Anda di halaman 1dari 31

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................................... 1

ISI

A. Skenario…………………………………………….…………………………................................................................... 2
B. Daftar Unclear Term……………………………...………….……………………………...…...…………............................ 2
C. Daftar Cues…………………………………………………………………………………………...…….....…............................ 4
D. DaftarLearning
Objective…………………………………………………………………………........................................ 4
E. Hasil Brainstorming………………………………..………………………................................................................ 5
F. Hipotesis DK1………………………………………..………..…………………………………………....…............................. 9
G. Pembahasan Learning Objektif.......................................................................................................... 10
I. Hipotesis DK 2 .................................................................................................................................... 32

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan Diskusi………………………………………………………………………………..............……........................ 33
B. Rekomendasi……………………………………………………………………………………………….........…........................ 33

DAFTAR PUSTAKA………….…………………………………………………........................................................................... 34

TIM PENYUSUN……..………………………………………………………………………………………............................................. 36

1
ISI

A. SKENARIO
Tn. J berusia 65 tahun MRS selama beberapa hari dengan diagnosa mengalami stroke di otak kirinya. Hasil
antropometri menunjukkan LILA 29,5 cm dengan TL 39,4 cm. Karena efek samping yang ditimbulkan oleh
stroke nya tidak parah, Tn. J dipulangkan dengan dibekali obat rawat jalan Plavix dan Aggrenox. Ternyata 3
minggu kemudian Tn. J MRS lagi dengan keluhan tubuh sebelah kanan sulit digerakkan yang sudah dialami
selama 3 hari. Hasil MRI menggambarkan terjadi stroke baru di otak kanannya sehingga menyebabkan
quadriparesis dan disfagia berat, sehingga makanan tidak bisa masuk secara oral dan kondisi ini diperkirakan
terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama (minimal 2 bulan). Setelah 10 hari di RS Tn. J keluar rumah sakit
untuk kemudia rawat jalan di Pusat Rehabilitasi Pasien Stroke. Di tempat tersebut, Tn. J mendapat terapi untuk
latihan menelan selama 2 bulan dengan monev kemampuan menelan berdasarkan pemeriksaan tes menelan
yang bertujuan agar Tn. J dapat menerima makanan secara oral.

B. DAFTAR UNCLEAR TERM


NO ISTILAH PENGERTIAN

1. Plavix Merupakan nama lain dari Clopidogral, yang fungsinya


mengurangi aterotrombosis (MIMS)

2. Aggrenox Agen kombinasi antiplatelet yang berisikan 200 mg


dipyridamole dan 25 mg asetylsalicylic acid
Indikasi: untuk menurunkan atau mengurangi resiko stroke
pada pasien yang memiliki iskemia sementara di otak atau
stroke iskemik lengkap akibat thrombosis atau TIA.

Kontra indikasi : bagi yang hipersensitif terhadap salah satu


komponen obat atau salisilat, penggunaan bersama ketorolak,
penyakit ginjal berat, ulkus gaster atau duodenum atau
perdarahan GI, hamil trimester akhir. perhatian: PJK berat
(angina tidak stabil atau infark miocard), stenosis aorta
subvalvuler, atau ketidakstabilan hemodinamis (misalnya
dekompensasi kordis), miastenia gravis, asma, rhinitis alergi,
polip hidung, gangguan lambung atau duodenum kronis atau
berulang, gangguan fungsi ginjal atau hati, menyusui, anak.

Interaksi obat : hati-hati penggunaan bersama adenosine


alendronat, antacid, antikoagulan, antihipertensi, antipaltelet,
2
penghambat antikolinesterase, kortikosteroid, etanol,
hipoglikemik, asam nikotinat, spironolakton, trombolitik,
verapamil.

Efek samping : sakit kepala, mual, muntah, diare, pusing, nyeri


otot, nyeri lambung, reaksi hipersensitif, pendarahan.
(Boehinger Ingelheim,2012; Ministry of Health, 2011;
Thomson, 2010)
3. Quadriparesis  Quadric berarti empat, paresis berarti paralisis atau
kehilangan fungsi motorik pada bagian tubuh
(Dorland,2012)
 Quadric berarti 4 anggota gerak, paresis berarti tidak
lengkap. Kelumpuhan yang tidak lengkap
(Dorland,2012)
 Kelumpuhan pada anggota gerak kanan dan kiri

Kesimpulan

Quadriparesis sama dengan tetraparesis, ialah kelemahan


otot yg mengenai keempat ekstrimitas (Dorland, 2012)

4. MRI Magnetic Resonance Imaging atau hasil CT scan


(Dorland,2012)

5. Stroke  Serangan berat yang mendadak (Dorland,2012)


 Kelumpuhan organ tubuh karena kematian sel saraf
pada otak karena kekurangan oksigen akibat
penyumbatan pembuluh darah (Kamus Gizi,2010)

Kesimpulan

Kelumpuhan organ tubuh karena kematian sel saraf pada


otak karena kekurangan oksigen akibat penyumbatan
pembuluh darah (Kamus Gizi,2010)

6. Disfagia Kesulitan menelan yang diakibatkan kelumpuhan sebagian


atau quadriparesis

C. DAFTAR CUES

3
 Ahli gizi diharapkan mampu melakukan asuhan gizi pada pasien stroke dan terapi gangguan menelan
 Ahli gizi diharapkan mampu memberikan makanan yang sesuai dengan kondisi pasien stroke dan
memilih jenis makanan yang tidak berinteraksi dengan obat
 Ahli gizi mampu melakukan asuhan gizi (assessment dan intervensi) pada pasien rawat jalan stroke
dengan kesulitan menelan serta mampu merencanakan saran dari hasil tes
 Ahli gizi mampu melakukan asuhan gizi pada pasien stroke dan pada pasien terapi gangguan menelan
saat MRS dan rawat jalan

Kesimpulan

Ahli gizi mampu melakukan intervensi pada pasien stroke dengan disfagia dan mendapat terapi latihan
menelan agar dapat makan secara oral

D. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE

1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, sign symptom stroke dan hubungannya dengan disfagia dan
quadriparesis?
2. Bagaimana gambaran umum mengenai makanan enteral?

