Makalah Hukum Perdata Kelompok 5
Makalah Hukum Perdata Kelompok 5
Di susun oleh
Nurdin hidayat
Nim: 2012140103
Arbainah
Nim: 2012140110
NIM: 2012140081
FAKULTAS SYARIAH
KELAS A
Makalah kelompok V
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan rahmat dan
Hidayah-Nya penulis dapat menyajikan makalah sederhana ini yang berjudul
Perkawinan Menurut UU NO.1 Tahun 1974. Tak lupa sholawat serta salam selalu
tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga,
kerabat dan pengikut beliau hingga yaumil akhir.Pada kesempatan kali ini izinkan
penulis untuk menyampaikan rasa terimakasih kepada Hj.Tri hidayati,M.H selaku
dosen pembimbing mata kuliah Hukum Perdata yang sudah memberikan
kepercayaan kepada penulis yaitu membuat makalah dalam bentuk sederhana sebagai
tugas pertama yang belum mencapai kata sempurna.Penulis berharap semoga makalah
ini bermanfaat, dapat dimengerti dan diambil pelajaran yang positif dari makalah ini.
Semoga pembaca bisa mengamalkannya dan menjadi amal sholeh bagi penulis.Amin
Ya Robbal Alamin..
Wassalamu’alaikum wr.wb
Penyusun
Makalah kelompok V
DAFTAR ISI
COVER.........................................................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah...................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
B. Ketentuan Perkawinan.......................................................................................
A. Simpulan ................................................................................................................
B. Saran ......................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
Makalah kelompok V
BAB I
PENDAHULUAN
Perkawinan merupakan suatu ikatan yang sah untuk membina rumah tangga
dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul amanah dan
tanggung jawab. Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
merumuskan, bahwa Perkawinan, ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuanmembentuk keluarga (rumah tangga)
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan Pasal 1
Undang-Undang Perkawinan di atas, tampak bahwa suatu rumusan arti dan tujuan
dari perkawinan. Arti “Perkawinan” dimaksud adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang wanita sebagai suami istri, sedangkan “tujuan” perkawinan
dimaksud adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Makna dan arti dari perkawinan menjadi
lebih dalam, karena selain melibatkan kedua keluarga juga lebih berarti untuk
melanjutkan keturunan, keturunan merupakan hal penting dari gagasan melaksanakan
perkawinan.
B. Rumusan Masalah
3. Hak dan kewajiban suami-isteri, harta benda dalam perkawinan dan putusnya
perkawinan.
C. Tujuan Penulisan
D. Manfaat Penulisan
1. Secara teoritis
E. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam makalah ini yaitu mencari pada
beberapa buku dan telusur internet sebagai referensi yang ada kaitannya atau
hubungannya dengan pembuatan makalh ini dan disimpulkan dalam bentuk makalah.
Makalah kelompok V
BAB II
PEMBAHASAN
1. Asas Monogami
Salah satu asas dari perkawinan adalah asas monogami, dimana seorang pria
hanya boleh mempunyai seorang istri begitupun sebaliknya (dalam waktu tertentu).
Asas monogami di sini bersifat terbuka atau tidak mutlak. Lain halnya dengan yang
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, bahwa asas monogami bersifat
mutlak. Asas monogami tidak mutlak diartikan bahwa seorang suami dapat
mempunyai lebih dari seorang istri, bila dikehendaki dan sesuai dengan hukum agama
si suami. Sifat ini tidak mutlak dari asas monogami diatur dalam pasal 2 ayat 2, 4 dan
5 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, dan diatur pula dalam pasal 55,
56 ayat (1), 57 Kompilasi Hukum Islam; bahkan, diatur, pula dalam al-Quran, yaitu
Q.S. An-Nissa ayat 3 yang berbunyi : dan Jika kamu takut tidak akan berlaku adil
terhadap hak-hak perempuan bila kamu mengawininya, maka kawinilah wanita-
wanita lain yang kamu senangi, dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak
berlaku adil maka kawinilah seorang saja. 1
2. Izin Poligami
Untuk berpoligami pada saat ini tidaklah dapat dilakukan oleh setiap laki-laki
dengan begitu saja. Pemerintah melalui instansinya yang ditunjuk untuk itu ikut
campur dalam urusan keinginan seseorang suami yang ingin beristeri lebih dari
1 Ramulyo M. Idris. Tt. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan
islam. Jakarta : IND-HILL-CO Volume XXIII No. 2 April – Juni 2007 : 300 - 311
Makalah kelompok V
2. Pengadilan hanya memberikan izin atas permohonan tersebut sesuai dengan aturan
pada Pasal 4 ayat (2) Undang-undang nomor 1 Tahun 1974, apabila memenuhi
persyaratan seperti tersebut di bawah ini:
