Oleh :
NIM : P27224021260
Kelas : Profesi Kebidanan Reguler C
LAPORAN KASUS
Disusun oleh :
Nama : Linda Lestari
NIM : P27224021260
Kelas : Profesi Kebidanan Reguler B
Disetujui :
Pembimbing Lapangan :
Tanggal :
Di :
Masruroh, S.Tr.Keb., Bdn
NIP. 19840804 201001 2 030
Pembimbing Institusi :
Tanggal :
Di :
Henik Istikhomah, S.S.T., M.Keb
NIP. 19780721 201212 2 002
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO) dan The American
College of Obstetricians and gynecologist yang disebut Intra Uterine Fetal
Death (IUFD) adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500
gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu
atau lebih (Saefudin, 2010). Menurut WHO dan The American College of
Obstetricians and Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin
yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau
kematian janin dalam rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian
janin merupakan hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin,
atau infeksi (Prawirohardjo, 2014).
Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2012 Angka Kematian Neonatal sebesar 19/1000 kelahiran hidup, sementara
tahun 2007 sebesar 19/1000 kelahiran hidup dengan demikian tidak ada
penurunan berarti dibandingkan hasil SDKI 2007. Target Millenium
Development Goals (MDGs) keempat yaitu penurunan angka kematian anak
pada tahun 2015 dengan Neonatal Mortality Rate sebesar 14/1000 kelahiran
hidup (Kementrian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia, 2012).
Upaya untuk mencegah terjadinya kematian janin dalam rahim yaitu
dengan pemeriksaan kehamilan sekurang-kurangnya 4 kali, yaitu 1 kali pada
trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali pada trimester III. Peningkatan
pengetahuan ibu hamil melalui upaya penyuluhan kesehatan tentang tanda
bahaya pada kehamilan seperti perdarahan jalan lahir, pembengkakan muka,
kaki dan jari kaki, sakit kepala berat, penglihatan kabur, keluar cairan banyak
dari jalan lahir, dan pergerakan janin berkurang. Konsumsi makanan dengan
nilai gizi yang baik untuk mencegah terjadinya anemia, abortus, kematian
janin dalam rahim, partus prematurus (Nugroho T, 2012)
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud mengkaji lebih lanjut
mengenai kasus asuhan kegawatdaruratan maternal dan neonatal dengan judul
asuhan kebidanan kegawatdaruratan persalinan pada Ny. A usia 37 tahun
G2P1A0 UK 21+4 minggu dengan IUFD di ruang bersalin RSUD Bung Karno
Surakarta.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis dapat mengetahui
“Bagaimana cara penatalaksanaan asuhan kebidanan kegawatdaruratan
persalinan pada Ny. A usia 37 tahun G2P1A0 UK 21+4 minggu dengan IUFD
di ruang bersalin RSUD Bung Karno Surakarta?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk menerapkan asuhan kebidanan kegawatdaruratan persalinan pada
Ny.A usia 37 tahun G2P1A0 UK 21+4 minggu dengan IUFD di ruang bersalin
RSUD Bung Karno Surakarta?
Tujuan khusus
a. Melakukan pengumpulan data subyektif dan obyektif pada asuhan
kebidanan Kegawatdaruratan Maternal .
b. Melakukan assesment atau analisa pada pada asuhan kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal .
c. Membuat perencanaan, rasionalisasi dan hasil pada asuhan kebidanan
Kegawatdaruratan Maternal .
d. Melakukan pencatatan/dokumentasi asuhan kebidanan pada asuhan
kebidanan Kegawatdaruratan Maternal .
D. Manfaat
1. Bagi Bidan
Untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik bidan
diharapkan menguasai ilmu kebidanan yang baik sehingga dapat melakukan
pelayanan yang lebih baik. dan dapat meningkatkan mutu pelayanan. serta
dapat menganalisa dengan tajam setiap kasus yang dihadapi sehingga dapat
segera mengambil keputusan terhadap kasus tersebut sesuai dengan
keadaannya.
2. Bagi Tempat Pelayanan
Dapat mengembangkan sarana dan prasarana yang dapat dipakai
dalam mempraktekan ilmu kebidanan yang di dapat oleh tenaganya maupun
tenaga lain yang berpraktek di tempat tersebut dan dapat dibantu kelancaran
dan peningkatan mutu pelayanan yang berdasarkan sesuai dengan SOP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Literatur Review
1. Kehamilan
a. Pengertian Kehamilan
Menurut Departemen Kesehatan RI, 2007, kehamilan adalah masa
dimulai saat konsepsi sampai lahirnya janin, lamanya hamil normal 280
hari (40 minggu / 9 bulan 7 hari) di hitung dari triwulan/ trimester
pertama dimulai dari konsepsi sampai 3 bulan, trimester/ trimester ke-2
dari bulan ke-4 sampai 6 bulan, triwulan/ trimester ke-3 dari bulan ke-7
sampai ke-9 (Agustin, 2012). Kehamilan merupakan masa yang cukup
berat bagi seorang ibu, karena itu ibu hamil membutuhkan dukungan dari
berbagai pihak, terutama suami agar dapat menjalani proses kehamilan
sampai melahirkan dengan aman dan nyaman (Yuliana, 2015).
Menurut Federasi Obstetri Ginekoloigi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan
ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi (Yulistiana, 2015).
