Anda di halaman 1dari 61

Modul Nahwu 1

‫مقرر النحو‬
MODUL NAHWU 1

Marwan Hadidi bin Musa

http://wawasankeislaman.blogspot.com/

http://t.me/wawasan_muslim

1
Modul Nahwu 1

Mukadimah

Bahasa Arab merupakan sarana untuk memahami kitabullah dan sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan baik. Karena kitabullah dan Sunnah Rasululllah berbahasa
Arab. Oleh karena itu, seorang penuntut ilmu harus bisa bahasa Arab. Dalam kaidah Ushul
disebutkan,

“Suatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengannya, maka sarana penyempurna itu menjadi
wajib.”
Oleh karena sebagian orang menganggap bahwa belajar bahasa Arab itu susah, maka di sini
kami membuatkan buku yang merupakan cara mudah dalam belajar bahasa Arab. Materi-materi di
sini kami upayakan hanya mengambil materi yang penting dan dibutuhkan dalam membaca kitab-
kitab berbahasa Arab, sekaligus dengan penjelasan yang mudah dipahami, insya Allah. Meskipun
begitu, karena manusia adalah mahallul khatha’ wan nisyaan (tempat salah dan lupa), maka saran
dan kritik yang membangun sangat terbuka sekali bagi siapa saja dan kami akan terima dengan
baik. Kepadanya kami katakan,

“Semoga Allah merahmati orang yang menghadiahkan kepadaku aib-aibku.”


Dan jazaakumullahu khairaa.
Buku yang kita pelajari adalah Nahwu yang maksudnya adalah untuk mengantarkan
pembicara agar pembicaraan sejalan dengan pembicaraan orang-orang Arab (sesuai tata bahasa
Arab).
Kepada Allah kami berharap agar jerih payah kami ini dijadikan ikhlas karena-Nya dan
bermanfaat, diterima di sisi-Nya sebagai amal saleh dan menambah berat timbangan kebaikan
kami di akhirat. Rabbanaa taqabbal minnaa innaka antas samii’ul ‘aliim wa tub ‘alainaa innaka
antat tawwabur rahiim.
Jakarta, 8 Rabi’ul Awwal 1432 H
11 Februari 2011 M

Marwan bin Musa

2
Modul Nahwu 1

3
Modul Nahwu 1

4
Modul Nahwu 1

Daftar Isi
Mukaddimah………………………………………………………………………………………………………………………… 2
Daftar Silabus.....………………………………………………………………………………………………………………….. 3
Daftar Isi………………………………………………………………………………………………………………………………. 5

Semester I

Bab I (Kalimah, Kalam, Macam-Macam Kalimah, dan Tanda-Tanda Isim & Fi’il).................... 7
Bab II (Pembagian Isim (dilihat kepada jumlahnya), Asma’ul Khamsah, Maqshur, Manqush
dan Isim Laa Yansharif (Ghairu Munsharif)................................................…………………………… 12
Bab III (I’rab dan Bina, Isim Yang Mu’rab dan Tanda I’rabnya, dan Isim-Isim Mabni)...…………. 18
Bab IV (Rincian Isim Ghairu Munsharif dan Syarat Tidak Diberlakukan I’rab Isim Gharu
Munsharif)................................................................................................................................ 24
Bab V (Pembagian Fi’il dan Sebagian Tashrifnya)..................................................………………… 27

Semester II

Bab I (I’rab Fi’il dan Bina’nya)...........................……………………………………………………………………… 37


Bab II (Huruf-Huruf Yang Menashabkan, Huruf-Huruf Yang Menjazmkan, Makna Huruf Laa
dan Macam-Macam Lam ………................................................................................................. 41
Bab III (Pembagian Isim Dari Sisi Zhahir dan Dhamir, dan Dari Sisi Mudzakkar dan Mu’annats,
Serta Macam-Macam Ta’nits..........................................................................................………. 46
Bab IV (Isim-Isim Marfu').................................…………………………………………………………………….. 51
Bab V (Kaana dan Saudara-Saudaranya & Inna dan Saudara-Saudaranya)..........................… 57

5
‫‪Modul Nahwu 1‬‬

‫الفصل الدراسي األول‬

‫‪6‬‬
Modul Nahwu 1

BAB I

Kalimah, Kalam, Macam-Macam Kalimah, dan Tanda-Tanda Isim & Fi’il

Kalimah adalah lafaz yang memiliki makna (arti).

Penjelasan:

Kalimah dalam bahasa Indonesia disebut kata. Contoh:

belajar buku sekolah

duduk dengan ke/kepada

Dari kata inilah tersusun kalimat atau yang dalam bahasa Arab disebut kalam sebagaimana
akan diterangkan setelah ini.

