Tugas :
Keperawatan Anak
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
i
KATA PENGANTAR
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................7
BAB II......................................................................................................................8
LANDASAN TEORI...............................................................................................8
DENGAN MORBILI/CAMPAK...........................................................................18
B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................22
C. Intervensi......................................................................................................22
D. Implementasi ..........................................................................................27
E. Evaluasi ................................................................................................28
iii
BAB lll...................................................................................................................29
LITERATUR REVIEW.........................................................................................29
BAB lV..................................................................................................................36
4.1 Kesimpulan..................................................................................................36
4.2 Saran...........................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Rubella pasti.
Dalam kurun waktu tahun 2010-2015, diperkirakan terdapat
23.164 kasus Campak dan 30.463 kasus Rubella. Jumlah kasus ini
diperkirakan masih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan,
mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama
dari pelayanan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang
masih rendah.
Jumlah kasus Campak yang dilaporkan dapat dibandingkan antara
satu wilayah dengan wilayah lainnya dengan menggunakan Incidence
Rate. Incidence Rate Campak diperoleh dengan membagi jumlah
kasus Campak dengan jumlah penduduk di wilayah tertentu lalu
dikalikan dengan konstanta 100.000. Incidence rate Campak
menggambarkan rate penderita Campak di tiap 100.000 penduduk.
9,
2
6,
5 5, 5, 5,
4, 6
6 1 3, 0
2
Incidence Rate Campak per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2011-
2017
2
GAMBAR 2. DISTRIBUSI KASUS CAMPAK TAHUN
2015-2017
3
memiliki hubungan epidemiologi. KLB Campak pasti terjadi ketika ada
KLB suspect Campak dengan hasil laboratorium > 2 IgM Campak. KLB
Rubella pasti terjadi ketika terdapat KLB suspect Campak dengan hasil
laboratorium > IgM Rubella.
4
Akibat yang trjadi pada kasus ini
B
ayi di bawah usia satu tahun;
O
rang dengan penyakit kronis; dan
O
rang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
Penatalaksanaan campak
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi
penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk
mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih
nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat
yang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang
ringan) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi
yang berbahaya. Bila ringan, penderita campak tidak perlu dirawat.
Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar selalu
mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila
penyakit bertambah berat. Umumnya dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan
5
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak
menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan
banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent).
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk
mengganggu
dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat..
8. Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
a. Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
b. Pengurang batuk (antitusif)
c. Vitamin A dosis tunggal :
1) Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
2) Di atas 1 tahun: 200.000 unit
d. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia).
e. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita
morbili dengan ensefalitis.
f. Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari
g. Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang maksud dengan konsep anak.
6
2. Untuk mengetahui konsep penyakit campak pada anak.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tentang penyakit campak pada
anak.
BAB II
LANDASAN TEORI
a. Pengertian Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah
siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih
didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan
perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada
didalam kandungan hingga berusia 18 tahun (Damayanti,2008)
7
mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan
mental psikososial diantaranya kecerdasan, keterampilan, kemandirian,
kreaktivitas, agama, kepribadian dan sebagainya.
8
akan akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan
merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh karena itu
jelaskan bagaimana akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk
memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak
berbahaya untuknya.
Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Hal ini
disebabkan karena anak belum mampu berkata-kata 900-1200 kata. Oleh
karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata yang sederhana, singkat dan
gunakan istilah yang dikenalnya. Berkomunikasi dengan anak melalui objek
transisional seperti boneka. Berbicara dengan orangtua bila anak malu-malu.
Beri kesempatan pada yang lebih besar untuk berbicara tanpa keberadaan
orangtua.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan
dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah
dicapainya.
9
dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia percaya.
Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri merupakan hal yang
prinsip dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan tunjukkan
ekspresi wajah bahagia.
10
Morbili dapat disebut juga campak,”measles”,rubeola.(IKA,FKUI Volume 2,
2009)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium yaitu : stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi
(Rampengan, 2007: 90).
Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute
udara dari seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer,
2008:2443)
Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu : a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadirum
konvelensi. (Rusepno, 2007:624) Morbili ialah penyakit infeksi virus akut,
menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu (1) stadium kataral, (2) stadium
erupsi dan (3) stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 2007:351)
Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan
oleh virus campak. (Hardjiono, 2009:95).
Campak adalah demam eksantematosa akut oleh virus yang menular ditandai
oleh gejala prodromal yang khas, ruam kulit dan bercak koplik. (Ovedoff,
2009:451)
Measles atau rubeola adalah penyakit infeksi tinggi akut melibatkan
traktus respiratorius dan dikarakteristikkan oleh ras makulopapuler confluent.
(N. Clex, 2010:153). Morbili adlah penyakit infeksi virus akut yang ditandai
oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi
(Suriadi, 2010:211).
Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan
3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi.
(Mansjoer, 2009 : 47).
A. Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring
dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbulnya bercak-
bercak. Cara penularannya dengan droplet dan kontak (IKA,FKUI Volume 2,
2007).
11
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili
paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap
panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC, sinar
matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin dapat
memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen.
(Rampengan, 2011 : 90-91).
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret
nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul
bercak-bercak, cara penularan dengan droplet dan kontak (Ngastiyah,
2007:351)
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae,
genus Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip
dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut
ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih, paling tidak
selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam
kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam.
(Nelson, 2010 : 198).
B. Epidemologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah
menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta)
sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang
sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita
morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan
mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III
maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau
seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian
meninggal sebelum usia 1 tahun. Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara, antara
lain :
1. Percikan ludah yang mengandung virus
2. Kontak langsung dengan penderita
12
3. Penggunaan peralatan makan & minum bersama. Penderita dapat menularkan
infeksi dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit
ada. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal
(berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah :
1) Bayi berumur lebih dari 1 tahun
2) Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
3) Daya tahan tubuh yang lemah
4) Belum pernah terkena campak
5) Belum pernah mendapat vaksinasi campak.
6) Remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
C. Klasifikasi
Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3
stadium yaitu:
1. Stadium Kataral (Prodormal) Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala
sebagai berikut:
a. Panas
b. Malaise
c. Batuk
d. Fotofobia
e. Konjungtivitis
f. Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema,
timbul bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan
dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa
perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita
pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium Erupsi Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a. Koriza dan Batuk bertambah
b. Timbul enantema dipalatum durum dan palatum mole
c. Kadang terlehat bercak koplik
13
d. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan.
e. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
f. Splenomegali
g. Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang
disertai pendarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalensensi
a. Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi)
b. Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi (IKA,FKUI Volume
2,2006).
D. Manifestasi klinis
Menurut ahli lain manifestasi yang timbul adalah: 1. Stadium Kataral
(prodromal). Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas,
malaise, batuk, fotofobia, konjungtivis, dan koriza. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema,
lokasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah 2 Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik.
Terjadinya eritema yang berbentuk makula-popula disertai menaiknya suhu
badan diantara macula terdapat kulit yang normal. Mulamula eritema timbul di
belakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah, kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit, rasa
gatal, muka bengkak. 3. Stadium Konvalesensi Erupsi berkurang meninggalkan
bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama kelamaan akan
hilang sendiri. Suhu menurun sampai menjadi normal, kecuali bila ada
komplikasi (Rusepno, 20011 : 625)
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul
pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota
badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan
14
(konjungtivis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi
kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila
sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. (Supartini, 2009 : 179).
E. Pemerikasaan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinis yang khas
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni
4. Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cells yang khas
5. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam
1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu
kemudian. (Rampengan, 2011 : 94).
6. Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant sel yang khas.
7. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik
dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 minggu
kemudian.
F. Penatalaksanaan
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi
penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk
mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih nyaman dan
dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang cukup dan gizi
yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh dengan
cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Bila ringan, penderita
campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar
selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila
15
penyakit bertambah berat. Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan
banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent).
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi.
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu
dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat..
Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
1. Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
2. Pengurang batuk (antitusif)
3. Vitamin A dosis tunggal :
a) Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
b) Di atas 1 tahun: 200.000 unit
4. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia).
5. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita
morbili dengan ensefalitis.
6. Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari.
7. Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu.
G. Komplikasi
1. Pneumoni
Oleh karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder.
Bakteri yang menimbulkan pneumoni pada mobili adalah streptokokus,
pneumokokus, stafilokokus, hemofilus influensae dan kadang-kadang dapat
disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.
16
2. Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar
19,1 – 30,4%
3. Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten,
atau ensefalomielitis tipe alergi.
4. Otitis media
Komplikasi yang sering ditemukan Mastoiditis Komplikasi dari otitis media
5. Gangguan gizi
Terjadi sebagai akibat intake yang kurang (Anorexia, muntah),
menderita komplikasi. (Rampengan, 2011 : 95).
17
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ANAK DENGAN MORBILI/CAMPAK
18
saat
bernafas.
b. Makan dan Minum Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum
sebelum dan selama MRS . Kebiasaan : pola makan, frekuensi,
jenis.
Perubahan :setelah di rumah sakit.
c. Eliminasi
1) BAK
Kebiasaan : frekuensi, warna, bau.
Perubahan setelah saki.
2) BAB
Kebiasaan : frekuensi, warna, konsistensi.
Perubahan setelah sakit.
d. Gerak dan Aktivitas Kaji gerak dan aktivitas pasien selama berada
di RS.
e. Istirahat dan tidur Kebiasaan : kaji kebiasaan istirahat tidur pasien.
Perubahan setelah sakit.
f. Kebersihan Diri. Kaji bagaimana toiletingnya pasien.
g. Pengaturan suhu tubuh Cek suhu tubuh pasien, normal (36°-37°C),
pireksia/demam(38°-40°C), hiperpireksia=40°C< ataupun
hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman, Observasi adanya keluhan yang mengganggu
kenyamanan pasien. Observasi nyeri yang di keluhkan pasien.
i. Rasa Aman. Kaji keluarga pasien mengenai kecemasan yang ia
rasakan
j. Sosialisasi dan Komunikasi Observasi social dan komunikasi
pasien. Kaji apakan pasien mampu bercanda dengan keluarganya.
k. Bekerja
Kaji pasien apakah pasien mampu bermain dan bercanda dengan
keluarganya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien.
19
m. Rekreasi. Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan
sengaja meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk
mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar. Seberapa besar keingintahuan keluarga
mengenai cara pencegahan diare pada anak. Disinilah peran
perawat untuk memberikan HE kepada keluarga pasien mengenai
cara pencegahan diare pada anak.
4. Pemeriksaan Fisik Kulit :
a. Timbul rash. Rash mulai timbul sebagai eritema makulopapular
( penonjolan pada kulit yang berwarna merah ). Timbul dari
belakang telinga pada batas rambut dan menyebar ke daerah pipi,
seluruh wajah, leher, lengan bagian atas dan dada bagian atas
dalam 24 jam I. Dalam 24 jam berikutnya, menyebar menutupi
punggung, abdomen, seluruh lengan dan paha, pada akhirnya
mencapai kaki pada hari ke 2 – 3, maka rash pada wajah mulai
menghilang. Proses menghilangnya rash berlangsung dari atas ke
bawah dengan urutan sama dengan urutan proses pemunculannya.
Dalam waktu 4 – 5 hari menjadi kehitam – hitaman
( hiperpigmentasi ) & pengelupasan (desquamasi).
b. Kepala
1) Mata
Konjungtivitis & fotofobia. Tampak adanya suatu garis
melintang dari peradangan konjungtiva yang dibatasi pada
sepanjang tepi kelopak mata (Transverse Marginal Line
Injectio) pada palpebrae inferior, rasa panas di dalam mata &
mata akan tampak merah, berair, mengandung eksudat pada
kantong konjungtiva.
2) Hidung
Bersin yang diikuti hidung tersumbat & sekret mukopurulen
dan menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncak serta
menghilang bersamaan dengan menghilangnya panas.
