Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN AKHIR TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH

“Pertumbuhan dan perkembangan pada perkecambahan biji Tanaman


Labu kuning (Curcubita moschata)”

Dosen Pengampu:
Prof. Lita Soetopo, Ph.D
Disusun oleh :
Nama : Irvan Mahmudi
NIM : 195040200113012
Kelas : A psdku Kediri

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beraneka ragam bahan pangan lokal Indonesia yang mempunyai
potensi dan komponen bioaktif yang baik, namun masih banyak yang
belum termanfaatkan secara optimum seperti halnya pada komoditas
labu kuning. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya informasi yang
didapat mengenai labu kuning sehingga membuat masyarakat menjadi
kurang tertarik untuk menkonsumsi labu kuning tersebut. Namun,
dibalik ketidak populeran labu kuning di Indonesia sangat berbanding
terbalik dengan keadaan yang ada di luar negeri yaitu keberadaan labu
kuning dianggap penting dan dijadikan sebagai santapan sehari-hari
mereka, misalnya di negara Jepang, Amerika, Korea, dan lain-lain.
Menurut, Nany et al, (2015) labu kuning adalah salah satu
komoditas pertanian yang banyak mengandung beta karoten atau
provitamin A yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Labu
merupakan buah yang dihasilkan oleh sejumlah anggota suku labu-
labuan (cucurbitaceae), terutama yang berukuran cukup besar dan
berbentuk bulat memanjang. Buah labu kuning dapat digunakan
sebagai sayur, sup, atau desert. Masyarakat umumnya memanfaatkan
labu kuning yang masih muda sebagai sayuran (lodeh, sayur asam,
dan lain-lain). Olahan tradisional yang paling dikenal dari labu kuning
ialah kolak. Keunggulan lain labu kuning adalah mempunyai umur
simpan yang lebih lama dibanding hasil pertanian yang lain.
Tanaman labu di Indonesia bisa tumbuh dan berkembang biak dengan
baik, tanaman labu mampu beradaptasi dengan iklim sub tropis panas
maupun dingin dan mampu beradaptasi dengan letak dataran rendah
ataupun dataran tinggi. Pembudidayaan labu secara khusus oleh
petani memang jarang dilakukan, selama ini tanaman labu lebih sering
dibudidayakan di kebun, pekarangan ataupun dilakukan secara
tumpang sari. Tanaman labu bisa tumbuh dan berbuah walaupun tanpa
perawatan khusus, apabila dilakukan perawatan secara intensif maka
hasilnya bisa lebih baik lagi.
Dilihat dari kandungan gizinya, olahan dari labu kuning sangat baik
dikonsumsi oleh anak-anak maupun orang tua. Lewat sejumlah
penelitian yang dilakukan oleh para ahli diketahui pula bahwa labu
kuning memainkan peranan penting dalam mencegah penyakit
degeneratif seperti kencing manis (diabetes mellitus), penyempitan
pembuluh darah (asterosklerosis), jantung koroner, tekanan darah
tinggi, bahkan bisa pula mencegah kanker. Hal ini didasarkan pada
kandungan labu kuning yang tidak hanya mengandung beta karoten
tetapi juga mengandung kalori, karbohidrat, lemak, mineral (kalsium,
phosfor, besi, natrium, tembaga, dan seng), tiamin, niacin, serat, dan
vitamin C.
Labu kuning juga dapat dijadikan beragam olahan yang dapat
menarik minat masyarakat untuk mengkonsumsinya dimana tidak
hanya dapat mengenyangkan namun juga dapat menyehatkan. Hal ini
didukung kandungan gizinya yang cukup lengkap dan harganya yang
relatif murah sehingga labu kuning dapat dijadikan sebagai alternatif
pangan masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, agroindustri labu kuning
memiliki prospek kedepan yang cerah sehingga dapat dijadikan
sebagai peluang usaha untuk lebih dikembangkan lagi.