 Apa saja macam makanan enteral?


 Apa saja syarat makanan enteral?
 Apa saja rute pemberian makanan enteral?
3. Bagaimana intervensi yang tepat sesuai dengan kondisi pasien?
 Bagaimana perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi pasien?
 Tujuan diet
 Prinsip diet
 Syarat diet
 Zat gizi apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet pasien?

4. Bagaimana tahap pemberian dan bentuk makanan pada terapi latihan menelan sampai pasien dapat
menerima makanan secara oral?
5. Bagaimana gambaran mengenai tes menelan?
 Apa saja macam-macam tes menelan?
 Bagaimana cara atau prosedur tes kemampuan menelan?
 Indikator apa saja yang digunakan untuk menunjukkan pasien dapat menerima makanan oral
sesuai tahapan pemberian makanan (enteral cair; cairsaring; saring lunak; lunak
biasa)?
4
 Bagaimana rencana monev terhadap pasien sampai pasien bisa menelan (enteral-oral)?

E. HASIL BRAINSTORMING
1. Bagaimana patofisiologi, etiologi, sign symptom stroke dan hubungannya dengan disfagia dan
quadriparesis?

 Patofisiologi
Ada pembekuan darah di otak Mengakibatkan kurangnya oksigen dan nutrisi yg masuk ke
dalam otak, karena otak sebagai pusat saraf sensor untuk motorik ke anggota tubuh lain
terganggu mempengaruhi saraf dibawahnya quadriparesis

 Etiologi
 Pembekuan darah di otak
 Hipertensi: tekanan darah tinggi pembuluh darah pecah pendarahan di otak (stroke
hemmorrhagic)
 Intake lemak berlebih Hiperkolesterolemia: penyumbatan di pembuluh darah otak
kurang mendapat nutrisi saraf tidak mendapat oksigen jadi mati stroke

 Sign symptom
 Kelumpuhan organ tubuh tertentu
 Disfagia
 Quadriparesis
 Anggota tubuh kanan dan kiri tidak simetris
 Kulit kering
 Vertigo
 Haus
 Mual
 Sakit kepala

 Hubungan dengan disfagia


Aliran darah menuju otak nutrisi dan oksigen di media oblongata kurang  motorik
terganggu ada gangguan menelan (disfagia)

 Hubungan dengan quadriparesis


Stroke menyebabkan kelumpuhan sensorik dan motorik saraf lumpuh quadriparesis

5
2. Bagaimana gambaran umum mengenai makanan enteral?

 Apa saja macam makanan enteral?


 Komersial
 Homemade

 Apa saja syarat makanan enteral?


 Makanan enteral diberikan jika susah menelan, tapi fungsi GI normal
 Osmolaritas rendah
 pH 3,5
 Viskositas tergantung jenis (home made atau komersial)
 Cairan 80% dari kebutuhan
 Kandungan densitas energi 1 cc/1 kkal; homemade 0,6 cc/1kkal

 Apa saja rute pemberian makanan enteral?


 Nasogastric tube (NGT)
 Nasoduodenal tube (NDT)
 Nasojejunal tube (NJT)
 Nasoileum tube (NIT)
 Jejunustomy
 Ileustomy
 Gastrectomy

Kesimpulan

Nasogastric tube (NGT) dikarenakan fungsi GI pada pasien masih bisa berfungsi normal

3. Bagaimana intervensi yang tepat sesuai dengan kondisi pasien?


 Bagaimana perhitungan kebutuhan energi dan zat gizi pasien?
Dibahas di DK 2
 Tujuan diet
 Memberikan terapi diet agar kebutuhan nutrisi bisa tercukupi agar pasien bisa makan
secara oral
 Memberikan bentuk makanan yang sesuai kemampuan pasien
 Mencegah komplikasi lain dr stroke
 Prinsip diet

6
 Rendah lemak mencegah hiperkolesterol
 Rendah karbohidrat kaitan dengan tersedak
 Sesuai dengan kebutuhan pasien

Kesimpulan

Sesuai dengan kebutuhan pasien karena tidak adanya penyakit penyerta dan pasien dalam
kondisi disfagia, sehingga penting untuk menjaga status gizinya terlebih dahulu

 Syarat diet
 Protein cukup 10-15%; 0,8-1 g/kgBB
 Lemak cukup 20-25%
 KH 55-60%
 Pembatasan KH sederhana untuk mencegah peningkatan osmolaritas
 Cairan sesuai dengan kebutuhan
 Zat gizi apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet pasien?
 Pemberian antioksidan
 Pembatasan vitamin K
4. Bagaimana tahap pemberian dan bentuk makanan pada terapi latihan menelan sampai pasien dapat
menerima makanan secara oral?
Cair saringlunakbiasa namun enteral tetap diberikan selama belum bisa menerima makanan
secara oral secara optimal

5. Bagaimana gambaran mengenai tes menelan?


 Apa saja macam-macam tes menelan?
Dibahas di DK 2
 Bagaimana cara atau prosedur tes kemampuan menelan?
Dibahas di DK 2
 Indikator apa saja yang digunakan untuk menunjukkan pasien dapat menerima makanan oral
sesuai tahapan pemberian makanan (enteral cair; cairsaring; saring lunak; lunak
biasa)?
Dibahas di DK 2
 Bagaimana rencana monev terhadap pasien sampai pasien bisa menelan (enteral-oral)?
Sisa makanan