Kalam adalah lafaz yang tersusun yang memberikan pemahaman dengan disadari/dengan
bahasa Arab.

Penjelasan:

Kalam adalah ucapan yang tersusun dari beberapa buah kalimah (kata) yang dapat
dipahami oleh orang lain dan disadari. Kalam bisa juga disebut jumlah mufidah.

Kalimah (kata) jika masih sendiri, seperti “Anak”, “itu”, “di” dan “rumah” masih belum
dipahami maksudnya. Tetapi jika disusun (disatukan) tentu dapat dipahami, contohnya “Anak itu
di rumah” atau dalam bahasa Arab dikatakan, “ “.

Dari ta’rif (definisi) di atas juga dapat diketahui bahwa tidaklah termasuk kalam, jika
ucapan yang keluar dari mulut seseorang tidak disadari seperti igauan orang yang tidur, dsb.

Kalam ini jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia artinya kalimat; yang merupakan
susunan kata-kata.

************************

7
Modul Nahwu 1

Kalimah itu ada tiga; isim, fi’il dan harf yang memiliki arti.

Penjelasan:

Kalimah (kata) itu sebagaimana diterangkan di atas ada tiga; isim, fi’il dan harf. Isim artinya
kata benda, fi’il artinya kata kerja, dan harf artinya kata sambung atau kata depan.

Setiap kalam (kalimat) biasanya terdiri dari tiga macam ini; isim, fi’il dan harf. Contoh:

Ali menulis surat di rumah.

Kata “Ali” adalah isim.

Kata “menulis” adalah fi’il.

Kata “surat” adalah isim.

Kata “di” adalah harf.

Dan kata “rumah” adalah isim.

Untuk memudahkan Anda memahami perbedaan isim dengan fi’il adalah, bahwa isim tidak
dapat digandengkan dengan tiga waktu (telah, sedang dan akan), sedangkan fi’il bisa
digandengkan dengan tiga waktu, contoh: telah belajar, sedang belajar, dan akan belajar.

Adapun harf, maka ia bukan isim dan bukan fi’il, dan biasanya dipakai untuk menyambung
kalimah (kata) atau sebagai kata depan, seperti di, ke, dari, dan, atau, dsb. harf ini disebut juga
Harf Ma’aniy (harf yang memiliki arti). Jika harf tersebut tidak memiliki arti, maka disebut harf
hija’iy (ejaan), seperti alif, ba, ta’, tsa, dst. Harf juga didefinisikan dengan kata yang tidak bisa
ditambahkan tanda isim maupun tanda fi’il.

************************

Isim dapat diketahui dengan (diakhiri) khafadh (kasrah), tanwin, dimasuki (diawali) alif-lam, diawali
huruf khafadh, yaitu min, ila, ‘an, ‘ala, fii, rubba, bi, ka, li, dan diawali huruf qasam (sumpah), yaitu
wa, bi, dan ta.

Penjelasan:

8
Modul Nahwu 1
Dalam bahasa Arab, untuk mengetahui suatu kalimah (kata) sebagai isim atau fi’il di
samping mengetahui artinya, dapat juga diketahui dengan tanda-tandanya. Apa yang disebutkan
di atas merupakan tanda-tanda isim.

1. Akhirnya khafadh (kasrah). Contoh:

   

Lihat kalimat Maliki yaumiddiin, semuanya berakhiran kasrah. Jadi malik, yaumi dan diin
adalah isim.

2. Akhirnya tanwin. Contoh:

Ini seorang laki-laki

Aku melihat seorang laki-laki

Aku melewati seorang laki-laki

3. Diawali alif lam. Contoh:

Ustadz itu tidak hadir

Kata Al Ustdaz dan ghaa’ibun adalah isim. Dikatakan isim, karena ada tandanya, yaitu alif
lam pada kata ustadz dan tanwin pada kata ghaa’ib.

4. Diawali huruf khafadh (yang menyuruh kasrah). Contoh:

dari manusia

ke pasar

dari Mughirah

di atas meja

di dalam rumah

sedikit sekali laki-laki yang mulia

9
Modul Nahwu 1

dengan pena

untuk Allah

Dengan demikian, apabila ada kata yang diawali huruf khafadh, maka kata tersebut adalah
isim.

5. Diawali huruf qasam (sumpah). Contoh:

Semua artinya “Demi Allah.”

Ingat! Tidak boleh bersumpah dengan nama selain Allah, karena itu syirik.