Manuaba (2012) mengemukakan kehamilan adalah proses mata rantai
yang bersinambungan dan terdiri dari ovulasi, migrasi spermatozoa dan
ovum, konsepsi dan pertumbuhan zigot, nidasi (implantasi) pada
uterus,pembentukan placenta dan tumbuh kembang hasil konsepsi sampai
aterm (Sholichah, Nanik, 2017). Manuaba (2010) mengemukakan lama
kehamilan berlangsung sampai persalinan aterm (cukup bulan) yaitu
sekitar 280 sampai 300 hari (Kumalasari. 2015).
b. Proses Kehamilan
Proses kehamilan dimulai dengan terjadinya konsepsi. Konsepsi
adalah bersatunya sel telur (ovum) dan sperma. Proses kehamilan
(gestasi) berlangsung selama 40 minggu atau 280 hari di hitung dari hari
pertama menstruasi terakhir. Usia kehamilan sendiri adalah 38 minggu,
karena dihitung mulai dari tanggal konsepsi (tanggal bersatunya sel
sperma dengan telur) yang terjadi dua minggu setelahnya (Sulistyawati,
2010).
Fertilisasi pada manusia ini diawali dengan terjadinya persetubuhan
(koitus). Fertilisasi merupakan peleburan anatara inti spermatozoa dengan
inti sel telur. Proses fertilisasi ini dapat terjadi di bagian ampula tuba
falopi atau uterus yang berhasil menemukan ovum akan merusak korona
radiata dan zona pelusida yang mengelilingi membran sel ovum, lalu
spermatozoa akan melepaskan enzim. Enzim dari banyak spermatozoa
akan merusak korona radiata dan zona pelusida sehingga spermatozoa
berhasil menembus membran sel ovum, konfigurasi membran ovum
langsung berubah sehingga spermatozoa lain tidak. Spermatozoa menuju
masa apa saja uang berbentuk telur yang ditemuinya, dan hanya sedikit
yang mencapai ovum sebenarnya. Spermatozoa dapat msuk. Hanya
kepala spermatozoon yang masuk ke dalam ovum, bagian ekor akan
ditinggalkan. DNA dalam nukleus spermatozoon akan dilepaskan dari
kepala, memicu pembelahan miosis akhir pada kromosom wanita.
Bersatunya inti spermatozoon dan inti sel telur akan tumbuh menjadi
zigot. Zigot mengalami pertumbuhan dan perkembangan melalui 3 tahap
selama kurang lebih 280 hari.
Tahap-tahap ini meliputi periode implamantasi (7 hari pertama),
periode embrionik (7minggu berikutnya), dan periode fetus (7 bulan
berikutnya). Selama 2-4 hari pertama setelah fertilisasi, zigot berkembang
dari satu sel menjadi kelompok 16 sel (morula). Morula kemudian
tumbuh dan berdiferesiasi menjadi 100 sel. Selama periode ini zigot
berjalan di sepanjang tuba falopi,setelah itu masuk ke uterus dan tertanam
dalam endometrium uterus
c. Diagnosis Tanda Gejala Kehamilan
Banyak manifestasi dari adaptasi fisiologis ibu terhadap kehamilan
yang mudah dikenali dan dapat menjadi petunjuk bagi diagnosis dan
evaluasi kemajuan kehamilan. Tetapi sayangnya proses farmakologis atau
patofisiologis kadang memicu perubahan endokrin atau anatomis yang
menyerupai kehamilan sehingga dapat membingungkan. Perubahan
endokrinologis, fisiologis, dan anatomis yang menyertai kehamilan
menimbulkan gejala dan tanda yang memberikan bukti adanya kehamilan.
Untuk menegakkan kehamilan ditetapkan dengan melakukan penilaian
terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan (Marjati, 2011).
2. IUFD (Intra Uterine Fetal Death)
a. Pengertian IUFD
Menurut World Health Organization (WHO) dan The American
College of Obstetricians and gynecologist yang disebut Intra Uterine
Fetal Death (IUFD) adalah janin yang mati dalam rahim dengan berat
badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam rahim pada
kehamilan 20 minggu atau lebih (Saefudin, 2010).
Menurut WHO dan The American College of Obstetricians and
Gynecologists yang disebut kematian janin adalah janin yang mati dalam
rahim dengan berat badan 500 gram atau lebih atau kematian janin dalam
rahim pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Kematian janin merupakan
hasil akhir dari gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi
(Prawirohardjo, S, 2014).
b. Etiologi IUFD
Menurut Norwitz (2008), penyebab kematian janin dalam rahim yaitu :
1) 50 % kematian janin bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya).
2) Kondisi medis ibu (hipertensi, pre-eklamsi, diabetes mellitus)
berhubungan dengan peningkatan insidensi kematian janin. Deteksi
dini dan tatalaksana yang sesuai akan mengurangi risiko IUFD.
3) Komplikasi plasenta (plasenta previa, abruption plasenta) dapat
menyebabkan kematian janin. Peristiwa yang tidak diinginkan akibat
tali pusat sulit diramalkan, tetapi sebagian besar sering ditemukan
pada kehamilan kembar monokorionik/monoamniotik sebelum usia
gestasi 32 minggu.
4) Penentuan kariotipe janin harus dipertimbangkan dalam semua kasus
kematian janin untuk mengidentifikasi abnormalitas kromosom,
khususnya dalam kasus ditemukannya abnormalitas struktural janin.