1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
2 METODE
2.1 Alat Dan Bahan
Bahan
 Benih labu kuning varietas kusuma F1 berfungsi sebagai
benih yang akan dikecambahkan,
 Air berfungsi sebagai pemicu terjadinya perkecambahan
melalui imbibisi,
 Wadah nampan berfungsi sebagai tempat media
perkecambahan,
 Tissu berfungsi sebagai media perkecambahan,
 Stick kayu berfungsi untuk membuat plot-plot kecil pada
nampan.
Alat
 Botol berfungsi sebagai alat untuk mengairi media
perkecambahan,
 Kamera berfungsi sebagai alat dokumentasi pengamatan,
 Penggaris berfungsi sebagai alat pengukur panjang
tanaman,
 Alat tulis meliputi bolpoin dan kertas berfungsi sebagai alat
untuk mencatat data pengamatan.
2.2 Metode Pelaksanaan
Dalam kegiatan ini yang perlu dilakukan pada tahap awal adalah
penyiapan alat dan bahan, terutama untuk benihnya yaitu benih
labu kuning varietas kusuma F1. Kemudian mempersiapkan media
perkecambahan pada nampan yang telah dibentuk plot-plot
sebanyak 20 dengan menggunakan stick kayu dan selanjutnya
mengairi media perkecambahan dengan air.
Setelah penyiapan media perkecambahan, dilakukan penyemaian
benih labu yang telah di treatment dengan merendamnya dalam air
hangat dengan suhu 30-32°C selama 3-4 jam (Tutik, 2015). Lalu
benih diletakkan pada masing-masing plot, dan setiap plot diberi 1
biji.
Selanjutnya dilakukan pengamatan dan dokumentasi terhadap biji
yang dikecambahkan selama 2 minggu. Kegiatan pengamatan dan
dokumentasi dilakukan setiap hari. Pengamatanya terkait dengan
daya kecambah, jumlah populasi, hari berkecambah, jumlah daun,
panjang tanaman. Untuk pengamatan panjang tanaman diamati
dengan menggunakan penggaris.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1 Hasil (Daya kecambah, hari berkecambah, populasi, tinggi dan
jumlah daun)
Tabel 1. Daya Kecambah
Hari ke- Daya kecambah
1 0%
2 0%
3 0%
4 15%
5 30%
6 40%
7 45%
8 45%
9 45%
10 45%
11 45%
12 45%
13 45%
14 45%

Tabel 2. Hari Berkecambah

Populasi Hari ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 ●
2 ●
3 ●
4 ●
5
6
7
8
9
10
11
12 ●
13
14 ●
15 ●
16 ●
17 ●
18
19
20

Tabel 3. Populasi
Hari ke- Jumlah populasi
1 0
2 0
3 0
4 3
5 6
6 8
7 9
8 9
9 9
10 9
11 9
12 9
13 9
14 9

Tabel 4. Tinggi tanaman


Populasi Hari ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
1 0.2 0.7 1.2 1.4 1.5 1.5 1.6 2 2.2 2.5 2.6

2 0.4 1 1.1 1.3 1.4 1.4 1.5 1.7 1.9 2.5 2.7

3 0.2 0.2 0.3 0.3 0.4 0.4 0.4 0.5

4 0.5 1 1.1 1.3 1.3 1.4 1.4 1.5 1.5 1.6

5
6
7
8
9
10
11
12 0.2 0.3 0.4 0.8 0.9 1.1 1.2 1.5 1.6 1.6

13
14 0.6 1.2 2.2 2.3 2.5 2.5 2.8 2.8 3 3.2 3.4

15 0.4 0.8 1.2 1.3 1.3 1.5 1.6 1.8 1.8

16 0.1 0.3 0.4 0.4 0.5 0.6 0.6 0.7 0.8

17 0.2 0.4 0.4 0.6 0.7 0.7 0.8 0.8 0.8 1

18
19
20

Tabel 5. Jumlah tanaman

Populasi Hari ke-


1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 1 13 14
0 2
1 2 2 2 2
2 2 2 2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12 2 2 2 2 2
13
14 2 2 2 2 2
15
16
17
18
19
20

3.2 Pembahasan
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada parameter saat benih mulai
berkecambah dan daya kecambah benih
semangka pada setiap faktor perlakuan
pemecahan kulit benih (baik tanpa
pemecahan kulit benih maupun dengan
pemcahan kulit benih) dengan
meningkatnya perlakuan suhu 30-32oC
(t2) menghasilkan saat benih mulai
berkecambah yang paling cepat dan daya
kecambah benih yang paling besar.
Selanjutnya dengan meningkatnya
perlakuan suhu menjadi 32-34oC (t3) dan
34-36oC (t4) menghasilkan saat benih
mulai berkecambah yang lebh lambat dan
menurunnya daya kecambah benih
semangka non biji. Dijelaskan oleh
Sunarjono (2002) bahwa benih triploid
membutuhkan kondisi agak khusus untuk
perkecambahnnya, suhu yang ideal untuk
pertumbuhan benih antara 25-30oC

