Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan bisnis kategori makanan ringan (snack) cukup pesat di

Indonesia, terbuktikan dengan banyaknya variasi serta merek dari produk kategori

makanan ringan yang beredar di pasaran. Mengkonsumsi makanan ringan

merupakan bagian budaya kehidupan di Indonesia dan aneka jenis makanan ringan

secara tradisional berkembang di Indonesia. Jenis makanan ringan paling populer

adalah aneka jenis kerupuk dan keripik. Beberapa analisis bahkan menunjukkan

bahwa stress karena resesi ekonomi justru mendorong konsumsi makanan ringan.

Fenomena ini pulalah yang menyebabkan produk-produk makanan ringan sering

disebut sebagai impulse products. Makanan ringan dikonsumsi bukan karena lapar,

tetapi karena impulse untuk ngemil. Sebab itu, makanan ringan tidak semata-mata

harus memperhatikan kualitas (keamanan pangan, nilai gizi dan organoleptik),

tetapi juga harus memberikan varietas, convenience, dan experiences. Yang

terpenting industry memiliki tanggung jawab untuk memberikan makanan ringan

yang menyehatkan. Untuk menjawab tantangan-tantangan variety, convenience, dan

experiences serta healthy inilah maka industri perlu selalu berinovasi. Industri

makanan ringan diprediksi akan tetap tumbuh dengan kuat. Packaged Facts

memprediksikan pertumbuhan penjualan snack akan meningkat 20% dari 2008

hingga 2013 dan akan terus tumbuh tiap tahunnya. Hal ini didukung dengan

pertumbuhan ekonomi Indonesia yang siginifikan dalam beberapa tahun terakhir

ini.

1
2

Kenyakinan konsumen diperlihatkan oleh Bank Indonesia melalui survey

pada bulan April 2015 bahwa terjadi penurunan Indeks Keyakinan Konsumen

(IKK) menjadi 107,4 apabila dibandingkan pada bulan Maret 2015 yaitu sebesar

116,9 dan 118,2 pada Maret 2014. Namun demikian, IKK bukan merupakan satu-

satunya alat ukur yang dapat menentukan prospek penjualan untuk perusahaan

konsumen. Hal tersebut dapat dipastikan pada pertumbuhan penjualan emiten yang

memproduksi makanan ringan ini. Penjualan Indofood CBP (ICBP) pada divisi

makanan ringan tumbuh sebesar 57,7% sejak perusahaan tersebut didirikan tahun

2009, dari Rp 0,2 triliun menjadi Rp 2 triliun. Pertumbuhan yang solid ini dilatar

belakangi oleh adanya peningkatan daya beli konsumen Indonesia berdasarkan

pertumbuhan riil ekonomi sebesar rata-rata 5,9% selama periode 2008-2014.

Pada Desember 2014, survei konsumen Bank Indonesia mencatat bahwa

rumah tangga Indonesia berada dalam posisi net saving, dimana posisi tersebut

bertahan setidaknya sejak tahun 2011. Disamping itu, sebesar 73% dari rumah

tangga menyisihkan pendapatan mereka untuk ditabung sampai dengan 30%.

Sementara itu, tingkat rasio pembayaran utang dari sebahagian besar rumah tangga

dibawah 30% yang merupakan posisi aman, serta posisi total utang terhadap

pendapatan yang berada pada tingkat 19%, hal ini menunjukkan rumah tangga

Indonesia dalam kedaan posisi keuangan yang likuid. Kesimpulan atas penjelasan

diatas adalah bahwa pasar kategori makanan ringan telah memberikan pengaruh

yang cukup besar bagi pertumbuhan pasar dan hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat Indonesia yang begitu konsumtif. Oleh karenanya, cukup pesat

perkembangan bisnis makanan ringan di Indonesia yang membuat para produsen

pelaku bisnis makanan ringan terus berkompetisi untuk memunculkan ide-ide dan

inovasi baru sehingga mendapatkan posisi di hati para konsumen.


