Anda di halaman 1dari 14

1.

Tumbuh Kembang Usia Pra Sekolah

A. Pengertian Usia Pra Sekolah

Anak pra sekolah adalah anak yang berusia antara 3-5 tahun. Meraka
biasanya mengikuti program preschool. Di Indonesia untuk usia 3-5 tahun
biasanya mengikuti program Taman Kanak-kanak.

B. Perubahan Fisik Usia Pra Sekolah

Beberapa aspek perkembangan fisik masih terus berjalan pada masa pra
sekolah. Anak bertambah berat badan sekitar 2,5 kg/tahun, berat badan rerata usia
3 tahun adalah 16 kg, usia 4 tahun 18,5 kg, dan 5 tahun 20 kg. Anak usia pra
sekolah tumbuh sebanyak 2,4-3 inci/tahun. Mencapai dua kali berat badan lahir
pada usia 4 tahun, dan memiliki tinggi badan 43 inci pada usia 5 tahun.
Pemanjangan kaki menyebabkan tampilan anak menjadi lebih ramping. Anak
laki-laki berukuran lebih besar dengan otot lebih banyak dan lemak yang lebih
sedikit. Sebagian besar anak telah dapat buang air sendiri pada usia pra sekolah
(Hockenberry dan Wilson, 2007).

Anak usia pra sekolah dapat berlari, menaiki dan menuruni tangga dengan
mudah, serta belajar melompat. Pada usia 5 tahun mereka dapat melompat dengan
berganti kaki, melakukan lompat tali, dan mulai berenang.

C. Perubahan Kognitif Usia Pra Sekolah

Anak usia pra sekolah dapat berpikir secara tidak kompleks dengan
mengategorikan objek berdasarkan ukuran, warna, atau dengan pertanyaan.
Mereka mengalami peningkatan interaksi sosial, mialnyanpada seorang anak
berusia 5 tahun yang memberika perban terhadap temannya yang luka. Anak
menjadi sadar terhadap adanya hubungan kausa-dan-efek, seperti pada pertnyaan,
“Matahari tenggelam karena orang-orang sudah ingin tidur.” Mereka juga dapat
berpikir dalam konteks waktu dan tempat, misalnya seorang anak yang dirawat di
rumas sakit berpikir, “ Saya semalam menangis, oleh karena itu saya disuntik oleh
perawat.” Pada usia 5 tahun, anak belajar menggunakan aturan tertentu untuk
memahami penyebab. Mereka akan memulai penjelaan dari hal umum ke hal
khusus. Proses ini akan membentuk dasar pemikiran yang logis, anak akan
berpikir, “Saya disuntik dua kali sehari, oleh karena itu saya disuntik satu kali
pada malam sebelumnya.” Pada masa ini anak akan mengganggap benda mati
memiliki kehidupan dan mampu melakukan tindakan, seperti komentar, “Pohon
akan menangis jika dahannya patah.”

Anak pra sekolah memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan


pengalamannya yang konkret. Begitu juga dengan fantasi yang dimilikinya.
Gabungan fantasi dan pengetahuan tersebut dapat menimbulkan rasa takut yang
kadang dianggap orang dewasa sebagai kebohongan. Rasa takut terbesar pada
bahaya terhadap tubuh yang dapat diihat pada ketakutan anak terhadap kegelapan,
hewan, guntur, dan staf medis, misalnya “Suara guntur yang keras pertanda bahwa
Tuhan sedang marah karna saya nakal.”

D. Perkembangan Moral Usia Pra Sekolah

Perkembangan moral pada anak usia pra sekolah bertambah dengan


pengertian tingkah laku yang dianggap salah atau benar menurut masyarakat.
Anak juga memiliki motivasi untuk menghindari hukuman atau memperoleh
hadiah. Perbedaan utama perkembangan moral pada usia pra sekolah dengan
batita adalah kemampuan anak usai pra sekolah untuk mengidentifikasi tingkah
laku yang akan menghasilkan hadiah ataupun hukuman dan mampu
membedakannya sebagai benar dan salah, misal “ Setelah saya menggunakan
mainan harus dikembalikan ke kotak mainan, bukannya malah tetap dibiarkan
berserakan.”