Keberhasilan analisis sitogenetik menurun pada saat periode laten
meningkat. Kadang-kadang, amniosentesis dilakukan untuk
mengambil amniosit hidup untuk keperluan analisis sitogenetik.
5) Perdarahan janin-ibu (aliran sel darah merah transplasental dari janin
menuju ibu) dapat menyebabkan kematian janin. Kondisi ini terjadi
pada semua kehamilan, tetapi biasanya dengan jumlah minimal (<0,1
mL). Pada kondisi yang jarang, perdarahan janin-ibu mungkin bersifat
masif. Uji Kleuhauer-Betke (elusi asam) memungkinkan perhitungan
estimasi volume darah janin dalam sirkulasi ibu.
6) Sindrom antibodi antifosfolipid. Diagnosis ini memerlukan
pengaturan klinis yang benar (>3 kehilangan pada trimester pertama
>1) kehilangan kehamilan trimester kedua dengan penyebab yang
tidak dapat dijelaskan, peristiwa tromboembolik vena yang tidak dapat
dijelaskan.
7) Infeksi intra-amnion yang mengakibatkan kematian janin biasanya
jelas terlihat pada pemeriksaan klinis. Kultur pemeriksaan histology
terhadap janin, plasenta/selaput janin, dan tali pusat akan membantu.
c. Predisposisi IUFD
Menurut Winkjosastro (2009), Pada 25-60% kasus penyebab kematian
janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal,
fetal, atau kelainan patologik plasenta.
1) Factor maternal antara lain adalah post term(>42 minggu), diabetes
mellitus tidak terkontrol, sistemik lupus eritematosus, infeksi
hipertensi, pre-eklamsia, eklamsia, hemoglobinopati, umur ibu tua,
penyakit rhesus, rupture uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut
ibu, kematian ibu.
2) Factor fetal antara lain: hamil kembar, hamil tumbuh terlambat,
kelainan congenital, kelainan genetic, infeksi.
3) Factor plasenta antara lain: kelainan tali pusat, lepasnya plasenta
(plasenta previa), KPD, vasa previa.
4) Sedangkan factor resiko terjadinya kematian janin intra uterine
meningkat pada usia >40 tahun, pada ibu infertil, kemokonsentrasi
pada ibu, riwayat bayi dengan berat badan lahir rendah, infeksi ibu
(ureplasma urelitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
d. Manifestasi Klinis IUFD
Menurut Achadiat (2004), criteria diagnostic kematian janin dalam
rahim meliputi :
1) Rahim yang hamil tersebut tidak bertambah besar lagi, bahkan
semakin mengecil.
2) Tidak lagi dirasakan gerakan janin.
3) Tidak ditemukan bunyi jantung janin pada pemeriksaan.
4) Bentuk uterus menjadi tidak tegas sebagaimana suatu kehamilan
normal.
5) Bila kematian itu telah berlangsung lama, dapat dirasakan krepitasi,
yakni akibat penimbunan gas dalam tubuh.
e. Menetapkan Kematian Janin dalam Rahim
Menurut Nugroho (2012), menetapkan janin dalam rahim meliputi :
1) Pemeriksaan terhadap detak jantung (dengan menggunakan stetoskop
linex, alat dopler).
2) Pemeriksaan terhadap tidak adanya gerak jantung, tulang kepala janin
berhimpit, tulang belakang makin melengkung (dengan menggunakan
USG).
3) Pemeriksaan terhadap tulang kepala berhimpit, tulang belakang
melengkung, dalam usus janin dijumpai pembentukkan gas (dengan
foto rontgen).
f. Batasan Kematian Janin
1) Menurut WHO dalam Nugroho (2012) : kematian yang terjadi pada
janin dengan berat badan lahir lebih dari 1000 gram.
2) Menurut Prawiroharjo dalam Nugroho (2012) : kematian janin dibagi
dalam 4 golongan :
a) Kelompok I : kematian janin sebelum kehamilan 20 minggu.
b) Kelompok II : kematian janin pada umur kehamilan 20-28 minggu.
c) Kelompok III: kematian janin pada umur kehamilan lebih dari 28
minggu.
d) Kelompok IV : kematian janin yang tidak termasuk tiga golongan
di atas
3) Menurut U.S National Center dalam Nugroho (2012): Kematian janin
pada umur kehamilan lebih dari 20 minggu.
4) Menurut FIGO dalam Nugroho (2012): Kelahiran bayi termasuk
dengan BBL >500 gram atau lebih sesuai umur kehamilan >22
minggu.
g. Diagnosis IUFD
Menurut Norwitz (2008), diagnosis kematian janin dalam rahim meliputi :
1) Gejala jika kematian janin terjadi di awal kehamilan, mungkin tidak
akan ditemukan gejala kecuali berhentinya gejala-gejala kehamilan
yang biasa dialami (mual, sering berkemih, kepekaan pada payudara).
Di usia kehamilan selanjutnya, kematian janin harus dicurigai jika
janin tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.
2) Tanda-tanda ketidakmampuan mengidentifikasi denyut jantung janin
pada kunjungan ANC (antenatal care) setelah usia gestasi 12 minggu
atau tidak adanya pertumbuhan uterus dapat menjadi dasar diagnosis.
3) Pada pemeriksaan laboratorium terjadi penurunan kadar gonadotropin
korionik manusia (Human Chorionic Gonadotropin atau HCH)
mungkin dapat membantu diagnosis dini selama kehamilan.
