Anda di halaman 1dari 5

Asal usul suku :

Asal muasal Suku Tidung, subsuku Dayak beragama Islam yang baju adatnya disangka baju adat
China.

Uang Peringatan Kemerdekaan 75 Tahun Republik Indonesia Rp75.000 sempat ramai

diperbincangkan karena ada yang mengira salah seorang di gambar uang itu mengenakan baju

adat China. Padahal, itu adalah baju adat milik Suku Tidung yang mendiami wilayah Kalimantan

Utara (Kaltara).

Tjilik Riwut, mantan gubernur Kalimantan Tengah, menjelaskan dalam Maneser Panatau Tatu

Hiang: Menyelami Kekayaan Leluhur bahwa Suku Tidung merupakan subsuku dari Suku Dayak

Murut, salah satu dari tujuh suku besar, yang mendiami bagian utara Kalimantan bagian timur.

Enam suku besar Dayak lainnya adalah Ngaju, Apu Kayan, Iban, Klemantan, Punan, dan Ot

Danum. Suku Tidung sendiri terbagi lagi menjadi sepuluh suku kecil.

Hartatik, peneliti Balai Arkeologi Banjarmasin, menyebut Suku Tidung bermukim di wilayah

pesisir dan menganut agama Islam. Kendati namanya diambil dari kata tiding atau tideng artinya

gunung atau bukit.

"Nama ini menggambarkan kalau Suku Tidung berasal dari daerah hulu atau daerah pegunungan

di wilayah Kalimantan sisi utara-timur (timur-laut)," tulis Hartatik dalam "Perbandingan Bahasa

dan Data Arkeologi pada Suku Tidung dan Dayak di Wilayah Nunukan: Data Bantu untuk

Rekonstruksi Sejarah dan Perubahan Budaya" yang terbit dalam jurnal Naditira Widya, Vol. 8

No. 1/2014.

Suku Tidung mempunyai pergerakan yang dinamis. Mereka pindah dari pedalaman Kalimantan,

Kabupaten Tanah Tidung hingga ke Malaysia, Malinau, mendekati pantai di Nunukan, Tarakan,

dan Berau.
Kedinamisan itu, menurut Hartatik, membuat Suku Tidung mendapat banyak pengaruh dari luar,

terutama dari pelaut dan pedagang muslim. Sehingga, kini hampir semua orang Tidung beragama

Islam.

Masih Kerabat Dayak

Arkeolog Balai Arkeologi Banjarmasin, Nugroho Nur Susanto dalam "Pengaruh Islam Terhadap

Identitas Tidung Menurut Bukti Arkeologi" yang terbit dalam Naditira Widya, Vol. 7 No.

2/2013, menyebut bahwa Suku Tidung berpindah melalui Sungai Sesayap atau Sungai Malinau

ke daerah hilir dan mendiami pesisir juga pulau-pulau kecil sisi timur Kalimantan lainnya.

Perkiraannya mereka sudah meninggalkan tempat asalnya hampir 100 tahun yang lalu.

Karenanya sudah banyak cerita tutur yang terputus. Salah satunya Suku Tidung tak mengenal

legenda atau mitos kejadian asal-usul moyangnya sebagaimana masyarakat Dayak lainnya.

Khususnya yang meninggali wilayah Nunukan, seperti Tahol, Tenggalan, dan Agabag.

Kepercayaannya pun berbeda dibanding suku Dayak di Kalimantan Utara lainnya. "Karena Suku

Tidung identik dengan muslim, sedangkan suku Dayak lainnya beragama Kristen," tulis Hartatik.

Kendati begitu, masih ada tradisi pra-Islam yang tersisa di antara masyarakat Tidung. Ini

menjadi salah satu bukti hubungan kekerabatan mereka dengan suku Dayak.

"Sebagian dari mereka masih melakukan ritual yang berkaitan dengan tradisi nenek moyang,

terutama yang berkaitan dengan tempat-tempat keramat," tulis Hartatik.

Walaupun sudah beragama Islam, kepercayaan adanya roh leluhur merupakan salah satu konsep

megalitik yang dikenal oleh Suku Tidung hingga kini. Ada yang dikenal dengan ritual

memanggil arwah di Batu Lumampu, membayar nazar di Batu Lumampu dan Batu Kelangkang,

serta ritual pengobatan Badewa oleh tokoh adat.