Dormansi benih merupa-


kan suatu keadaan benih tidak memiliki
kemampuan untuk berkecambah dalam jangka
waktu tertentu meskipun pada lingkungan
yang memenuhi syarat perkecambahan
(Baskin & Baskin 2004). Tanaman yute
memiliki benih yang termasuk benih ortodoks
dan memiliki kadar air rendah (Balittas 2016).
Benih dengan kadar air yang rendah dapat
menurunkan laju perkecambahan, menyebab-
kan benih menjadi dorman dan keras sehingga
menyebabkan kematian embrio benih
(Kuswanto 2003).
Tipe dormansi benih berbeda antara
semua jenis benih. Menurut (Willan 1985)
dormansi dapat terbagi ke dalam dormansi
embrio, dormansi kulit benih, dan kombinasi
keduanya. Perlakuan perendaman dengan air
dapat dilakukan untuk memecah kulit biji dan
memudahkan embrio menyerap air. Metode
skarifikasi secara mekanis dan kimia (peren-
daman air panas dan bahan kimia) merupakan
teknik yang digunakan untuk memecah dor-
mansi (Mousavi 2011).
Perkecambahan yang rendah atau
dibawah 80% dan masa berkecambah yang
yang mencapai 5 hari setelah tanam (Balittas
2016) diduga disebabkan oleh struktur kulit
benih yute yang keras, karena tersusun oleh
jaringan sklerenkim yang padat (Dianxiang &
Hartley 2008). Struktur ini dapat menghambat
perkecambahan dikarenakan mampu mengha-
langi imbibisi air dan pertukaran gas O2
(Hartmann et al. 2011). Pada benih dorman,
ditemukan zat Absicid Acid (ABA) yang dapat
menghambat laju perkecambahan (Bewleyl
1997).
Penelitian lainnya pada benih
andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium DC)
menyatakan bahwa perlakuan benih melalui
penyiraman dengan air suhu 60ºC dan
dibiarkan hingga dingin selama 24 jam juga
potensial mampu meningkatkan daya kecam-
bah dan mempersingkat waktu perkecambah-
an benih andaliman (Siregar 2010). Penelitian
selanjutnya menyatakan bahwa perendaman
menggunakan air panas mampu mematahkan
dormansi benih dan meningkatkan persentase
perkecambahan benih mencapai 36,25% pada
63 hari setelah dikecambahkan (Siregar 2013
Taufiq Hidayat-R.S. dan Marjani

Perendaman benih menggunakan air


suhu 80oC selama 3 jam menunjukkan ke-
serempakan tumbuh yang lebih baik diban-
dingkan dengan perlakuan yang lain. Hasil ini
menjadi indikator bahwa air panas mampu
meningkatkan kecepatan imbibisi melalui
pelunakan kulit benih sehingga benih mampu
berkecambah dengan normal (Rahayu 2015).
Namun perendaman benih menggunakan air
dingin dalam waktu yang relatif lama menye-
babkan kecepatan berkecambah yang relatif
lebih lama pula. Hasil penelitian Azad et al.
(2010) bahwa perlakuan perendaman benih
Melia azedarach dengan air suhu 80ºC dapat
meningkatkan perkecambahan (69%) diban-
dingkan dengan perendaman air dingin (39%).
Perlakuan dengan air panas menyebabkan kulit
benih lebih lunak dan membantu proses
imbibisi dan pertukaran O2 baik melalui dinding
kulit, mikropil atau hilum benih yang berpotensi
perkecambahan benih. Perlakuan perendaman
air cukup aman dan lebih murah untuk
meningkatkan daya vigor benih.