4) Pada pemeriksaan radiologis. Secara historis, foto rontgen abdominal
digunakan untuk mengkonfirmasi IUFD. Tiga temuan sinar X yang
dapat menunjukkan adanya kematian janin meliputi penumpukan
tulang tengkorak janin (tanda spalding), tulang punggung janin
melengkung secara berlebihan dan adanya gas didalam janin.
Meskipun demikian, foto rontgen sudah tidak digunakan lagi. USG
saat ini merupakan baku emas untuk mengkonfirmasi IUFD dengan
mendokumentasikan tidak adanya aktifitas jantung janin setelah usia
gestasi 6 minggu. Temuan sonografi lain mencakup edema kulit
kepala dan maserasi janin.
h. Patofisiologi IUFD
Menurut Sastrowinata (2005), kematian janin dalam pada kehamilan
yang telah lanjut, maka akan mengalami perubahan-perubahan sebagai
berikut :
1) Rigor mortis (tegang mati) berlangsung 2,5 jam setelah mati kemudian
lemas kembali.
2) Stadium maserasi I : timbulnya lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini
mula-mula terisi cairan jernih, tetapi kemudian menjadi merah coklat.
3) Stadium maserasi II : timbul lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air
ketuban menjadi merah coklat. Terjadi 48 jam setelah anak mati.
4) Stadium maserasi III : terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati.
Badan janin sangat lemas dan hubungan antara tulang-tulang sangat
longgar edema di bawah kulit.
i. Komplikasi IUFD
Menurut Norwitz (2008), sekitar 20-25% dari ibu yang
mempertahankan janin yang telah mati selama lebih dari 3 minggu maka
akan mengalami koagulopati intravaskuler diseminata (Disseminated
Intravascular Coagulopathy atau DIC) akibat adanya konsumsi faktor-
faktor pembekuan darah secara berlebihan.
j. Pengelolaan IUFD
Menurut Nugroho (2012), Janin yang mati dalam rahim sebaiknya segera
dikeluarkan secara:
1) Lahir spontan: 75% akan lahir spontan dalam 2 minggu.
2) Persalinan anjuran :
a) Dilatasi serviks dengan batang laminaria
Setelah dipasang 12-24 jam kemudian dilepas dan dilanjutkan
dengan infus oksitosin sampai terjadi pengeluaran janin dan
plasenta.
b) Dilatasi serviks dengan kateter folley.
Untuk umur kehamilan > 24 minggu. Kateter folley no 18,
dimasukan dalam kanalis sevikalis diluar kantong amnion. Diisi 50
ml aquades steril. Ujung kateter diikat dengan tali, kemudian lewat
katrol, ujung tali diberi beban sebesar 500 gram. Dilanjutkan infus
oksitosin 10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml, mulai 8 tetes/menit
dinaikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his adekuat.
Kateter foley merupakan alternatif yang efektif disamping
pemberian prostaglandin untuk mematangkan serviks dan induksi
persalinan. Akan tetapi tindakan ini tidak boleh digunakan pada ibu
yang mengalami servisitis, vaginitis, pecah ketuban, dan terdapat
riwayat perdarahan. Kateter foley diletakkan atau dipasang melalui
kanalis servikalis (os seviks interna) di dalam segmen bawah uterus
(dapat diisi sampai 100 ml). tekanan kearah bawah yang diciptakan
dengan menempelkan kateter pada paha dapat menyebabkan
pematangan serviks. Modifikasi cara ini, yang disebut dengan
extra-amnionic saline infusion (EASI), cara ini terdiri dari infuse
salin kontinu melalui kateter ke dalam ruang antara os serviks
interna dan membran plasenta. Teknik ini telah dilaporkan
memberikan perbaikan yang signifikan pada skor bishop dan
mengurangi waktu induksi ke persalinan. (Cunningham, 2013).
Penempatan kateter, dengan atau tanpa infuse salin yang kontinu,
menghasilkan perbaikan favorability serviks dan sering kali
menstimulasi kontraksi. Sherman dkk. (1996), merangkum hasil
dari 13 percobaan dengan metode ini menghasilkan peningkatan
yang cepat pada skor bishop dan persalinan yang lebih singkat.
Chung dkk. (2003) secara acak mengikutsertakan 135 wanita untuk
menjalani teknik induksi persalinan dengan kateter foley ekstra
amnion dengan inflasi balon sampai 30 ml juga menghasilkan
waktu rata-rata induksi ke pelahiran memendek secara nyata. Dan
Levy dkk. (2004) melaporkan bahwa penggunaan balon kateter
foley transservikal 80 ml lebih efektif untuk pematangan serviks
dan induksi dari pada yang 30 ml. (Cunningham, 2013).
c) Infus oksitosin
Keberhasilan sangat tergantung dengan kematangan serviks,
dinilai dengan Bishop Score, bila nilai = 5 akan lebih berhasil.
Dipakai oksitosin 5-10 u dalam dekstrose 5 % 500 ml mulai 8
tetes / menit dinaikan 4 tetes tiap 15 sampaihis adekuat. Pemberian
oksitosin intravena Tujuan induksi atau augmentasi adalah untuk
menghasilkan aktifitas uterus yang cukup untuk menghasilkan
perubahan serviks dan penurunan janin. Sejumlah regimen
oksitosin untuk stimulasi persalinan direkomendasikan oleh
AmericanCollege of Obstetricians and Gynecologists (1999a).