"Kepercayaan kepada roh leluhur yang masih berlanjut hingga kini menunjukkan bahwa Suku

Tidung dahulu mempunyai kepercayaan yang sama dengan suku Dayak Agabag, Tahol, dan

Tenggalan," tulis Hartatik.

Nugroho menambahkan bahwa persahabatan Suku Tidung dengan alam yang masih dijaga

secara umum mencerminkan spiritual Dayak. Akulturasi antara budaya pendatang dari luar,

dalam hal ini Bugis, Melayu, dan Bajau yang mempengaruhi konsep religi mereka. Prosesnya

panjang. Unsur budaya dari luar secara perlahan diterima oleh Suku Tidung kemudian diolah ke

dalam kebudayaannya sendiri tanpa menghilangkan kepribadian mereka.

Kedatangan Islam

Menurut Nugroho, selain sebagai sebuah suku, nama Tidung juga menunjuk kepada sebuah

kerajaan yang kental dengan nuansa keislaman. Makam Maharaja Dinda I di Desa Sesayap,

Kecamatan Sesatap Hilir, Kabupaten Tana Tidung; dan makam tokoh yang dihormati seperti

Datu Bendahara dan Datu Mandul di Kecamatan Tana Lia, Pulau Mandul, Kabupaten Tana

Tidung, menandakan kawasan ini sebagai daerah perpindahan awal orang Tidung. Mereka

kemudian berdomisili di sana dan membentuk "suatu institusi" tradisional.

"Kerajaan ini terbentuk dari aktualisasi hegemoni yang berasal dari komunitas masyarakat

berlatar belakang Suku Tidung," tulis Nugroho. "Ada kemungkinan mereka terpisahkan dari

keluarga suku induknya, yaitu Suku Dayak Murut."

Institusi yang terbentuk ini dipercaya berupa kerajaan kecil. Secara tradisi, komunitas ini berdiri

sendiri kemudian dikuasai oleh Kesultanan Bulungan yang mendapat pengakuan dari

pemerintah kolonial Belanda.
Secara formal, Islam hadir ketika Kesultanan Bulungan menguasai Tidung, khususnya pada

masa pemerintahan Sultan Muhammad 'Alimuddin (1817–1861). Hal ini ditandai dengan

datangnya seorang ulama dari Arab yang singgah dahulu di Demak. Ulama yang melakukan

Islamisasi ini dikenal sebagai Said Abdurrahman Bil Faqih.

Selain Bil Faqih, beberapa ulama lain ikut mendekatkan Suku Tidung dengan Islam. Buktinya

adalah makam penyiar agama, Said Ahmad Maghribi di Desa Salim Batu, Kecamatan Tanjung

Palas, Kabupaten Bulungan. Letaknya di lereng tebing, di sebelah barat aliran Sungai Pimping

yang bermuara di Teluk Sekatak. Berdasarkan angka tahun di nisan, ulama ini wafat pada 1832.

Orang Tidung memang lebih mudah menerima budaya luar karena umumnya mereka bermukim

di pesisir, bagian hilir sungai dan pantai yang strategis. Jalurnya bisa lewat perdagangan, maupun

budaya. "Hubungan Islam dengan Tidung memperkaya identitas mereka," tulis Nugroho.

Mata pencaharian suku :

suku kaum Tidung, mata pencaharian andalannya adalah sebagai Nelayan, di samping itu juga

bertani dan memanfaatkan hasil hutan.

System kemasyarakatan

Suku Tidung merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara Pulau Kalimantan

(Kalimantan Utara). Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi

merupakan suku bangsa yang terdapat di Indonesia maupun Malaysia (negeri Sabah). Suku

Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung.


Kesenian suku tidung : Tari Jepen merupakan tarian asli suku Tidung. Tarian itu

menggambarkan keceriaan dan kegembiraan, memadukan gerak kaki mengikuti irama. Dan,

Kabupaten Tana Tidung (KTT) akan terus melestarikan Tari Jepen.

Bahasa dari suku tidung : Bahasa Bulungan (blj) Bahasa Kalabakan (kve) Bahasa Murut

Sembakung (sbr) Bahasa Murut Serudung (srk)

Pola interaksi suku tidung :

Anda mungkin juga menyukai