E. Perkembangan Bahasa Usia Pra Sekolah

 Anak usia 3 tahun dapat mengatakan 900 kata, menggunakan 3-4 kalimat
dan berbicara dengan tidak putus-putusnya (ceriwis)
 Anak usia 4 tahun dapat mengatakan 1500 kata, menceritakan cerita
berlebihan dan menyanyikan lagu sederhana (ini merupakan usia puncak
untuk pertanyaan ‘mengapa’)
 Anak usia 5 tahun dapat mengatakan 2100 kata, mengetahui 4 warna atau
lebih, nama-nama hari dalam seminggu dan nama bulan.

F. Perkembangan Psikososial (Menurut Erikson)


Menurut Erikson, anak usia pra sekolah berada pada tahap ketiga : inisiatif
vs kesalahan. Tahap ini dialami pada anak saat usia 4-5 tahun (preschool age).
Antara usia 3 dan 6 tahun, anak menghadapi krisis psikososial dimana Erikson
mengistilahkannya sebagai ‘inisiatif melawan rasa bersalah’ (initiative vs guilt).
Pada usia ini, anak secara normal telah menguasai rasa otonomi dan
memindahkan untuk menguasai rasa inisiatif. Anak pra sekolah adalah seorang
pembelajar yang energik, antusiasme dan pengganggu dengan imajinasi yang
aktif. Perkembangan rasa bersalah terjadi pada waktu anak dibuat merasa bahwa
imajinasi dan aktivitasnya tidak dapat diterima. Erikson menyarankan agar
orangtua membantu anak mencapai keseimbangan antara inisiatif dan rasa
bersalah dengan cara mengizinkan mereka melakukan berbagai kegiatan sendiri
sambil menetapkan batasan yang tegas dan memberikan petunjuk.

Sumber rasa stess pada anak pra sekolah dapat berupa perubahan pada
pengasuhan, memulai sekolah, kelahiran saudara kandung, masa pernikahan
orangtua, perpindahan kerumah baru, atau penyakit. Pada masa ini, merak dapat
melakukan hal seperti mengompol atau mengisap ibu jari dan menginginkan
orangtua untuk memberi makanan, memakaikan baju, dan memeluk mereka.
Tingkah laku ketergantungan ini dapat membingungkan dan menimbulkan rasa
malu terhadap orang tua. Permainan merupakan cara yang sangat baik bagi anak
pra sekolah untuk menyalurkan rasa frustasi dan marah.

Permainan ‘pura-pura’ membantu anak untuk memahami sudut pandang


orang lain, membangun keterampilan memecahkan maslah sosial dan menjadi
lebih kreatif. Meraka dapat memiliki teman khayalan, manfaatnya yaitu menemani
anak saat ia merasa kesepian. Teman khayalan merupakan tanda yang sehat dan
memungkinkan anak membedakan kenyataan dari fantasi. Televisi, vidio,
permainan elektronik, dan program komputer juga membantu perkembangan
keterampilan dasar, namun ini hanyalah merupakan bagian dari keseluruhan
aktivitas permainan anak. American Academy of Pediatrics menyarankan
orangtua untuk menjadwalkan waktu terbaatas untuk menonton televisi agar anak
melakukan kegiatan lain seperti membaca, aktivitas fisik, dan bersosialisasi
dengan orang lain (Hockenberry dan Wilson, 2007).
G. Perkembangan Motorik

Perkembangan motorik dibagi menjadi 2 :

1. Perkembangan motorik halus (Fine Motor)

Usia Aktivitas
a. Anak dapat menyusun keatas 9-10 balok
b. Anak dapat membentuk jembatan 3 balok
c. Anak dapat membuat lingkaran dan silang

3 tahun

a. Anak dapat melepas sepatu


b. Anak dapat membuat segiempat
c. Anak dapat menambahkan 3 bagian kegambar stik

4 tahun

a. Anak dapat mengikat tali sepatu


b. Anak dapat menggunakan gunting dengan baik
c. Anak dapat menyalin wajik dan segitiga
d. Anak dapat menambahkan 7-9 bagian ke gambar stik
e. Anak dapat menuliskan beberapa huruf dan angka, dan
5 tahun nama pertamanya
2. Perkembangan motorik kasar (Gross motor)

Usia Aktivitas
a. Anak dapat menaiki sepeda roda 3
b. Anak menaiki tangga menggunakan kaki bergantian
c. Anak berdiri pada satu kaki dalam beberapa detik
d. Anak melompat jauh