Oksitosin diberikan dengan menggunakan protokol dosis rendah (1
– 4 mU/menit) atau dosis tinggi (6 – 40 mU/menit), awalnya hanya
variasi protokol dosis rendah yang digunakan di Amerika Serikat,
kemudian dilakukan percobaan dengan membandingkan dosis
tinggi, dan hasilnya kedua regimen tersebut tetap digunakan untuk
induksi dan augmentasi persalinan karena tidak ada regimen yang
lebih baik dari pada terapi yang lain untuk memperpendek waktu
persalinan. (Cunningham, 2013)
d) Induksi prostaglandin
(1) Prostaglandin E2 (PGE2)
PGE2 tersedia dalam bentuk gel atau pesarium yang
dapat dimasukkan intravaginal atau intraserviks. Gel atau
pesarium ini yang digunakan secara lokal akan menyebabkan
pelonggaran kolagen serviks dan peningkatan kandungan air di
dalam jaringan serviks. PGE2 memperlunak jaringan ikat
serviks dan merelaksasikan serabut otot serviks, sehingga
mematangkan serviks. PGE2 ini pada umumnya digunakan
untuk mematangkan serviks pada wanita dengan nilai bishop
<5 dan digunakan untuk induksi persalinan pada wanita yang
nilai bishopnya antara 5 - 7. (Sinclair, 2010, Llewellyn, 2002).
Bentuk gelnya (prepidil) tersedia dalam suntikan 2,5
ml untuk pemberian intraserviks berisi 0,5 mg dinoprostone.
Ibu dalam posisi terlentang, ujung suntikan yang belum diisi
diletakkan di dalam serviks, dan gel dimasukkan tepat di
bawah os serviks interna. Setelah pemberian, ibu tetap
berbaring selama setidaknya 30 menit. Dosis dapat diulang
setiap 6 jam, dengan maksimum tiga dosis yang
direkomendasikan dalam 24 jam. Cervidil (dinoprostone 10
mg) juga diakui untuk pematangan serviks. Bentuknya yang
persegi panjang (berupa wafer polimerik) yang tipis dan datar,
yang dibungkus dalam kantung jala kecil berwarna putih yang
terbuat dari polyester. Kantungnya memiliki ekor panjang agar
mudah untuk mengambilnya dari vagina.pemasukannya
memungkinkan dilepaskannya obat 0,3 mg/jam (lebih lambat
dari pada bentuk gel). (Cunningham, 2013).
Cervidil digunakan dalam dosis tunggal yang diletakkan
melintang pada forniks posterior vagina. Pelumas harus
digunakan sedikit, atau tidak sama sekali, saat pemasukan.
Pelumas yang berlebihan dapat menutupi dan mencegah
pelepasan dinoprostone. Setelah pemasukan, ibu harus tetap
berbaring setidaknya 2 jam. Obat ini kemudian dikeluarkan
setelah 12 jam atau ketika persalinan aktif mulai terjadi.
Cervidil ini dapat dikeluarkan jika terjadi hiperstimulasi.
AmericanCollege of Obstetricians and Gynecologists (1999)
merekomendasikan agar pemantauan janin secara elektronik
digunakan selama cervidil digunakan dan sekurang-kurangnya
selama 15 menit setelah dikeluarkan. (Sinclair, 2010,
Cunningham, 2013).
Efek samping setelah pemberian prostaglandin E2
pervaginam adalah peningkatan aktivitas uterus, menurut
American College of Obstetricians and Gynecologists (1999)
mendeskripsikannya sebagai berikut:
(a)Takisistol uterus diartikan sebagai ≥6 kontraksi dalam periode
10 menit.
(b) Hipertoni uterus dideskripsikan sebagai kontraksi tunggal
yang berlangsung lebih lama dari 2 menit.
(c) Hiperstimulasi uterus jika salah satu kondisi menyebabkan
pola denyut jantung janin yang meresahkan. Karena
hiperstimulasi yang dapat menyebabkan masalah bagi janin
bisa berkembang jika prostaglandin diberikan sebelum
adanya persalinan spontan, maka penggunaannya tidak
direkomendasikan. Kontra indikasi untuk agen prostaglandin
secara umum meliputi asma, glaucoma, peningkatan tekanan
intra-okular. (Sinclair, 2010, Cunningham, 2013)
(2) Prostaglandin E1 (PGE1) Misoprostol atau cytotec
Prostaglandin E1 (PGE1) Misoprostol atau cytotec
adalah PGE1 sintetik, diakui sebagai tablet 100 atau 200 μg.
Obat ini telah digunakan secara off label (luas) untuk
pematangan serviks prainduksi dan dapat diberikan per oral
atau per vagina. Tablet ini lebih murah daripada PGE2 dan
stabil pada suhu ruangan. Sekarang ini, prostaglandin E1
merupakan prostaglandin pilihan untuk induksi persalinan atau
aborsi pada Parkland Hospital dan Birmingham Hospital di
University of Alabama. (Sinclair, 2010, Cunningham, 2013).
Misoprostol oral maupun vagina dapat digunakan
untuk pematangan serviks atau induksi persalinan. Dosis yang
digunakan 25 – 50 μg dan ditempatkan di dalam forniks
posterior vagina. 100 μg misoprostol per oral atau 25 μg
misoprostol per vagina memiliki manfaat yang serupa dengan
oksitosin intravena untuk induksi persalinan pada perempuan
saat atau mendekati cukup bulan, baik dengan rupture
membrane kurang bulan maupun serviks yang baik.
