkan perasaan
lebih mudah cidera dibanding dalam keadaan kosong (Manuaba,
2007).
- Pemeriksaan rectal atau vaginal harus dikerjakan deng an frekuensi
sekecil mungkin. Pemeriksaan ini menyakiti pasien
dan meningkatkan resiko infeksi. Setiap pemeriksaan harus
dilakukan dengan maksud yang jelas.
- Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kemajuan dan
kelahiran diperkirakan terjadi dalam jangka waktu yang layak serta
tidak terdapat gawat janin ataupun ibu, tetapi suportif diberikan
dan persalinan dibiarkan berlangsung secara spontan (Oxorn,
2014).
3.4 Ekstraksi Vakum
3.4.1 Pengertian
Ekstraksi vakum adalah metode pelahiran dengan memasang sebuah
mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum
adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga
negatif (vakum) di kepalanya.
3.4.2 Syarat-syarat ekstraksi vakum
1) Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
2) Presentasi kepala, janin aterm, TBJ > 2500 g
3) Cukup bulan (tidak prematur)
4) Tidak ada sempit panggul
5) Kepala sudah masuk pintu atas panggul
6) Anak hidup dan tidak gawat janin
7) Penurunan sampai H III/IV (dasar panggul)
8) Kontraksi baik
9) Ibu kooperatif dan mampu untuk mengejan
10) Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
11) Analgesia yang sesuai
12) Kandung kencing ibu kosong
3.4.3 Indikasi
2) Partus tidak maju dengan anak hidup
3) Kala II lama dengan presentasi kepala belakang
3.4.4 Kontra indikasi
1) Ruptur uteri membakat, ibu tidak boleh mengejan, panggul sempit.
2) Bukan presentasi belakang kepala, presentasi muka atau dahi
3) Kepala belum masuk pintu atas panggul
4) Pembukaan serviks tidak lengkap
5) Bukti klinik adanya CPD
6) Tidak kooperatif
3.4.5 Persiapan ekstraksi vakum
Beberapa hal yang harus disiapkan sebelum tindakan ekstraksi vakum
yaitu:
1) Persiapkan ibu dalam posisi litotomi
2) Kosongkan kandung kemih dan rektum
3) Bersihkan vulva dan perineum dengan antiseptik
4) Pasang infus bila diperlukan
5) Siapkan alat-alat yang diperlukan
3.4.6 Kegagalan vakum ekstraksi dan penyebabnya
Ekstraksi vakum dianggap gagal bila ditemui kondisi seperti berikut
ini, yaitu : kepala tidak turun pada tarikan, jika tarikan sudah tiga kali dan
kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit dan mangkok lepas
pada tarikan dengan tekanan maksimum. Adapun hal-hal yang bisa menjadi
penyebab kegagalan pada ekstraksi vakum yaitu :
1) Tenaga vakum terlalu rendah
2) Tenaga negatif dibuat terlalu cepat
3) Selaput ketuban melekat
4) Bagian jalan lahir terjepit
5) Koordinasi tangan kurang baik
6) Traksi terlalu kuat
7) Cacat alat
8) Disproporsi sefalopelvik yag sebelumnya tidak diketahui.

