مقرر النحو
MODUL NAHWU 1
http://wawasankeislaman.blogspot.com/
http://t.me/wawasan_muslim
1
Modul Nahwu 1
Mukadimah
Bahasa Arab merupakan sarana untuk memahami kitabullah dan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik. Karena kitabullah dan Sunnah Rasululllah berbahasa
Arab. Oleh karena itu, seorang penuntut ilmu harus bisa bahasa Arab. Dalam kaidah Ushul
disebutkan,
“Suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka sarana penyempurna itu menjadi
wajib.”
Oleh karena sebagian orang menganggap bahwa belajar bahasa Arab itu susah, maka di sini
kami membuatkan buku yang merupakan cara mudah dalam belajar bahasa Arab. Materi-materi di
sini kami upayakan hanya mengambil materi yang penting dan dibutuhkan dalam membaca kitab-
kitab berbahasa Arab, sekaligus dengan penjelasan yang mudah dipahami, insya Allah. Meskipun
begitu, karena manusia adalah mahallul khatha’ wan nisyaan (tempat salah dan lupa), maka saran
dan kritik yang membangun sangat terbuka sekali bagi siapa saja dan kami akan terima dengan
baik. Kepadanya kami katakan,
2
Modul Nahwu 1
3
Modul Nahwu 1
4
Modul Nahwu 1
Daftar Isi
Mukaddimah………………………………………………………………………………………………………………………… 2
Daftar Silabus.....………………………………………………………………………………………………………………….. 3
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………………. 5
Semester I
Bab I (Kalimah, Kalam, Macam-Macam Kalimah, dan Tanda-Tanda Isim & Fi’il).................... 7
Bab II (Pembagian Isim (dilihat kepada jumlahnya), Asma’ul Khamsah, Maqshur, Manqush
dan Isim Laa Yansharif (Ghairu Munsharif)................................................…………………………… 12
Bab III (I’rab dan Bina, Isim Yang Mu’rab dan Tanda I’rabnya, dan Isim-Isim Mabni)...…………. 18
Bab IV (Rincian Isim Ghairu Munsharif dan Syarat Tidak Diberlakukan I’rab Isim Gharu
Munsharif)................................................................................................................................ 24
Bab V (Pembagian Fi’il dan Sebagian Tashrifnya)..................................................………………… 27
Semester II
5
Modul Nahwu 1
6
Modul Nahwu 1
BAB I
Penjelasan:
Dari kata inilah tersusun kalimat atau yang dalam bahasa Arab disebut kalam sebagaimana
akan diterangkan setelah ini.
Kalam adalah lafaz yang tersusun yang memberikan pemahaman dengan disadari/dengan
bahasa Arab.
Penjelasan:
Kalam adalah ucapan yang tersusun dari beberapa buah kalimah (kata) yang dapat
dipahami oleh orang lain dan disadari. Kalam bisa juga disebut jumlah mufidah.
Kalimah (kata) jika masih sendiri, seperti “Anak”, “itu”, “di” dan “rumah” masih belum
dipahami maksudnya. Tetapi jika disusun (disatukan) tentu dapat dipahami, contohnya “Anak itu
di rumah” atau dalam bahasa Arab dikatakan, “ “.
Dari ta’rif (definisi) di atas juga dapat diketahui bahwa tidaklah termasuk kalam, jika
ucapan yang keluar dari mulut seseorang tidak disadari seperti igauan orang yang tidur, dsb.
Kalam ini jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya kalimat; yang merupakan
susunan kata-kata.
************************
7
Modul Nahwu 1
Kalimah itu ada tiga; isim, fi’il dan harf yang memiliki arti.
Penjelasan:
Kalimah (kata) itu sebagaimana diterangkan di atas ada tiga; isim, fi’il dan harf. Isim artinya
kata benda, fi’il artinya kata kerja, dan harf artinya kata sambung atau kata depan.
Setiap kalam (kalimat) biasanya terdiri dari tiga macam ini; isim, fi’il dan harf. Contoh:
Untuk memudahkan Anda memahami perbedaan isim dengan fi’il adalah, bahwa isim tidak
dapat digandengkan dengan tiga waktu (telah, sedang dan akan), sedangkan fi’il bisa
digandengkan dengan tiga waktu, contoh: telah belajar, sedang belajar, dan akan belajar.
Adapun harf, maka ia bukan isim dan bukan fi’il, dan biasanya dipakai untuk menyambung
kalimah (kata) atau sebagai kata depan, seperti di, ke, dari, dan, atau, dsb. harf ini disebut juga
Harf Ma’aniy (harf yang memiliki arti). Jika harf tersebut tidak memiliki arti, maka disebut harf
hija’iy (ejaan), seperti alif, ba, ta’, tsa, dst. Harf juga didefinisikan dengan kata yang tidak bisa
ditambahkan tanda isim maupun tanda fi’il.
************************
Isim dapat diketahui dengan (diakhiri) khafadh (kasrah), tanwin, dimasuki (diawali) alif-lam, diawali
huruf khafadh, yaitu min, ila, ‘an, ‘ala, fii, rubba, bi, ka, li, dan diawali huruf qasam (sumpah), yaitu
wa, bi, dan ta.