************************

Fi’il dapat diketahui dengan (diawali) qad, siin, saufa dan (diakhiri) ta’ sukun untuk wanita.

Penjelasan:

Untuk mengetahui suatu kata sebagai fi’il, maka bisa dengan mencari tahu artinya, bisa
juga dengan tanda-tandanya. Apa yang disebutkan di atas merupakan tanda-tanda fi’il. Contoh:

Sungguh, beruntunglah orang-orang mukmin

ia akan pergi

kelak kamu akan mengetahui

Aisyah berkata

Kata yang digaris bawahi adalah fi’il, karena ada tanda-tandanya.

************************

10
Modul Nahwu 1

LATIHAN

Sebutkan mana isim, fi’il, dan huruf pada jumlah (kalimat) di bawah ini!

      - 1

-2

           - 3

   

     - 4

          - 5

11
Modul Nahwu 1

BAB II

Pembagian Isim (dilihat kepada jumlahnya), Asma’ul Khamsah, Maqshur,


Manqush dan Isim Laa Yansharif (Ghairu Munsharif)

Isim jika melihat kepada jumlahnya terbagi tiga; mufrad, mutsanna, dan jama’.

Penjelasan:

Mufrad itu menunjukkan satu (tunggal), contoh:

Sebuah rumah

Seorang anak laki-laki

seorang laki-laki

Mutsanna itu menunjukkan dua, contoh:

Dua buah rumah

Dua orang anak laki-laki

Dua orang laki-laki

Dari contoh mutsanna di atas dapat diketahui, bahwa untuk menjadikan isim mufrad
menjadi isim mutsanna, adalah dengan menambahkan alif dan nun atau ya’ dan nun di akhirnya.

Jama’ itu menunjukkan banyak, contoh:

Kaum muslimin

12
Modul Nahwu 1

Kaum muslimat

kitab-kitab

************************

Jama’ terbagi tiga; Jama’ Mudzakkar Salim, Jama’ Mu’annats Salim dan Jama’ Taksir.

Penjelasan:

Jama’ Mudzakkar Salim maksudnya jama’ untuk laki-laki. Contoh:

Orang-orang saleh

Orang-orang ikhlas

Orang-orang sabar

Dari contoh di atas dapat kita ketahui, bahwa untuk menjadikan isim mufrad kepada isim
jama’ mudzakkar salim adalah dengan menambahkan wau dan nun atau ya’ dan nun di akhirnya.
Namun perlu diingat, jika mutsanna, maka huruf sebelum ya’ dan nun diberi harakat fat-hah
(lihatlah contoh mutsanna).

Jama’ Mu’annats Salim maksudnya jama’ untuk perempuan. Contoh:

Wanita-wanita saleh

Wanita-wanita yang hadir

Wanita-wanita yang puasa

Dari contoh di atas kita ketahui, bahwa untuk menjadikan isim mufrad menjadi isim jama’
Mu’annats Salim adalah dengan menambahkan alif dan ta’ di akhirnya.

Jama’ Taksir maksudnya jama’ yang berubah dari bentuk mufradnya tanpa aturan, tidak
seperti pada Jama’ Mudzakkar Salim dan Jama’ Mu’annats salim yang ada aturan merubahnya.
Untuk mengetahui Jama’ Taksir adalah dengan melihat kamus atau sering membaca buku
berbahasa Arab atau dengan mendengar orang-orang Arab berbicara. Contoh:

13
Modul Nahwu 1

anak laki-laki

rumah

hari

Huruf jiim di atas adalah singkatan dari jama’.

Ringkasan Pembagian Isim Dari Sisi Jumlahnya

************************

Isim yang lima adalah kata Abuuka (bapakmu), Akhuuka (saudaramu yang laki-laki), Hamuuka
(iparmu), Famuuka (mulutmu) dan Dzu maal (yang memiliki harta).

Penjelasan:

Isim yang lima adalah isim yang bermadd (berakhiran wau, alif atau ya’), isim tersebut bisa
dibaca,

Atau dibaca,

Isim yang lima ini dibaca tergantung ‘amilnya (yang menyuruh nashab (fathah) atau kafadh
(kasrah)). Jika tidak ada ‘amil yang menyuruh nashab atau khafadh, maka isim yang lima ini dibaca
abuuka, akhuuka,…dst. Jika ada ‘amil yang menyuruh nashab, maka isim yang lima ini dibaca
abaaka, akhaaka,…dst. Jika ada ‘amil yang menyuruh khafadh, maka isim yang lima ini dibaca
abiika, akhiika,…dst.

14
Modul Nahwu 1
Isim yang lima ini dibahas adalah karena ia akan masuk ke dalam pembahasan I’rab yang
akan diterangkan nanti, insya Allah.

