Anda di halaman 1dari 41

Efektifitas Terapi Mendekap dan Terapi Musik dalam Menurunkan

Skala Nyeri pada Bayi Saat Dilakukan Imunisasi Campak

Tugas :

Keperawatan Anak

Dosen Pengampu :

Ns. Kartika, M.Sc

Disusun Oleh :

1. Diki Bagoes Saputro


2. Ega Fitri
3. Rio Anggara Pratama

POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG


TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Efektifitas Terapi Mendekap dan Terapi Musik dalam
Menurunkan Skala Nyeri pada Bayi Saat Dilakukan Imunisasi Campak”
ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk


memenuhi tugas Ibu Kartika pada Keperawatan Anak . Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang “Efektifitas Terapi
Mendekap dan Terapi Musik dalam Menurunkan Skala Nyeri pada Bayi
Saat Dilakukan Imunisasi Campak” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Kartika selaku dosen


Keperawatan Anak yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang


telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Pangkalpinang, 22 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................7

1.3 Tujuan.............................................................................................................7

BAB II......................................................................................................................8

LANDASAN TEORI...............................................................................................8

2.1 Konsep Anak.................................................................................................8

2.2 Konsep Campak...........................................................................................11

KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK

DENGAN MORBILI/CAMPAK...........................................................................18

A. Pengkajian Data Dasar..................................................................................18

B. Diagnosa Keperawatan.................................................................................22

C. Intervensi......................................................................................................22

D. Implementasi ..........................................................................................27

E. Evaluasi ................................................................................................28

iii
BAB lll...................................................................................................................29

LITERATUR REVIEW.........................................................................................29

BAB lV..................................................................................................................36

KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................36

4.1 Kesimpulan..................................................................................................36

4.2 Saran...........................................................................................................36

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular yang masih


menjadi masalah kesehatan bayi dan anak. Penyakit tersebut disebabkan oleh
virus golongan Paramyxovirus.
 Data kasus
Pada tahun 2013, di dunia terdapat 145.700 orang meninggal
akibat campak, sedangkan sekitar 400 kematian setiap hari sebagian
besar terjadi pada balita (WHO, 2015).
Menurut Kemenkes RI (2015),campak merupakan penyakit
endemik di negara berkembang termasukIndonesia. Di Indonesia,
campak masih menempati urutan ke-5 penyakit yang menyerang
terutama pada bayi dan balita. Pada tahun 2014 di Indonesia ada
12.943 kasus campak. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pada
tahun 2013 sebanyak 11. 521 kasus. Jumlah kasus meninggal
sebanyak 8 kasus yang terjadi di 5 provinsi yaitu Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Kepulauan Riau dan Kalimantan Timur. Incidence
rate (IR) campak pada tahun 2014 sebesar 5,13 per 100.000
penduduk.Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2013 yang
sebesar 4,64 per 100.000 penduduk. Kasus campak terbesar pada
kelompok umur 5-9 tahun dan kelompok umur 1- 4 tahun sebesar
30% dan 27,6%.
Kegiatan surveilans yang dilakukan setiap tahun melaporkan lebih
dari 11.000 kasus suspect Campak. Hasil konfirmasi laboratorium
terhadap kasus tersebut, diketahui bahwa 12 – 39% di antaranya
adalah Campak pasti (confirmed), dan sebanyak 16–43% adalah

1
Rubella pasti.
Dalam kurun waktu tahun 2010-2015, diperkirakan terdapat
23.164 kasus Campak dan 30.463 kasus Rubella. Jumlah kasus ini
diperkirakan masih rendah dibanding angka sebenarnya di lapangan,
mengingat masih banyaknya kasus yang tidak terlaporkan, terutama
dari pelayanan swasta serta kelengkapan laporan surveilans yang
masih rendah.
Jumlah kasus Campak yang dilaporkan dapat dibandingkan antara
satu wilayah dengan wilayah lainnya dengan menggunakan Incidence
Rate. Incidence Rate Campak diperoleh dengan membagi jumlah
kasus Campak dengan jumlah penduduk di wilayah tertentu lalu
dikalikan dengan konstanta 100.000. Incidence rate Campak
menggambarkan rate penderita Campak di tiap 100.000 penduduk.

GAMBAR 1. INCIDENCE RATE CAMPAK PER 100.000 PEDUDUK DI


INDONESIA TAHUN 2011-2017

9,
2
6,
5 5, 5, 5,
4, 6
6 1 3, 0
2

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Incidence Rate Campak per 100.000 penduduk di Indonesia pada tahun 2011-
2017

menunjukkan kecenderungan penurunan, dari 9,2 menjadi 5,6 per 100.000


penduduk. Namun demikian, Incidence rate cenderung naik dari tahun 2015
sampai dengan 2017, yaitu dari 3,2 menjadi 5,6 per 100.000 penduduk.
Kasus Campak dalam tiga tahun terakhir juga menunjukkan peningkatan
dibeberapa provinsi. Namun ada juga beberapa provinsi yang mengalami
penurunan.

2
GAMBAR 2. DISTRIBUSI KASUS CAMPAK TAHUN
2015-2017

Gambar di atas menunjukkan bahwa terdapat 18 provinsi (52,9%)


yang mengalami peningkatan kasus dalam tiga tahun terakhir, yaitu
Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Kepulauan Riau,
Jawa Timur, Banten, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Maluku, dan Papua Barat. Provinsi Banten dan Jawa Timur
mengalami peningkatan yang signifikan di antara 18 provinsi tersebut.

Pada saat tertentu adanya peningkatan kasus di suatu wilayah


menyebabkan penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) pada wilayah
tersebut. KLB suspect Campak terjadi ketika ditemukan 5 atau lebih suspect
Campak dalam waktu 4 minggu berturut-turut, terjadi mengelompok dan

3
memiliki hubungan epidemiologi. KLB Campak pasti terjadi ketika ada
KLB suspect Campak dengan hasil laboratorium > 2 IgM Campak. KLB
Rubella pasti terjadi ketika terdapat KLB suspect Campak dengan hasil
laboratorium > IgM Rubella.

 Data kasus di Babel :

Perwakilan UNICEF Indonesia, menyatakan sebanyak 370


ribu anak di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung terindikasi
campak rubella, hingga perlu digencarkan sosialisasi imunisasi
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengimuninasi
anaknya guna menekan penyakit itu.

“Sebelumnya di Pulau Jawa kami sukses 100 persen. Tetapi


saat ini di Babel masih ada kasus 370 ribu anak yang masih
terindikasi campak rubella,” kata Perwakilan UNICEF, Sigiharto
usai pertemuan membahas kampanye imunisasi secara nasional
dengan Gubernur Kepulauan Babel, Erzaldi Rosman Djohan di
Pangkalpinang, Jumat (29/6).