3

Chitato Potato Chips adalah makanan ringan berbahan dasar kentang yang

diproduksi oleh PT. Indofood Fritolay Makmur yang merupakan anak perusahaan

dari PT. Indofood, sebuah produsen makanan yang cukup besar di Indonesia

merupakan salah satu merek kategori produk makanan ringan yang ikut

meramaikan persaingan pasar makanan ringan di Indonesia. Dengan berbahan dasar

kentang,

Chitato Potato Chips disukai oleh banyak orang dari berbagai kalangan di

Indonesia. Kentang sendiri adalah makanan yang mengandung sumber karbohidrat

yang penting, vitamin B, vitamin C, dan sejumlah vitamin A. Oleh karenanya,

banyak yang menjadikan kentang sebagai makan pokok pengganti nasi dibeberapa

daerah di

Indonesia maupun dunia. Menurut informasi yang diperoleh dari Product Brief

Chitato 2008, Chitato sudah hadir di pasar makanan ringan (snack) Indonesia sejak

tahun 1994. Tidak heran jika brand awareness Chitato selalu menempati posisi

tertinggi bagi masyarakat Indonesia, dibuktikan bahwa brand Chitato selalu di

peringkat paling atas setiap tahunnya.

Tabel 1.1
Top Brand Index Keripik Kentang Olahan
TBI TBI TBI TBI
Merek
2013 2014 2015 2016
Chitato 58,3% 56.1% 57.0% 58.3%
Mister Potato 13,5% 12.3% 12.2% 14.2%
Lays 10,8% 11.2% 8.3% 13.2%
Leo 5,9% 6.2% 7.0% 3.5%
Piattos 6,6% 5.4% 6.5% 4.1%
Sumber : www.topbrand-award.com
Chitato Potato Chips terus melakukan inovasi-inovasi terutama dari sisi

produk yaitu kemasan dan rasa. Dari sisi kemasan produk, Chitato kini hadir

dengan kemasan yang lebih berwarna-warni untuk menarik konsumen. Dan dari sisi

rasa, Chitato hadir dengan berbagai varian rasa yang lebih mantap. Hal ini
4

dilakukan agar dapat terus hidup di tengah persaingan pasar kategori produk

makanan ringan yang semakin kompetitif.

Awal tahun 2016, Chitato mengumumkan varian rasa baru yaitu Chitato

dengan rasa Indomie Goreng. Menggandeng Indomie merupakan sebuah gebrakan

baru yang dilakukan oleh PT Indofood, hal ini karena konsumen mie instan

memiliki karakteristik sangat beragam, mereka dapat dari segmentasi manapun baik

dari segmentasi demografi, geografi maupun jenis kelamin. Karakteristik konsumen

mie instan lebih cenderung memiliki model pembelian ulang jenis straight rebuy

artinya, mereka melakukan pembelian rutin dengan bentuk produk yang sedikit

sekali modifikasinya (Kotler dan Amstrong, 2006).

Konsumen yang mengkonsumsi mie instan ingin praktis dan serba cepat,

sesuai dengan karakter mie instan yang harganya murah, mudah mendapatkannya,

mudah membuatnya dan cepat saji (www.digilib.petra.ac.id). Makanan-makanan

yang cepat saji atau instan kian digemari sebagai substitusi nasi. Brand Indomie

menjadi brand nomor satu di Indonesia dalam kelompok mie instan dalam kemasan,

hal ini dapat dilihat bahwa setiap tahunnya brand Indonesia tetap menduduki

peringkat teratas

walaupun terdapat penurunan persentase setiap tahunnya.