Taufiq Hidayat-R.S. dan Marjani 2017

Variasi pada tanaman dapat diketahui dengan mengevaluasi karakter


yang dimiliki
tanaman, misalnya melalui karakter morfologi.Karakter morfologi
adalah penanda yang
berdasarkan sifat morfologi yang tampak. Karakter morfologi mudah
dilihat sehingga variasi
pada tanaman dapat dinilai dengan cepat jika dibandingkan dengan
karakter lainnya
(Sukartini, 2007). 1.Muhammad Furqan,
2Suranto, 3Sugiyarto

Karakter morfologi merupakan penanda yang berdasarkan sifat


morfologi yang
tampak.Karakter morfologi dapat digunakan untuk mengukur besarnya
keragaman pada
tanaman berdasarkan karakter fenotipe, baik pada fase vegetative
maupun pada fase
generative

Hubungan Kekerabatan Labu Kuning


Tumbuhan memiliki hubungan kekerabatan yang diturunkan secara
genetic. Keeratan
hubungan kekerabatan akan naik dengan diiringi turunnya tingkat taksa
dan akan semakin
berkurang dengan naiknya tingkat taksa

Ketersediaan benih labu kuning tipe


butternut tersertifikasi masih rendah di
Indonesia sehingga pilihan bagi petani
untuk membudidayakan labu kuning tipe
butternut masih sangat terbatas. Peran
pemuliaan tanaman dalam hal ini yaitu
menyediakan varietas labu butternut yang
beragam dengan karakter yang unggul dan
berdaya hasil tinggi. Selain berdaya hasil
tinggi, karakter yang disukai petani yaitu
komoditas yang memiliki umur genjah.
Varietas baru dengan karakter yang unggul
yang berdaya hasil tinggi dan berumur
genjah dapat menjadi pilihan bagi petani
untuk membudidayakan labu kuning tipe
butternut. Potensi ini dapat dikembangkan
untuk meningkatkan produktivitas nasional.
Menurut Prayoga et al. (2018) petani lebih
menyukai tanaman yang berumur genjah
karena dengan umur tanaman yang genjah
mampu memaksimalkan potensi lahan.
Oleh karena itu dengan tersedianya
varietas labu berumur genjah, petani dapat
menanam dengan intensitas lebih banyak
dalam setahun atau dapat memaksimalkan
potensi lahan dengan menanam komoditas
lain.

Diana Nuri Saadah*), Agung Adriansyah, dan Darmawan Saptadi

Faktor lain yang menyebabkan


fluktuatifnya kandungan nitrogen pada
berbagai perlakuan yakni adanya asosiasi
antagonisme antar mikroba asal dengan
PGPR dengan adanya interaksi antara dua
atau lebih spesies yang saling merusak satu
sama lain. Suatu mikroba mensekresikan
substansi kimia tertentu ke lingkungan
sekitar yang dapat menghambat atau
menghancurkan mikroba lain pada habitat
yang sama (Black dan Jacquelyn, 2012

Hal tersebut
dikarenakan proses fotosintesis yang
berlangsung terjadi pada daun, semakin
banyak jumlah dan luas daun, maka proses
fotosintesis yang dihasilkan semakin besar.
Peningkatan tersebut akan berdampak baik
pada peningkatan hasil tanaman labu madu,
sebab diasumsikan bahwa hasil fotosintesis
yang berupa fotosintat dapat menjadi nutrisi
bagi tanaman (Tatik et al., 2014).
Fahmi Lazuardi Imani*
) dan Mudji Santoso

Sekitar 32 virus berbeda


dilaporkan dapat menginfeksi tanaman
Cucurbitaceae di dunia, di antaranya
Cucumber mosaic virus (CMV), Papaya
ringspot virus (PRSV), Squash mosaic virus
(SqMV), Watermelon mosaic virus (WMV),
Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV)
(Coutts dan Jones 2005), Tobacco ringspot
virus (TRSV) (Jossey dan Babadoost
2008), Cucumber green mottle mosaic virus
(CGMMV), dan Melon necrotic spot virus
(MNSV) (Ali et al. 2012). SqMV diketahui
bersifat tular benih (Sevik dan Toksoz 2008),

Pada tanaman labu siam terdapat gejala


klorosis pada daun, perubahan bentuk dan
pengurangan ukuran daun, tetapi tidak terjadi
mosaik. Alvarez dan Campbell (1978) menjelaskan
bahwa keberadaan SqMV pada benih tidak
hanya terdapat pada embrio, tetapi juga pada
protoplasma kotiledon, embrio, jaringan
palisade, dan jaringan mesofil. Persentase
virus tertular melalui benih ditentukan oleh
persentase embrio terinfeksi, selanjutnya
embrio yang terinfeksi selalu menghasilkan
benih terinfeksi. Virus yang ditularkan melalui
benih ini sangat berpotensi dalam penyebaran
penyakit karena benih yang terinfestasi virus
dapat menjadi sumber inokulum primer.