Ia mengatakan, kampanye imunisasi untuk mengatasi campak


rubella ini akan serentak dilaksanakan di 28 provinsi di
Indonesia, dengan target yaitu anak usia 9 bulan sampai 9 tahun.

“Kampanye campak rubella ini akan dimulai Agustus hingga


September tahun ini yang didanai UNICEF,” ujarnya.

Menurut dia, ibu hamil apabila terkena campak rubella ini,


maka bisa dipastikan si-anak akan cacat dan tuli, bahkan buta.
“Ibu hamil yang terjangkit rubella maka anak dilahirkan dapat
mengakibatkan cacat,” katanya.

4
 Akibat yang trjadi pada kasus ini

Penyakit ini harus diwaspadai meskipun jumlah pengidap


komplikasi campak tidak terlalu banyak. Komplikasi yang
disebabkan campak umumnya adalah bronkitis, infeksi paru-paru
(pneumonia), radang pada telinga, dan infeksi otak (ensefalitis).
Berikut ini merupakan beberapa kalangan yang berisiko
mengalami komplikasi, yaitu:

 B
ayi di bawah usia satu tahun;
 O
rang dengan penyakit kronis; dan
 O
rang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

Bercak atau ruam berwarna merah-kecokelatan akan muncul di kulit


setelah beberapa hari kemudian. Urutan kemunculan bercak ini dari
belakang telinga, sekitar kepala, kemudian ke leher. Pada akhirnya, ruam
akan menyebar ke seluruh tubuh.

 Penatalaksanaan campak
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi
penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk
mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih
nyaman dan dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat
yang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak (pada kasus yang
ringan) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi
yang berbahaya. Bila ringan, penderita campak tidak perlu dirawat.
Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar selalu
mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila
penyakit bertambah berat. Umumnya dilakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan

5
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak
menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan
banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent).
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk
mengganggu
dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat..
8. Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
a. Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
b. Pengurang batuk (antitusif)
c. Vitamin A dosis tunggal :
1) Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
2) Di atas 1 tahun: 200.000 unit
d. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia).
e. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita
morbili dengan ensefalitis.
f. Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari
g. Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan konsep anak?
2. Apa yang dimaksud dengan penyakit campak pada anak?
3. Bagaimana asuhan keperawatan tentang penyakit campak pada anak?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang maksud dengan konsep anak.

6
2. Untuk mengetahui konsep penyakit campak pada anak.
3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tentang penyakit campak pada
anak.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Anak

a. Pengertian Anak
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah
siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih
didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan
perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada
didalam kandungan hingga berusia 18 tahun (Damayanti,2008)

b. Kebutuhan Dasar Anak


Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum digolongkan
menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang meliputi, pangan atau gizi,
perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak, sanitasi, sandang,
kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau kasih saying (Asih),
pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang erat, mesra dan
selaras antara ibu atau pengganti ibu dengan anak merupakansyarat yang
mutlakuntuk menjamin tumbuh kembang yang selaras baik fisik, mental
maupun psikososial. Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah), stimulasi

7
mental merupakan cikal bakal dalam proses belajar (pendidikan dan
pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini mengembangkan perkembangan
mental psikososial diantaranya kecerdasan, keterampilan, kemandirian,
kreaktivitas, agama, kepribadian dan sebagainya.

c. Tingkat perkembangan anak


Menurut Damaiyanti (2008), karakteristik anak sesuai tingkat
perkembangan :

1. Usia bayi (0-1 tahun)


Pada masa ini bayi belum dapat mengekspresikan perasaan dan
pikirannya dengan kata-kata. Oleh karena itu, komunikasi dengan bayi lebih
banyak menggunakan jenis komunikasi non verbal. Pada saat lapar, haus,
basah dan perasaan tidak nyaman lainnya, bayi hanya bisa mengekspresikan
perasaannya dengan menangis. Walaupun demikian, sebenarnya bayi dapat
berespon terhadap tingkah laku orang dewasa yang berkomunikasi
dengannya secara non verbal, misalnya memberikan sentuhan, dekapan, dan
menggendong dan berbicara lemah lembut.
Ada beberapa respon non verbal yang biasa ditunjukkan bayi
misalnya menggerakkan badan, tangan dan kaki. Hal ini terutama terjadi
pada bayi kurang dari enam bulan sebagai cara menarik perhatian orang.
Oleh karena itu, perhatian saat berkomunikasi dengannya. Jangan langsung
menggendong atau memangkunya karena bayi akan merasa takut. Lakukan
komunikasi terlebih dahulu dengan ibunya. Tunjukkan bahwa kita ingin
membina hubungan yang baik dengan ibunya.

2. Usia pra sekolah (2-5 tahun)


Karakteristik anak pada masa ini terutama pada anak dibawah 3
tahun adalah sangat egosentris. Selain itu anak juga mempunyai perasaan
takut oada ketidaktahuan sehingga anak perlu diberi tahu tentang apa yang

8
akan akan terjadi padanya. Misalnya, pada saat akan diukur suhu, anak akan
merasa melihat alat yang akan ditempelkan ke tubuhnya. Oleh karena itu
jelaskan bagaimana akan merasakannya. Beri kesempatan padanya untuk
memegang thermometer sampai ia yakin bahwa alat tersebut tidak
berbahaya untuknya.
Dari hal bahasa, anak belum mampu berbicara fasih. Hal ini
disebabkan karena anak belum mampu berkata-kata 900-1200 kata. Oleh
karena itu saat menjelaskan, gunakan kata-kata yang sederhana, singkat dan
gunakan istilah yang dikenalnya. Berkomunikasi dengan anak melalui objek
transisional seperti boneka. Berbicara dengan orangtua bila anak malu-malu.
Beri kesempatan pada yang lebih besar untuk berbicara tanpa keberadaan
orangtua.
Satu hal yang akan mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan
dalam berkomunikasi adalah dengan memberikan pujian atas apa yang telah
dicapainya.

3. Usia sekolah (6-12 tahun)


Anak pada usia ini sudah sangat peka terhadap stimulus yang
dirasakan yang mengancam keutuhan tubuhnya. Oleh karena itu, apabila
berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan anak diusia ini harus
menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak dan berikan contoh yang
jelas sesuai dengan kemampuan kognitifnya.
Anak usia sekolah sudah lebih mampu berkomunikasi dengan orang
dewasa. Perbendaharaan katanya sudah banyak, sekitar 3000 kata dikuasi
dan anak sudah mampu berpikir secara konkret.