7
8
F. HIPOTESIS DK
+
Intake lemak >> Aktivitas fisik

Hiperkolesterolemia Penyumbatan pembuluh darah

Saraf motorik dan


sensorik terganggu Stroke Kekurangan oksigen di otak

Kelumpuhan
Quadriparesis Disfagia
anggota gerak

Tujuan
Intervensi gizi
Prinsip
Macam
Syarat
Syarat
Enteral
Rute

Cair

Monitoring dan
evaluasi Saring

Lunak

Biasa

9
G. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE

1. Patofisiologi, etiologi, sign symptom stroke dan hubungannya dengan disfagia dan quadriparesis

 Patofisiologi
 Ischemic
 Stroke Iskemik disebabkan oleh oklusi arteri diotak, yang dapat disebabkan
trombosis maupun emboli. Trombosis merupakan obstruksi aliran darah akibat
penyempitan lumen pembuluh darah atau sumbatan. Penyebab tersering adalah
arteroklerosis. Gejala biasanya memberat secara bertahap. Emboli disebabkan
oleh sumbatan pembuluh darah dari tempat yang lebih proksimal

Hipertensi
DM
Jantung bekerja lebih kuat
Gangguan microvaskular
Merusak pembuluh darah

Aterosklerosis

 Pada aterosklerosis akan terjadi 2 peristiwa yakni Plak aterosklerotik dan


pembekuan darah pada area stenosis  thrombus  pecah  terbawa sebagai
emboli  emboli menutup pembuluh darah otak  iskemia jar otak  oklusi
pemb darah cerebral  nekrons thrombosis  septic infeksi  ensefalitis 
aneurisma rupture  pendarahan cerebral  stroke hemmorrhagic
(Arifputra, 2014; Muttaqin , 2008)

 Hemmorrhagic
 Stroke Hemoragik disebabkan oleh ruptur arteri, baik intraserebral maupun
subarakhnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering, dimana
dinding pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat hipertensi kronik srobek.
Hematoma yang terbentuk akan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Perdarahan subarakhnoid disebabkan oleh pecahnya aneurisma atau malformasi
arteri vena yang perdarahannya masuk ke rongga subarakhoid, sehingga
menyebabkan cairan vasospasme sehingga menimbulkan gejala sakit kepala yang
mendadak
 Perdarahan intraserebral disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah intraserebral
sehingga darah keluar dari pembuluh darah, dan terjadi penekanan pada struktur
otak atau pembuluh darah otak secara menyeluruh yang mengakibatkan

10
penurunan aliran darah otak dan berujung pada kematian sel saraf sehingga
timbul gejala klinis defisit neurologis (Arifputra, 2014; Nastiti, 2012).
 Etiologi
 Ischemic
 Aterokslerosis plak dari lemak dan kolesterol menumpuk di arteri→ ruang aliran
darah menjadi sempit→ kurangnya aliran oksigen ke otak→ stroke
 Tromboisis/bekuan darah yang terbentuk pada permukaan plak aterosklerosis
 Embolisme akibat fibrilasi atrium, infark miokardium, penyakit jantung rematik,
penyakit katub jantung dan kardiomiopatik iskemik
 Penyakit Moya-moya (oklusi arteri besar intrakarnial yang progresif)
 Kondisi hiperkoagulasi
(Indra,2010; Price dan Wilson, 2006; Mansjor dkk, 2000)

 Hemmorrhagic
 Hipertensi tak terkontrol → tekanan PD tinggi → arteri yang lemah menjadi pecah
→ perdarahan pembuluh darah di otak
 Perdarahan arteri atau vena intrakranalis seperti yang terjadi akibathipertensi ,
ruptur aneurisme, trauma dan gang hemorargik atau emboli septik
 Penggunaan obat (kokain atau anfetamin)
 Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau leukimia)

(Indra,2010; Kowalak J dkk, 2011; Mansjor dkk, 2000)

 Faktor Resiko

 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi : umur, jenis kelamin (lebih sering pada laki-laki
dikarenakan wanita memiliki hormon estrogen yang mempunyai peranan penting
sebagai vasodilator pembuluh darah pada wanita, sehingga wanita lebih kecil
terserang stroke daripada laki-laki), riwayat penyakit keluarga (riwayat pada keluarga
yang pernah mengalami serangan stroke), ras (orang kulit hitam, Hispanik Amerika,
Cina, dan Jepang memiliki insiden stroke yang lebih tinggi).
 Faktor yang dapat dimodifikasi : tekanan darah, kadar gula darah (mempercepat
terjadinya aterosklerosis), kadar kolesterol darah, penyakit jantung (denyut jantung
yang tidak teratur dapat menurunkan total curah jantung yang mengakibatkan aliran
darah di otak berkurang), diabetes mellitus, obesitas.
 Faktor perilaku : merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, aktivitas fisik yang kurang
(dapat menyebabkan hipertensi dan aterosklerosis), stress
11
(Nastiti, 2012; Strom, J. 2012)

 Sign symptom

Keluhan dan gejala stroke yang diklasifikasikan berdasarkan pembuluh arteri yang terkena:
 Tanda dan gejala yang menyertai lesi pada arteri serebri media meliputi:
 Afasia (gangguan fungsi bicara)
 Disfasia (ketidak mampuan menggunakan simbol linguistik dalam berkomunikasi
secara verbal)
 Defisit pada lapangan pengelihatan
 Hemiparesis pada sisi lesi (lebih berat pada wajah dan lengan dibandingkan pada
tungkai)
 Gejala yang meneyertai lesi pada arteri karotis meliputi:
 kelemahan
 Paralisis (hilangnya fungsi otot)
 Patirasi
 Perubahan Sensorik
 Gangguan pengelihatan pada sisi lesi
 Perubahan tingkat kesadaran
 Bruits (suara yang terjadi pada pembulu darah akibat adanya turbulensi)
 sakit kepala atau migren 25% diperkirakan akan dialami oleh pasien stroke karena
dilatasi akut pembuluh koleteral
 Afasia
 Ptosis
 Gejala yang menyertai lesi pada arteri vertebrobasilaris meliputi:
 Kelemahan pada sisi yang terkena
 Patirasa di sekitar bibir dan mulut
 Defisit pada lapangan pengelihatan
 Diplopia (pengelihatan ganda)
 Koordinasi yang buruk
 Disfagia
 Bicara yang pelo
 Rasa pening
 Nistagmus
 Amnesia