3 tahun

a. Anak dapat meloncat


b. Anak dapat menangkap bola
c. Anak dapat menuruni tangga dengan menggunakan kaki
bergantian
4 tahun

5 tahun a. Anak dapat meloncat


b. Anak dapat berjigkat dengan satu kaki
c. Anak dapat menendang dan menangkap bola
d. Anak dapat lombat tali
e. Anak dapat menyeimbangkan kaki bergantian dengan
mata tertutup
B. Risiko dan masalah kesehatan usia pra sekolah

A. Risiko Kesehatan
Pada usia pra sekolah, risiko kecelakaan jatuh menjadi lebih kecil dengan
semakin tingginya kemampuan motorik anak. Pedoman pencegahan cedera pada
batita juga diterapkan pada anak pra sekolah. Anak harus mempelajari keamanan
di rumahnya dan orangtua harus memonitor kegiatan anak. Edukasi anak dan
keluarganya akan memfasilitasi tujuan Healthy People 2010 (USDHHS, 2000).
Anak pada usia ini merupakan peniru yang baik sehingga dibutuhkan penyajian
contoh yang baik oleh orangtua. Penggunaan helm saat bersepeda akan menjadi
contoh bagi anak pra sekolah.
B. Masalah Kesehatan
Masih sedikit penelitian yag mengamati persepsi anak usia pra sekolah
tentang kesehatan dirinya. Kepercayaan orangtua tentang kesehatan, sensasi tubuh
anak, dan kemampuan mereka melakukan kegiatan harian akan membantu anak
membangun sikap tentang kesehatan. Anak usia pra sekolah umumnya dapat
melakukan sendiri kegiatan mencuci, berpakaian, dan makan. Perubahan terhadap
kemandirian ini akan memengaruhi persaan mereka tentang kesehatannya.
 Nutrisi

Nutrisi yang dibutuhkan anak usia pra sekolah hampir sama dengan anak
usia bawah tiga tahun (batita). Masukan harian berkisar 1800 kalori. Orang tua
serig mengkhawatirkan jumlah makanan yang dikonsumsi anak, padahal kualitas
makanan lebih berperan dibanding kuantitas. Anak usia pra sekolah
mengkonsumsi sekitas setengah kuantitas konsumsi individu dewasa. Anak
berusia 4 tahun biasanya suka memilih makan, sedangkan anak usia 5 tahun lebih
tertarik mencoba makanan baru. Sarankan orangtuan untuk menggunakn My
Pyramid for Children (U.S Department of Agriculture, Center Nutrition Policy
and Promotion, 2005) dan mencatat masukan makanan harian dalam satu minggu
sehingga orangtua dapat menilai diet sang anak.

 Tidur
Anak usia pra sekolah tidur sekitas 12 jam pada malam hari dan jarang
melakukan tidur siang. Pada masa ini terjadi gangguan tidur. Gangguan ini dapat
berupa sulit tidur, mimpi buruk, dan melakukan ritual yang panjang sebelum tidur.
Umumnya anak memiliki kegiatan dan stimulasi yang berlebihan. Membiasakan
mereka untuk lebih tenang sebelum tidur dan menghasilkan kabiasaan tidur yang
lebih baik.
 Penglihatan

Skrining penglihatan biasanya dimulai pada usia pra sekolah dan harus
dilakukan dengan interval yang teratur. Pemeriksaan yang terpenting adalah
mendeteksi adanya penglihatan yang tidak binokular atau strabismus. Deteksi dan
terapi dini pada strabismus sangat penting pada usia 4-6 tahun untuk mencegah
ambliopia (Hockenberry dan Wilson, 2007).

C. Promosi kesehatan usia pra sekolah


Masalah kesehtan pada anak cukup bervariasi, seperti obesitas, kebersihan dan
kesehatan gigi, perilaku jajan makanan, mencuci tangan dengan sabun dan
sebagainya merupakan bukti diperlakukannya promosi kesehatan kesehatan di
masa anak-anak. Program-program dalam promosi kesehatan bertujuan agar
individu menerapkan perilaku sehat serta mempersuasi individu agar
meninggalkan kebiasaan tidak sehat yang selama ini dijalaninya.
Pelaksanaan promosi kesehatan untuk anak pra sekolah dapat dilakukan melalui
perilaku PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) seperti :
1. Mengajarjan mencuci tangan dengan sabun
2. Mengonsumsi jajanan sehat, dengan membawakan bekal anak atau
membuat kantin sehat
3. Mengajak anak olah raga teratur
4. Menimbang berat bedan dan mengukur tinggi badan anak setiap
bulan
5. Mengajarkan anak untuk membuang sampah pada tempatnya