************************

Maqshur adalah setiap isim yang terkena i’rab; yang huruf akhirnya adalah alif lazimah.

Penjelasan:

Maksud isim yang terkena i’rab adalah bahwa isim tersebut akhirnya tidak mabni (kaku),
bahkan bisa berubah, dimana berubahnya terkadang tampak dan terkadang tidak tampak
(muqaddarah).

Alif Lazimah maksudnya alif yang mesti karena termasuk pokok kata itu, biasanya
berbentuk seperti ya’ tanpa titik dan harus diawali fathah. Contoh:

************************

Manqush adalah setiap isim yang terkena i’rab; yang huruf akhirnya adalah ya’ lazimah, dimana
huruf sebelumnya berharakat kasrah.

Penjelasan:

Ya’ lazimah di sini adalah huruf ya’ yang mesti karena termasuk pokok kata itu, dimana
sebelumnya ada huruf berharakat kasrah. Contoh:

Isim maqshur dan manqush ini dibahas adalah karena ia akan masuk ke dalam pembahasan
I’rab yang akan diterangkan nanti, insya Allah.

************************

Isim ghairu munsharif adalah isim yang tidak dimasuki tanwin.

Penjelasan:

15
Modul Nahwu 1
Isim ghairu munsharif ini selamanya tidak diberi harakat tanwin “An-in-un”. Insya Allah,
akan dibahas lebih rinci isim apa saja yang tidak diberi harakat tanwin. Adapun contohnya adalah:

Catatan:

Beberapa macam isim yang kami sebutkan di atas adalah termasuk isim mu’rab (yang terkena
i’rab) sehingga akhirnya bisa berubah tergantung ‘amil yang masuk (yang menyuruh rafa’, nashab
atau khafadh).

************************

16
Modul Nahwu 1

LATIHAN

1. Rubahlah kata-kata berikut menjadi mutsanna!

2. Rubahlah kata-kata berikut menjadi jama’ mudzakkar salim!

3. Rubahlah kata-kata berikut menjadi jama’ mu’annats salim!

4. Sebutkanlah mana maqshur dan mana manqush pada kata-kata di bawah ini!

5. Sebutkanlah mana Asmaa’ul Khamsah dan mana isim ghairu munsharif pada kata-kata di
bawah ini!

17
Modul Nahwu 1

BAB III

I’rab dan Bina, Isim Yang Mu’rab dan Tanda I’rabnya, dan Isim-Isim Mabni

I’rab adalah berubahnya akhir kalimah (kata) karena ada perbedaan amil yang masuk kepada
kalimah itu, baik perubahan itu tampak (lafzhan) maupun tidak tampak (taqdiran).

Penjelasan:

Contoh berubahnya akhir kalimah yang tampak adalah:

Ini seorang siswa

Aku melihat seorang siswa

Aku melewati seorang siswa

Perhatikanlah kalimah “thaalib”, terkadang berharakat dhammatain, terkadang berharakat


fathatain, dan terkadang kasratain. Ini semua karena ‘amil yang masuk (yang menyuruh diberi
harakat demikian).

Adapun contoh berubahnya akhir kalimah, namun tidak tampak (taqdiri) disebabkan sulit
ditampakkan adalah:

Telah datang seorang pemuda

Aku melihat seorang pemuda

Aku melewati seorang pemuda

************************

Bina’ adalah lawan dari kata i’rab, ia adalah tetapnya akhir kalimah dalam satu keadaan.

18
Modul Nahwu 1
Penjelasan:

Bina’ sebagaimana diterangkan di atas adalah kebalikan dari I’rab. Oleh karena itu,
meskipun ada ‘amil yang menyuruh untuk dhammah, fathah, kasrah atau jazm (sukun), maka ia
tetap saja seperti itu. Contoh:

Ini

Aku melihat ini

Aku melewati ini

Perhatikanlah kalimat di atas, dalam keadaan bagaimana pun kata “haadzaa” tetaplah
“haadzaa.” Inilah yang disebut dengan mabni.

************************

I’rab ada empat macam; rafa’, nashab, khafadh dan jazm.