4. Usia remaja (13-18)


Fase remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari akhir
masa anak-anak menuju masa dewasa. Dengan demikian, pola piker dan
tingkah laku anak merupakan peralihan dari anak-anak menuju orang
dewasa. Anak harus diberi kesempatan untuk belajar memecahkan masalah
secara positif. Apabila anak merasa cemas atau stress, jelaskan bahwa ia

9
dapat mengajak bicara teman sebaya atau orang dewasa yang ia percaya.
Menghargai keberadaan identitas diri dan harga diri merupakan hal yang
prinsip dalam berkomunikasi. Luangkan waktu bersama dan tunjukkan
ekspresi wajah bahagia.

d. Tugas Perkembangan Anak


Tugas perkembangan menurut teori Havighurst (1961) adalah tugas yang
harus dilakukan dan dikuasai individu pada tiap tahap perkembangannya.
Tugas perkembangan bayi 0-2 adalah berjalan, berbicara,makan makanan
padat, kestabilan jasmani. Tugas perkembangan anak usia 3-5 tahun adalah
mendapat kesempatan bermain, berkesperimen dan berekplorasi, meniru,
mengenal jenis kelamin, membentuk pengertian sederhana mengenai
kenyataan social dan alam, belajar mengadakan hubungan emosional,
belajar membedakan salah dan benar serta mengembangkan kata hati juga
proses sosialisasi.
Tugas perkembangan usia 6-12 tahun adalah belajar menguasai
keterampilan fisik dan motorik, membentuk sikap yang sehat mengenai diri
sendiri, belajar bergaul dengan teman sebaya, memainkan peranan sesuai
dengan jenis kelamin, mengembangkan konsep yang diperlukan dalam
kehidupan sehari-hari, mengembangkan keterampilan yang fundamental,
mengembangkan pembentukan kata hati, moral dan sekala nilai,
mengembangkan sikap yang sehat terhadap kelompok sosial dan lembaga.
Tugas perkembangan anak usia 13-18 tahun adalah menerima keadaan
fisiknya dan menerima peranannya sebagai perempuan dan laki-laki,
menyadari hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya dan kedua jenis
kelamin, menemukan diri sendiri berkat refleksi dan kritik terhadap diri
sendiri, serta mengembangkan nilai-nilai hidup.

2.2 Konsep Campak


A. Definisi campak/morbili
 Campak/Morbili adalah penyakit infeksi virus akut,menular yang ditandai 3
stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensensia.

10
Morbili dapat disebut juga campak,”measles”,rubeola.(IKA,FKUI Volume 2,
2009)
 Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium yaitu : stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi
(Rampengan, 2007: 90).
 Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute
udara dari seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer,
2008:2443)
 Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3
stadium, yaitu : a. stadium kataral, b. stadium erupsi dan c. stadirum
konvelensi. (Rusepno, 2007:624) Morbili ialah penyakit infeksi virus akut,
menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu (1) stadium kataral, (2) stadium
erupsi dan (3) stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 2007:351)
 Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan
oleh virus campak. (Hardjiono, 2009:95).
 Campak adalah demam eksantematosa akut oleh virus yang menular ditandai
oleh gejala prodromal yang khas, ruam kulit dan bercak koplik. (Ovedoff,
2009:451)
 Measles atau rubeola adalah penyakit infeksi tinggi akut melibatkan
traktus respiratorius dan dikarakteristikkan oleh ras makulopapuler confluent.
(N. Clex, 2010:153). Morbili adlah penyakit infeksi virus akut yang ditandai
oleh tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi
(Suriadi, 2010:211).
 Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan
3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi.
(Mansjoer, 2009 : 47).

A. Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring
dan darah selama masa prodormal sampai 24 jam setelah timbulnya bercak-
bercak. Cara penularannya dengan droplet dan kontak (IKA,FKUI Volume 2,
2007).

11
Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili
paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap
panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC, sinar
matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin dapat
memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen.
(Rampengan, 2011 : 90-91).
Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret
nasofaring dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul
bercak-bercak, cara penularan dengan droplet dan kontak (Ngastiyah,
2007:351)
Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae,
genus Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip
dengan virus penyebab parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut
ditemukan di dalam sekresi nasofaring, darah dan air kemih, paling tidak
selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah munculnya ruam
kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam.
(Nelson, 2010 : 198).

B. Epidemologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan
kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah
menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta)
sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang
sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita
morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan
mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III
maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau
seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian
meninggal sebelum usia 1 tahun. Morbili dapat ditularkan dengan 3 cara, antara
lain :
1. Percikan ludah yang mengandung virus
2. Kontak langsung dengan penderita

12
3. Penggunaan peralatan makan & minum bersama. Penderita dapat menularkan
infeksi dalam waktu 2-4 hari sebelum timbulnya ruam kulit dan selama ruam kulit
ada. Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan
kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yang telah kebal
(berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah :
1) Bayi berumur lebih dari 1 tahun
2) Bayi yang tidak mendapatkan imunisasi
3) Daya tahan tubuh yang lemah
4) Belum pernah terkena campak
5) Belum pernah mendapat vaksinasi campak.
6) Remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

C. Klasifikasi
Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3
stadium yaitu:
1. Stadium Kataral (Prodormal) Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala
sebagai berikut:
a. Panas
b. Malaise
c. Batuk
d. Fotofobia
e. Konjungtivitis
f. Koriza
Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema,
timbul bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan
dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat jarang dijumpai. Diagnosa
perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita
pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium Erupsi Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:
a. Koriza dan Batuk bertambah
b. Timbul enantema dipalatum durum dan palatum mole
c. Kadang terlehat bercak koplik

13
d. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan.
e. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening
f. Splenomegali
g. Diare dan muntah
Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang
disertai pendarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalensensi
a. Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi)
b. Suhu menurun sampai normal kecuali ada komplikasi (IKA,FKUI Volume
2,2006).

D. Manifestasi klinis
Menurut ahli lain manifestasi yang timbul adalah: 1. Stadium Kataral
(prodromal). Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas,
malaise, batuk, fotofobia, konjungtivis, dan koriza. Menjelang akhir stadium
kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik
berwarna putih kelabu sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema,
lokasinya di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah 2 Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di
palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula bercak koplik.
Terjadinya eritema yang berbentuk makula-popula disertai menaiknya suhu
badan diantara macula terdapat kulit yang normal. Mulamula eritema timbul di
belakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah, kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit, rasa
gatal, muka bengkak. 3. Stadium Konvalesensi Erupsi berkurang meninggalkan
bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama kelamaan akan
hilang sendiri. Suhu menurun sampai menjadi normal, kecuali bila ada
komplikasi (Rusepno, 20011 : 625)
Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul
pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota
badan. Selain itu, timbul gejala seperti flu disertai mata berair dan kemerahan

14
(konjungtivis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai hilang dan berubah menjadi
kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila
sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. (Supartini, 2009 : 179).