D. Stimulasi Untuk Anak Usia Pra Sekolah:

 Stimulasi untuk merangsang perkembangan motorik kasar :

Usia 3-4 thn:


1. Melompat dengan dua kaki selama 5-10 kali.
2. Menendang bola dengan kaki kiri dan kanan
3. Melempar bola ke berbagai arah
4. Memanjat tali di area playground

Usia 4-5 thn:

1. Melompati ubin tanpa menginjak garis pembatas ubin atau keramik lantai
di rumah
2. Berlatih keseimbangan dengan berjalan di atas papan berukuran kecil
3. Bermain ‘Petak Bulan’ di halaman rumah

 Stimulasi untuk merangsang perkembangan motorik halus:


Usia 3-4 thn:
1. Melakukan kegiatan keterampilan hidup montessori di rumah (menuang,
mentransfer, mencapit, dll.)
2. Menggambar garis, tanda silang, atau lingkaran
3. Menggunting bentuk sesuai instruksi secara rapi
4. Mengambil dan menyusun potongan pazzle sederhana

Usia 4-5 thn:

1. Belajar menulis dengan hands on seperti, tracing, menggunakan sandpaper


letter
2. Meniru gambar sederhana atau menjiplak bentuk
3. Menempel gambar dengan benar
4. Meronce manik-manik sederhana

 Stimulasi untuk merangsang perkembangan kemampuan bahasa:


Usia 3-4 thn:
1. Mengenalkan kata-kata yang tepat untuk hal tertentu seperti ‘kucing’
bukan ‘meong’ , ‘anjing’ bukan ‘guguk’ , dll.
2. Berbicara dengan kalimat panjang namun sederhana maknanya
3. Meminta anak menceritakan harinya disekolah
4. Membacakan anak buku cerita pendek

Usia 4-5 thn:

1. Berikan pertanyaan sederhana dan biarkan anak menjawabnya


2. Melatih si kecil untuk melafalkan huruf/abjad dengan benar
3. Melatih anak meniru saat orangtua membacakan buku untuknya

 Stimulasi untuk merangsang perkembangan sosial emosional:


Usia 3-4 thn:
1. Ajak si kecil bermain dengan teman-temannya baik yang berjeni kelain
sama atau berbeda secara bersama-sama
2. Seekali tak apa juga bila ia memiliki waktu khusus bermain boneka
dengan sesama perempuan atau bermain mobil-mobilan atau bola dengan
si kecil
3. Ajarkan anak untuk taking turns dengan teman-temannya (main bergilir)

Usia 4-5 thn:

1. Ajar si kecil untuk bisa memperkenalkan diri saat bertemu dengan teman
baru
2. Kenalkan anak pada konsep ‘ya’ dan ‘tidak’ dan ajar ia untuk membuat
pilihan atas sesuatu
3. Berlajar bertanggun jawab atas keputusan atau pilihan yang dibuat

E. Masalah yang muncul pada usia pra sekolah (usia 3-5 tahun) jika tidak
terpenuhinya tugas perkembangannya :

1. Masalah dalam Berbicara

Bicara merupakan sarana komunikasi dan karena komunikasi penting bagi


kehidupan sosial maka anak-anak yang tidak dapat berkomunikasi dengan orang
lain akan mengalami hambatan sosial dan akhirnya dalam dirinya timbul perasaan
tidak mampu dan rendah diri. Masalah umum sehubungan dengan masalah
kemampuan anak-anak berkomunikasi, yaitu:

a) Orang lain tidak mengharapkan anak-anak untuk mengerti apa yang


dikatakan apabila orang lain memakai kata-kata yang tidak di mengerti oleh anak-
anak, kalau orang lain menggunakan ucapan yang tidak dikenal anak-anak atau
kalau orang lain berbicara terlalu cepat. Ketidakberhasilan anak-anak
mendengarkan lebih banyak menyebabkan kegagalan anak untuk mengerti apa
yang diucapkan orang laineg. Karena sebagian besar anak-anak bersikap
egosentris dan lebih berminat kepada apa yang ingin dikatakan kepada orang lain
daripada apa yang dikatakan orang lain kepada mereka, sering kali mereka tidak
mendengarkan dengan penuh pengertian sehingga tidak dapat mengerti apa yang
dikatakan. Akibatnya, pembicaraan mereka tidak berhubungan dengan apa yang
dikatakan orang lain dan hal ini membahayakan hubungan sosial mereka.
b) Dalam awal masa kanak-kanak, kualitas pembicaraan yang buruk dapat
di sebabkan oleh kesalahan pengucapan atau kesalahan tata bahasa, sering kali
disebabkan peniruan contoh yang buruk sampai pada cacat-cacat bicara seperti
gagap.

c) Berbahasa dalam dua bahasa merupakan hambatan yang serius dalam


perkembangan sosial anak-anak. Anak-anak yang berbicara dalam bahasa asing di
rumah dan hanya mengerti beberapa kata dalam bahasa Indonesia tidak mungkin
dapat berkomunikasi dengan teman-teman sebayanya dalam bermain, ia juga tidak
dapat mengerti apa yang dikatakan teman-temannya.

2. Masalah Emosional

Masalah emosional yang paling kelihatan adalah pada emosi yang kurang
baik, terutama amarah. Masalah yang juga besar adalah masalah terhadap
penyesuaian pribadi dan sosial berupa ketidakmampuan untuk melakukan
empathic complex suatu ikatan emosional antara individu dan orang-orang yang
berarti. Hal ini di sebabkan oleh dua hal.

a) Anak yang ketika bayi tidak pernah mengalami perilaku kasih sayang
karena hubungannya kurang hangat dan stabil dengan ibu atau orangtuanya, tidak
dapat menyadari kebahagiaan yang dapat di peroleh dari hubungan kasih sayang
ini. Dengan demikian ia tidak berusaha untuk mengadakan hubungan yang hangat
dan ramah dengan orang lain, baik dengan teman-teman sebaya maupun dengan
orang-orang lain cenderung terikat pada diri sendiri, dan ini menghambat dia
untuk mengadakan hubungan emosional dengan orang-orang lain.

b) Anak yang tidak berhasil terikat secara emosional dengan mainan atau
bendabenda mati lainnya, seperti selimut, sering kali mereka tidak aman dalam
menghadapi situasi baru. Kalau anak pada masa kanak-kanak awal ditemani oleh
benda-benda kesayangan, misalnya mainan kegemaran atau selimut maka
kegelisahan di dalam situasi baru akan berkurang dan mempermudah penyesuaian
diri di situasi baru.
3. Masalah sosial

Ada sejumlah masalah terhadap berkembangnya penyesuaian sosial yang


baik pada awal masa kanak-kanak di antaranya adalah pertama, kalau
pembicaraan atau prilaku anak, menyebabkan dia tidak dikenal di antara teman-
teman sebaya, dia tidak hanya akan merasakan kesepian tetapi yang lebih penting
lagi dia kurang mempunyai kesempatan untuk belajar berprilaku sesuai dengan
harapan teman sebaya.

Kedua, penggunaan teman khayalan dan binatang peliharaan untuk


mengurangi kekurangannya teman. Mempunyai teman khayalan hanyalah
penyelesaian sementara saja terhadap masalah anak kesepian, tetapi dengan
demikian sosialisasi anak sangat sedikit. Meskipun dalam beberapa hal binatang
peliharaan dapat memenuhi kebutuhan sosial anak, tetapi pengaruhnya kurang
terhadap sosialisasi yang harus di alami anak. Hewan peliharaan yang di anggap
untuk anak biasanya sangat jinak sehingga dapat menerima setiap bentuk
perlakuan anak tanpa proses. Ini mendorong anak bersikap agresif dalam
hubungannya dengan hewan kesayangan itu. Seperti telah ditekankan terdahulu,
agar anak dapat diterima sebagai anggota kelompok bermain, reaksi agresif harus
diubah menjadi reaksi yang ramah dan penuh kasih sayang.