Susanti Mugi Lestari, Endang Nurhayati*

Perkecambahan mencerminkan kemam- puan benih untuk tumbuh dan


berkembang
menjadi tanaman normal pada kondisi
lingkungan yang optimum. Vigor benih
dihubungkan dengan kekuatan benih atau
kekuatan kecambah, kemampuan benih
menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat
pada kondisi tidak menguntungkan serta bebas
dari serangan mikroorganisme (Justice, 2002).
Berdasarkan hasil penelitian pada
penentuan masa viabilitas biji berdasarkan umur
buah pada empat jenis anggota Cucurbitaceae, dapat diambil
kesimpulan bahwa umur buah
pada empat jenis anggota Cucurbitaceae
berpengaruh terhadap viabilitas biji yaitu
potensi tumbuh dan daya kecambah.Sedangkan
pada kecepatan tumbuh tidak berpengaruh
hanya saja terdapat kombinasi antara jenis buah
dan umur buah.
Hafnati Rahmatan1)
, Hasanuddin2) dan Eritarina Hidayati3)

Labu madu/butternut squash (Cucurbita moschata


Durch) memiliki banyak kandungan karbohidrat juga
kaya serat, vitamin A, C dan E dan mineral, membantu
meningkatkan kekebalan tubuh dan melawan radikal
bebas. Warna oranye pada labu mengandung beta-
karoten tinggi, sebuah antioksidan yang mengubah
vitamin A dan membantu mengurangi risiko kanker.
Labu madu juga mengandung B-Kompleks vitamin
seperti folat, niacin, vitamin B-6 (pyridoxine), thiamin,
dan asam pantotenat, dan mineral seperti tembaga,
kalsium, besi dan fosfor (Logistik BPPI, 2016).

Labu madu memberikan respons yang sama


terhadap semua perlakuan ekstrak bahan zpt alami
berbagai dosis pada parameter tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot kering tanaman, bobot buah per
butir, panjang buah, dan diameter buah.
2. Labu madu memberikan respons berbeda pada
parameter luas daun dan bobot buah per tanaman.
Luas daun terbesar terdapat pada pemberian
ekstrak bonggol pisang 300 ml (7,119,77 cm2
) dan
campuran (bawang merah + rebung bambu +
bonggol pisang) 300 ml (6978,5 cm2
). Bobot buah
terbesar terdapat pada rebung bambu 300 ml
(388,6 g) dan bonggol pisang 300 ml (347,6 g)
ml.Berdasarkan hasil analisis bahan
zpt menunjukkan bahwa pada bonggol pisang terdapat
sitokinin dalam bentuk kinetin yang lebih tinggi daripada
bawang merah dan rebung bambu. Selain sitokinin juga
terdapat auksin dan gibberellin (Idonesian Center For
Biodiversity And Biotechnology (2016). Maspary (2012)
dan Lindung (2014) juga mengatakan, bahwa untuk
membuat zpt alami sitokinin adalah bonggol pisang.
Selain itu penelitian Rostikawati (2015) , menunjukkan
bahwa jumlah bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L),
dipengaruhi oleh konsentrasi MOL bonggol pisang.
Produksi bunga terbaik terdapat pada konsentrasi 24
persen. (Fitri Kurniati *), Ida Hodiyah **), Tedi Hartoyo***), Indra Nurfalah
****)
RESPONS LABU MADU (Cucurbita moschata Durch) TERHADAP ZAT
PENGATUR TUMBUH ALAMI
DENGAN BERBAGAI DOSIS
emiliki karakter
fenotip yang seragam meskipun belum stabil
yang ditunjukkan dengan perbedaan bentuk
buah dan ukuran tanaman. Labu susu memiliki
3 bentuk yang berbeda yaitu bentuk buah pir
atau paprika yang termasuk bentuk dumbbell
dan bentuk leher angsa (pyriform), tekstur
renyah, kulit buah berwarna Pale Yellow (RHS
Greyed Orange Group 65), warna daging buah
strong orange (RHS orange group 24), tingkat
kemanisan 3-5°brix, daya simpan lama, dan
umur panen yang singkat (70-90 HST