E. Pemerikasaan diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
1. Gambaran klinis yang khas
2. Pemeriksaan laboratorium
3. Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni
4. Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant cells yang khas
5. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan
complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam
1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu
kemudian. (Rampengan, 2011 : 94).
6. Dalam sputum, sekresi nasal, sediment urine dapat ditemukan adanya
multinucleated giant sel yang khas.
7. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan
complement fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik
dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya ras dan mencapai puncaknya pada 2 minggu
kemudian.

F. Penatalaksanaan
Sesungguhnya tidak ada pengobatan yang spesifik untuk mengatasi
penyakit campak. Pada kasus yang ringan, tujuan terapi hanya untuk
mengurangi demam dan batuk, sehingga penderita merasa lebih nyaman dan
dapat beristirahat dengan lebih baik. Dengan istirahat yang cukup dan gizi
yang baik, penyakit campak (pada kasus yang ringan) dapat sembuh dengan
cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Bila ringan, penderita
campak tidak perlu dirawat. Penderita dapat dipulangkan dengan nasehat agar
selalu mengupayakan peningkatan daya tahan tubuh, dan segera kontrol bila

15
penyakit bertambah berat. Umumnya dilakukan tindakan-tindakan sebagai
berikut :
1. Isolasi untuk mencegah penularan
2. Tirah baring dalam ruangan yang temaram (agar tidak menyilaukan)
3. Jaga agar penderita tetap merasa hangat dan nyaman
4. Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Bila tidak mampu makan
banyak, berikan porsi kecil tapi sering (small but frequent).
5. Asupan cairan harus cukup untuk mencegah dehidrasi
6. Kompres hangat bila panas badan tinggi.
7. Humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu
dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat..
Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:
1. Penurun panas (antipiretik): Parasetamol atau ibuprofen
2. Pengurang batuk (antitusif)
3. Vitamin A dosis tunggal :
a) Di bawah 1 tahun: 100.000 unit
b) Di atas 1 tahun: 200.000 unit
4. Antibiotika
Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa
infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia).
5. Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan pada penderita
morbili dengan ensefalitis.
6. Hidrokortison 100-200 mg/hr selama 3-4 hari.
7. Prednison 2 mg/kgBB/hr selama 1 minggu.
G. Komplikasi
1. Pneumoni
Oleh karena perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder.
Bakteri yang menimbulkan pneumoni pada mobili adalah streptokokus,
pneumokokus, stafilokokus, hemofilus influensae dan kadang-kadang dapat
disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.

16
2. Gastroenteritis
Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar
19,1 – 30,4%
3. Ensefalitis
Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten,
atau ensefalomielitis tipe alergi.
4. Otitis media
Komplikasi yang sering ditemukan Mastoiditis Komplikasi dari otitis media
5. Gangguan gizi
Terjadi sebagai akibat intake yang kurang (Anorexia, muntah),
menderita komplikasi. (Rampengan, 2011 : 95).

17
KONSEP DASAR TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN ANAK DENGAN MORBILI/CAMPAK

A. Pengkajian Data Dasar


1. Biodata
Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.
2. Proses keperawatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam
terusmenerus berlangsung 2 – 4 hari. (Pusponegoro, 2008 : 96)
b. Riwayat keperawatan sekarang
Anamnesa adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari,
batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah, silau bila kena cahaya
(fotofobia), diare, ruam kulit. (Pusponegoro, 2004 : 96) Adanya
nafsu makan menurun, lemah, lesu. (Suriadi, 2010 : 213)
c. Riwayat keperawatan dahulu
Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah
Sakit atau pernah mengalami operasi (Potter, 208 : 185). Anamnesa
riwayat penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, riwayat
imunisasi campak (Wong, 2007 : 657). Anamnesa riwayat kontak
dengan orang yang terinfeksi campak. (Suriadi, 2009 : 213).
d. Riwayat Keluarga
Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan
darah,
apakah klien beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau
familial. (Potter, 2009 : 185).
3. Data Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
a. Bernafas
Kaji pernafasan pasien. Kaji apakah pasien mengalami kesulitan

18
saat
bernafas.
b. Makan dan Minum Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum
sebelum dan selama MRS . Kebiasaan : pola makan, frekuensi,
jenis.
Perubahan :setelah di rumah sakit.
c. Eliminasi
1) BAK
Kebiasaan : frekuensi, warna, bau.
Perubahan setelah saki.
2) BAB
Kebiasaan : frekuensi, warna, konsistensi.
Perubahan setelah sakit.
d. Gerak dan Aktivitas Kaji gerak dan aktivitas pasien selama berada
di RS.
e. Istirahat dan tidur Kebiasaan : kaji kebiasaan istirahat tidur pasien.
Perubahan setelah sakit.
f. Kebersihan Diri. Kaji bagaimana toiletingnya pasien.
g. Pengaturan suhu tubuh Cek suhu tubuh pasien, normal (36°-37°C),
pireksia/demam(38°-40°C), hiperpireksia=40°C< ataupun
hipertermi <35,5°C.
h. Rasa Nyaman, Observasi adanya keluhan yang mengganggu
kenyamanan pasien. Observasi nyeri yang di keluhkan pasien.
i. Rasa Aman. Kaji keluarga pasien mengenai kecemasan yang ia
rasakan
j. Sosialisasi dan Komunikasi Observasi social dan komunikasi
pasien. Kaji apakan pasien mampu bercanda dengan keluarganya.
k. Bekerja
Kaji pasien apakah pasien mampu bermain dan bercanda dengan
keluarganya.
l. Ibadah
Ketahui agama apa yang dianut pasien.