Misoprostol dapat dikaitkan dengan peningkatan angka
hiperstimulasi, dan dihubungkan dengan rupture uterus pada
wanita yang memiliki riwayat menjalani seksio sesaria. Selain
itu induksi dengan PGE1, mungkin terbukti tidak efektif dan
memerlukan augmentasi lebih lanjut dengan oksitosin, dengan
catatan jangan berikan oksitosin dalam 8 jam sesudah
pemberian misoprostol. Karena itu, terdapat pertimbangan
mengenai risiko, biaya, dan kemudahan pemberian kedua obat,
namun keduanya cocok untuk induksi persalinan. Pada
augmentasi persalinan, hasil dari penelitian awal menunjukkan
bahwa misoprostol oral 75 μg yang diberikan dengan interval
4 jam untuk maksimum dua dosis, aman dan efektif.
(Saifuddin, 2002, Cunningham, 2013).
k. Pencegahan IUFD
Menurut Winkjosastro (2009), Upaya mencegah kematian janin,
khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa
gerakan janin menurun, tidak bergerak atau gerakan janin terlalu keras,
perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio
plasenta. Pada gemeli dengan TT (twin to twin transfusion) pencegahan
dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.
Penatalaksanaan IUFD Sumber : Yulianti (2006) & Nugroho (2012)
Sumber : Yulianti (2006) & Nugroho (2012)
A. PELAKSANAAN ASUHAN
Hari/Tanggal : Rabu, 25 Maret 2022
Pukul : 14.30 WIB
B. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. A Nama : Tn. M
Umur : 37 tahun Umur : 40 tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa, Indonesia Suku/Bangsa : Jawa, Indonesia
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Swasta Pekerjaan : Swasta
Alamat : Ngrodon RT 15 RW Alamat : Ngrodon RT 15 RW
8, Jelobo, Wonosari, 8, Jelobo, Wonosari,
Klaten Klaten
1. Data Subjektif
a. Alasan Datang : Ibu mengatakan datang dirujuk dari Bidan karena
tidak ada gerakan janin dan detak jantungnya tidak ditemukan saat
diperiksa
b. Keluhan Utama : Ibu mengatakan kenceng-knceng senakin sering dan
ingin meneran
c. Data Kesehatan
1) Penyakit yang sedang diderita
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit jantung, asma, tekanan
darah tinggi, penyakit kuning, diabetes militus.
Ibu mengatakan baik dari ayah maupun ibu kandung tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit tekanan darah tinggi dan Diabetes
Melitus.
2) Riwayat Keturunan kembar
Ibu mengatakan dalam keluarga ibu maupun suami tidak ada yang
memiliki keturunan kembar.
3) Riwayat penyakit ginekologi
Ibu mengatakan tidak pernah menderita perdarahan di luar haid dan
tumor pada rahim.
d. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
1) Riwayat menstruasi
Menarche : ± 12 tahun
Nyeri Haid : merasakan kadang nyeri haid pada hari pertama
sampai hari kedua menstruasi. Ibu merasakan nyeri pada bagian perut
tetapi ibu masih bisa melakukan aktivitasnya sehari-hari. Ibu
mengatakan mulai hari ke-3 dan seterusnya ia sudah tidak merasakan
nyeri lagi pada bagian perutnya.
Siklus : normal (± 28 hari)
Lama : ± 6 hari
Warna darah : Merah kecokelatan
Banyaknya : 3 – 4 kali ganti pembalut/hari
Leukhorea : Tidak ada
2) Riwayat kehamilan sekarang
a) G2P0A0
b) Usia Kehamilan : 21+4 minggu
c) HPHT : 25 Desember 2021
d) HPL : 01 Oktober 2022
e) Gerak Janin
(1)Pertama kali : umur 16 minggu
(2) Frekuensi dalam 12 Jam : ± 10 kali
f) Kunjungan ANC : 5x
Trimester ANC Tempat Suplemen & Fe Masalah
(Jenis & Jumlah)
I 2 kali Bidan, Fe, Kalk, Vit C
Mual muntah
Puskesmas
II 2 kali dan Fe, Kalk, Vit C, Tidak ada
Dokter Asam folat keluhan
Sp.OG
4) Riwayat KB
Ibu mengatakan tidak pernah menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
5) Data Kebutuhan Dasar
Sebelum hamil Selama Hamil
A. Nutrisi
1) Makan
Frekuensi makan 3x/hari 3x/hari
pokok
Komposisi
Nasi 3 x 1 piring (sedang) 3 x 1 piring (sedang)
Lauk 3 x 1 potong (sedang ), 3 x 1 potong (sedang),
jenisnya protein hewani: jenisnya protein
tempe, tahu, ayam hewani:telur, tempe,
tahu, ayam, ikan
Sayuran 2 x 1 mangkuk 3 x 1 mangkuk sayur :
sayur :berbagai jenis berbagai jenis sayuran
sayuran seperti sop dan seperti sop dan sayur
sayur bayam bayam
Buah 1 x sehari; 1x sehari ;
jenis jeruk/ pisang/pepaya jenis manga, papaya,
pisang, jeruk
Camilan Jarang 4 x sehari; jenis kue,
keripik
Pantangan: Tidak ada Tidak ada
Keluhan: Tidak ada Tidak ada
Perubahan selama Ibu mulai cenderung
Hamil sering lapar
2) Minum
Jumlah total 6-7 gelas perhari; jenis teh 8-9 gelas perhari;
dan air putih jenis air putih dan teh
Susu Tidak mengkonsumsi susu mengkonsumsi susu
1 kali sehari
Jamu Tidak pernah Tidak pernah
Keluhan: Tidak ada Tidak ada
DJJ : (-)
C. Analisa Data
Ny. A usia 37 tahun G2P1A0 hamil 21+4 minggu IUFD dengan inpartu kala II
D. Penatalaksanaan
Hari/Tanggal : Rabu, 25 Mei 2022 Pukul : 14.35 WIB
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga pasien tentang
kondisi ibu dan janin bahwa janin sudah meninggal dalam kandungan.