3.4.7 Komplikasi dan upaya menghindarinya


Komplikasi yang bisa terjadi pada persalinan dengan bantuan ekstraksi
vakum yaitu :
1) Pada ibu : Bisa terjadi perdarahan akibat atonia uteri atau trauma,
trauma jalan lahir dan infeksi.
2) Pada janin : Aberasi dan laserasi kulit kepala, sefalhematoma yang
biasanya hilang dalam 3-4 minggu, nekrosis kulit kepala, perdarahan
intakranial (sangat jarang) jaundice, fraktur clavikula, kerusakan N VI
dan N VII.
3.4.8 Keuntungan vakum ekstraksi
Beberapa keuntungan yang didapat dari vakum ekstraksi yaitu :
1) Cup dapat dipasang waktu kepala masih agak tinggi, H III atau kurang
dengan demikian mengurangi frekuensi SC.
2) Tidak perlu diketahui posisi kepala dengan tepat, Cup dapat dipasang
pada belakang kepala, samping kepala ataupun dahi.
3) Tarikan tidak dapat terla luberat. Dengan demikian kepala tidak dapat
dipaksakan melalui jalan lahir. Apabila tarikan terlampau berat cup
akan lepas dengan sendirinya.
4) Cup dapat dipasang meskipun pembukaan belum lengkap, misalnya
pada pembukaan 8 – 9 cm, untuk mempercepat pembukaan.
5) Vakum ekstraktor dapat juga dipergunakan untuk memutar kepala dan
mengadakan fleksi kepala (misal pada letak dahi).
6) Lebih sedikit membutuhkan anastesi dibanding ekstraksi forcep.
7) Lebih sedikit trauma terhadap vagina / perineum ibu.
3.4.9 Kerugian vakum ekstraksi
Kerugian dari tindakan vakum ekstraksi adalah waktu yang diperlukan
untuk pemasangan cup sampai dapat ditarik relatip lebih lama dari pada
forceps (± 10 menit) cara ini tidak dapat dipakai apabila ada indikasi untuk
melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya pada fetal distress (gawat
janin). Selain itu alatnya relatif mahal dibanding dengan forcep.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam tindakan vakum ekstraksi :
1) Cup tidak boleh dipasang pada ubun-ubunbesar.
2) Penurunan tekanan harus berangsur-angsur.
3) Cup dengan tekanan negative tidak boleh dipasang lebih dari 1⁄2 jam.
4) Penarikan pada wakru ekstraksi hanya dilakukan pada waktu ada his
dan ibu mengejan.
5) Apabila kepala masih agak tinggi (H III) sebaiknya dipasang cup yang
terbesar (diameter 7 cm)
6) Cup tidak boleh dipasang pada muka bayi.
7) Vakum ekstraksi tidak boleh dilakukan pada bayi premature.
3.4.10 Bahaya vakum ekstraksi
1) Terhadap ibu : Robekan bibir serviks atau vagina karena terjepit antara
kepala bayi dan cup.
2) Terhadap anak : Perdarahan dalam otak. Caput succedaneum artificialis
akan hilang dalam beberapa hari. Vakum ekstraktor dapat juga
dipergunakan untuk melahirkan kepala waktu Sectiocaecar.
BAB IV ANALISIS
KASUS

Kas Teo
us ri
Diagnosis: Ketuban Pecah Dini
● Pecahnya selaput ketuban secara
Pasien Ny. SS, G2P1A0, 30 tahun,
spontan sebelum adanya tanda-tanda
hamil 39 minggu 1 hari J1HIU,
persalinan/inpartu. Pecahnya selaput
preskep, puka, dengan ketuban pecah
ketuban dapat terjadi kapan saja baik
dini sejak 7 jam yang lalu dan kala II
pada kehamilan aterm maupun
lama
preterm.
● Pada pasien ini mengatakan air
ketuban mengalir sejak pukul 03.00
WIB (9/11/20), saat itu pasien belum
Pemeriksaan fisik :
merasakan adanya kencang-kencang.
Kesadaran : Compos
Kala II Lama
mentis TD : 120/80
● Kala II lama adalah ketika serviks
mmHg
mencapai dilatasi penuh, jangka
RR : 20
waktu terjadi kelahiran berlangsung
x/menit HR :
lebih dari 2 jam pada primigravida
98 x/menit
dan 1 jam pada multigravida (tidak
T : 36,5ºC
menggunakan anesthesia).
TFU : 32 cm
DJJ : 144 ● Partus lama adalah partus yang
berlangsung lebih dari 18 jam. Pada
x/menit HIS :
partus lama umumnya ibu dalam
2x10’x20’’
keadaan lelah, demikian pula keadaan
uterus dan janin.
● Pada pasien ini didapatkan tanda kala
VT : II dari jam 15.30 WIB, namun
- Pembukaan serviks : 1 cm- 10 cm
penurunan kepala masih di Hodge II
- Penurunan kepala : Hodge I- Hodge
dan tidak ada kemajuan. Pada pasien
III
ini kala II sudah melebihi batas waktu
- Konsistensi serviks : tebal lunak-
tipis lunak normal yaitu selama 1 jam pada
multigravida.
- Posisi serviks : anterior
- KK (-)
Tatalaksana Awal: ● Observasi pengawasan
1. Infus RL 500 cc 20 tpm Dilakukan 10 pengawasan kala I (TTV,