Penjelasan:
8
Modul Nahwu 1
Dalam bahasa Arab, untuk mengetahui suatu kalimah (kata) sebagai isim atau fi’il di
samping mengetahui artinya, dapat juga diketahui dengan tanda-tandanya. Apa yang disebutkan
di atas merupakan tanda-tanda isim.
Lihat kalimat Maliki yaumiddiin, semuanya berakhiran kasrah. Jadi malik, yaumi dan diin
adalah isim.
Kata Al Ustdaz dan ghaa’ibun adalah isim. Dikatakan isim, karena ada tandanya, yaitu alif
lam pada kata ustadz dan tanwin pada kata ghaa’ib.
dari manusia
ke pasar
dari Mughirah
di atas meja
di dalam rumah
9
Modul Nahwu 1
dengan pena
untuk Allah
Dengan demikian, apabila ada kata yang diawali huruf khafadh, maka kata tersebut adalah
isim.
Ingat! Tidak boleh bersumpah dengan nama selain Allah, karena itu syirik.
************************
Fi’il dapat diketahui dengan (diawali) qad, siin, saufa dan (diakhiri) ta’ sukun untuk wanita.
Penjelasan:
Untuk mengetahui suatu kata sebagai fi’il, maka bisa dengan mencari tahu artinya, bisa
juga dengan tanda-tandanya. Apa yang disebutkan di atas merupakan tanda-tanda fi’il. Contoh:
ia akan pergi
Aisyah berkata
************************
10
Modul Nahwu 1
LATIHAN
Sebutkan mana isim, fi’il, dan huruf pada jumlah (kalimat) di bawah ini!
-2
- 3
11
Modul Nahwu 1
BAB II
Isim jika melihat kepada jumlahnya terbagi tiga; mufrad, mutsanna, dan jama’.
Penjelasan:
Sebuah rumah
seorang laki-laki
Dari contoh mutsanna di atas dapat diketahui, bahwa untuk menjadikan isim mufrad
menjadi isim mutsanna, adalah dengan menambahkan alif dan nun atau ya’ dan nun di akhirnya.
Kaum muslimin
12
Modul Nahwu 1
Kaum muslimat
kitab-kitab
************************
Jama’ terbagi tiga; Jama’ Mudzakkar Salim, Jama’ Mu’annats Salim dan Jama’ Taksir.
Penjelasan:
Orang-orang saleh
Orang-orang ikhlas
Orang-orang sabar
Dari contoh di atas dapat kita ketahui, bahwa untuk menjadikan isim mufrad kepada isim
jama’ mudzakkar salim adalah dengan menambahkan wau dan nun atau ya’ dan nun di akhirnya.
Namun perlu diingat, jika mutsanna, maka huruf sebelum ya’ dan nun diberi harakat fat-hah
(lihatlah contoh mutsanna).
Wanita-wanita saleh
Dari contoh di atas kita ketahui, bahwa untuk menjadikan isim mufrad menjadi isim jama’
Mu’annats Salim adalah dengan menambahkan alif dan ta’ di akhirnya.
Jama’ Taksir maksudnya jama’ yang berubah dari bentuk mufradnya tanpa aturan, tidak
seperti pada Jama’ Mudzakkar Salim dan Jama’ Mu’annats salim yang ada aturan merubahnya.
Untuk mengetahui Jama’ Taksir adalah dengan melihat kamus atau sering membaca buku
berbahasa Arab atau dengan mendengar orang-orang Arab berbicara. Contoh:
13
Modul Nahwu 1
anak laki-laki
rumah
hari
************************
Isim yang lima adalah kata Abuuka (bapakmu), Akhuuka (saudaramu yang laki-laki), Hamuuka
(iparmu), Famuuka (mulutmu) dan Dzu maal (yang memiliki harta).
Penjelasan:
Isim yang lima adalah isim yang bermadd (berakhiran wau, alif atau ya’), isim tersebut bisa
dibaca,
Atau dibaca,
Isim yang lima ini dibaca tergantung ‘amilnya (yang menyuruh nashab (fathah) atau kafadh
(kasrah)). Jika tidak ada ‘amil yang menyuruh nashab atau khafadh, maka isim yang lima ini dibaca
abuuka, akhuuka,…dst. Jika ada ‘amil yang menyuruh nashab, maka isim yang lima ini dibaca
abaaka, akhaaka,…dst. Jika ada ‘amil yang menyuruh khafadh, maka isim yang lima ini dibaca
abiika, akhiika,…dst.
14
Modul Nahwu 1
Isim yang lima ini dibahas adalah karena ia akan masuk ke dalam pembahasan I’rab yang
akan diterangkan nanti, insya Allah.
************************
Maqshur adalah setiap isim yang terkena i’rab; yang huruf akhirnya adalah alif lazimah.
Penjelasan:
Maksud isim yang terkena i’rab adalah bahwa isim tersebut akhirnya tidak mabni (kaku),
bahkan bisa berubah, dimana berubahnya terkadang tampak dan terkadang tidak tampak
(muqaddarah).