Penjelasan:

Rafa’ itu merupakan sebutan untuk dhammah atau dhammatain dan keadaan ketika
dhammah. Contoh:

Nashab itu merupakan sebutan untuk fathah atau fathatain dan keadaan ketika fathah.
Contoh:

Khafadh itu merupakan sebutan untuk kasrah atau kasratain dan keadaan ketika kasrah.
Contoh:

Jazm itu merupakan sebutan untuk sukun atau keadaan ketika sukun. Contoh:

Catatan:

1. I’rab yang berlaku pada isim adalah rafa’, nashab, dan khafadh/jar; dan tidak ada jazm.
2. I’rab yang berlaku pada fi’il adalah rafa’, nashab, dan jazm; dan tidak ada khafadh.
3. Suatu kalimah (kata) jika termasuk isim yang terkena I’rab disebut mu’rab, jamaknya
mu’rabat.

19
Modul Nahwu 1
4. Suatu kalimah (kata) jika termasuk isim yang tidak terkena I’rab disebut mabni, jamaknya
mabniyyat.
5. Suatu kalimah jika dihukumi rafa’, maka disebut marfu’. Suatu kalimah jika dihukumi
nashab, maka disebut manshub. Suatu kalimah jika dihukumi khafadh, maka disebut
makhfudh, dan suatu kalimah jika dihukumi jazm, maka disebut majzum.

************************

Isim Yang Mu’rab dan Tanda I’rabnya

Isim-Isim
(tanda) (contoh)
1
2
3
4
5
6
7

Keterangan tentang tanda I’rab:

- Mitslu artinya contoh.


- ‘Alaamah artinya tanda.
- Dhammah Muqaddarah artinya ditaqdirkan dhammah.
- Fathah Muqaddarah artinya ditaqdirkan fathah.

Petunjuk menggunakan tabel di atas:


1. Tabel di atas digunakan untuk memberikan harakat pada akhir kalimah (kata) yang masih
kosong dari harakat (gundul), dan inilah tujuan dari belajar ilmu Nahwu.

20
Modul Nahwu 1
2. Jika suatu kalimah kita ketahui sebagai isim mufrad atau jama’ taksir, maka jika tidak ada
‘amil (yang menyuruh nashab atau khafadh) kepada kalimah (kata) tersebut, kita tetapkan
marfu’, dan marfu’nya dengan dhammah, lihat tabel di atas pada no. 1 dan 3, yaitu pada
kata “ ” dan “ “. Tetapi, jika ada ‘amil yang menyuruh nashab kepada kalimah
tersebut, maka sebagaimana pada tabel di atas, kata “waladun” dan “awlaadun” menjadi
“waladan” dan “awlaadan” karena manshub(dinashabkan) dengan fat-hah. Dan jika ada
‘amil yang menyuruh khafadh/jar (kasrah) kepada kalimah tersebut, maka sebagaimana
pada tabel di atas, kata “waladun” dan “Awlaadun” menjadi “waladin” dan “Awlaadin”
karena makhfudh/majrurnya dengan kasrah.
3. Pembahasan tentang apa saja amil (yang menyuruh nashab, khafadh, atau jazm) akan
diterangkan nanti insya Allah.
4. Jika suatu kalimah kita ketahui sebagai isim mutsanna, maka jika tidak ada ‘amil (yang
menyuruh nashab atau khafadh) kepada kalimah (kata) tersebut, kita tetapkan marfu’, dan
marfu’nya dengan alif, lihat tabel di atas pada no. 2, yaitu pada kata “ ”. Tetapi, jika ada
‘amil yang menyuruh nashab kepada kalimah tersebut, maka sebagaimana pada tabel di
atas, kata “waladaani” menjadi “ ” karena manshub(dinashabkan) dengan ya’. Dan jika
ada ‘amil yang menyuruh khafadh/jar (kasrah) kepada kalimah tersebut, maka
sebagaimana pada tabel di atas, kata “waladaani” menjadi “ ” karena
makhfudh/majrurnya dengan ya’.
5. Pembahasan pada Isim-isim yang lain juga sama seperti sebelumnya, kita lihat kata
tersebut dahulu, apakah sebagai jama’ mudzakkar salim atau jama’ mu’annats salim, atau
sebagai Asma’ul khamsah, sebagai maqshur, sebagai manqush, atau sebagai isim ghairu
munsharif, lalu perhatikan kalimah tersebut apakah kedudukannya sebagai marfu’
(dirafa’kan), manshub (dinashabkan) atau majrur (dijarrkan), jika marfu’, maka lihat
‘alamah (tanda) rafa’nya pada tabel di atas. Jika manshub, maka lihat ‘alamah (tanda)
nashabnya pada tabel di atas dan jika majrur maka lihat ‘alamah (tanda) jarnya pada tabel
di atas, lalu kita beri harakat akhirnya seperti pada kalimah yang tertera pada tabel di atas.

************************

Termasuk isim mabni (yang tidak berubah akhirnya) adalah isim dhamir, isim isyarat, isim maushul,
isim istifham, dan isim syarat.