19
m. Rekreasi. Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan
sengaja meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk
mengetahui teknik yang tepat saat depresi.
n. Pengetahuan atau belajar. Seberapa besar keingintahuan keluarga
mengenai cara pencegahan diare pada anak. Disinilah peran
perawat untuk memberikan HE kepada keluarga pasien mengenai
cara pencegahan diare pada anak.
4. Pemeriksaan Fisik Kulit :
a. Timbul rash. Rash mulai timbul sebagai eritema makulopapular
( penonjolan pada kulit yang berwarna merah ). Timbul dari
belakang telinga pada batas rambut dan menyebar ke daerah pipi,
seluruh wajah, leher, lengan bagian atas dan dada bagian atas
dalam 24 jam I. Dalam 24 jam berikutnya, menyebar menutupi
punggung, abdomen, seluruh lengan dan paha, pada akhirnya
mencapai kaki pada hari ke 2 – 3, maka rash pada wajah mulai
menghilang. Proses menghilangnya rash berlangsung dari atas ke
bawah dengan urutan sama dengan urutan proses pemunculannya.
Dalam waktu 4 – 5 hari menjadi kehitam – hitaman
( hiperpigmentasi ) & pengelupasan (desquamasi).
b. Kepala
1) Mata
Konjungtivitis & fotofobia. Tampak adanya suatu garis
melintang dari peradangan konjungtiva yang dibatasi pada
sepanjang tepi kelopak mata (Transverse Marginal Line
Injectio) pada palpebrae inferior, rasa panas di dalam mata &
mata akan tampak merah, berair, mengandung eksudat pada
kantong konjungtiva.
2) Hidung
Bersin yang diikuti hidung tersumbat & sekret mukopurulen
dan menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncak serta
menghilang bersamaan dengan menghilangnya panas.
3) Mulut

20
Didapatkan koplik's spot. Merupakan gambaran bercak –
bercak kecil yang irregular sebesar ujung jarum / pasir yang
berwarna merah terang dan bagian tengahnya berwarma putih
kelabu. Berada pada mukosa pipi berhadapan dengan molar ke
– 2 , tetapi kadang – kadang menyebar tidak teratur mengenai
seluruh permukaan mukosa pipi. Timbulnya pada hari ke – 2
setelah erupsi kemudian menghilang. Tanda ini merupakan
tanda khas pada morbili.
4) Leher
Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang
daerah servikal posterior. Hal ini disebabkan karena aktivitas
jaringan limphoid untuk menghancurkan agen penyerang (virus
morbili).
5) Dada
a) Paru :
Bila terjadi perubahan pola nafas & ketidakefektifan
bersihan jalan nafas akan didapatkan peningkatan frekuensi
pernafasan, retraksi otot bantu pernafasan dan suara nafas
tambahan. Batuk yang disebabkan oleh reaksi inflamasi
mukosa saluran nafas bersifat batuk kering. Intensitas batuk
meningkat mencapai puncak pada saat erupsi. Bertahan
lama & menghilang secara bertahap dalam 5 – 10 hari.
b) Jantung : Terdengar suara jantung I & II.
6) Abdomen :
Bising usus terdengar, pada keadaan hidrasi turgor kulit dapat
menurun.
7) Anus & genetalia
Eliminasi alvi dapat terganggu berupa diare Eliminasi uri tidak
t.erpengaruh.
8) Ekstremitas atas dan bawah : Ditemukan rash dengan sifat
sesuai waktu timbulnya. 5. Pemeriksaan penunjang Dari hasil
pemeriksaan laboratorium ditemukan leukopenia ringan.

21
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
atau absorpsi nutrien yang diperlukan.
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penjamu dan agens infeksi.
4. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit, malaise
5. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan isolasi dari teman
sebaya.
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penggarukan
pruritus.
7. Hipertermi berhubungan dengan Efek pirogen terhadap pengaturan
suhu
tubuh pada hipotalamus, Peningkatan metabolisme dan proses
penyakit.

C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum
Hasil yang diharapkan :
a. Mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas bersih atau
jelas.
b. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,
misal : batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasma bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas.
2) Kaji atau pantau frekuensi pernapasan

22
Rasional : takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress atau
adanya proses infeksi akut.
3) Catat adanya atau derajat dipsnoe sesak napas
Rasional : disfungsi pernapasan adalah variabel yang
tergantung pada tahap proses kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di rumah sakit.
4) Pertahankan polusi lingkungan minimun, misal ; debu, asap,
dan bulu bantal yang berhubungan dengan kondisi individu.
Rasional : pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat
menjadi episode akut.
5) Observasi karakteristik batuk
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya
bila pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling
efektif pada posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah
perkusi

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
atau
absorpsi nutrien yang diperlukan.
Hasil yang diharapkan :
a. Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil
dengan
nilai laboratorium normal.
b. Tidak mengalami tanda malnutrisi.
c. Menunjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan
dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
Intervensi :
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
Rasional : mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi.

23
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
3. Timbang berat badan tiap hari
Rasional : mengevaluasi penurunan berat badan atau efektivitas
intervensi nutrisi.
4. Berikan makanan sedikit dari frekuensi sering dan atau makan
diantara waktu makan.
Rasional : makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
5. Observasi dan catat kejadian mual atau muntah, flatus, dan
gejala lain yang berhubungan.
Rasional : gejala gastro intestinal dapat menunjukkan efek
anemia (hipoksia) pada organ.

3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penjamu dan agens infeksi.


Hasil yang diharapkan :
a. Anak yang rentan tidak mengalami penyakit.
b. Infeksi tidak menyebar
c. Anak tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi seperti infeksi
dan
dehidrasi.
Intervensi:
1. Identifikasi anak beresiko tinggi
Rasional : memastikan anak menghindari pemajanan
2. Lakukan rujukan ke perawat kesehatan masyarakat bila perlu
Rasional : untuk memastikan prosedur yang tepat di rumah.
3. Pantau suhu
Rasional : peningkatan suhu tubuh yang tidak diperkirakan dapat
menandakan adanya infeksi.
4. Pertahankan higiene tubuh yang baik.

24
Rasional : untuk mengurangi resiko infeksi sekunder dari
lesi.
5. Berikan serapan air sedikit tapi sering atau minuman kesukaan
anak serta makanan halus atau lunak.
Rasional : - Untuk menjamin hidrasi yang adekuat Banyak anak-
anak yang mengalami anoreksia selama sakit.

4. Nyeri berhubungan dengan lesi kulit, malaise


Hasil yang diharapkan :
a. Kulit dan membran mukosa bersih dan bebas dari iritasi.
b. Anak menunjukkan bukti-bukti ketidaknyamanan minimum.
Intervensi :
1. Gunakan vaporiser embun dingin, kumur-kumur, dan tablet
isap.
Rasional : untuk menjaga agar membran mukosa tetap lembab.
2. Bersihkan mata dengan larutan salin fisiologis
Rasional : untuk menghilangkan sekresi atau kusta
3. Jaga agar anak tetap dingin.
Rasional : karena udara yang terlalu panas dapat meningkatkan rasa
gatal
4. Berikan mandi air dingin dan berikan lotion seperti kalamin
Rasional : untuk menurunkan rasa gatal.
5. Berikan analgesik, antipiretik, dan antipruritus sesuai
kebutuhan dan ketentuan.
Rasional : untuk mengurangi nyeri, menurunkan suhu tubuh, dan
mengurangi rasa gatal.