12
 Ataksia
 Tanda dan gejala yang menyertai lesi pada arteri serebri anterior meliputi:
 Kebingungan
 Kelemahan
 Patirasa, khususnya pada tungkai di sisi lesi
 Inkontinensia
 Kehilangan koordinasi
 Kerusakan fungsi motorik dan sensorik
 Perubahan kepribadian
 Tanda dan gejala yang menyertai lesi pada arteri serebri posterior meliputi:
 Defisit lapangan pengelihatan
 Kerusakan sensorik
 Disleksia (gangguan baca tulis)
 Perseverasi (jawaban yang itu-itu saja ketika ditanya)
 Koma

(Sianipar, 2012; Kowalak, 2011; Mansjor dkk., 2000)

 Hubungan stroke dengan disfagia

 Akibat dari stroke adalah kerusakan otak yang menyebabkan kehilangan fungsi otak secara
tiba-tiba. Stroke dapat terjadi di otak kanan dan kiri ataupun batang otak. Jika stroke
menyerang batang otak maka akan dapat mempengaruhi otot-otot mulut, lidah, dan
tenggorokan. Akibatnya mungkin pasien memiliki masalah kesulitan dalam mengunyah dan
menelan. Karena melibatkan otot-otot yang sama dengan otot yang digunakan dalam
kemampuan berbicara. Jadi jika otot kemampuan berbicara terganggu makan bisa dipastikan
pasien juga mengalami masalah dalam mengunyah ataupun menelan
 Disfagia merupakan kesulitan menelan yang terjadi pada daerah mulut, orofaring, atau
esofagus yang disebabkan karena kelaianan motorik atau obstruksi mekanis. gangguan pada
otak kecil (cerebellum) mengakibatkan adanya gangguan pada koordinasi gerak otot termasuk
yang berkonstribusi dalam proses menelan makanan
 Otak memiliki 2 bagian , yaitu hemisfer kanan yang mengontrol sisi kiri dan hemisfer kiri yang
mengontrol sisi kanan tubuh. setiap hemisfer memiliki 4 buah lobus dan sebuah serebelum
yang mengendalikan fungsi tubuh sehari-hari . apabila terjadi stroke maka akan menyebabkan
gangguan pada hemisfer tersebut sehingga menyebabkan kehilangan fungsi dan sensitilitas
otot
13
(Kowalak, dkk. 2003) (Heart and Stroke Foundation, 2005). (Mahendra, 2007)

 Hubungan stroke dengan quadriparesis

 Penyumbatan aliran darah ke otak menyebabkan energi dan oksigen tidak bisa masuk dalam
otak, sehingga mengalami kelumpuhan atau kematian sel disekitar otak yang nantinya fungsi
sensomotorik terganggu sehingga menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh
jaringan otak tersebut. kehilangan fungsi yang dikendalikan oleh jaringan otakmenimbulkan
gejala pada bagian otot tangan, kaki, atau wajah lemah sampai lumpuh, gerakan tidak
terkendali atau sempoyongan. gangguan penyakit stroke dibelahan otak kanan menyebabkan
gangguan pada anggota tubuh bagian kiri, sebaliknya gangguan dibelahan otak kiri
menyebabkan gangguan anggota tubuh sebelah kanan atau yang disebut juga quadriparesis.
yaitu quadriparesis.
 Quadriparesis merupakan keadaan lemahnya keempat anggota badan. Quadriparesis
meruapakan dampak dari adanya stroke iskemik. Gangguan atau sumbatan pada arteri basiler
pada otak dapat mengakibatkan adanya gangguan gerak tubuh (quadriparesis)
(Wirawan, 2009) (mahdiana, 2010) (Ferri, 2013).

2. Gambaran umum makanan enteral

 Macam

Macam Indikasi Komposisi OsmolaritasDensitas Kandungan Zat


energi Gizi
Standar polimerik polimerik - Zat gizi standar standar: 1- standar: Protein
a. Standar mengandun molekul 300-500 1.2 kkal/ml 15%, Lemak 30%
b. Tinggi protein g makro utk besar mOsm/kg tinggi P: 1- standar protein:
c. Tinggi energi 1 fungsi - Nitrogen tinggi P: 1.2 kkal/ml protein 20%,
d. Tinggi energi 2 saluran sebagai 300-500 tinggi E 1: lemak 30%
cerna yang protein mOsm/kg 1.5 kkal/ml standar energi 1:
(Gurnida, 2010) normal keseluruh tinggi E 1: tinggi E2: 2 protein 20%,
an, 500-650 kkal/ml lemak 30%
- sumber mOsm/kg (DAA, 2011) standar energi 2:
KH tinggi E 2: protein 15%,
14
hidrolisis 450-800 lemak 40% (DAA,
dari pati mOsm/kg 2011)
- lemak (DAA, 2011)
mengand
ung long
chain
trigliserid
a.
- (Stroud,2
003)
Formula pra cerna mengandung KH … %
a. semi nitrogen baik P …. %
elemental sebagai
b. elemental peptida
(rendah pendek dan
sisa, asam bebas Asam
amino) Amino.
(Stroud,2003)

Formula khusus Untuk ginjal KH … %


, DM, dll P …. %
Oligomerik nutrient ada glukosa - - KH … %
(Gurnida, 2010) predigested primer P …. %
. -
Modular single - - KH … %
(Gurnida, 2010) makronutrien P …. %
(hanya 1 -
makronut
saja)
saat aplikasi
bisa d
combine dg
form
komersial
Formula non formular non - - -
starch starchtak
oligosakarida ada serat
(Lloyd, D dan
Tuck, J 2004)
Whole protein Digunakan KH … %
formula pada pasien P …. %
(Kreymann et pada
al,2006) umunya
Immune Pasien Terdiri dari KH … %
modulating bedah GI arginin, P …. %
formula bagian atas nukleotida,
Pasien asam lemak
(Kreymann et sepsis omega 3
al,2006) ringan
Pasien
sepsis
parah

15
Kesimpulan

Jenis Formula : Polymeric

Cara pemberian : Bolus

 Syarat

 Osmolaritas

Menentukan kemampuan larutan dalam menahan air lewat membran semipermeabel.