Penjelasan:
1. Isim dhamir artinya isim yang menjadi kata ganti nama, contoh:

dia (laki-laki)

dia (perempuan)

kamu (laki-laki)

21
Modul Nahwu 1

saya

kami

kalian (laki-laki)

Dan dhamir-dhamir lainnya. Dhamir di atas tidak akan berubah akhirnya dalam keadaan
bagaimana pun, oleh karena itu disebut mabni (tetap/kaku).
2. Isim isyarat artinya kata tunjuk, seperti ini dan itu.

mereka ini ini (2) ini (1)

mereka ini ini (2) ini (1)

mereka itu itu (2) itu (1)

mereka itu itu (2) itu (1)

Penjelasan:
- kata haadzaa dan seterusnya adalah untuk laki-laki
- Kata haadzihi dan seterusnya adalah untuk perempuan
- Kata dzaalika dan seterusnya adalah untuk laki-laki
- Kata tilka dan seterusnya adalah untuk perempuan
3. Isim maushul maksudnya kata penyambung (khususnya natara isim dengan fi’il). Contoh:

yaitu orang-orang yang yaitu yang (2) yaitu yang (1)

yaitu orang-orang yang yaitu yang (2) yaitu yang (1)

Catatan:
- kata Alladzii dan seterusnya adalah untuk laki-laki
- Kata Allatii dan seterusnya adalah untuk perempuan
4. Isim istifham artinya kata tanya, contoh:

Siapa?

Bagaimana?

Berapa?

Apakah?

Di mana?

22
Modul Nahwu 1

Kapan?

5. Isim syarat maksudnya kata-kata yang menjadi syarat dan menghendaki adanya penjelasan
lanjutan. Contoh:

barang siapa…

Kapan saja…

Apa saja…
************************

LATIHAN
Sebutkanlah mana isim mu’rab (terkena i’rab) dan mana isim mabni (tidak terkena I’rab) pada
kata-kata di bawah ini!

23
Modul Nahwu 1

BAB IV

Rincian Isim Ghairu Munsharif dan Syarat Tidak Berlaku I’rab Isim Gharu
Munsharif

Isim ghairu munsharif sebagaimana yang telah diterangkan di bab II adalah isim yang tidak
diberi harakat tanwin. Beberapa isim yang termasuk ghairu munsharif (tidak diberi harakat tanwin)
adalah sebagai berikut:
1. Shighat Muntahal Jumu’ (bentuk jamak) biasanya diawali dua huruf yang setelahnya alif,
dengan wazan (timbangan/pola) berikut:

Contoh (baca dari kanan ke kiri):

(surat-surat) (nasyid-nasyid) (orang-orang mulia)

(burung-burung (jalan-jalan) (kunci-kunci) (sekolah-sekolah)


layang)
Perhatikanlah kata di atas, akhir hurufnya tidak diberi tanwin.
2. Alif Ta’nits Maqshurah, yakni alif untuk lafaz bentuk mu’annats (wanita) yang
menggunakan alif maqsurah (alif berbentuk ya tanpa titik didahului huruf berharakat
fathah) di akhirnya. Contoh:

yang kecil wanita hamil

yang lain yang besar

3. Alif Ta’nits Mamdudah, yakni alif untuk lafaz bentuk mu’annats (wanita) yang
menggunakan aif mamdudah (alif yang dipanjangkan, dimana setelahnya ada huruf
hamzah) di akhirnya. Contoh:

yang hitam yang kuning

yang merah yang putih

24
Modul Nahwu 1
4. Sifat dengan ‘adl1. Contoh:

berempat-empat bertiga-tiga berdua-dua

Matsna itu dari itsnain, Tsulatsa dari tsalatsah, ruba’a dari arba’ah.

5. Sifat dengan timbangan fi’il “ “. Contoh:

yang kecil yang besar yang baik

6. Sifat dengan akhiran alif dan nun. Contoh

yang kenyang yang marah yang mabuk

7. Nama dengan ‘adl (pembelokan), yaitu dengan wazan (pola) “ ” contoh:

Asalnya “ ”

8. Nama dengan mengikuti wazan fi’il (k.kerja). contoh:

9. Nama dengan akhiran alif dan nun. Contoh:

10. Nama-nama perempuan atau kata bentuk yang dianggap perempuan (mu’annats).
Contoh:

Catatan:
Tetapi jika nama tersebut terdiri dari tiga huruf, dan huruf tengahnya ada sukun, maka bisa
diberi harakat tanwin akhirnya, seperti :