Alif Lazimah maksudnya alif yang mesti karena termasuk pokok kata itu, biasanya
berbentuk seperti ya’ tanpa titik dan harus diawali fathah. Contoh:
************************
Manqush adalah setiap isim yang terkena i’rab; yang huruf akhirnya adalah ya’ lazimah, dimana
huruf sebelumnya berharakat kasrah.
Penjelasan:
Ya’ lazimah di sini adalah huruf ya’ yang mesti karena termasuk pokok kata itu, dimana
sebelumnya ada huruf berharakat kasrah. Contoh:
Isim maqshur dan manqush ini dibahas adalah karena ia akan masuk ke dalam pembahasan
I’rab yang akan diterangkan nanti, insya Allah.
************************
Penjelasan:
15
Modul Nahwu 1
Isim ghairu munsharif ini selamanya tidak diberi harakat tanwin “An-in-un”. Insya Allah,
akan dibahas lebih rinci isim apa saja yang tidak diberi harakat tanwin. Adapun contohnya adalah:
Catatan:
Beberapa macam isim yang kami sebutkan di atas adalah termasuk isim mu’rab (yang terkena
i’rab) sehingga akhirnya bisa berubah tergantung ‘amil yang masuk (yang menyuruh rafa’, nashab
atau khafadh).
************************
16
Modul Nahwu 1
LATIHAN
4. Sebutkanlah mana maqshur dan mana manqush pada kata-kata di bawah ini!
5. Sebutkanlah mana Asmaa’ul Khamsah dan mana isim ghairu munsharif pada kata-kata di
bawah ini!
17
Modul Nahwu 1
BAB III
I’rab dan Bina, Isim Yang Mu’rab dan Tanda I’rabnya, dan Isim-Isim Mabni
I’rab adalah berubahnya akhir kalimah (kata) karena ada perbedaan amil yang masuk kepada
kalimah itu, baik perubahan itu tampak (lafzhan) maupun tidak tampak (taqdiran).
Penjelasan:
Adapun contoh berubahnya akhir kalimah, namun tidak tampak (taqdiri) disebabkan sulit
ditampakkan adalah:
************************
Bina’ adalah lawan dari kata i’rab, ia adalah tetapnya akhir kalimah dalam satu keadaan.
18
Modul Nahwu 1
Penjelasan:
Bina’ sebagaimana diterangkan di atas adalah kebalikan dari I’rab. Oleh karena itu,
meskipun ada ‘amil yang menyuruh untuk dhammah, fathah, kasrah atau jazm (sukun), maka ia
tetap saja seperti itu. Contoh:
Ini
Perhatikanlah kalimat di atas, dalam keadaan bagaimana pun kata “haadzaa” tetaplah
“haadzaa.” Inilah yang disebut dengan mabni.
************************
Penjelasan:
Rafa’ itu merupakan sebutan untuk dhammah atau dhammatain dan keadaan ketika
dhammah. Contoh:
Nashab itu merupakan sebutan untuk fathah atau fathatain dan keadaan ketika fathah.
Contoh:
Khafadh itu merupakan sebutan untuk kasrah atau kasratain dan keadaan ketika kasrah.
Contoh:
Jazm itu merupakan sebutan untuk sukun atau keadaan ketika sukun. Contoh:
Catatan:
1. I’rab yang berlaku pada isim adalah rafa’, nashab, dan khafadh/jar; dan tidak ada jazm.
2. I’rab yang berlaku pada fi’il adalah rafa’, nashab, dan jazm; dan tidak ada khafadh.
3. Suatu kalimah (kata) jika termasuk isim yang terkena I’rab disebut mu’rab, jamaknya
mu’rabat.
19
Modul Nahwu 1
4. Suatu kalimah (kata) jika termasuk isim yang tidak terkena I’rab disebut mabni, jamaknya
mabniyyat.
5. Suatu kalimah jika dihukumi rafa’, maka disebut marfu’. Suatu kalimah jika dihukumi
nashab, maka disebut manshub. Suatu kalimah jika dihukumi khafadh, maka disebut
makhfudh, dan suatu kalimah jika dihukumi jazm, maka disebut majzum.
************************
Isim-Isim
(tanda) (contoh)
1
2
3
4
5
6
7
20
Modul Nahwu 1
2. Jika suatu kalimah kita ketahui sebagai isim mufrad atau jama’ taksir, maka jika tidak ada
‘amil (yang menyuruh nashab atau khafadh) kepada kalimah (kata) tersebut, kita tetapkan
marfu’, dan marfu’nya dengan dhammah, lihat tabel di atas pada no. 1 dan 3, yaitu pada
kata “ ” dan “ “. Tetapi, jika ada ‘amil yang menyuruh nashab kepada kalimah
tersebut, maka sebagaimana pada tabel di atas, kata “waladun” dan “awlaadun” menjadi
“waladan” dan “awlaadan” karena manshub(dinashabkan) dengan fat-hah. Dan jika ada
‘amil yang menyuruh khafadh/jar (kasrah) kepada kalimah tersebut, maka sebagaimana
pada tabel di atas, kata “waladun” dan “Awlaadun” menjadi “waladin” dan “Awlaadin”
karena makhfudh/majrurnya dengan kasrah.