Formula enteral dengan osmolaritas yang tinggi dan diberikan dengan cepat akan menarik
cairan ke dalam usus dan mengakibatkan gejala kram, mual, muntah atau diare.
Osmolaritas bukan masalah jika formula entaral diberikan secara perlahan -lahan atau
dengan cara tetesan yang konstan. semakin rendah osmolaritas, semakin cepat formula
enteral dapat diberikan

Nilai osmolaritas makanan entaral baiknya adalah 300 - 500 mOsm/ kg termasuk
isoosmolar dimana kadar osmolaritas tersebut sama dengan darah sehingga kita dapat
mengoptimalkan penyerapan formula.

Pada formula entaral, kadar osmolaritas ditentukan oleh konsintrasi gula, asam amino, dan
elektrolit. osmolaritas akan meningkat jika kandungan asam amino bebas, monosakarida,
disakarida, dan elektrolit bertambah

( Dietitians Association of Australia, 2011; Hartono, 2013)

 Densitas energi
Kandungan energi pada formula standar sangat bervariasi anatar 1,0 - 2,0 kcal/ml dengan
mengandung atau tanpa serat. penggunaan densitas tersebut tergantung dengan ada
tidaknya pembatasan cairan pada pasien seperti pada pasien gagal jantung kengesif, atau
gagal ginjal (Parrish, 2005)
 Cairan
Cairan yang ditambahkan dalam pembuatan formula enteral sangat tergantung dari
densitas energi dari formula enteral tersebut. berikut merupakan kandungan cairan dari
berbagai densitas:

Calori Density % Water Volume/1800 Water by


kcal (ml) Density for
1800 kcal (ml)

16
1,0 kcal/ml 84 1800 1530

1,2 kcal/ml 82 1500 1230

1,5 kcal/ml 76 1200 930

2,0 kcal/ml 70 900 630


(Parrish, 2005)

 Rute pemberian
 Nasal tube
2 oral tube yaitu selang dilewatkan melalui oral (orogastric tube) → diberikan pada pasien
dengan pengosongan lambung normal
3. trans-oesophangeal feeding (TOF) / oesophangeal tube yaitu selang ditempatkan ke dalam
kerongkongan atau faring dan turun ke perut. biasanya prosedur ini dilakukan ada pasien
pasca operasi kepala dan leher.
 Nasogastric
Penggunaan jangka pendek 3-4 minggu. Tube dimasukkan melalui hidung ke dalam
lambung. Dapat dilalui injeksi bolus, continous infusion. Keuntunggannya soft, flexible,
serta ukuran tube dapat disesuaikan tergantung dari pemberian makannya. NGT
memungkinkan penggunaan makanan hipertonik, laju makanan yang tinggi, dan
makanan bolus.
 Nasojejunal atau nasoduodenal tube
Penggunaan jangka pendek 3-4 minggu. Digunakan pada pasien dengan gannguan
motalitas gastric, esophageal reflux, mual muntah. Tube diletakkan di dalam usus kecil
dengan cara dilewatkan melalui hidung → esophagus → lambung → usus kecil. Pada
keadaan kritis, migrasi makanan dalam tube mengalami keterlambatan sehingga
makanan juga sampai terlambat. Pada saat pemasangan tube, perlu menggunakan X-
ray. Di indikasikan jika ada masalah seperti refluks lambung atau pengosongan
lambung yang lama.

● Percutaneus enteric tube


 Jejunostomy atau Percutaneous Endoscopic Gastrotomy

Tube langsung ditempatkan di jejunustomy melalui dinding perut, dilakukan dengan


menggunakan endoskopidan dengan anestesi lokal. Digunakan 3-4 minggu atau lebih.
Selang langsung dimasukan melalui jejenum proksimal.

 Percutaneous Gastrotomy Tubes


17
Digunakan jika enteral dibutuhkan dalam waktu 4-6 minggu. selain itu, biasanya pasien
yang diberikan gastrotomy adalah yang beresiko tinggi malnutrisi. Selang langsung
dimasukan melalui gastrotomi
 Oral tube
Bisa diberikan kepada pasien yang dalam kondisi sakitnya tidak mempunyai komplikasi
terhadap penyakit lain. jika kondisi penerimaan terhadap makanan secara oral dan dalam
bentuk padat menimbulkan rasa tidak nyaman di tenggorokan sehingga pasien merasa mual
dan muntah maka dapat diberikan melalui rute/jalur lain seperti enteral. enteral diberikan
bagi penderita dengan saluran cerna yang masih berfungsi dengan baik. Indikasi pemberiannya
seperti pada pasien tak sadar, anoreksia, sumbatan saluran cerna bagian atas, dll. jika enteral
tube feeding tidak aman atau tidak berhasil diberikan maka rute pemberian zat gizi diganti
dengan jalur lain seperti parenteral.

(Krause, 2008; Stroud,2003; Katsilambros,2014; Dietitian Association of Australia, 2011)

18
(SickKids,2007)

Kesimpulan:

Pada pasien Tn. J, rute enteral yang dipilih adalah gastrotomy karena penggunaan enteral
diperkirakan sampai 8 minggu.

3. Intervensi

 Perhitungan kebutuhan energi

 TB estimasi (rumus chumlea)

TB pria = 64,19 - (0,04 x usia (tahun) + (2,02 x Tl (cm))

= 64,19 - (0,04 x 65) + (2,02 x 39,4)

= 64,19 - 2,6 + 79,588

= 141,178 cm = 141 cm.

 BBI estimasi : TB estimasi -100

= 141 cm - 100 = 41 kg.