Ketiga adalah dorongan orang tua untuk lebih banyak menggunakan waktu
dengan anak-anak lain dan tidak terlalu banyak menghabiskan waktu sendiri.
Kalau anak menjadi terbiasa mempunyai teman pada setiap saat ia hendak
bermain, sebagaimana yang sering terjadi bila anak-anak ditempatkan dalam pusat
perawatan anak atau anak yang menghabiskan banyak waktu dalam taman indria
atau TK, maka anak tidak dapat mengembangkan kemampuan untuk menghibur
diri sendiri pada saat ia sendiri, sehingga ia merasa kesepian dan merasa
ditinggalkan.

4. Masalah Bermain

Kalau anak kurang mempunyai teman bermain, baik disebabkan karena


lingkungannya atau karena tidak diterima oleh teman-teman bermain, ia terpaksa
bermain sendiri. Pada awal masa anak-anak terutama berkembang melalui
bermain dengan teman-teman, maka anak yang mempunyai sedikit teman bermain
akan kekurangan kesempatan untuk belajar bersikap sosial.

Bila anak tampak enggan terlibat dalam suatu permainan karena merasa
tidak cocok dengan temannya, orang tua dapat mendorongnya bergabung tanpa
memaksa. Misalnya saat bermain ibu-ibuan, selain mendorong anak anak
bergabung, orangtua bisa ikut sebagai salah satu pemainnya. Juga arahkan anak
untuk berdialog dengan teman. Jika anak sudah mulai tampak senang dan bisa
menikmati permainan, orang tua bisa meninggalkannya perlahan.

Yang juga serius adalah kenyataan bahwa karena sebagian besar anak
lebih gemar menonton televisi daripada bermain sendiri, maka anak yang kurang
mempunyai teman bermain terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar
televisi. Banyak orang tua yang menganggap melihat televisi tidak buruk bagi
anak karena anak tidak mengerti apa yang dilihat. Mereka tidak menyadari bahwa
pemikiran anak tidak sekritis orang dewasa, sehingga lebih mudah dipengaruhi
oleh apa yang dilihat daripada orang dewasa. Suatu acara mungkin tidak
dimengerti tetapi anak sering mendapatkan kesan yang keliru atau konsep yang
salah mengenai apa yang ditonton sehingga menimbulkan akibat buruk.

Hal yang perlu dilakukan orang tua adalah dengan membatasi apa yang
dilihat oleh anaknya. Berikan batasan waktu anak untuk diperbolehkan menonton
televisi. Pengaturan untuk menonton televisi pada anak perlu dilakukan. Beritahu
anak-anak tentang peraturan tersebut dan bicarakan bersama dengan anak.
Peraturan ini mencakup seperti ‘hanya menonton tv program yang dipilih’,
‘televisi akan dimatikan pada jam tertentu’, dsb. Membuat aturan ini terkadang
sulit bagi orangtua tetapi ini perlu dilakukan oleh orang tua untuk menghindari
akibat buruk dari anak menonton televisi.

5. Masalah Moral

Ada 4 masalah umum dalam perkembangan moral selama periode awal


masa kanak-kanak yaitu disiplin yang tidak konsisten memperlambat proses untuk
belajar menyesuaikan diri dengan harapan sosial; jika anak tidak mendapatkan
teguran dari perbuatan yang melanggar maka hal ini akan mendorong anak untuk
terus mempertahankan perilaku yang salah; terlalu banyak penekanan pada
hukuman pada perilaku yang salah dan terlalu sedikit penekanan pada sikap yang
kurang baik, anak lebih sering dihukum daripada diberi hadiah akan menjadi
pemberontak dan ingin menentang orang yang menghukumnya; anak yang
terkena disiplin sangat ketat tidak dapat mengembangkan pengendalian internal
terhadap perilaku yang membentuk dasar bagi perkembangan lebih lanjut hati
nurani.

Menurut Benjamin Spok (Axioma Soediro 1961:112) hukuman adalah


suatu cara darurat sebagai pengganti bilamana peraturan disiplin yang biasa tidak
berhasil. Hukuman yang baik pada dasarnya adalah sebuah konsekuensi dari
perjanjian yang dibuat orangtua bersama dengan anak. Makna hukuman yang
diberikan kepada anak harus dipahami orang tua pahami bahwa hukuman
bukanlah untuk memuaskan nafsu dan emosi ketika anak berbuat kesalahan.
Hukuman pada anak diharapkan diharapkan akan berpengaruh pada jiwanya,
setiap anak akan sadar bahwa apapun perbuatan yang ia lakukan akan dimintai
pertanggungjawaban.

Anda mungkin juga menyukai