2. Oksigen nasal kanul 3 lpm DJJ, HIS, Pengeluaran pervaginam,


tanda-tanda ruptura uteri imminens,
3. Antibiotik eritromisin 4x250 mg
serta tanda kala II)
4. Observasi keadaan umum, tanda ● Edukasi cara mengejan yang benar
vital, his, DJJ, pengeluaran
Pada pasien ini, pasien belum bisa
pervaginam, dan tanda ruptur uteri
benar dalam mengejan. Penyebab kala
imminens
II lama salah satunya akibat dari ibu
5. Pemeriksaan laboratorium darah dan
yang tidak bisa mengejan.
urine
● Antibiotik
6. Motivasi pasien untuk posisi tidur
Antibiotik diberikan sebagai
miring kiri
profilaksis terhadap ketuban pecah
7. Edukasi cara mengejan yang benar
dini yang terjadi sebelum adanya
saat his timbul
inpartu.
● Oksigen

Oksigen diberikan pada pasien ini


karena pasien merasa lemas saat
mengejan.
G2P1A0, 30 tahun, hamil 39 minggu 1 Vakum ekstraksi
hari J1HIU, preskep, puka, dengan ● Vakum ekstraksi (VE) adalah metode
ketuban pecah dini sejak 12 jam yang pelahiran dengan memasang sebuah
lalu dan kala II lama mangkuk (cup) vakum di kepala janin
dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum
adalah suatu persalinan buatan, janin
Tatalaksana: dilahirkan dengan ekstraksi tenaga
- Vakum ekstraksi, namun pada negatif (vakum) di kepalanya.
pasien tidak dilakukan vakum ● Indikasi VE :
ekstraksi dikarenakan ketika - Partus tidak maju dengan anak hidup
hendak dilakukan vakum ekstraksi
- Kala II lama dengan presentasi
terdapat kemajuan persalinan
kepala belakang
● Pada pasien ini didiagnosis kala II lama
dengan presentasi kepala yang artinya
masuk dalam indikasi dilakukannya VE.
BAB V
KESIMPULAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum


adanya tanda-tanda inpartu dan dapat didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan
fisik serta pemeriksaan laboratorium. Pecahnya selaput ketuban dapat disebabkan
karena hilangnya elastisitas selaput ketuban yang dicetuskan oleh adanya infeksi,
defisiensi vitamin C, faktor umur serta paritas, dan faktor lain. Faktor yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil tindakan terhadap pasien KPD adalah umur
kehamilan serta ada tidaknya tanda-tanda infeksi pada ibu.
Berdasarkan anamnesis, pasien mengatakan ketuban mengalir sejak pukul
03.00 WIB dengan warna bening kekuningan dan tidak berbau. Keluhan tersebut
belum disertai adanya kencang-kencang yang teratur. Berdasarkan teori,
pemeriksaan fisik pada pasien KPD penting untuk menentukan ada tidaknya
tanda-tanda infeksi pada ibu, dan berdasarkan pemeriksaan laboratorium
didapatkan bahwa leukosit pasien meningkat yaitu 16,3x103/Ul, menunjukkan
adanya proses infeksi. Penatalaksaan penting dalam kasus KPD ini adalah
pemberian antibiotik.
Persalinan kala II lama didefinisikan sebagai persalinan kala II yang lebih
dari 3 jam dengan analgesia regional dan lebih dari 2 jam tanpa analgesia regional
pada nullipara sedangkan pada multipara, keadaan ini didefinisikan sebagai
persalinan kala II yang lebih 2 jam dengan analgesia regional dan lebih dari 1 jam
tanpa analgesia regional. Penyebab kala II lama adalah kelainan tenaga (kelainan
his), kelainan janin, kelainan jalan lahir, maupun faktor lain seperti penolong.
Pada pasien ini ditegakkan kala II lama karena persalinan kala II lebih dari 1
jam serta pasien tidak bisa mengejan dengan baik namun setelah diberikan
tatalaksana serta motivasi. Kala II lama dengan presentasi kepala dapat menjadi
indikasi dilakukannya vakum ekstraksi. Vakum ekstraksi merupakan tindakan
metode pelahiran dengan memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin
dan tekanan negatif. Vakum ekstraksi adalah suatu persalinan buatan, janin
dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) di kepalanya.
Pasien ini dapat di vakum ekstraksi karena memenuhi syarat-syarat
dilakukannya vakum, seperti pembukaan lengkap atau hampir lengkap, resentasi
kepala, janin aterm, TBJ > 2500 g, cukup bulan (tidak prematur), kepala sudah
masuk pintu atas panggul, anak hidup, penurunan sampai Hodge III, kontraksi
baik, dan ketuban sudah pecah.
DAFTAR PUSTAKA

Asrinah, D. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Persalinan. Yogyakarta: Graha


Ilmu Balitbang Kemenkes RI. (2012). Riset Kesehatan Dasar;
RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
(2013). Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di
Indonesia 2011. Jakarta: BAPPENAS
Badan Pusat Statistik. (2014). Kajian Indikator Sustainable Development
Goals (SDGs). Jakarta : Badan Pusat Statistik
Bergehella V. (2010). Prevention of Preterm Birth. Obstetric Evidence
Based Guidlines. Series in maternal fetak medicine. Informa
Healthcare: UK
Cunningham, F Gary, Kenneth J Leveno, Steven L Bloom, John C Hauth,
Dwight J Rouse, and Catherine Y Spong., (2006). Obstetri William.
23rd ed. Translated by B.U. Pendit. Jakarta: EGC
Cunningham, F Gary, Kenneth J Leveno, Steven L Bloom, John C Hauth,
Dwight J Rouse, and Catherine Y Spong., (2012). Obstetri William.
23rd ed. Translated by B.U. Pendit. Jakarta: EGC
Dahlan, M. S. 2017. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Epidemiology Indonesia
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2015). Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2015. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah
Kementerian Kesehatan RI. (2017). Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2016.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Jannah, N. (2015). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Jogjakarata : Ar-Ruzz Media
Manuaba, IA. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
KB untuk Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC
Manuaba, IA. (2016). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC
Medina, Tanya M and Hill Ashley. (2010). Preterm Premature Rupture of
Membranes: Diagnosis and Management am Fam Physician
Mochtar, R. (2013). Sinopsisi Obstretri. Edisi 2. Jakarta : EGC
Oxorn, H. (2014). Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan.
Yogyakarta: ANDI

Peltier MR. (2013). Immunology of Term and Preterm Labor. Reproductive


Biology and Endocrinology.
Prawirohardjo, S. (2013). Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi Pertama. Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Rohani. (2013). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba
Medika Rukiyah, Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan IV (patologi
kebidanan). Jakarta:
Trans Info Media
Saifuddin. (2010). Ilmu Kebidanan, edisi.4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Sondakh, S. (2010). Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta :


Salemba Medika

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), 2012. Jakarta


Survei Penduduk Antar Sensus. (2015). Profil Penduduk Indonesia Hasil
SUPAS 2015. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Varney, Helen. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC.
Pp:135-148.
Yanti. 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan.Yogyakarta: Pustaka
Rihama.

Anda mungkin juga menyukai