5. Gangguan interaksi sosial berhubungan dengan isolasi dari teman


sebaya.
Hasil yang diharapkan :
a. Anak menunjukkan pemahaman tentang pembatasan
b. Anak melakukan aktivitas yang tepat dan berinteraksi.

25
Intervensi :
1. Jelaskan alasan untuk pengisolasian dan penggunaan
kewaspadaan khusus.
Rasional : untuk meningkatkan pemahaman anak tentang
pembahasan.
2. Biarkan anak memainkan sarung tangan dan masker
Rasional : untuk memfasilitasi koping positif.
3. Berikan aktivitas pengalihan
Rasional : untuk melakukan aktivitas yang tepat dan
berinteraksi.
4. Anjurkan orang tua untuk tetap bersama anak selama
hospitalisasi.
Rasional : untuk menurunkan perpisahan dan memberikan
kedekatan.
5. Siapkan teman sebaya anak untuk perubahan perampilan
fisik
Rasional : untuk mendorong penerimaan teman sebaya.
6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
penggarukan
pruritu
Hasil yang diharapkan : kulit tetap utuh
Intervensi:
1. Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih
Rasional : untuk meminimalkan trauma dan infeksi sekunder.
2. Pakailah sarung tangan atau restrein siku
Rasional : untuk mencegah penggarukan
3. Berikan pakaian yang tipis, longgar, dan tidak meng mengiritasi.
Rasional : karena panas yang berlebihan dapat meningkatkan rasa
gatal.
4. Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana panjang, pakaian satu
lapis).
Rasional : untuk mencegah penggarukan

26
5. Berikan losion yang melembutkan (sedikit saja pada lesi terbuka).
Rasional : karena pada lesi terbuka absorpsi obat meningkat untuk
menurunkan pruritus. Hindari pemajanan panas atau sinar matahari.
Rasional : menimbulkan ruam (Doenges, 2000 : 156, 157 dan 575).

7. Hipertermi berhubungan dengan Efek pirogen terhadap pengaturan


suhu
tubuh pada hipotalamus, Peningkatan metabolisme dan proses penyakit.
Hasil yang diharapkan :
Klien menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal.
Kriteria hasil :
a. Suhu tubuh 36,5º – 37,5º C ( bayi ) , suhu tubuh 36º –37,5ºC(anak)
b. Frekuensi pernafasan : Bayi ; 30-60 x/mnt, anak ; 15-30 x/mnt.
c. Frekuensi nadi : Bayi ; 120-140 x/mnt, anak ; 100-120 x/mnt.
Intervensi :
1. Monitor temperatur suhu
R/ Perubahan temperatur dapat terjadi pada proses infeksi akut.
2. Monitor suhu lingkungan.
R/ Temperatur lingkungan dipertahankan mendekati suhu
normal.
3. Berikan kompres dingin.
R/ Menurunkan panas lewat konduksi.
4. Berikan antipiretik sesuai program tim medis.
R/ Menurunkan panas pada pusat hipotalamus.

D. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya: Implementasi dilaksanakan
sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ; ketrampilan
interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien

27
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi
serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan
dan perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 2010,4).

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
dengan melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana
keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 2011).

28
BAB lll
LITERATUR REVIEW

A. Judul Jurnal : Efektifitas Terapi Mendekap dan Terapi Musik dalam


Menurunkan Skala Nyeri pada Bayi Saat Dilakukan Imunisasi Campak

B. Penulis : Fitri Wahyuni. S dan Ulfa Suryani tahun 2020

C. Intervensi : intervensi yang dikembangkan dalam mengurangi nyeri


tersebut diantaranya terapi mendekap dan terapi musik.

D. Tujuan : Terapi ini diterapkan sesuai dengan prinsip dalam keperawatan


anak yaitu menerapkan prinsip autraumatic care dengan cara
meminimalkan kecemasan dan trauma pada anak terutama nyeri yang
disebabkan dari suntikan imunisasi (Ismanto, 2015). Intervensi terapi
mendekap atau parental holding, dapat dijadikan sebagai metode alternatif
yang dapat mengurangi nyeri pada bayi saat dilakukan penyuntikan
(imunisasi). Cara ini dinilai lebih efektif dilakukan dibandingkan dengan
cara menyusui bayi (Chu, et.al, 2017). Mendekap dapat mengurangi
respon terhadap prosedur yang menyakitkan dan merupakan sarana bagi
orangtua untuk mengalihkan perhatian dan menenangkan bayi mereka.
Berdasarkan penelitian Kustati (2013), menyebutkan bahwa terdapat
perbedaan rata-rata skor distress pada anak yang diberikan dekapan
orangtua (2.30%) dan yang tidak mendapat dekapan orangtua (3.25%)
pada saat dilakukan tindakan pemasangan infus. Selain itu, terapi
mendekap juga sejalan dengan prinsip keperawatan anak lainnya yaitu
family centered care (Hockenberry & Wilson, 2009).

E. Selain terapi mendekap, pemilihan terapi musik yang nyaman saat


dilakukan imunisasi juga dapat berpengaruh terhadap rasa nyaman anak
dan meminimalkan rssa nyeri (Potter & Perry, 2005). Musik terbukti
menunjukkan adanya efek dalam menurunkan frekuensi jantung,

29
mengurangi kecemasan dan depresi, serta menghilangkan nyeri (Natalina,
2013). Imunisasi campak dasar dilakukan pada usia 9 bulan dan pada usia

F. Tersebut bayi telah bisa merespon dan bersosialisasi.

G. Cara intervensi : Penelitian merupakan penelitian kuantitatif


menggunakan metode quasy eksperiment dengan pendekatan pretest dan
posttest without control group desain dengan teknik pengambilan sampel
pusposive sampling. Pada penelitian ini dinilai terlebih dahulu tingkat
nyeri kemudian setelah diberi perlakuan atau intervensi akan dinilai
kembali tingkat nyerinya untuk mengidentifikasi adanya penurunan skala
nyeri pada responden dan melihat keefektifan antara terapi mendekap dan
terapi musik dalam menurunkan skala nyeri bayi saat dilakukan imunisasi
campak di Wilayah Kerja Puskesmas Andalas Padang.
Adapun kriteria inklusi sampel pada penelitian ini adalah semua bayi yang
berusia 9-12 bulan, bayi sehat dan tidak memiliki kontra indikasi terhadap
imunisasi yang diberikan, bayi yang menerima imunisasi campak melalui
suntikan subkutan, bayi yang belum pernah melakukan terapi mendekap
maupun terapi musik, dan bayi yang disetujui menjadi responden oleh
orangtua (Ibu) dengan kriteriainklusi pada penelitian ini. Sedangkan
kriteria eklusi pada penelitian ini ialah bayi yang telah diberikan tindakan
non farmakologis seperti pemberian ASI, sukrosa, memberikan dot,
menidurkan bayi, dan kompres hangat maupun dingin, bayi yang
menangis dan tidak bisa ditenangkan sebelumtindakan penyuntikan, bayi
yang tidak didampingi langsung oleh ibu kandung, bayi yang mengalami
gizi buruk, bayi dengan kelainan neurologist (cerebral palsy), dan bayi
yang mengalami gangguan pendengaran.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik non
probability sampling. Peneliti memberikan penjelasan tentang cara, tujuan,
dan manfaat dari penelitian dan membuat kontrak waktu untuk
pelaksanaan selama 15 menit dalam 1 kali intervensi. Instrumen yang
digunakan pada penelitian ini adalah Mp3, handphone, speaker serta