2 Kahar Mansur, Membina Moral dan Akhlaq (Jakarta : Rineka Cipta, 1994) h. 69. 17 Ibid. 18 Ibid, h. 68.
Makalah kelompok V
Syarat perkawinan yang bersifat materiil dapat disimpulkan dari Pasal 6 s/d 11 UU
No. I tahun 1974 yaitu:
c. Perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan
pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
d. Kalau ada penyimpangan harus ada ijin dari pengadilan atau pejabat yang
ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita.
e. Seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat
4
kawin lagi kecuali memenuhi Pasal 3 ayat 2 dan pasal 4.
f. Apabila suami dan istri yang telah cerai kawin lagi satu dengan yang lain dan
bercerai lagi untuk kedua kalinya. Bagi seorang wanita yang putus perkawinannya
berlaku jangka waktu tunggu.
Syarat sah perkawinan secara formal dapat diuraikan menurut Pasal 12 UU No.
I/1974 direalisasikan dalam Pasal 3 s/d Pasal 13 Peraturan Pemerintah No. 9 tahun
1975. Secara singkat syarat formal ini dapat diuraikan sebagai berikut:
4 Pustaka: yayasan Peduli Anak Negeri (YPAN) Malik Rusdi. 2001 Peranan Agama dalam Hukum Perkwinan
Indonesia. Jakarta : Universitas Tri Sakti. ----------. 2001. Undang-Undang Perkawinan Jakarta : Universitas Trisakti.
Makalah kelompok V
c). Apabila semua syarat telah dipenuhi Pegawai Pencatat Perkawinan membuat
pengumuman yang ditandatangani oleh Pegawai Pencatat Perkawinan yang memuat
antara lain:
Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan (pasal 8-9).
b). Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu anatara saudara,
antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara
neneknya/kewangsaan.
c). Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak
tiri/periparan.
d). Berhubungan sususan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan
bibi/paman susuan.
e). Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri
dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
f). Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku
dilarang kawin.
3. Perjanjian Perkawinan
a. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas
persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertilis yang disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga
tersangkut.
b. Perkawinan tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas
hukum, agama dan kesusilaan.
c. Perjanjian tersebut dimulai berlaku sejak perkawinan dilangsungkan.
5. Pelaksanaan Perkawinan:
6Malik Rusdi. 2001 Peranan Agama dalam Hukum Perkwinan Indonesia. Jakarta : Universitas Tri Sakti.----------.
2001. Undang-Undang Perkawinan Jakarta : Universitas Trisakti.
Makalah kelompok V
orang saksi, maka perkawinan telah tercatat secara resmi. Akta perkawinan dibuat
rangkap dua, satu untuk Pegawai Pencatat dan satu lagi disimpan pada Panitera
Pengadilan. Kepada suami dan Istri masing-masing diberikan kutipan akta
perkawinan (pasal 10-13).
6. Pencegahan Perkawinan
Perkawinan dapat dicegah apabila ada orang yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan (Pasal 13)
Pasal 14
(1). Yang dapat mencegah perkawinan adalah para keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah
seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang berkepentingan.
(2). Mereka yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini berhak juga mencegah
berlangsungnya perkawinan apabila salah seorang dari calon mempelai berada di
bawah pengampuan, sehingga dengan perkawinan tersebut nyata-nyata
mengakibatkan kesengsaraan bagi calon mempelai yang lain, yang mempunyai
7
hubungan dengan orang-orang seperti yang tersebut dalam ayat (1) pasal ini.