 Energi (harris benedict)

AF: 1,05 → pasien lumpuh dan pasti bedrest total

FS: 1,05 → kejadian serebrovaskular (stroke)

TEE= BMR*FA*FS

➔ {(66,5+13,7(BB estimasi)+5(TB estimasi)-6,8(umur))*FA*FS}


➔ {(66,5+13,7(41)+5(141)-6,8(65))*1,05*1,05}
➔ {841,2*1,05*1,05}
➔ 928,6 kkal

(Kontogia nni,2010; RSSA,2012)

 Tujuan
 Memberikan makanan secukupnya denganmempertimbangkan komplikasi
 Memperbaiki keadaan stroke disfagia
 Mencegah komplikasi lebih lanjut
 Mempertahankan status gizi agar tetap dalam keadaan normal
19
 Memberikan makanan sesuai dengan kemampuan pasien
(Almatsier,2006; Almatsier,2007)
 Prinsip:
Kebutuhan zat gizi sesuai dengan kebutuhan normal pasien yakni protein , lemak dan
karbohidrat cukup (Almatsier 2006)

 Syarat
 Protein cukup 15% → 15%*928,6/4= 34,8 gram
 Lemak cukup 25% →25%*928,6/9= 25,8 gram
 KH cukup 60% →60%*928,6/4= 139,29 gram
 Natrium dibatasi tidak lebih dari 6gr per hari untuk mencegah peningkatan tekanan darah
 Gula tambahan dibatasi maksimal 60 gr per hari → karena glukosa yang tinggi di dalam darah
akan mengakibatkan sembab pembulu darah dan otak. kenaikan glukosa ini dapat terjadi
karena dalam keadaan iskemia, otak tidak menggunakan glukosa sebagai sumber energinya
melaikan laktat. serangan stroke yang merupakan stress berat dapat pula menaikkan resistensi
insulin yang secara keseluruhan akan meningkatkan kadar glukosa darah jika asupak hidrat
arangnya (termasuk jenis makanan dengan indeks glikemik tinggi) sangat tinggi
 Serat pada polimerik 15 gram
 Cairan 30 ml/kg BB 1230 ml
(Hartono, 2013; Stroke Association,2013; Dietitian Association of Australia, 2011)
 Zat gizi
 Asam folat dosis 400 ug untuk turunkan homosistein sehingga menurunkan resiko stroke yang
lebih parah
 Copper dosis 800 ug untuk sintesis neurotransmitter dan neuropeptida ,
 Magnesium (Mg) dosisi 320 mg berperan dalam neuro transmisi
 Vitamin B12 dosis 2,4 ug untukmencegah kerusakan neurologis,
 Vitamin B6 dosis 1,5 mg untuk sintesis neurotransmiter
 Kolin dosis 425mg prekusor asetilkolin
 Vitamin E dosis 15 mg untuk menjaga keseimbangan fungsi neurologis
 Omega 3 1,1 gr antiinflamasi
 Vitamin A 500 ug
 Vitamin C 75mg sebagai antioksidan untuk mengurangi kerusakan pembuluh darah
(Wiryanti, 2010)
4. Perpindahan bentuk makanan

20
Pada saat ini pasien ada pada fase pemulihan, dimana pada fase ini pasien sudah sadar tetapi
mengalami disfagia. Untuk itu makanan diberikan bertahap, yaitu:

 NPO (nothing per oral)


 ¼ bagian per oral (bentuk semi padat) dan ¾ bagian melalui NGT
 ½ bagian per oral (bentuk semi padat) dan ½ bagian melalui NGT
 diet per oral (bentuk semi padat dan semi cair) dan air melalui NGT
 diet lengkap per oral

(Almatsier, 2008)

21
5. Tes Menelan

Nama Tes Prosedur Indikator diagnose dan


Interpretasi
RSST (Repetitive Saliva 1. Pasien Normal: 3 kali gerakan
Swallowing Test) diposisikan dlm menelan dalam 30
posisi istirahat detik
2. Basahi mulut
pasien dengan
air dingin
3. Pasien diminta
menelan air
dan angin
4. Hitung dan
amati jumlah
menelan yang
bisa dilakukan
pasien dengan
cara palpasi

WST (Water 1. Pasien duduk di Kriteria Profil:


Swallowing Test) kursi dan 1. Pasien dapat
memegang gelas menghabiskan
berisi 30 ml air minuman
dengan suhu dalam 1 kali
normal tegukan tanpa
2. Pasien diminta tersedak.
meminum air 2. Pasien dapat
3. Amati watu dan menghabiskan
profil minum pasien minuman
dalam 2
tegukan atau
lebih tanpa
tersedak
3. pasien dapat
menghabiskan
minuman
dalam 1
tegukan tapi
tersedak.
4. Pasien dapat
menghabiskan
minuman
dalam 2
tegukan atau
lebih tetapi
tersedak
5. Pasien sering
tersedak dan
sulit minum air
Normal :
menyelesaikan profil 1

22
dalam 5 detik
Dicurigai:
menyelesaikan profil 1
lebih dari 5 detik/ profil
2
Abnormal: meliputi
profil 3-5

SPT (Swallowing tube dimasukka dikatakan normal


Provocation Test) nmelalui hidung apabila: waktunya 1,7
kedalam oropharynx detik
dan diikuti dengan
injeksi air volume kecil Tidak normal : > 3 detik
untuk mengukur waktu
mulai dari diberikan
injeksi sampai mulainya
refux menelan.

kalau tak bisa duduk


tegak, disanggah
dengan bantal ,pasien
dikasi minum, disuruh
ngomong aaaaa…
perhatikan suaranya
jika suara basah dan
berlendir maka beri
makanan oral,jika serak
hentikan makanan oral
VFSS merupakan suatu tes
(Videofluoroscopy) menelan yang
menggunakan gambar
x-ray dari bagian tubuh
yang digunakan untuk
menelan. pasien
diminta untuk menelan
makanan dan minuman
dengan konsistensi
yang berbeda yang
dicampur dengan
larutan non-toksik yang
dapat terlihat pada x-
ray. gambar akan
menunjukan jika
makanan atau
minuman tersebut
ditelan atau turun
dengan cara yang salah.
selain itu juga dapat
mengidentifikasi apa
yang salah pada proses
menelan pada pasien.
Fibreotic Endoscopic FEES menggunakan
Evaluation Of tabung pipa yang