3) Mulut
20
Didapatkan koplik's spot. Merupakan gambaran bercak –
bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum / pasir yang
berwarna merah terang dan bagian tengahnya berwarma putih
kelabu. Berada pada mukosa pipi berhadapan dengan molar ke
– 2 , tetapi kadang – kadang menyebar tidak teratur mengenai
seluruh permukaan mukosa pipi. Timbulnya pada hari ke – 2
setelah erupsi kemudian menghilang. Tanda ini merupakan
tanda khas pada morbili.
4) Leher
Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang
daerah servikal posterior. Hal ini disebabkan karena aktivitas
jaringan limphoid untuk menghancurkan agen penyerang (virus
morbili).
5) Dada
a) Paru :
Bila terjadi perubahan pola nafas & ketidakefektifan
bersihan jalan nafas akan didapatkan peningkatan frekuensi
pernafasan, retraksi otot bantu pernafasan dan suara nafas
tambahan. Batuk yang disebabkan oleh reaksi inflamasi
mukosa saluran nafas bersifat batuk kering. Intensitas batuk
meningkat mencapai puncak pada saat erupsi. Bertahan
lama & menghilang secara bertahap dalam 5 – 10 hari.
b) Jantung : Terdengar suara jantung I & II.
6) Abdomen :
Bising usus terdengar, pada keadaan hidrasi turgor kulit dapat
menurun.
7) Anus & genetalia
Eliminasi alvi dapat terganggu berupa diare Eliminasi uri tidak
t.erpengaruh.
8) Ekstremitas atas dan bawah : Ditemukan rash dengan sifat
sesuai waktu timbulnya. 5. Pemeriksaan penunjang Dari hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia ringan.
21
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
atau absorpsi nutrien yang diperlukan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penjamu dan agens infeksi.
4. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit, malaise
5. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan isolasi dari teman
sebaya.
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penggarukan
pruritus.
7. Hipertermi berhubungan dengan Efek pirogen terhadap pengaturan
suhu
tubuh pada hipotalamus, Peningkatan metabolisme dan proses
penyakit.
C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
Hasil yang diharapkan :
a. Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih atau
jelas.
b. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,
misal : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasma bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas.
2) Kaji atau pantau frekuensi pernapasan
22
Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau
adanya proses infeksi akut.
3) Catat adanya atau derajat dipsnoe sesak napas
Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang
tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit.
4) Pertahankan polusi lingkungan minimun, misal ; debu, asap,
dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
menjadi episode akut.
5) Observasi karakteristik batuk
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya
bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah
perkusi
23
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengevaluasi penurunan berat badan atau efektivitas
intervensi nutrisi.
4. Berikan makanan sedikit dari frekuensi sering dan atau makan
diantara waktu makan.
Rasional : makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
5. Observasi dan catat kejadian mual atau muntah, flatus, dan
gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala gastro intestinal dapat menunjukkan efek
anemia (hipoksia) pada organ.
24
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi sekunder dari
lesi.
5. Berikan serapan air sedikit tapi sering atau minuman kesukaan
anak serta makanan halus atau lunak.
Rasional : - Untuk menjamin hidrasi yang adekuat Banyak anak-
anak yang mengalami anoreksia selama sakit.
25
Intervensi :
1. Jelaskan alasan untuk pengisolasian dan penggunaan
kewaspadaan khusus.
Rasional : untuk meningkatkan pemahaman anak tentang
pembahasan.
2. Biarkan anak memainkan sarung tangan dan masker
Rasional : untuk memfasilitasi koping positif.
3. Berikan aktivitas pengalihan
Rasional : untuk melakukan aktivitas yang tepat dan
berinteraksi.
4. Anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak selama
hospitalisasi.
Rasional : untuk menurunkan perpisahan dan memberikan
kedekatan.
5. Siapkan teman sebaya anak untuk perubahan perampilan
fisik
Rasional : untuk mendorong penerimaan teman sebaya.
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penggarukan
pruritu
Hasil yang diharapkan : kulit tetap utuh
Intervensi:
1. Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih
Rasional : untuk meminimalkan trauma dan infeksi sekunder.