Benih labu susu disemai di ruang


hangat dengan nampan yang diberi pasir, kain,
air, dan lampu 10 watt untuk pengaturan suhu.
Tahap inkubasi dilakukan selama 4 hari di
bawah sinar lampu. Kecambah yang mulai
tumbuh, satu per satu dipindahkan ke dalam
polybag yang sudah diberi celah. Kemudian
kecambah yang berumur 1 minggu
dipindahkan untuk ditanam di lahan. Selain
dengan cara pengecambahan, benih labu susu
juga bisa langsung di tanam di tanah.
HETTY NOPIANASANTI1
, BUDI SETIADI DARYONO1
Karakterisasi terhadap bentuk karakter
tanaman dan karakter buah labu nusantara
sangat diperlukan hal ini, dapat digunakan
sebagai dasar dalam perakitan varietas
unggul. Kegiatan perakitan varietas unggul
diawali dengan kegiatan eksplorasi, kegiatan
tersebut dimaksudkan utuk mengumpulkan
berbagai sumber plasma nutfah sebagai dasar
dalam perakitan suatu varietas.
Reza Prakoso Dwi Julianto dan Astri Sumiati

In addition, trans-
genic F1 hybrids produced more seeds than nontrans-
genic hybrids when exposed to arti®cially induced viral
disease pressure. Next, it is important to document the
frequency and severity of viral infections within the
plant's natural range in the south-central USA, and to
ask whether transgenic resistance to cucurbit viruses
could a€ect the population dynamics of wild and weedy
populations.
LAWRENCE J. SPENCER* & ALLISON A. SNOW

he pulp of C. moschata fruits expresses high levels of


carotenoids, making it an important source of carotenoids in
human feeding, in addition to being an excellent source of
antioxidant components such as phenolic compounds and
flavonoids. The use of C. moschata seed oil in human feeding is
a promising aspect in terms of nutrition due to its high content
of unsaturated and monounsaturated fatty acids, associated with
the presence of antioxidant components. C. moschata is an
important crop in human nutrition and in promoting food
security where it is grown, especially in less developed regions.
Silva Gomes R*, Freitas de Almeida C, Ravaneli Chagas R, Machado
Júnior R, Sorotori Fara J, José
Henriques da Silva D

The results from investigations on the gen-


eral chemical composition of the pumpkin seeds
(Cucurbita moschata) showed higher content of oil,
protein and fibres and lower contents of minerals
(ash) and carbohydrates in the final stage of ripen-
ing than that in the first and second stages.

the maturing process of Cucurbita moschata


pumpkin seeds, their nutritional value increased in
oil content, protein and fiber and decreased in min-
erals and carbohydrates. Pumpkin oil is a poten-
tial source of essential fatty acids such as linoleic,
and is rich in lipid-soluble bioactive compounds.
The contents of biologically active compounds in
the oil and the seeds dropped during growth
Zh.Y. Petkova* and G.A. Antova
4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis pembahasan dapat
disimpulkan bahwa
Daftar Pustaka
Diana Nuri Saadah, Agung Adriansyah, dan Darmawan Saptadi. 2020.
Uji Daya Hasil Calon Varietas Hibrida Pumpkin (Cucurbita moschata)
Tipe Butternut Umur Genjah di Dataran Tinggi. Jurnal Produksi Tanaman
Vol. 8 No. 7.

Fitri Kurniati, Ida Hodiyah, Tedi Hartoyo, Indra Nurfalah. 2018. Respons
Labu Madu (Cucurbita moschata Durch) terhadap Zat Pengatur Tumbuh
Alami dengan Berbagai Dosis. Agrotech Res J. Vol 2. No 1. 2018: 16-21.

Fahmi Lazuardi Imani dan Mudji Santoso. 2019. Pengaruh Perbedaan


Media Tanam dan Konsentrasi Aplikasi PGPR pada Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Labu Madu (Cucurbita moschata). Jurnal Produksi
Tanaman Vol. 7 No. 10.