Rasionalisasi : Memberi tahu hasil pemeriksaan merupakan salah satu hak
pasien (Depkes RI, 2012).
Evaluasi : Ibu dan keluarga telah mengetahui tentang kondisi ibu dan janin.
2. Menyiapkan alat dan obat-obatan essensial untuk menolong persalinan
Rasionalisasi : Menolong persalinan membutuhkan alat untuk membantu
dalam melahirkan bayi, dan obat-obatan essensial seperti oksitosin 10 IU.
Evaluasi : Alat dan obat-obatan essensial untuk menolong persalinan sudah
siap.
3. Melakukan penjepitan dan pemotongan tali pusat.
Rasionalisasi : Penelitian menemukan bahwa sebanyak 80-100 mL volume
darah dapat ditransfer dari plasenta ke bayi baru lahir dalam waktu 1-3 meni
t pertama kehidupan. Penambahan Volume darah pada bayi cukup bulan dap
at meningkatkan haemoglobin/hematokrit hingga usia 4-12 bulan.
Hasil : Melakukan pengikatan tali pusat.
4. Melakukan penegangan tali pusat (PTT).
Rasionalisasi : untuk mencegah terjadinya avulsi (terputus atau terlepas)
tali pusat dari implantasinya.
Hasil : Jam 14.40 WIB plasenta lahir spontan, lengkap.
5. Melakukan masase uterus 15 detik.
Rasionalisasi : merangsang adanya kontraksi uterus untuk mencegah
perdarahan.
Hasil : Kontraksi uterus keras.
TFU : 2 jari dibawah pusat.
6. Melakukan pendokumentasian di buku rekam medis
Rasionalisasi : Rekam medis merupakan dokumentasi tindakan dan terapi
yang diberikan selama asuhan, sebagai back up apabila dipertanyai
dihadapan hukum, sebagai acuan dalam pemberian asuhan segera.
Evaluasi : hasil sudah di dokumentasikan.
BAB IV
PEMBAHASAN
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Telah dilakukan asuhan kebidanan kehamilan patologis pada Ny. A 37
tahun di RSUD Bung Karno Surakarta dengan pendokumentasian SOAP.
Pendokumentasian didasarkan pada standar asuhan kebidanan menurut
KEPMENKES nomor 938/Menkes/SK/VII/2007 dan Evidance Based Practice.
Kesimpulan dari hasil asuhan kebidanan adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif pada Ny. A
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data objektif pada Ny. A
3. Mahasiswa mampu membuat analisa data pada ibu hamil dengan Gadar
pada pada Ny. A
4. Mahasiswa mampu melaksanakan dan mengevaluasi asuhan kebidanan pada
ibu hamil dengan Gadar pada pada Ny. A dan disesuaikan dengan Evidance
Based Practice.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat menambah wawasan keilmuan dan
pengalaman serta keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan pada
ibu hamil dengan IUFD.
2. Bagi Lahan Praktek
Diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi lahan praktek dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dan pelaksanan Asuhan
kebidanan kehamilan patologis sesuai standar pelayanan.
3. Bagi Klien
Diharapkan klien dapat mengetahui dan mengerti hal yang dapat dilakukan
selama masa hamil sampai masa nifas berkenaan dengan preeklampsi berat
yang ia alaminya dan dapat selalu waspada terhadap keadannya sendiri serta
bersedia pergi ke tenaga kesehatan.
Apakah cara melakukan Ya, pasien yang menjadi subjek penelitian dipilih
randomisasi dirahasiakan? secara acak dari 85 ibu hamil yang telah
terkonfirmasi hamil dengan IUFD yang dilakukan
induksi persalinan di RS Shariati, Bandar Abbas,
Iran
This randomized, open-label trial was conducted
on 85 pregnant women with confirmed IUFD
who were admitted for labor induction at Shariati
Hospital, Bandar Abbas, Iran, from January
2013 through January 2014. The inclusion
criteria were: pregnant women with documented
IUFD, a gestational age of 15–24 weeks, and a
Bishop score < 4. Exclusion criteria were:
multiple pregnancies, any contraindication for
induction of labor (including maternal cardiac
disease, clinical
chorioamnionitis, placenta previa, vasa previa,
cord prolapse, invasive carcinoma of the cervix
and previous myomectomy), having a history of
two ormore cesarean
sections, and a Bishop score ≥ 4.