3. Pembahasan tentang apa saja amil (yang menyuruh nashab, khafadh, atau jazm) akan
diterangkan nanti insya Allah.
4. Jika suatu kalimah kita ketahui sebagai isim mutsanna, maka jika tidak ada ‘amil (yang
menyuruh nashab atau khafadh) kepada kalimah (kata) tersebut, kita tetapkan marfu’, dan
marfu’nya dengan alif, lihat tabel di atas pada no. 2, yaitu pada kata “ ”. Tetapi, jika ada
‘amil yang menyuruh nashab kepada kalimah tersebut, maka sebagaimana pada tabel di
atas, kata “waladaani” menjadi “ ” karena manshub(dinashabkan) dengan ya’. Dan jika
ada ‘amil yang menyuruh khafadh/jar (kasrah) kepada kalimah tersebut, maka
sebagaimana pada tabel di atas, kata “waladaani” menjadi “ ” karena
makhfudh/majrurnya dengan ya’.
5. Pembahasan pada Isim-isim yang lain juga sama seperti sebelumnya, kita lihat kata
tersebut dahulu, apakah sebagai jama’ mudzakkar salim atau jama’ mu’annats salim, atau
sebagai Asma’ul khamsah, sebagai maqshur, sebagai manqush, atau sebagai isim ghairu
munsharif, lalu perhatikan kalimah tersebut apakah kedudukannya sebagai marfu’
(dirafa’kan), manshub (dinashabkan) atau majrur (dijarrkan), jika marfu’, maka lihat
‘alamah (tanda) rafa’nya pada tabel di atas. Jika manshub, maka lihat ‘alamah (tanda)
nashabnya pada tabel di atas dan jika majrur maka lihat ‘alamah (tanda) jarnya pada tabel
di atas, lalu kita beri harakat akhirnya seperti pada kalimah yang tertera pada tabel di atas.
************************
Termasuk isim mabni (yang tidak berubah akhirnya) adalah isim dhamir, isim isyarat, isim maushul,
isim istifham, dan isim syarat.
Penjelasan:
1. Isim dhamir artinya isim yang menjadi kata ganti nama, contoh:
dia (laki-laki)
dia (perempuan)
kamu (laki-laki)
21
Modul Nahwu 1
saya
kami
kalian (laki-laki)
Dan dhamir-dhamir lainnya. Dhamir di atas tidak akan berubah akhirnya dalam keadaan
bagaimana pun, oleh karena itu disebut mabni (tetap/kaku).
2. Isim isyarat artinya kata tunjuk, seperti ini dan itu.
Penjelasan:
- kata haadzaa dan seterusnya adalah untuk laki-laki
- Kata haadzihi dan seterusnya adalah untuk perempuan
- Kata dzaalika dan seterusnya adalah untuk laki-laki
- Kata tilka dan seterusnya adalah untuk perempuan
3. Isim maushul maksudnya kata penyambung (khususnya natara isim dengan fi’il). Contoh:
Catatan:
- kata Alladzii dan seterusnya adalah untuk laki-laki
- Kata Allatii dan seterusnya adalah untuk perempuan
4. Isim istifham artinya kata tanya, contoh:
Siapa?
Bagaimana?
Berapa?
Apakah?
Di mana?
22
Modul Nahwu 1
Kapan?
5. Isim syarat maksudnya kata-kata yang menjadi syarat dan menghendaki adanya penjelasan
lanjutan. Contoh:
barang siapa…
Kapan saja…
Apa saja…
************************
LATIHAN
Sebutkanlah mana isim mu’rab (terkena i’rab) dan mana isim mabni (tidak terkena I’rab) pada
kata-kata di bawah ini!
23
Modul Nahwu 1
BAB IV
Rincian Isim Ghairu Munsharif dan Syarat Tidak Berlaku I’rab Isim Gharu
Munsharif
Isim ghairu munsharif sebagaimana yang telah diterangkan di bab II adalah isim yang tidak
diberi harakat tanwin. Beberapa isim yang termasuk ghairu munsharif (tidak diberi harakat tanwin)
adalah sebagai berikut:
1. Shighat Muntahal Jumu’ (bentuk jamak) biasanya diawali dua huruf yang setelahnya alif,
dengan wazan (timbangan/pola) berikut:
3. Alif Ta’nits Mamdudah, yakni alif untuk lafaz bentuk mu’annats (wanita) yang
menggunakan aif mamdudah (alif yang dipanjangkan, dimana setelahnya ada huruf
hamzah) di akhirnya. Contoh:
24
Modul Nahwu 1
4. Sifat dengan ‘adl1. Contoh:
Matsna itu dari itsnain, Tsulatsa dari tsalatsah, ruba’a dari arba’ah.
