Kain Tapis
Kain tapis merupakan kain khas lampung yang ditenun dari benang sutera, kapas atau serat nenas
dan dikerjakan secara manual. Kain yang dihasilkan itu disulam dengan benang emas atau
benang perak sulam polos dengan berbagai motif. Motif dan benang yang digunakan akan
menunjukkan nama dari tapis tersebut.
Kain tapis merupakan kain khas lampung yang di tenun dari benang sutera, kapas atau serat
nanas dan di kerjakan secara manual. Kain yang dihasilkan itu disulam dengan benang berwarna
emas atau perak sulam polos dengan berbagai motif. Motif dan benang yang digunakan akana
menunjukan nama dari tapis tersebut.
Sulam Usus.
Selain memiliki kain tenun tapis lampung juga memiliki kerajinan sulaman usus. Potensi pasar
yang dimiliki sulaman usus sangatlah besar, namun agak sedikittertinggal karena sulaman yang
dibuat dari sutra kecil-kecil tersebut memerlukan waktu cukup lama dalam pengerjaanya.
Sulaman usus biasanya, dikerjakan ibu-ibu dan remaja putri di lampun. Kerajinan tersebut
awalnya diperkenalkan masyarakat asli Lampung dan biasanya digunakan untuk pakaian wanita,
kemeja pria, hiasan dinding hingga tempat tisu.
Dalam perkembangan, sulaman model begitu banyak digunakan para desainer sebagai assesoris
rancangan. Bahkan, pasarnya sudah termasuk kelas ekonomi kelas atas. Kelebihanya, selain
bentuk dan motifnya klasik, sulaman usus lampung juga sangant halus. Tak heran bila sulaman
itu banyak dicari pedagan, baik untuk pasar dalam negri maupun mancanegara.
Namun saat ini kerajinan tangan khususnya sulaman tersebut semakin sedikit yang menggeluti,
sebab pengerjaanya cukup rumit, membutuhkan kesabaran yang tinggi untuk mengerjakanya.
Sebagai contoh, untuk sebuah kebaya memerlukan waktu satu pekan perajutan.
Siger Lampung
Siger, atau dalam bahasa Lampung saibatin adalah Sigokh, memang sangat identik dengan
Lampung, ini bukan tanpa alasan. Dalam suku Lampung siger merupakan suatu benda yang
sangat penting, baik yang beradat Saibatin maupun yang beradat Pepadun. Siger
merupakanmahkota keagungan dalam adat budaya Lampung dan tingkat kehidupan terhormat
suku Lampung. Biasanya, Siger biasanya digunakan oleh pengantin perempuan suku Lampung
pada acara pernikahan ataupun acara adat budaya lainnya.
Kini siger bukan hanya digunakan sebagai mahkota pada acara adat Suku Lampung, namun juga
telah menjadi icon berupa hiasan dan lambang kebanggaan Provinsi Lampung, ini dapat dilihat
seperti di kabupaten Lampung Selatan, tepatnya di dekat pelabuhan Bakauheni telah dibangun
sebuah menara berbentuk siger dengan nama Menara Siger, di kabupaten-kabupaten lain pun
banyak menggunakan siger sebagai hiasan pada tugu-tugu dan kantor-kantor pemerintahan dan
perusahaan. Kemudian bebarapa tahun ini di kota Bandar Lampung, setiap bangunan seperti
toko,ruko,pusat perbelanjaan dan setiap bangunan yang berada di jalan kota Bandar Lampung
telah diwajibkan menggunakan hiasan siger diatas pintu masuk atau diatas (atap) pada
bangunannya.
Sang Bumi Rua Jurai adalah semboyan provinsi Lampung, dengan pengertian : “Di tanah
(suku) Lampung terdapat satu kesatuan dari dua adat yang berbeda, yaitu Lampung Pesisir
dengan adat Saibatin dan Lampung Abung dengan adat Pepadun”. Namun ketika kita
memperhatikan bentuk siger dari masing-masing dari keduanya ternyata ada perbedaan antara
Siger Saibatin dan Siger Pepadun. Hal yang paling mencolok yaitu lekuk pada Siger, untuk yang
beradat Saibatin siger yang digunakan memiliki lekuk berjumlah tujuh (Sigokh/Siger Lekuk
Pitu) sedangkan untuk yang beradat pepadun menggunakan siger dengan lekuk berjumlah
Sembilan (Siger Lekuk Siwo/Siwa).
Untuk itu dalam kesempatan ini saya coba menuliskan hasil dari analisis saya yang diharapkan
mampu mencari titik temu dari perbedaan diantara keduanya:
Siger Saibatin
Siger Pepadun
Siger Saibatin
Seperti yang dilihat pada gambar diatas bahwa siger pada suku Lampung yang beradatkan saibatin memiliki lekuk
tujuh dan dengan hiasan batang/pohon sekala di masing-masing lekuknya, ini memiki makna ada tujuh adok/gelar
pada masyarakat pesisir yaitu Suttan/dalom, Raja jukuan/dipati, Batin, Radin, Minak, Kimas dan Mas/inton,
gelar/adok ini hanya dapat digunakan oleh keturunan lurus saja, dengan kata lain masih kental dengan nuansa
kerajaan, dimana kalau bukan anak raja dia tidak berhak menggunakan gelar/adok raja begitu juga dengan
gelar/adok lainnya.