Apakah follow-up kepada Ya, pasien di follow up dengan jelas. Dijelaskan
pasien cukup panjang dan pada metode bagian studi populasi dan desain
lengkap? paragraf 1 dan 2 serta dijabarkan pada tabel figure
1
This randomized, open-label trial was
conducted on 85 pregnant women with confirmed
IUFD who were admitted for labor induction at
Shariati Hospital, Bandar Abbas, Iran, from
January 2013 through January 2014. The
inclusion criteria were: pregnant women with
documented IUFD, a gestational age of 15–24
weeks, and a Bishop score < 4. Exclusion criteria
were: multiple pregnancies, any contraindication
for induction of labor (including maternal cardiac
disease, clinical chorioamnionitis, placenta
previa, vasa previa, cord prolapse, invasive
carcinoma of the cervix and previous
myomectomy), having a history of two ormore
cesarean sections, and a Bishop score ≥ 4.
After explaining the whole procedure,
informed written consent was obtained from the
participants. The women were then randomly
allocated to one of two groups: the vaginal
misoprostol group or the i.v. oxytocin group (Fig.
1).
Apakah pasien dianalisis di Ya, dianalisis dan dijabarkan pada hasil halaman 3
dalam grup di mana mereka
dirandomisasi?
Apakah pasien, klinisi, dan Tidak
peneliti blind terhadap terapi?
Apakah grup pasien Ya, setiap grup mendapat intervensi yang sama
diperlakukan sama, selain yakni pada kelompok eksperimen diberikan
dari terapi yang diberikan? misoprostol tablet 200mcg secara vaginal dan
kelompok kontrol diberikan injeksi oksitosin 6
mU/min dalam dalam cairan 5% dextrose 500 ml
In the randomly assigned vaginal
misoprostol group, the dose and route of
misoprostol administration were chosen based on
the WHO recommendations in the Reproductive
Health Library commentary.9 The starting dose
was 200-mcg misoprostol vaginal tablets. The
tablet was wet with a drop of water for injection
and inserted into the posterior fornix of the
vagina using a speculum and a spatula. After 12
h, if the conception products were not expelled
and the effective uterine contractions (>3
contractions/10 min) were not established,
another dose of 200-mcgmisoprostol vaginal
tablets was inserted, reaching amaximal total
dose of 400mcg. If laborwas not established
within 24 h of induction, this was regarded as
failed induction. In case of induction failure in
this group, high-dose i.v. oxytocin was used as the
second-line treatment and if no responsewas
obtained after 6 h, the patient was considered a
candidate for hysterotomy.
In the randomly assigned i.v. oxytocin
treatment group, based on the ACOG
recommendations high-dose i.v. oxytocin was
used.5 The oxytocin infusion
was given in 500 cm3 of 5% dextrose with
the starting oxytocin dose of 6 mU/min. If no
effective uterine contractions were noted, the dose
was increased at a rate of 6 mU/min at 45-min
intervals to reach a maximal dose of 40 mU/min.
If labor was not established within 24 h of
induction, this was regarded as failed induction.
In case of induction failure in this group, 200mcg
misoprostol was inserted vaginally as the second-
line treatment and if no response was obtained
after 6 h, the patient was considered a candidate
for hysterotomy.
Apakah karakteristik grup Ya, karakteristik pasien sama. Hal ini tertulis
pasien sama pada awal dalam metode paragraph ke 1 bari ke-4.
penelitian, selain dari terapi The inclusion criteria were: pregnant women
yang diberikan? with documented IUFD, a gestational age of 15–
24 weeks, and a Bishop score < 4. Exclusion
criteria were: multiple pregnancies, any
contraindication for induction of labor
(including maternal cardiac disease, clinical
chorioamnionitis, placenta previa, vasa previa,
cord prolapse, invasive carcinoma of the cervix
and previous myomectomy), having a history of
two ormore cesarean sections, and a Bishop
score ≥ 4.
Seberapa penting hasil penelitian ini? Hasil dari penelitian adalah pemberian
terapi misoprostol secara pervaginam
efektif untuk mempercepat induksi
persalinan
Misoprotol 38 2 40
Oksitosin 39 6 45
77 8 85
Apa kemungkinan benefit dan harm dari In the current study, although both
terapi tersebut? induction agents were highly
effective, vaginal misoprostol was
superior to high-dose i.v. oxytocin
in the labor induction of second-
trimester IUFD with an unripe
cervix. Induction with vaginal
misoprostol was associated with a
shorter induction-to-delivery
interval, a shorter duration of
hospital stay and a lower
complication rate.
Metode I :f Resiko trehadap pasien kita, relatif
Ini dihitung tapi aku gak tahu caranya sipa terhadap pasien pada penelitian
yang tahu Diekspresikan dalam bentuk
desimal
0,5
NNT/f=9.09/0.5= 18.18
(NNT bagi pasien)
Metode II : (PEERxRRR) PEER (patient’s expected even
rate)
Adalah event rate dari pasien kita
bila mereka menerima kontrol pada
penelitian tersebut= 0,5
1/(PEERxRRR) = 1/ (0.5 x 0.12)
= 1/0.38
= 2.63
(NNT bagi pasien)
Apakah value dan preferensi pasien dipenuhi dengan terapi ini?
Apakah kita dan pasien kita mempunyai Ya, berdasarkan hasil yang
penilaian yang jelas dan tepat akan value diperoleh dari penelitian, kita dan
dan preferensi pasien kita? pasien memiliki penilaian yang
tepat.
Apakah value dan preferensi pasien kita Iya, pasien telah memenuhi value
dipenuhi dengan terapi yang akan kita dari penelitian dengan pemberian
berikan? terapi misoprostol tablet secara
vagina dapat mempercepat
pembukaan serviks.