23
Swallowing (FEES) panjang, tipis, dan
fleksibel yang memiliki
cahaya dan kamera
diujungnya
(endoskopi). pipa
tersebut dimasukan
melalui salah satu
lubang hidung dan
diletakkan di posisi
yang tepat sehingga
dapat melihat gambar
dari belakang
tenggorokan dan
struktur yang terlibat
saat menelan. hasil
yang ditemukan dapat
menunjukan apa yang
terjadi pada makanan
atau minuman sebelum
dan setelah ditelan.
FEES juga dapat
mengidentifikasi sifat
dan penyebab aspirasi
dan membantu dalam
menentukan
pengobatan serta
rehabilitasi.
keuntungan FEES
adalah aman, mudah,
dan dapat dilakukan di
tempat tidur.
GUSS (gugging Part 1. Preliminary -jika tes menelan
Swallowing Screen) Assessment : Indirect makanan semi padat,
Swallowing Test cair dan padat
Merupakan uji alir liur berhasil → tidak ada
dimana menjadi syarat disfagia dan resiko
untuk tes tahap 2. aspirasi rendah(diet
pasien diminta untuk dapat diberikan
menelan air liur normal)
mereka. bagi pasien -jika tes menelan
yang mulutnya kering, makanan semi padat,
mereka dapat cair berhasil, tapi
disemprotkan sedikit makanan padat tidak
air pada mulutnya berhasil → disfagia
(1ml) kemudian ringan dan resiko
diminta untuk aspirasi rendah ( diet
menelan. dalam tes ini makanan bubur dan
perlu diperhatikan lunak, pemberian
apakah pasien batuk, cairan bertahap)
dapat menelan air liur. -jika tes menelan
Part 2. Direct makanan semi padat
Swallowing Test berhasil makanan
tes pada tahap ini cair dan padat tidak
24
terdapat 3 langkah berhasil → moderate
dimana pasien diminta disfagia dan resiko
untuk menelan aspirasi sedang (diet
makanan semi padat, makanan semi padat
cair, dan padat. seperti makanan bayi
a. menelan makanan dan kombinasi
semi padat parenteral)
- pasien diberi -jika pada uji
makanan preliminary (tahap
dengan testur 1 ) tidak berhasil →
seperti puding severe disfagia
- berikan ⅓ - ½ dengan resiko
sdt makanan aspirasi tinggi (diet
tersebut dan NPO)
minta pasien
untuk
menelannya
- ulangi lagi
samapi 5 kali
- amati dengan
teliti setiap
proses menelan
pasien tiap
sendoknya
- jika terdapat
tanda indikator
aspirasi (seperti
batuk, adanya
air liur,
perubahan
suara) maka
hasil positif

b. Menelan Makanan
Cair
- pasien diminta
untuk menelan
air sebanyak
3ml dan
perhatikan
dengan
seksama
jumlah telanan
pertama
- ulangi hal
tersebut
dengan
meningkatkan
jumlah cairan 5
ml, 10ml, 20ml
hingga 50ml
- pasien harus
meminum air

25
sebanyak 50ml
secepat
mungkin

c. Menelan makanan
padat
- beri potongan
roti kecil dan
minta pasien
untuk
menelannya
- ulangi
sebanyak 5 kali
- batas waktu
pasien untuk
menelan balus
(roti) tersebut
adalah 10 detik

(Horiguchi,2011; Fatmawati, 2009; Stroke Association,2013; Trapl, 2010)

Kesimpulan
Untuk tes menelan, menggunakan metode Gugging Swallowing Screen (GUSS)

 Monev metode GUSS

Perlakuan Indikator Frekuensi Target

Air 1 ml Sudah bisa nelan air 1x selama 3 hari Pasien bisa menelan
liur

Pemberian oral Semi Sudah bisa menelan 1x selama 4 hari Pasien bisa menelan
padat seperti pudding bahan makanan semi semisolid
1/3 – ½ sdt solid dengan tidak
ada sedakan , air liur
lancar dan
memperhatikan
perubahan suara

Pemberian oral Semi Sudah bisa menelan 1x selama 4 hari Pasien bisa menelan
padat seperti pudding bahan makanan semi semisolid
5-1/2 lebih sdt solid dengan tidak
ada sedakan , air liur
lancar dan
memperhatikan

26
perubahan suara

Pemberian oral liquid Sudah bisa menelan 2x4 hari Bisa menelan 3ml
(cair) sebanyak minimal dan dilanjutkan
3ml air dengan 5ml  10ml
 20 ml max 50ml

Pemberian makanan Bisa menelan asupan 5x1 hari Bisa menelan


solid (kering padat) oral dg porsi kecil makanan oral secara
normal

(TrapL.et al 2010)

 Monev makanan enteral


 BB → 3 kali/minggu
 tanda dan gejala edema → setiap hari
 tanda dan gejala dehidrasi → setiap hari
 intake dan output cairan → setiap hari
 adekuat intake enteral → 2 kali/minggu
 ketidaknyamanan abdominal, residu gastric → 4 jam sekali, jika diperlukan
 serum elektrolit, blood urea nitrogen, creatinin → 2-3 kali/minggu
 serum glukosa, kalsium, magnesium, fosfor → setiap minggu atau jika dibutuhkan
 konsistensi dan output feses → setiap hari

(Krause, 2008)