11. Nama-nama ‘ajam (asing/non Arab). Contoh:

12. Nama dengan tarkib majziy (dua kata atau lebih yang maksudnya satu). Contoh:s

************************

1
Adl maksudnya keluarnya isim atau menyimpangnya dari shighat(bentuk)nya yang asli.

25
Modul Nahwu 1
I’rab Isim Ghairu Munsharif tidak berlaku dalam dua kedaan, yaitu:
1. Ketika diidhafatkan (lihat yang diberi garis bawah). Contoh:

(artinya: aku shalat di masjid-masjid)

menjadi

(artinya: aku shalat di masjid-masjid mereka)

2. Ketika ada alif lam diawalnya.

(artinya: dari Mughirah) (artinya: dari Mughirah)

(artinya: aku belajar di sekolah-sekolah)

(artinya: aku belajar di sekolah-sekolah)

*************************

LATIHAN
Sebutkanlah sebab disebut isim ghairu munsharif pada kata-kata di bawah ini!

26
Modul Nahwu 1

BAB V

Pembagian Fi’il dan Sebagian Tashrifnya


Fi’il sebagaimana telah diterangkan artinya kata kerja. Ia terbagi menjadi tiga bagian:

1. Fi’il Madhi

Fi’il Madhi adalah fi’il yang menunjukkan terhadap suatu kejadian di waktu yang lalu.

Jika diartikan secara singkat, fi’il madhi adalah kata kerja lampau. Contoh:

telah membaca telah membuka telah memukul

telah menulis telah minum telah duduk

Fi’il Madhi terbagi dua:

a. Ma’lum/ma’ruf (diketahui). Maksud “diketahui” di sini adalah diketahui fa’il


(pelakunya). Contoh:

ia seorang laki-laki telah melihat ia seorang laki-laki telah bertanya

ia seorang laki-laki telah memetik ia seorang laki-laki telah menolong

b. Majhul (tidak diketahui). Maksudnya, tidak diketahui fa’ilnya.

telah dilihat telah ditanya

telah dipetik telah ditolong

Perhatikanlah kalimah-kalimah (kata) di atas, untuk yang ma’lum diketahui siapa


pelakunya, sedangkan yang majhul tidak diketahui siapa pelakunya.

Dari contoh di atas dapat kita ketahui, bahwa cara merubah fi’il madhi ma’lum kepada fi’il
madhi majhul adalah dengan mendhammahkan huruf pertama dan mengkasrahkan huruf
sebelum akhir.
27
Modul Nahwu 1
2. Fi’il Mudhari’

Fi’il Mudhari’ adalah fi’il yang menunjukkan terhadap suatu kejadian di waktu sekarang dan
yang akan datang. Contoh:

sedang/akan minum sedang/akan duduk sedang/akan menulis

Fi’il Mudhari’ juga terbagi dua:

a. Ma’lum/ma’ruf (diketahui). Contoh:

ia seorang laki-laki sedang/akan bertanya

ia seorang laki-laki sedang/akan melihat

ia seorang laki-laki sedang/akan menolong

ia seorang laki-laki sedang/akan minum

b. Majhul (tidak diketahui).

sedang/akan ditanya

sedang/akan dilihat

sedang/akan ditolong

sedang/akan diminum

Fi’il Mudhari’ tandanya adalah diawali salah satu huruf yang empat ini “ “. Contoh:

aku menulis

kami membuka

ia membaca

28
Modul Nahwu 1

kamu duduk

4 huruf mudhari’ tersebut dinamakan juga Huruf Mudhaara’ah.

Fi’il Mudhari’ jika melihat kepada huruf akhirnya terbagi menjadi tiga:

a. Shahihul Akhir (Yang akhirnya sahih), maksudnya huruf akhirnya tidak ada huruf ‘illat
(huruf yang digunakan untuk memanjangkan huruf), yaitu huruf alif, wau dan ya'.
Contoh:

ia sedang/akan keluar

ia sedang/akan masuk

ia sedang/akan membaca

Perhatikanlah huruf akhirnya, bukankah tidak ada huruf ‘illat. Oleh karena itu
disebut shahihul akhir.

b. Mu’tallul Akhir (Yang akhirnya ada huruf ‘’illat), maksudnya huruf akhirnya ada huruf
‘illat. Contoh:

ia berdoa

ia melempar

ia melarang

c. Al Af’aalul Khamsah (Fi’il yang lima), yaitu yang huruf akhirnya alif dan nun, atau wau
dan nun, atau ya’ dan nun. Contoh:

29
Modul Nahwu 1
Dibahasnya fi’il yang lima ini adalah karena akan dibahas dalam pembahasan I’rab fi’il.
Oleh karena itu, perlu diketahui hal ini.