7. Pasal 22
Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Pasal 23
Yang dapat mengajukan Pembatalan perkawinan yaitu:
( a). Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri.
Barang siapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua
belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan
perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan Pasal
4 Undang-undang ini.
Pasal 25
Pasal 26
(1). Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang
tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri
oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh keluarga dalam garis
keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
(2). Hak untuk membatalkan oleh suami atau isteri berdasrkan alasan dalam ayat (1)
pasal ini gugur apabila mereka setelah hidup bersama sebagai suami isteri dan dapat
memperlihatkan akte perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus
diperbaharui supaya sah. 8
Pasal 27
Pasal 28
(1). Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak berlangsungnya perkawinan.
Pasal 31
(a).Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
(b). Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
(c). Suami adalah Kepala Keluarga dan isteri ibu rumah tangga.
Pasal 32
(b).Rumah tempat kediaman yang dimaksudkan dalam ayat (1) pasal ini ditentukan
oleh suami-isteri bersama.
Pasal 33
Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
(a). Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan
hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
(b). Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(a). Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas persetujuan
kedua
belah pihak.
Ramulyo M. Idris. Tt. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan
islam. Jakarta : IND-HILL-CO
Makalah kelompok V
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta benda diatur menurut hukumnya
masing-masing.
3. Putusnya Perkawinan
Pasal 38
Pasal 39
(a). Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah
Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah
pihak.
(b). Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri
itu tidak akan dapat rukun sebagai suami isteri.
(c). Tata cara perceraian di depan sidang Pengadilan diatur dalam peraturan
perundangan.
Ramulyo M. Idris. Tt. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 tahun 1974 dari Segi Hukum Perkawinan
islam. Jakarta : IND-HILL-CO
Makalah kelompok V
undang ini.
(b). Dalam waktu 1 (satu) tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah
Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di Kantor Pencatat
perkawinan tempat tinggal mereka.
2. Perkawinan Campuran
Pasal 57
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perkawinan monogami yang berlaku mutlak bagi istri, tetapi tidak mutlak bagi
suami. Asas monogami, dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan,
ternyata terdapat suatu pengecualian, dimana pasal 3 ayat (2) Undang-Undang No. 1
2. Dengan adanya ijin untuk beristri lebih dari satu (poligami) yang diberikan oleh
Pengadilan Agama, hendaknya segala persyaratan yang ada, yang dijadikan bukti oleh
suami untuk beristri lebih dari satu, dalam persidangan harus dijalankan dengan benar,
jangan sampai pihak suami nantinya mengurangi apa yang jadi kebutuhan istri
pertama dan anak�anaknya. Maka suami harus benar-benar melaksanakan perbuatan
adil tersebut dengan sebenar-benarnya dalam kenyataan, karena apabila suami tidak
dapat berlaku adil maka sang istri dapat menuntut pembatalan perkawinan suami
dengan istri keduanya.
c. Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas
persetujuan bersama dapat mengajukan perjanjian tertilis yang disahkan oleh pegawai
pencatat perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga
tersangkut.
d. Pencatatan Perkawinan:
e. Pencegahan Perkawinan
Makalah kelompok V
Perkawinan dapat dicegah apabila ada orang yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan (Pasal 13)
2. Hak Dan Kewajiban Suami-Isteri, Harta Benda dalam Perkawinan dan Putusnya
Perkawinan
.Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam
kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat.
c. Putusnya Perkawinan
b. Permawinan Campuran
B. Saran
Makalah kelompok V
Daftar Pustaka
Universitas Trisakti.
Sumber lain :
Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 tahun 1974 tentang PerkawinanInpres
Nomor 1 tahun 1991 atau Kompilasi Hukum Islam Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang�Undang No. 1 Tahun 1974 tentagn
Perkawinan
Ramulyo M. Idris. Tt. Tinjauan Beberapa Pasal Undang-Undang No. 1 tahun 1974
dari Segi Hukum Perkawinan islam. Jakarta : IND-HILL-CO Volume XXIII No. 2
April – Juni 2007 : 300 - 311