H. HIPOTESIS DK-2

Kelainan pada otot motorik Kelainan pada otot esofagus

Quadriparesis STROKE Disfagia

Tujuan

Terapi menelan Sulit menelan Makanan enteral

Syarat
Metode GUSS Polymeric
formula
27

Disesuaikan dengan
Oral Gastrotomy
tahapan makanan
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit dimana terjadi penyumbatan atau pendarahan pembuluh darah di
otak dikarenakan berbagai macam faktor. Dampak dari stroke ini yang ada di skenario ini yaitu
disfagia dan quadriparesis (kelumpuhan). Dengan keterbatasan kondisi pasien yang tidak bisa
menerima makanan oral, maka pasien diberikan makanan enteral dengan rute gastrotomi
dikarenakan penggunaan enteral diperkirakan higga 8 minggu. Jenis yang digunakan yaitu
polimerik dengan cara bolus feeding. Disamping pemberian diet sesuai dengan kebutuhan, pasien
juga diberikan terapi menelan supaya dapat menerima makanan secara oral dengan
menggunakan tes menelan metode Gugging Swallowing Screen (GUSS). Kemudian baru dilakukan
monitoring dan evaluasi mengenai pemberian diet dan juga terapi menelannya.
B. Rekomendasi
Skenario komunitas week 8 kali ini dapat menambah pemahaman mahasiswa mengenai tahapan
pemberian makanan dengan memperhatikan kondisi pasien dengan keterbatasan kemampuan
menerima makanan. Selain itu, juga dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai metode
untuk terapi menelan sehingga dapat lebih memahami dan nantinya bisa diaplikasikan dalam
dunia profesi. Diharapkan dengan skenario ini dapat mempermudah mahasiswa dalam proses
belajarnya.

DAFTAR PUSTAKA

28
Almatsier, Sunita. 2008. Penuntut Diet. Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Almatsier, Sunita. 2006. Penuntut Diet. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Mahan, Kahleen L and Escott-Stump, Sylvia. 2008. Krause’s Food and Nutritiont Therapy 12th ed US: Elsevier

Aggrenox Modified Release Capsules. Ministry of Health. 2011. Boehringer Ingelheim GmbH, Germany

Sianipar, Jefry Pinondang Sardi. 2012. Gambarabn Pola Makan dan merokok Pasien Stroke Iskemik Akut yang
dirawat Inap di SMF Neurologi Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. FK, USU

Gurnida. 2010. Pemberian Dukungan Gizi pada Anak Sakit : Enteral dan Parenteral. Bandung.

Wirawan, R P. 2009. Rehabilitasi Stroke pada Pelayanan Kesehatan Primer. Maj Kedokt Indon, vol 59(2).

Price dan Wilson.2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta

Nastiti, Dian. 2012. Gambaran Faktor Risiko Kejadian Stroke Pada Pasien Stroke Rawat Inap di Rumah Sakit
Krakatau Medika Tahun 2011. Skripsi, tidak diterbitkan. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Indonesia.

Strom, J. 2012.The dose dependent effect of estrogen on ischemic stroke. Linkoping University

Dietitian Associatian of Australia. 2011. Enteral Nutrition Manual for Adult in Health Care Facilities.

Fatmawati. 2009. Rehabilitasi Stroke Pada pelayanan Kesehatan Primer RS

Kowalak, J,P, et al. 2011. Buku Ajar Patofisiologi Profesional Guide to Pathophysiology. Jakarta: Penerbut Buku
Kedokteran EGC

Mahendra, B, dkk. 2007. Atasi Sroke dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar Swadaya

Parrish, C,R, et al. 2005. Enteral Formula Selection A Review of Selected Product Categories.Practical
Gastroenterology

Hartono, A. 2013.Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ferri, F. 2013. Ferri’s Clinical Advisor 5 Book in 1. Elseiver Mosby

Lestari, R. 2014. Hemiplegia Dextra with Aphasia Brocka Caused by Suspected Hemorragic StrokeI. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung

Trapl, M, et al. 2010.Dysphagia Bidside Screening for Acute Stroke Patient The Gugging Swallowing Screen.
American Stroke Association

29
Heart & Stroke Foundation. 2005. Let’s Talk About Stroke.www.heartandstroke.com

Mansjor, A, dkk., 2000. Kapita Selekta Kedoketeran Edisi III Jilid II. Media Aesculapius. FK Universitas Indonesia

Arifputra, A dkk. 2004. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV Jilid II. Media Aesculapius.FK Universitas Indonesia.

Bohringer Ingelheim. 2012. Highlights of Prescribing Information: Aggrenox.

Association, Stroke. 2012. Swallowing Problems After Stroke.

Association, Stroke. 2013. Healthy Eating and Stroke.

Kreymann et al. 2006. ESPEN Guidelines on Enteral Nutrition:Intensive Care. Clinical Nutrition Elsevier25, 210-
223.

Kontogianni, Meropi. 2010. Asuhan Gizi Klinik. Jakarta: EGC,2013.

Indra. 2010. STROKE-Penuntun untuk Memahami Stroke. Manajemen Modern dan Kesehatan Masyarakat.

Horiguchi et al . 2011. Screening Test in Evaluating Swallowing Funtion . Japan

SickKids.2007. Guidelines for the Administration of enteral and parenteral Nutrition in Pediatrics

TIM PENYUSUN

A. KETUA
Yota Lizafni (125070301111029)
30
B. SEKRETARIS
Sekretaris 1 : Triya Ulva Kusuma (125070307111001)
Sekretaris 2 : Yunita Reza R (125070301111003)
C. ANGGOTA
Devi Puspita Sari (125070300111025)
Septi Nur Rachmawati (125070300111027)
Geryna Puspitasari (125070301111016)
Rahma Putri A (125070301111025)
Nadhrah Nur H (125070305111002)
Karin Afinda Wibowo (125070306111002)
Lulu Luthfiya (145070309111001)
Pipit Septiana (145070309111002)
Sutoyo (145070309111003)
Ni Nengah Asty Kartikasari (145070309111004)
Danang Kurniawan (145070309111005)
FASILITATOR
Silvi
D. PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
- Mengarahkan mahasiwa dengan baik dan tepat pada waktunya saat proses diskusi apabila topik
yang dibicarakan melenceng dari pokok pembahasan
- Tidak memihak kepada pendapat mahasiswa, jadi bersikap adil dalam member penilaian keaktifan
- Mampu membimbing dengan baik sehingga mahasiswa menjadi terlatih dan bersungguh-
sungguh dalam mengikuti pembelajaran
- Membantu mahasiswa berpikir kritis
2. KOMPETENSI / HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI
Mahasiswa mampu membuat preskripsi diet dan menu untuk makanan enteral, cair, saring dan
lunak untuk pasien stroke dengan quadriparesis dan disfagia.

31

Anda mungkin juga menyukai