Asalnya “ ”
10. Nama-nama perempuan atau kata bentuk yang dianggap perempuan (mu’annats).
Contoh:
Catatan:
Tetapi jika nama tersebut terdiri dari tiga huruf, dan huruf tengahnya ada sukun, maka bisa
diberi harakat tanwin akhirnya, seperti :
12. Nama dengan tarkib majziy (dua kata atau lebih yang maksudnya satu). Contoh:s
************************
1
Adl maksudnya keluarnya isim atau menyimpangnya dari shighat(bentuk)nya yang asli.
25
Modul Nahwu 1
I’rab Isim Ghairu Munsharif tidak berlaku dalam dua kedaan, yaitu:
1. Ketika diidhafatkan (lihat yang diberi garis bawah). Contoh:
menjadi
*************************
LATIHAN
Sebutkanlah sebab disebut isim ghairu munsharif pada kata-kata di bawah ini!
26
Modul Nahwu 1
BAB V
1. Fi’il Madhi
Fi’il Madhi adalah fi’il yang menunjukkan terhadap suatu kejadian di waktu yang lalu.
Jika diartikan secara singkat, fi’il madhi adalah kata kerja lampau. Contoh:
Dari contoh di atas dapat kita ketahui, bahwa cara merubah fi’il madhi ma’lum kepada fi’il
madhi majhul adalah dengan mendhammahkan huruf pertama dan mengkasrahkan huruf
sebelum akhir.
27
Modul Nahwu 1
2. Fi’il Mudhari’
Fi’il Mudhari’ adalah fi’il yang menunjukkan terhadap suatu kejadian di waktu sekarang dan
yang akan datang. Contoh:
sedang/akan ditanya
sedang/akan dilihat
sedang/akan ditolong
sedang/akan diminum
Fi’il Mudhari’ tandanya adalah diawali salah satu huruf yang empat ini “ “. Contoh:
aku menulis
kami membuka
ia membaca
28
Modul Nahwu 1
kamu duduk
Fi’il Mudhari’ jika melihat kepada huruf akhirnya terbagi menjadi tiga:
a. Shahihul Akhir (Yang akhirnya sahih), maksudnya huruf akhirnya tidak ada huruf ‘illat
(huruf yang digunakan untuk memanjangkan huruf), yaitu huruf alif, wau dan ya'.
Contoh:
ia sedang/akan keluar
ia sedang/akan masuk
ia sedang/akan membaca
Perhatikanlah huruf akhirnya, bukankah tidak ada huruf ‘illat. Oleh karena itu
disebut shahihul akhir.
b. Mu’tallul Akhir (Yang akhirnya ada huruf ‘’illat), maksudnya huruf akhirnya ada huruf
‘illat. Contoh:
ia berdoa
ia melempar
ia melarang
c. Al Af’aalul Khamsah (Fi’il yang lima), yaitu yang huruf akhirnya alif dan nun, atau wau
dan nun, atau ya’ dan nun. Contoh:
29
Modul Nahwu 1
Dibahasnya fi’il yang lima ini adalah karena akan dibahas dalam pembahasan I’rab fi’il.
Oleh karena itu, perlu diketahui hal ini.
3. Fi’il Amr
Fi’il Amr adalah fi’il yang menunjukkan permintaan terhadap sesuatu. Contoh:
************************
Tasrif Fi’il
Tasrif maksudnya merubah suatu kalimah (kata) dari satu keadaan kepada keadaan yang
lain. Contoh:
30
Modul Nahwu 1
Fi’il madhiy yang lain juga bisa anda rubah mengikuti perubahan di atas, contoh:
(telah duduk).
Untuk artinya, maka anda tambahkan arti “telah duduk” dengan tambahan dhamir (kata
ganti nama) seperti pada contoh di atas. Misalnya, artinya: kalian laki-laki telah duduk.
Dengan demikian, pada tashrif fi’il madhi di atas di dalamnya terdapat dhamir-dhamir,
yang urutannya mengikuti fi’il madhi di atas adalah sebagai berikut:
31
Modul Nahwu 1
= mereka laki-laki
= mereka perempuan
= kamu laki-laki
= kalian laki-laki
= kamu perempuan
= kalian perempuan
= aku (laki-laki/perempuan)
= kami (laki-laki/perempuan)
32
Modul Nahwu 1
Fi’il mudhari’ yang lain juga bisa anda rubah mengikuti perubahan di atas, contoh:
(sedang/akan duduk).
Untuk artinya, maka anda tambahkan arti “sedang/akan duduk” dengan tambahan dhamir
(kata ganti nama) seperti pada contoh di atas. Misalnya artinya: aku sedang/akan duduk.
33
Modul Nahwu 1
Fi’il amr yang lain juga bisa anda rubah mengikuti perubahan di atas, contoh:
(Duduklah kamu (laki-laki)!), menjadi:
Untuk artinya, maka anda tambahkan arti “duduklah!” dengan tambahan dhamir (kata
ganti nama) seperti pada contoh di atas. Misalnya, artinya: duduklah kamu perempuan.
Dengan demikian, pada tashrif fi’il amr di atas di dalamnya terdapat dhamir-dhamir, yang
urutannya mengikuti fi’il amr di atas adalah sebagai berikut:
*************************
LATIHAN
1. Sebutkanlah mana fi’il madhi, mana fi’il mudhari’ dan mana fi’il amr pada kata-kata di
bawah ini!