Hetty Nopianasanti, Budi Setiadi Daryono. 2018. Kestabilan Fenotip


Tanaman Labu Susu (Cucurbita moschata (Duchesne) Poir “Butternut”)
Hasil Budidaya di Sleman D.I Yogyakarta. Jurnal Ilmiah Biologi Vol 6, No.
2, hal 115-123. DOI https://doi.org/10.24252/bio.v6i2.4751

Hafnati Rahmatan, Hasanuddin, dan Eritarina Hidayati. 2015. Penentuan


Masa Viabilitas Biji Berdasarkan Umur Buah pada Empat Jenis Anggota
Cucurbitaceae. Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015

Lawrence J. Spencer & Allison A. Snow. 2001. Fecundity of transgenic


wild-crop hybrids of Cucurbita pepo (Cucurbitaceae): implications for
crop-to-wild gene flow. Heredity 86 (2001) 694-702

Muhammad Furqan, Suranto, Sugiyarto. 2018. Karakterisasi Labu


Kuning (Cucurbita moschata) Berdasarkan Karakter Morfologi di Daerah
Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Seminar Nasional Pendidikan
Biologi dan Saintek III Hal. 136-141.

Nany Ela Susanti, Rudi Hartadi, Joni Murti Mulyo Aji. 2015. Kemitraan PT
EAST WEST SEED INDONESIA dengan Petani dalam Usaha Tani Benih
Waluh di Desa Tegalrejo Kecamatan Tegalsari Kabupaten Banyuwangi.
Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Vol. 8 No.1
Reza Prakoso Dwi Julianto dan Astri Sumiati. 2017. Identifikasi Labu
Nusantara (Cucurbita moschene Dutchene) sebagai Diversifikasi Pangan
Sumber Karbohidrat. Jurnal Hijau Cendekia Volume 2 Nomor 1.

Susanti Mugi Lestari, Endang Nurhayati. 2014. Efisiensi Tular Benih


Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae. Jurnal Fitopatologi Indonesia
Volume 10, Nomor 3, Halaman 81–86. DOI: 10.14692/jfi.10.3.81

Silva Gomes R*, Freitas de Almeida C, Ravaneli Chagas R, Machado


Júnior R, Sorotori Fara J, José Henriques da Silva D. 2020. Winter
squash (Cucurbita moschata D.) Displays Promising Nutritional Aspects
in Fruits, Seeds and in the Seed Oil. Journal Plant Biochem Physiol,
Vol.8 Iss.2 No:248.

Susanti Mugi Lestari, Endang Nurhayati. 2014. Efisiensi Tular Benih


Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae. Jurnal Fitopatologi Indonesia
Volume 10, Nomor 3, Halaman 81–86. DOI: 10.14692/jfi.10.3.81

Tutik Nugrahini. 2015. Viabilitas dan Pertumbuhan Benih Semangka Non


Biji (Citrullus vulgaris Schard) terhadap Pengaruh Suhu dan Pemecahan
Kulit Luar. Jurnal Agrifor Volume XIV Nomor 1

Taufiq Hidayat-R.S, Marjani. 2017. Teknik Pematahan Dormansi untuk


Meningkatkan Daya Berkecambah Dua Aksesi Benih Yute (Corchorus
olitorius L.). Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri Vol.
9(2). DOI: 10.21082/btsm.v9n2.2017.73-81

Zh.Y. Petkova and G.A. Antova. 2015. Changes in the composition of


pumpkin seeds (Cucurbita moschata) during development and
maturation. GRASAS Y ACEITES 66 (1). Doi:
http://dx.doi.org/10.3989/gya.0706142
Lampiran

Font : Arial 12
Margin : 3-4-3-3 cm
Halaman : 8 s/d 15 Halaman
Spasi : 1 Spasi without/remove “Add
Space”
Dapus : Format Harvard-APA Style Versi 6
Tabel : Format Jurnal Internasional
Ketentuan Khusus Nilai Sumber Pustaka/ Literatur (20 Point) dan
Kemampuan Analisis Pembahasan data (35 Point)
• Minimal 10 Jurnal Nasional terakreditasi, dan 2 Jurnal International
• Sumber Pustaka Buku ber-ISBN Resmi
• Sumber Website Kementerian Pertanian
• Ebook dengan keterangan Pustaka lengkap dan Resmi, ber-ISBN
lebih baik
• No Wordpress, No Blogspot, No Wikipedia (Penalti - 65 Point)
• Dilarang mengutip Website tanpa nama penulis di Websitenya
(Penalti - 15 point)
• Teknik Menulis harus secara ilmiah
• Plagiarism is never to Forgiven (Penalti Tidak ada penilaian).
Tabel Penilaian

Indikator Persentase
Ketentuan dan Kerapian Format 45
Ketentuan Khusus Sumber Pustaka/ Literatur 20
Kemampuan Analisis Pembahasan data 35
Total Nilai Akhir 100

Anda mungkin juga menyukai