30
lembar observasi yang berisi pengkajian skala nyeri sebelum dan sesudah
intervensi. Instrumen pengukuran skala nyeri menggunakan lembar
observasi dengan skala FLACC (Face, Leg, Activity, Cry and
Consolability) dengan hasil pengukuran skala 0 mendeskripsikan sebagai
tidak nyeri, skala 1-3 mendeskripsikan sebagai nyeri
ringan/ketidaknyamanan ringan, skala 4-6 mendeskripsikan sebagai nyeri
sedang, skala 7-10 mendeskripsikan sebagai nyeri hebat/ketidaknyamanan
berat.

H. Hasil : 12 orang responden didapatkan rata-rata skala nyeri sebelum terapi


mendekap adalah 7,8 yang dikategorikan nyeri hebat dengan standar
deviasi 1,4 dan rentang nilai minimum –maksimum adalah 5,0-10,0. 12
orang responden didapatkan rata-rata skala nyeri sesudah terapi mendekap
adalah 3,6 yang dikategorikan nyeri sedang dengan standar deviasi 1,6 dan
rentang nilai minimum –maksimum adalah 1,0-7,0. 12 orang responden
didapatkan rata-rata skala nyeri sebelum terapi musik adalah 7,8 yang
dikategorikan nyeri hebat dengan standar deviasi 1,1 dan rentang nilai
minimum –maksimum adalah 6,0-10,0. dari 12 orang responden
didapatkan rata-rata skala nyeri sesudah terapi musik adalah 5,1 yang
dikategorikan nyeri sedang dengan standar deviasi 1,6 dan rentang nilai
minimum –maksimum adalah 2,0-7,0. 12 orang dari responden yang
mendapatkan intervensi terapi musik mengalami penurunan skala nyeri
dengan selisih 2,7 sedangkan hasil uji statistic paired samples t test
didapatkan p=0,000 (p<0,05), artinya terdapat perbedaan skala nyeri
sebelum dan sesudah terapi musik pada bayi saat dilakukan imunisasi
campak di Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Wilayah Kerja
Puskesmas Andalas Padang tahun 2019. Dan dapat dilihat bahwa 12 orang
dari responden yang mendapatkan intervensi terapi mendekap dan terapi
musik mengalami penurunan skala nyeri dengan selisih 1,5 sedangkan
hasil uji statistic Independent Samples Test didapatkan p=0,017 (p<0,05),
artinya ada perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi
mendekap dan terapi musik pada bayi saat dilakukan imunisasi campak di

31
Kelurahan Kubu Dalam Parak Karakah Wiayah Kerja Puskesmas Andalas
Padang Tahun 2019.

I. Pembahasan : Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata skala nyeri


sebelum diberikan terapi mendekap yaitu 7,8. Dari 12 orang responden,
sebelum diberikan terapi mendekap diperoleh rentang nilai terendah-nilai
tertinggi adalah 5,0-10,0. Penelitian ini hampir sama dengan penelitian
yang dilakukan oleh Dyah (2007), tentang pengaruh memeluk bayi
terhadap respon nyeri pada bayi cukup bulan yang diimunisasi didapatkan
hasil rata-rata 7,65 dan Persamaan lainnya adalah banyak sampel yang
digunakan, Dyah (2007) menggunakan 12 orang bayi dengan usia 6-12
bulan. Hal ini dapat terjadi karena pada penelitian Dyah (2007) juga
menggunakan variabel memeluk bayi dimana memeluk membuat bayi
merasa lekat, aman dan mengurangi rasa sakit/nyeri yang dialami. Pada
penelitian ini tingkat nyeri yang dialami bayi sebelum diberikan intervensi
terapi mendekap berada pada kategori nyeri berat.

J. Menurut Santrock (2007), bayi yang dipeluk atau didekap hanya


mendapatkan komponen kontak dengan ibu. Jadi mendekap atau dipeluk
merupakan bentuk respon pertama yang dapat membuat aman pada bayi,
maka dari hasil rata-rata yang didapatkan dalam penelitian sama. Pada
imunisasi campak mempunyai efek yang membuat bayi akan menjadi
demam ringan dan terdapat kemerahan pada daerah vaksinasi selama 3
hari ini yang membuat nyeri yang cenderung dirasakan bayi yaitu pada
skala nyeri sedang dan berat sesuai dengan respon yang dialami. Nyeri
merupakan kondisi berupa perasaan yang tidak menyenangkan yang
bersifat sangat subjektif. Perasaan nyeri pada setiap orang berbeda dalam
hal skala ataupun tingkatannya dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Tetty, 2015).
Menurut Andarmoyo (2013), teknik distraksi merupakan teknik yang
berfokus untuk mengalihkan perhatian pada sesuatu selain rasa nyeri atau
dengan kata lain tindakan peralihan nyeri diluar rasa nyeri. Hal ini usia