34
Modul Nahwu 1
35
Modul Nahwu 1
36
Modul Nahwu 1
BAB I
I’rab Fi’il
I’rab sebagaimana yang telah diterangkan maksudnya berubahnya akhir kata karena ada
‘amil (yang menyuruh merubah) yang masuk. Namun pada pembahasan kali ini, kita akan
membahas tentang I’rab bagi fi’il. Contoh:
(ia tidak menulis) - (ia tidak akan menulis) (ia sedang/akan menulis)
(ia tidak duduk) (ia tidak akan duduk) (ia sedang/akan duduk)
(ia tidak membaca) (ia tidak akan membaca) (ia sedang/akan membaca)
Perhatikanlah akhir dari kata-kata di atas, berubah bukan?! Dan perhatikanlah akhirnya,
ternyata I’rabnya ada tiga, yaitu rafa’ dengan dhammah, nashab dengan fathah, dan jazm dengan
sukun. Dengan demikian, I’rab yang berlaku pada fi’il hanyalah tiga itu saja dan tidak ada
khafadh/jar (kasrah).
Fi’il yang terkena I’rab (mu’rab) adalah fi’il mudhari’, kecuali apabila fi’il mudhari’ tersebut
diakhiri dengan nun inats (untuk perempuan) dan nun taukid (untuk menguatkan).
Dalam keadaan seperti ini, maka fi’il mudhari’ menjadi mabni; tidak berubah akhirnya.
37
Modul Nahwu 1
Bina Fi’il
Bina’ sebagaimana yang telah diterangkan juga maksudnya tetapnya huruf terakhir dalam
satu keadaan meskipun ada ‘amil (yang menyuruh merubah). Kalau sebelumnya, kita telah
membahas tentang bina’ bagi isim, maka pada pembahasan kali ini, kita akan membahas tentang
bina bagi fi’il. Contoh:
(minumlah!) (bacalah!)
Perhatikanlah contoh-contoh di atas, ternyata fi’il yang berlaku bina (mabni) ada tiga; fi’il
madhi (k. kerja lampau), fi’il amr (k. kerja perintah), dan fi’il mudhari’ (k. kerja menunjukkan
sedang/akan) yang diakhiri dengan nun inats atau nun taukid .
************************
Fi’il-Fi’il
38
Modul Nahwu 1
************************
39
Modul Nahwu 1
LATIHAN
1. Sebutkan mana fi’il mu’rab dan mana fi’il mabni pada kata-kata di bawah ini!
2. Sebutkan mana yang marfu’, yang manshub, dan yang majzum pada kata-kata di bawah ini!
40
Modul Nahwu 1
BAB II
************************
41
Modul Nahwu 1
Perlu diketahui, bahwa huruf yang menjazmkan fi’il itu terbagi dua:
Sedangkan huruf yang menjazmkan dua fi’il adalah huruf-huruf syarthiyyah (syarat),
dimana kalimat tesebut akan sempurna setelah ada jawab syarat (lanjutannya) seperti “niscaya”
atau “maka” dsb.:
42
Modul Nahwu 1
(kapan saja kamu pergi, maka aku akan pergi) (kapan saja)
(Ki mana saja ibu pergi, maka Maryam akan (di mana saja)
pergi bersamanya)
(ke mana saja ayah pergi, maka Ali akan pergi (di mana saja)
bersamanya)
(di mana saja kamu turun, maka kamu akan dimuliakan) (di mana saja)
(apa saja kitab yang kamu baca, niscaya kamu akan (apa saja)
mendapat pelajaran)
************************
Makna “ “
43
Modul Nahwu 1
Untuk mengartikan lam alif dengan arti “jangan”, maka perhatikanlah huruf akhirnya. Jika
huruf akhir fi’il mudhari’ itu diberi harakat sukun atau dibuang nunnya (dalam af’alul khamsah)
atau dibuang huruf akhirnya pada fi’il mu’tal (yang ber’illat), maka lam alif tersebut diartikan
“Jangan.” Dengan demikian, laa nahiyah menjazmkan fi’il mudhari’.
Untuk mengartikan lam alif dengan arti “tidak”, maka perhatikanlah huruf akhirnya. Jika
huruf akhir fi’il mudhari’ itu tidak dijazmkan, misalnya harakatnya dhammah, tidak dibuang
nunnya (dalam af’alul khamsah) atau tidak dibuang huruf akhirnya pada fi’il mu’tal (yang
ber’illat), maka lam alif tersebut diartikan “tidak.” Dengan demikian, laa naafiyah tidak
menjazmkan fi’il mudhari’.
************************
Macam-Macam Lam
1. Sebagai harfu jar (yang menyuruh kasrah kata setelahnya) dengan arti “bagi” “karena” atau
“untuk” contoh:
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di
antara mereka.” (Al Anfaal: 33)
5. Sebagai Laamut taukid (untuk menguatkan, yang memberi arti “benar-benar”). Contoh:
44
Modul Nahwu 1
“Ketahuilah, sungguh jika Dia tidak berhenti (berbuat demikian), Kami benar-benar akan
menarik ubun-ubunnya.”