Tabel 1.2
Top Brand Index Mie Instan Dalam Kemasan
TBI TBI TBI TBI
Merek
2013 2014 2015 2016
Indomie 80,6% 75,9% 75.9% 78.7%
Mi Sedaap 13,5% 14,4% 15.9% 12.5%
Supermi 2,1% 2,8% 2.7% 3.6%
Sarimi 1,2% 2,2% 2.2% 3.0%
Sumber : www.topbrand-award.com

Viral Chitato Rasa Indomie Goreng ini dibawa ke dunia offline oleh Indofood

(produsen Chitato dan Indomie), lewat penyediaan produk Chitato varian baru ini
5

dengan sangat terbatas di outlet-outlet modern (mini market). Chitato menerapkan

strategi dimana konsumen dibuat penasaran dan berusaha mengalamai first moment

of truth mereka di toko, dengan melihat langsung, meraba, memegang produk

tersebut, melihat harganya dan membawanya ke kasir untuk selanjutnya mengalami

second moment of truth. Saat mereka membuka kemasan Chitato rasa Indomie

Goreng, mencium aromanya untuk pertama kali, dan mencoba menggigit kepingan

keripik kentang untuk pertama kali.

Hal yang terjadi sebelumya sudah pasti demikian dahsyat, stimulus datang

bertubi-tubi, hingga konsumen berusaha mencoba mencari informasi tentang

produk tersebut. The zero moment of truth (ZMOT). Moment ini didapat dari

review dan testimoni konsumen lain yang membagikan kesan yang didapat setelah

mencoba pertama atau kedua kalinya, atau disebut ultimate moment of truth

(UMOT).

Produk Chitato dengan rasa Indomie goreng ini merupakan sebuah bentuk

inovasi yang menarik yang dilakukan oleh Indofood selaku produsen dari kedua

produk tersebut. Inovasi tersebut memang bisa dikatakan cukup sederhana dalam

artian tidak menghasilkan sebuah produk yang benar-benar baru dari awal. Tapi

juga inovasi tersebut dapat dikatakan jenius karena kecerdikan Indofood yang

keunggulan dari kedua produk tersebut. Kedua produk tersebut memiliki value

brand yang sangat kuat dan pemimpin di pasar masing-masing. Chitato telah lama

menjadi top of mind para penggemar makanan ringan di Indonesia, dan

sebagaimana kita ketahui Indomie goreng telah menjadi favorit masyarakat

Indonesia. Manfaat yang besar utamanya memang akan lebih dirasakan oleh

Chitato, karena Chitato rasa Indomie goreng adalah perluasan varian produk dari

Chitato, bukan perluasan varian produk dari Indomie.


6

Chitato rasa Indomie Goreng ini tidak akan meng”kanibal” Indomie goreng,

karena bentuk produk yang jelas berbeda. Bahkan bisa diartikan bahwa dengan

mengkonsumsi Chitato rasa Indomie goreng merupakan alternatif lain dari cara

mengkonsumsi mie goreng. Chitato juga tidak perlu khawatir bahwa varian rasa

Indomie goreng tersebut akan meng”kanibal” varian rasa yang lain.

Produk Chitato Mi Goreng merupakan sebuah inovasi strategi pemasaran

yang dilakukan PT Indofood yang disebut dengan co-branding, hanya dengan

memodifikasi melalui kombinasi kedua produk tersebut, sudah menjadi sebuah

produk yang baru. Dari sisi pemasaran, penambahan varian rasa Indomie goreng ini

merupakan sebuah bentuk expanding new market dengan menyasar konsumen

Indomie goreng, dan karenanya bisa menjadi pintu masuk bagi Indofood untuk

menawarkan Chitato varian rasa lainnya. Co-branding menawarkan banyak

keuntungan. Karena masing-masing merek mendominasi kategori yang berbeda,

merek yang digabungkan menciptakan tampilan konsumen yang lebih luas dan

ekuitas merek yang lebih besar. Co-branding juga memungkinkan perusahaan

memperluas merek yang sudah ada kedalam suatu kategori yang mungkin sulit jika

dimasuki sendirian (Kotler&Amstrong:2008).