2. Pakailah sarung tangan atau restrein siku
Rasional : untuk mencegah penggarukan
3. Berikan pakaian yang tipis, longgar, dan tidak meng mengiritasi.
Rasional : karena panas yang berlebihan dapat meningkatkan rasa
gatal.
4. Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana panjang, pakaian satu
lapis).
Rasional : untuk mencegah penggarukan
26
5. Berikan losion yang melembutkan (sedikit saja pada lesi terbuka).
Rasional : karena pada lesi terbuka absorpsi obat meningkat untuk
menurunkan pruritus. Hindari pemajanan panas atau sinar matahari.
Rasional : menimbulkan ruam (Doenges, 2000 : 156, 157 dan 575).
D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya: Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
27
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan
dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2010,4).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 2011).
28
BAB lll
LITERATUR REVIEW
29
mengurangi kecemasan dan depresi, serta menghilangkan nyeri (Natalina,
2013). Imunisasi campak dasar dilakukan pada usia 9 bulan dan pada usia
30
lembar observasi yang berisi pengkajian skala nyeri sebelum dan sesudah
intervensi. Instrumen pengukuran skala nyeri menggunakan lembar
observasi dengan skala FLACC (Face, Leg, Activity, Cry and
Consolability) dengan hasil pengukuran skala 0 mendeskripsikan sebagai
tidak nyeri, skala 1-3 mendeskripsikan sebagai nyeri
ringan/ketidaknyamanan ringan, skala 4-6 mendeskripsikan sebagai nyeri
sedang, skala 7-10 mendeskripsikan sebagai nyeri hebat/ketidaknyamanan
berat.
31
Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Wiayah Kerja Puskesmas Andalas
Padang Tahun 2019.
32
mempengaruhi teknik pengalihan perhatian dimana semakin besar usia
bayi maka akan semakin cepat mengalihkan perhatiannya. Sedangkan pada
penelitian ini yang menjadi responden adalah bayi dengan usia 9-12 bulan
dimana pada usia tersebut bayi telah dapat merespon dengan baik.
Menurut analisa peneliti, sebelum diberikan intervensi terapi
mendekap berdasarkan nilai mean didapatkan hampir seluruh responden
merasakan nyeri berat. Hal ini menunjukkan bahwa imunisasi campak
mempunyai efek nyeri yang membuat ketidaknyamanan berat yang tinggi.
Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu terhadap
penatalaksanaan nyeri pada bayi. Hal ini dibuktikan dari informasi yang
terkait tentang penatalaksanaan nyeri yang didapatkan dari 12 responden
tidak pernah mendapatkan informasi bagaimana cara penatalaksanaan
nyeri baik itu secara farmakologis maupun tindakan non farmakologis.
Berdasarkan informasi dari pihak puskesmas. memang pemaparan
pendidikan kesehatan atau informasi tentang dampak nyeri tidak pernah
langsung diserahan kepada masyarakat karena masih kurang ketertarikan
untuk berbagi informasi baik itu dari kader wilayah itu sekalipun dan
biasanya tenaga kesehatan merupakan fasilitas utama dalam
menyampaikan informasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata skala nyeri
sebelum diberikan terapi musik yaitu 7,8. Dari 12 orang responden,
sebelum diberikan terapi musik diperoleh rentang nilai terendahnilai
tertinggi adalah 6,0-10,0. Hasil penelitian ini hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Pramesemara (2012), menunjukkan bahwa
terapi musik klasik mozart efektif terhadap perubahan perilaku agresif
pada anak penderita autisme di SLB/A Negeri Denpasar karena nilai
p=0,000 (p<0,05). Hal ini dikarenakan variabel intervensi yang digunakan
sama pada penelitian ini. anak dengan autisme mempunyai gangguan yang
disebut dengan trias atau gejala autisme yaitu adanya gangguan dalam
bidang interaksi sosial, perilaku dan komunikasi. Bayi dengan nyeri juga
kehilangan kontrol baik itu perilaku, komunikasi maupun respon
metabolik. Nyeri pada bayi merupakan sebuah presepsi kompleks yang
33
melibatkan interaksi saraf yang mengirimkan impuls yang disebabkan
karena adanya kerusakan jaringan dan sebuah pengalaman sensorik serta
emosional yang tidak menyenangkan (Andarmoyo, 2013).