*************************
LATIHAN
45
Modul Nahwu 1
BAB III
Pembagian Isim Dari Sisi Zhahir dan Dhamir, dan Dari Sisi Mudzakkar dan
Mu’annats, serta Macam-Macam Ta’nits
1. Isim Zhahir.
Isim Zhahir maksudnya isim yang menunjukkan terhadap sesuatu yang bernama. Contoh:
(batu) (singa)
Isim Mudhmar atau Dhamir adalah isim yang menggantikan isim zhahir (kata ganti nama).
Contoh:
Maksud “terpisah” di sini adalah tidak bersambung dengan kalimah (kata). Contoh:
46
Modul Nahwu 1
Dhamir Muttashil ini terbagi menjadi dua:
1) Bariz,
(mereka pr. telah membaca) (aku telah membaca) (kalian telah membaca)
2) Mustatir
Mustatir adalah dhamir muttashil yang tidak tampak (tersembunyi) ketika dibaca.
Contoh:
a) Jaa’iz
Ja’iz adalah bahwa pada kata tersebut bisa ditambahkan isim zhahir (bukan dhamir).
Contoh:
b) Wajib
Wajib adalah bahwa pada kata tersebut tidak bisa ditambahkan isim zhahir. Contoh:
47
Modul Nahwu 1
*************************
Isim Mudzakkar maksudnya isim yang menunjukkan laki-laki atau bentuk kata laki-laki.
Contoh:
Isim Mu’annats maksudnya isim yang menunjukkan perempuan atau bentuk kata yang
dianggap perempuan. Contoh:
48
Modul Nahwu 1
Alif maqshur ini disebut ta’nits, karena bentuk kata sifat ini untuk wanita atau kata yang
dianggap wanita.
Disebut mamdudah, karena dibaca panjang, dan kata ini dipakai untuk wanita atau kata yang
dianggap wanita.
5. Mu’annats Majaziy.
Maksud mu’annats majaziy adalah kata yang dikiaskan dengan perempuan namun tidak
tampak tanda-tanda mu’annats, dan biasanya berpasangan, seperti tangan, mata, jiwa,
malam, siang, dsb. Contoh:
*************************
49
Modul Nahwu 1
LATIHAN
50
Modul Nahwu 1
BAB IV
Isim-Isim Marfu’
Isim-isim marfu’ itu ada tujuh: Fa’il, Naaibul faa’il, Mubtada’, Khabar Mubtada’, Isim
kaana dan saudaranya, khabar inna dan saudaranya serta tawabi’ lil marfu’. Insya Allah,
masing-masingnya akan dijelaskan di sini selain tawabi’, maka akan dijelaskan nanti.
Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il ma’lum (diketahui pelakunya) dan menunjukkan
kepada orang yang melakukan suatu pekerjaan.
(Guru datang)
(Aisyah berkata)
Kata “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, “guru”, “Aisyah” dan “anak” disebut fa’il.
Fa’il ini ada yang berupa isim zhahir (bukan isim dhamir) dan ada pula yang berupa isim
dhamir. Contoh yang isim zhahir adalah seperti pada contoh di atas. Adapun contoh fa’il yang
berupa isim dhamir adalah:
(Aku menulis)
(Aku membaca)
(Kita bermain)
51
Modul Nahwu 1
Kaidah Fa’il
4. Jika fa’ilnya mu’annats, maka fi’ilnya harus diberi tanda mu’annats, yaitu:
5. Jika fa’ilnya mutsanna atau jama’, maka fi’ilnya tetap mufrad. Contoh:
*************************
Na’ibul Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il majhul (tidak diketahui pelakunya/pasif)
dan menunjukkan kepada orang yang dikenakan suatu pekerjaan.
Arti singkat dari fa’il adalah pengganti pelaku. Contoh (baca dari kanan ke kiri):
Kalimat “Tikus dipukul” dan “Al Qur’an dibaca” adalah Na’ibul Fa’il.
Na’ibul Fa’il ini ada yang berupa isim zhahir (bukan isim dhamir) dan ada pula yang berupa
isim dhamir. Contoh yang isim zhahir adalah seperti pada contoh di atas. Adapun contoh fa’il
yang berupa isim dhamir adalah:
(Aku diperintah)
52
Modul Nahwu 1
(Aku dipukul)
(kamu ditanya)
Kaidah Fa’il
(Anak-anak diperintah)
(Aisyah ditanya)
*************************
Mubtada’ dan khabar adalah dua isim yang daripadanya tersusun jumlah (kalimat) isimiyyah.
Contoh: Ali seorang petani, Ahmad sedang sakit.
Adapun mubtada’, maka maksudnya isim yang diberitakan, sedangkan khabar itu merupakan
beritanya (yang memberitakan).
Kata “Ali” adalah mubtada’, karena ia yang akan diberitakan, sedangkan kata “seorang
petani” adalah khabar, karena ia merupakan beritanya. Itulah maksud mubtada’ dan khabar.