Indofood bisa jadi sedang mempromosikan pada tahap awal produk Chitato

rasa Indomie goreng sekaligus melakukan test pasar bagaimana respon awal

terhadap Chitato rasa Indomie goreng tersebut. Sederhananya inovasi menekankan

pada dua aspek kunci, yakni aspek kebaruannya dan aspek penerapannya. Jika

idenya baru namun belum atau tidak bisa diterapkan, maka ide tersebut belum dapat

dianggap sebagai ide yang inovatif. Inovasi menjadi penting bagi perusahaan untuk

mempertahankan keunggulan kompetitif ditengah semakin ketatnya persaingan

dunia usaha.
7

Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul :

“ANTECEDENTS DARI PURCHASE INTENTION CO-BRAND”

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan agar permasalahan

tidak meluas. Batasan-batasan yang dibahas mengenai sikap konsumen produk

utama, produk pendukung, produk co-brand dan intensi pembelian. Perumusan

masalah ini dimaksudkan agar permasalah ini dapat dipecahkan melalui

penelitian dengan cara mengidentifikasi masalah secara spesifik yang sesuai

dengan latar belakang masalah yang ada. Dari uraian latar belakang masalah,

maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah ada pengaruh sikap konsumen hostbrand terhadap intensi membeli

produk co-brand ?

2. Apakah ada pengaruh sikap konsumen invitedbrand terhadap intensi pembelian

produk co-brand ?

3. Apakah ada pengaruh sikap konsumen co-brand terhadap intensi pembelian

produk co-brand ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk dapat melaksanakan penelitian ini dengan baik dan mengenai sasaran,

maka peneliti harus mempunyai tujuan, adapun tujuan dari penelitian ini adalah

menguji pengaruh:

1. Untuk menguji pengaruh sikap konsumen hostbrand terhadap intensi membeli

produk co-brand
8

2. Untuk menguji pengaruh sikap konsumen invitedbrand terhadap intensi

pembelian produk co-brand

3. Untuk menguji pengaruh sikap konsumen co-brand terhadap intensi pembelian

produk co-brand

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat bagi beberapa pihak yang berkepentingan:

1. Bagi Manajemen

Menjadi masukan bagi pihak manajemen untuk mengetahui intensi

pembeli produk co-brand dan sebagai evaluasi serta membantu dalam

memperbaiki kebijakan maupun pembuatan ketentuan agar dapat meningkatkan

penjualan dan memperoleh pendapatan yang maksimal.

2. Bagi Investor

Dari hasil penelitian ini pemegang saham dapat mengambil keputusan

investasi yang baik setelah mengetahui informasi mengenai faktor yang

mempengaruhi intensi pembelian produk co-brand.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan atau

untuk penambah wawasan di bidang manajemen pemasaran dan dapat dijadikan

sumber informasi sebagai bahan pertimbangan kepada semua pihak yang akan

melakukan penelitian lebih lanjut.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam menyusun proposal skripsi ini dibagi pembahasan ke dalam 3 bab.

Pembagian dilakukan untuk mempermudah dan memperjelas pembahasan masalah


9

propsal skripsi ini, sehingga keterangan yang didapat dari skripsi ini dapat tersusun

dengan baik dan terperinci. Masing-masing bab dapat secara singkat menjelaskan

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan di dalam proposal skripsi dimana di

dalamnya teradapat latar belakang masalah, identifikasi masalah,

pembatasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelasakan teori-teori yang menjelaskan tentang masalah di

dalam proposal skripsi ini. Di dalam bab ini juga menjelaskan tentang

kerangka pikir dalam pembahasan masalah dari teori-teori yang berkait

dengan masalah peneliti.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai tentang waktu dan tempat penelitian,


jenis dan sumber data, metode pengumpulan data variabel yang ada
dalam penelitian dan teknik pengumpulan data serta metode analisis
data yang digunakan.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan analisis dan pembahasan hasil penelitian


mengenai sikap konsumen terhadap intensi pembelian produk co-
branded.
BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI
Bab ini merupakan kesimpulan yang dibuat penulis dari keseluruhan

pengamatan dan analisis yang telah dilakukan penulis berdasarkan data

yang didapat serta keterbatas-keterbatasan dalam penelitian ini sehingga

diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat.

Anda mungkin juga menyukai