32
mempengaruhi teknik pengalihan perhatian dimana semakin besar usia
bayi maka akan semakin cepat mengalihkan perhatiannya. Sedangkan pada
penelitian ini yang menjadi responden adalah bayi dengan usia 9-12 bulan
dimana pada usia tersebut bayi telah dapat merespon dengan baik.
Menurut analisa peneliti, sebelum diberikan intervensi terapi
mendekap berdasarkan nilai mean didapatkan hampir seluruh responden
merasakan nyeri berat. Hal ini menunjukkan bahwa imunisasi campak
mempunyai efek nyeri yang membuat ketidaknyamanan berat yang tinggi.
Hal ini juga dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu terhadap
penatalaksanaan nyeri pada bayi. Hal ini dibuktikan dari informasi yang
terkait tentang penatalaksanaan nyeri yang didapatkan dari 12 responden
tidak pernah mendapatkan informasi bagaimana cara penatalaksanaan
nyeri baik itu secara farmakologis maupun tindakan non farmakologis.
Berdasarkan informasi dari pihak puskesmas. memang pemaparan
pendidikan kesehatan atau informasi tentang dampak nyeri tidak pernah
langsung diserahan kepada masyarakat karena masih kurang ketertarikan
untuk berbagi informasi baik itu dari kader wilayah itu sekalipun dan
biasanya tenaga kesehatan merupakan fasilitas utama dalam
menyampaikan informasi.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh rata-rata skala nyeri
sebelum diberikan terapi musik yaitu 7,8. Dari 12 orang responden,
sebelum diberikan terapi musik diperoleh rentang nilai terendahnilai
tertinggi adalah 6,0-10,0. Hasil penelitian ini hampir sama dengan
penelitian yang dilakukan oleh Pramesemara (2012), menunjukkan bahwa
terapi musik klasik mozart efektif terhadap perubahan perilaku agresif
pada anak penderita autisme di SLB/A Negeri Denpasar karena nilai
p=0,000 (p<0,05). Hal ini dikarenakan variabel intervensi yang digunakan
sama pada penelitian ini. anak dengan autisme mempunyai gangguan yang
disebut dengan trias atau gejala autisme yaitu adanya gangguan dalam
bidang interaksi sosial, perilaku dan komunikasi. Bayi dengan nyeri juga
kehilangan kontrol baik itu perilaku, komunikasi maupun respon
metabolik. Nyeri pada bayi merupakan sebuah presepsi kompleks yang

33
melibatkan interaksi saraf yang mengirimkan impuls yang disebabkan
karena adanya kerusakan jaringan dan sebuah pengalaman sensorik serta
emosional yang tidak menyenangkan (Andarmoyo, 2013).
Nyeri ini bisa dialihkan dengan cara penatalaksaan nyeri melalui
tindakan non farmakologis dengan melakukan distraksi seperti
menggunakan musik, suara yang menenangkan yang dapat mengalihkan
perhatian bayi terhadap nyeri. Pada penelitian ini nyeri rata-rata sebelum
dilakukan intervensi terapi musik yaitu 7,8 ini dikategorikan pada nyeri
berat. Nyeri berat ini adalah secara objektif bayi kadang tidak dapat
mengikuti perintah tetapi masih bisa merespon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikan nyeri, nyeri tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi. Sesuai dengan
teori Breivik (2008), diatas bahwa nyeri dapat dibedakan menjadi empat
kategori yaitu tidak nyeri (0), nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6), dan
nyeri hebat (7-10).Menurut analisa peneliti, sebelum diberikan intervensi
terapi musik terhadap penurunan skala nyeri bayi berdasarkan nilai mean
didapatkan bahwa masih dalam kategori nyeri berat. Hal ini menunjukkan
penatalaksaan nyeri berpengaruh terhadap respon maupun nyeri yang
dirasakan bayi. Berdasarkan hasil observasi peneliti sebelum mendapatkan
intervensi bayi terlihat menarik diri, menanggis dengan manarik tubuh dan
berkeringat.
Pada penelitian yang peneliti lakukan kelompok terapi mendekap
dan terapi musik sama-sama mengalami penurunan nyeri dari nyeri berat
menjadi nyeri sedang. Dilihat dari uji t dengan p value <0,05 menunjukkan
bahwa pada kelompok terapi mendekap selisih nyeri antara sebelum dan
sesudah terapi adalah 4,20 dan pada kelompok terapi musik selisih nyeri
antara sebelum dan sesudah terapi adalah 2,70.
Menurut analisa peneliti bahwa penelitian ini menunjukan adanya
efektifitas dari terapi mendekap dibandingkan dengan terapi musik dilihat
dari adanya penurunan skala nyeri pada bayi. Pengaruh tersebut dilihat
dari respon fisiologik, respon perilaku dan respon metabolik pada bayi
yang mengalami perubahan dikarenakan bayi merasakan kenyamanan,

34
kehangatan dan kesejahteraan yang mereka dapatkan dari dekapan orang
tua yang mempengaruhi skala nyeri bayi (Lissauer & Fanaroff, 2009).

K. Kesimpulan
Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi mendekap serta
perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi musik. Dari
hasil tersebut diketahui bahwa terapi mendekap lebih efektif dilakukan
pada bayi saat dilakukan imunisasi campak.

35
BAB lV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Campak adalah penyakit virus akut, menular secara epidemologi
merupakan penyebab kematia terbesar pada anak. Menurut etiologinya
campak disebabkan oleh virus RNA dari family paramixoviridae, genus
morbilivirus, yang ditularkan secara droplet. Gejala klinis campak terdiri dari
3 stadium, yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadium konvalesensi.
Campak dapat dicegah dengan melakukan imunisasi secara aktif, pasif dan
isolasi penderita, sertapada Thecnichal Consultative Groups (TCG) Meeting
di Dakka Bangladesh tahun1999, menetapkan bahwa reduksi campak
diindonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan kejadian luar
biasa(KLB). Pada tahun ini terjadi penurunan kasus dan kematian yang tajam,
dan interval terjadinya KLB relative lebih panjang.

4.2 Saran
Kita harus menerapkan pola hidup sehat, utamanya pada anak dan balita
perlu mendapatkan asupan gizi yg cukup sehingga status gizi anak pun
menjadi lebih baik. Selalu menjaga kebersihan dengan slalu mencuci tangan
anak sebelum makan.
Jika anak belum menerima waktunya imunisasi campak (MMR),
sebaiknya anak tidak berdekatan dengan anak lain atau orang lain yang
sedang demam dan jika sudah terkena penyakit ini sebaiknya secepatnya
berobat dan jika dalam kondisi yang lebih akutsebaiknya perlu dirujuk ke
rumah sakit.
Untuk para orangtua jangan mengabaikan vaksinasi untuk anak karena
anak atau balita yang tidak mendapatkan imunisasi campak memiliki resiko 5
kali lebih besar untuk terkena penyakit campak disbanding dengan anak atau
balita yang mendapatkan imunisasi.

36
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


diagnose medis & NANDA NIC-NOC.Jakarta : Med Action Publishing
Carpenito, Lynda Juall, Diagnosa keperawatan Aplikasi pada Praktek
Klinik Edisi 8, Penerbit Buku Kedokteran EGC,;2010
Doenges, E. Marilynn. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta: EGC
Price, Sylvia A. Dkk.2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
PenyakitEdisi 6 Volume 1. EGC, Jakarta
Smeltzer, Suzanna C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner dan Suddarth Edisi 8 Volume 2. EGC, Jakarta.
Markum.AH. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta

37

Anda mungkin juga menyukai