Nyeri ini bisa dialihkan dengan cara penatalaksaan nyeri melalui
tindakan non farmakologis dengan melakukan distraksi seperti
menggunakan musik, suara yang menenangkan yang dapat mengalihkan
perhatian bayi terhadap nyeri. Pada penelitian ini nyeri rata-rata sebelum
dilakukan intervensi terapi musik yaitu 7,8 ini dikategorikan pada nyeri
berat. Nyeri berat ini adalah secara objektif bayi kadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih bisa merespon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan nyeri, nyeri tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. Sesuai dengan
teori Breivik (2008), diatas bahwa nyeri dapat dibedakan menjadi empat
kategori yaitu tidak nyeri (0), nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6), dan
nyeri hebat (7-10).Menurut analisa peneliti, sebelum diberikan intervensi
terapi musik terhadap penurunan skala nyeri bayi berdasarkan nilai mean
didapatkan bahwa masih dalam kategori nyeri berat. Hal ini menunjukkan
penatalaksaan nyeri berpengaruh terhadap respon maupun nyeri yang
dirasakan bayi. Berdasarkan hasil observasi peneliti sebelum mendapatkan
intervensi bayi terlihat menarik diri, menanggis dengan manarik tubuh dan
berkeringat.
Pada penelitian yang peneliti lakukan kelompok terapi mendekap
dan terapi musik sama-sama mengalami penurunan nyeri dari nyeri berat
menjadi nyeri sedang. Dilihat dari uji t dengan p value <0,05 menunjukkan
bahwa pada kelompok terapi mendekap selisih nyeri antara sebelum dan
sesudah terapi adalah 4,20 dan pada kelompok terapi musik selisih nyeri
antara sebelum dan sesudah terapi adalah 2,70.
Menurut analisa peneliti bahwa penelitian ini menunjukan adanya
efektifitas dari terapi mendekap dibandingkan dengan terapi musik dilihat
dari adanya penurunan skala nyeri pada bayi. Pengaruh tersebut dilihat
dari respon fisiologik, respon perilaku dan respon metabolik pada bayi
yang mengalami perubahan dikarenakan bayi merasakan kenyamanan,
34
kehangatan dan kesejahteraan yang mereka dapatkan dari dekapan orang
tua yang mempengaruhi skala nyeri bayi (Lissauer & Fanaroff, 2009).
K. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi mendekap serta
perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi musik. Dari
hasil tersebut diketahui bahwa terapi mendekap lebih efektif dilakukan
pada bayi saat dilakukan imunisasi campak.
35
BAB lV
4.1 Kesimpulan
Campak adalah penyakit virus akut, menular secara epidemologi
merupakan penyebab kematia terbesar pada anak. Menurut etiologinya
campak disebabkan oleh virus RNA dari family paramixoviridae, genus
morbilivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari
3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi.
Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan
isolasi penderita, sertapada Thecnichal Consultative Groups (TCG) Meeting
di Dakka Bangladesh tahun1999, menetapkan bahwa reduksi campak
diindonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan kejadian luar
biasa(KLB). Pada tahun ini terjadi penurunan kasus dan kematian yang tajam,
dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.
4.2 Saran
Kita harus menerapkan pola hidup sehat, utamanya pada anak dan balita
perlu mendapatkan asupan gizi yg cukup sehingga status gizi anak pun
menjadi lebih baik. Selalu menjaga kebersihan dengan slalu mencuci tangan
anak sebelum makan.
Jika anak belum menerima waktunya imunisasi campak (MMR),
sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang
sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya
berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akutsebaiknya perlu dirujuk ke
rumah sakit.
Untuk para orangtua jangan mengabaikan vaksinasi untuk anak karena
anak atau balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak memiliki resiko 5
kali lebih besar untuk terkena penyakit campak disbanding dengan anak atau
balita yang mendapatkan imunisasi.
36
DAFTAR PUSTAKA
37