Mubtada’ ada yang berupa isim zhahir, seperti pada contoh di atas, dan ada pula yang
berupa dhamir. Contoh:
Jika mubtada’nya sebagai isim dhamir, dimana ia termasuk isim mabni, maka hanya
dihukumi marfu’ saja meskipun harakatnya tetap seperti itu.
53
Modul Nahwu 1
Kaidah Mubtada’ dan Khabar:
Contoh:
*************************
Macam-Macam Khabar
1. Mufrad
bahwa khabar tersebut bukan berupa jumlah (kalimat) dan bukan pula sebagai syabih bil
jumlah (mirip dengan kalimat). Contoh:
54
Modul Nahwu 1
Perhatikanlah contoh tersebut, bukankah khabarnya hanya satu kata (mufrad) tidak terdiri
dari beberapa kata? Itulah maksud tidak berupa jumlah dan syabih bil jumlah.
2. Ghairu Mufrad
bahwa khabar tersebut berupa jumlah (kalimat) atau sebagai syabih bil jumlah (mirip
dengan kalimat). Contoh:
Perhatikanlah contoh tersebut, bukankah khabarnya terdiri dari beberapa kata? Itulah
maksud berupa jumlah (lihat contoh pertama) atau syabih bil jumlah (lihat contoh kedua).
Perlu diketahui, bahwa khabar yang bukan mufrad itu ada beberapa macam, yaitu:
a. Ada yang berupa jumlah isimiyyah (kalimat yang diawali isim). Contoh:
b. Ada yang berupa jumlah fi’liyyah (kalimat yang diawali fi’il). Contoh:
c. Ada yang berupa Jaar-Majrur (huruf yang menyuruh jar dan kata yang dijarkan).
Contoh:
55
Modul Nahwu 1
Catatan:
Jika khabar tediri dari jaar-majrur atau zharf, maka khabar sering didahulukan dan disebut khabar
muqaddam, dan mubtada’ sering diakhirkan, disebut juga mubtada’ mu’akhkhar.
*************************
LATIHAN
1. Berilah harakat pada huruf yang tidak diberi harakat dalam kata-kata di bawah ini!
56
Modul Nahwu 1
BAB V
Kaana dan saudara-saudaranya adalah fi’il yang memasuki mubtada’ dan khabar, lalu kaana
tersebut memarfu’kan mubtada’, sehingga disebut isim kaana, dan memanshubkan yang kedua
(khabar) sehingga disebut khabar kaana.
Perhatikanlah contoh di atas, yang sebelumnya mubtada’ dan khabar dalam keadaan
marfu’, namun setelah ditambahkan kaana, maka mubtada’ tetap marfu’, sedangkan khabar
menjadi manshub. Dengan demikian isim kaana (isim setelah kaana) tergolong ke dalam
marfuu’atul asma (isim-isim marfu’).
Adapun maksud “saudara-saudara kaana” adalah yang sama keadaannya seperti kaana,
yaitu memarfu’kan mubtada’ dan memanshubkan khabar. Saudara-saudara kaana itu adalah:
57
Modul Nahwu 1
Isim kaana terbagi dua:
1. Zhaahir
Zhahir di sini maksudnya isim kaana tersebut sebagai isim zhahir; bukan isim dhamir.
Contoh:
2. Dhamir
Dhamir di sini maksudnya isim kaana tersebut sebagai isim dhamir. Contoh:
*************************
Inna dan saudara-saudaranya adalah huruf-huruf yang masuk kepada mubtada’ dan khabar, lalu ia
memanshubkan mubtada’ sehingga disebut isim inna, dan memarfu’kan khabar sehingga disebut
khabar kaana.
Kata yang diberi garis bawah itu adalah khabar inna, dan ia tergolong isim marfu’.
Adapun maksud “saudara-saudara inna” adalah yang sama keadaannya seperti inna, yaitu
menashabkan mubtada’ dan memarfu’kan khabar. Saudara-saudara inna itu adalah:
58
Modul Nahwu 1
(mudah-mudahan) (andaikan)
1. Zhahir
Zhahir di sini maksudnya isim inna tersebut sebagai isim zhahir; bukan isim dhamir.
Contoh:
2. Dhamir
Dhamir di sini maksudnya isim inna tersebut sebagai isim dhamir. Contoh:
**************************
LATIHAN
59
Modul Nahwu 1
60
Modul Nahwu 1
1. Matn Al Aajurrumiyyah oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Ash
Shinhajiy (yang dikenal dengan Ibnu Aajurruum).
2. Iidhaahul Muqaddimah al Aajurrumiyyah oleh Syaikh Shalih bin Muhammad bin Hasan Al
Asmuriy.
3. Al Muyassar fii ‘Ilmin Nahwi oleh Ustadz A. Zakarriya.
4. Qathrun Nada wa Ballush Shada oleh Jamaluddin Muhammad bin Yusuf bin Hisyam Al
Anshariy.
5. Mulakhkhash Qawaa’idil Lughatil ‘Arabiyyah oleh Fu’ad Ni’mah.
6. Al Hudud fii ‘Ilmin Nahwi oleh Ahmad Al Abdziy.
7. Dll.
61