Sedangkan bentuknya, siger saibatin sangan mirip dengan Rumah Gadang kerajaan Pagaruyung seperti Istano Si
Linduang Bulan, yaitu rumah pusaka dari keluarga besar ahli waris dari keturunan Daulat Yang Dipertuan Raja
Pagaruyung dan juga Museum Adityawarman di daerah Minangkabau, provinsi Sumatra Barat, (lihat gambar
dibawah). karena itulah maka adat budaya Lampung saibatin mendapat pengaruh dari kerajaan Pagaruyung, hal ini
sangat berkaitan dengan sejarah berdirinya Paksi Pak Sekala Bekhak(Buay Bejalan Diway, Buay Pernong, Buay
Nyerupa dan Buay Belunguh), dimana pada masa masuknya islam di daerah lampung pada masa kerajaan di tanah
sekala bekhak, mendapat pengaruh dari kerajaan pagaruyung yang di sebarkan oleh Ratu Ngegalang Paksi. Selain
itu banyak kesamaan antara adat saibatin dengan adat pagaruyung seperti pada saat melangsungkan pernikahan, tata
cara dan alat yang digunakan banyak kemiripan.
Siger Saibatin
Siger Pepadun
Siger pepadun memiliki lekuk Sembilan yang berartikan ada Sembilan Marga yang bersatu membentuk Abung
Siwo Megou. Tapi bentuk dari siger pepadun sangat mirip dengan buah sekala, hal ini pun bukan mustahil
dikarenakan kerajaan sekala bekhak merupakan cikal bakal ulun lampung, dan proses terbentuknya abung siwo
megou merupakan penyebaran orang lampung dari dataran tinggi Sekala Bekhak di Gunung Pesagi. Ini dapat
dilihat dari tambo Buay Bejalan Diway bahwa Ratu Dipuncak meninggalkan kerajaan Sekala Bekhak untuk
mencari daerah baru bersama keluarganya, Ratu Dipuncak memiliki empat orang putra yaituUnyi, Unyai, Subing
dan Nuban yang merupakan keturunan Paksi Buay Bejalan Diway serta lima Marga lainnya yaitu Anak Tuha,
Selagai, Beliyuk, Kunang dan Nyerupa yang merupakan keturunan dari tiga Paksi lainnya sehingga menjadi
Abung Siwo Mego. Namun berbeda dengan siger pesisir yang mirip rumah gadang, siger pepadun justru mirip
denganbuah sekala.
Seiring dengan penyebaran penduduk dan berdirinya beberapa kebuayan maka yang menggunakan adat pepadun
bukan hanya abung tetapi juga oleh kebuayan lain yang kemudian membentuk masyarakat adat sendiri,
seperti Megou Pak Tulangbawang (Puyang Umpu, Puyang Bulan, Puyang Aji, Puyang
Tegamoan), Pubian Telu Suku (Minak Patih Tuha atau Suku Manyarakat, Minak Demang Lanca
atau Suku Tambapupus, Minak Handak Hulu atau Suku Bukujadi), serta Sungkay-WayKanan Buay
Lima (Pemuka, Bahuga, Semenguk, Baradatu, Barasakti, yaitu lima keturunan Raja Tijang Jungur).
Siger Pepadun
Fcgfgfghtfhgfdgfdghrdgfghgfyt
Di Lampung sendiri kita bisa menemukan berbagai macam kain tapis, antara
lain tapis pepadun, tapis peminggir, tapis liwa, tapis abung, dan lain-lain.
Setiap jenis kain tapis tersebut memiliki motif yang berbeda-beda. Misalnya,
kalau kain tapis yang berasal dari daerah pesisir, seperti tapis liwa memiliki
motif yang cenderung lebih luwes dengan menonjolkan motif flora.
Sedangkan kain tapis pepadun dan tapis abung memiliki motif yang lebih
primitif dan cenderung lebih kaku.
Dengan berkembangnya zaman, kini kain tapis tak lagi digunakan oleh
keluarga kerajaan saja melainkan telah digunakan oleh
masyarakat Lampung secara umum. Hal ini juga memicu tumbuhnya sentra-
sentra produksi kain tapis di berbagai desa di wilayah Lampung. Salah satu
yang terkenal adalah Desa Sumberejo, Kecamatan Gunung Batu. Di sana kita
bisa menemukan banyak penduduk setempat yang membuat kain tapis di
rumahnya.
Umumnya satu kain tapis yang berukuran serimbit, ukuran kain sarung untuk
bawahan yang biasa digunakan oleh ibu-ibu, dapat dihasilkan dalam waktu
dua hingga tiga bulan. Lama pembuatannya disesuaikan dengan kerumitan
motifnya. Harga kain tapis ini pun bermacam-macam, mulai dari seratus ribu
rupiah. Seiring berkembangnya teknologi, kini penduduk setempat ada juga
yang mulai menghasilkan kain tapis bordir yang harganya jauh lebih murah
apabila dibandingkan dengan tapis yang dijahit dengan menggunakan tangan.
Namun saat ini kerajinan sulaman tersebut semakin sedikit yang menggeluti.
Sebab, selain pengerjaannya rumit, membutuhkan kesabaran yang tinggi
untuk mengerjakannya. Sebagai contoh, untuk sebuah kebaya memerlukan
waktu satu pekan ‘perajutan.