3. Fi’il Amr

Fi’il Amr adalah fi’il yang menunjukkan permintaan terhadap sesuatu. Contoh:

minumlah duduklah tulislah!

************************

Tasrif Fi’il
Tasrif maksudnya merubah suatu kalimah (kata) dari satu keadaan kepada keadaan yang
lain. Contoh:

Contoh tashrif fi’il Madhi

= dia laki-laki telah berbuat

= dua orang laki-laki telah berbuat

= mereka laki-laki telah berbuat

= dia perempuan telah berbuat

= dua orang perempuan telah berbuat

= mereka perempuan telah berbuat

30
Modul Nahwu 1

= kamu laki-laki telah berbuat

= kamu dua orang laki-laki telah berbuat

= kalian laki-laki telah berbuat

= kamu perempuan telah berbuat

= kamu dua orang perempuan telah berbuat

= kalian perempuan telah berbuat

= aku telah berbuat

= kami telah berbuat

Fi’il madhiy yang lain juga bisa anda rubah mengikuti perubahan di atas, contoh:
(telah duduk).

Untuk artinya, maka anda tambahkan arti “telah duduk” dengan tambahan dhamir (kata
ganti nama) seperti pada contoh di atas. Misalnya, artinya: kalian laki-laki telah duduk.

Dengan demikian, pada tashrif fi’il madhi di atas di dalamnya terdapat dhamir-dhamir,
yang urutannya mengikuti fi’il madhi di atas adalah sebagai berikut:

31
Modul Nahwu 1

= dia seorang laki-laki

= dua orang laki-laki

= mereka laki-laki

= dia seorang perempuan

= dua orang perempuan

= mereka perempuan

= kamu laki-laki

= kamu dua orang laki-laki

= kalian laki-laki

= kamu perempuan

= kamu dua orang perempuan

= kalian perempuan

= aku (laki-laki/perempuan)

= kami (laki-laki/perempuan)

Contoh tashrif fi’il mudhari’

32
Modul Nahwu 1

= dia laki-laki sedang/akan berbuat

= dua orang laki-laki sedang/akan berbuat

= mereka laki-laki sedang/akan berbuat

= dia perempuan sedang/akan berbuat

= dua orang perempuan sedang/akan berbuat

= mereka perempuan sedang/akan berbuat

= kamu laki-laki sedang/akan berbuat

= kamu dua orang laki-laki sedang/akan berbuat

= kalian laki-laki sedang/akan berbuat

= kamu perempuan sedang/akan berbuat

= kamu dua orang perempuan sedang/akan berbuat

= kalian perempuan sedang/akan berbuat

= aku sedang/akan berbuat

= kami sedang/akan berbuat

Fi’il mudhari’ yang lain juga bisa anda rubah mengikuti perubahan di atas, contoh:
(sedang/akan duduk).

Untuk artinya, maka anda tambahkan arti “sedang/akan duduk” dengan tambahan dhamir
(kata ganti nama) seperti pada contoh di atas. Misalnya artinya: aku sedang/akan duduk.

33
Modul Nahwu 1

Contoh tashrif fi’il Amr

= Berbuatlah kamu (laki-laki)!

= Berbuatlah kamu berdua (laki-laki)!

= Berbuatlah kalian (laki-laki)!

= Berbuatlah kamu (perempuan)!

= Berbuatlah kamu berdua (perempuan)!

= Berbuatlah kalian (perempuan)!

Fi’il amr yang lain juga bisa anda rubah mengikuti perubahan di atas, contoh:
(Duduklah kamu (laki-laki)!), menjadi:

Untuk artinya, maka anda tambahkan arti “duduklah!” dengan tambahan dhamir (kata
ganti nama) seperti pada contoh di atas. Misalnya, artinya: duduklah kamu perempuan.

Dengan demikian, pada tashrif fi’il amr di atas di dalamnya terdapat dhamir-dhamir, yang
urutannya mengikuti fi’il amr di atas adalah sebagai berikut:

Untuk rincian tashrif, maka pelajarilah Ilmu Sharf.

*************************

LATIHAN

1. Sebutkanlah mana fi’il madhi, mana fi’il mudhari’ dan mana fi’il amr pada kata-kata di
bawah ini!

34
Modul Nahwu 1

2. Rubahlah fi’il madhi, mudhari’ dan amar sesuai tasrifnya!

35
‫‪Modul Nahwu 1‬‬

‫الفصل الدراسي الثاني‬

‫‪36‬‬
Modul Nahwu 1

BAB I

I’rab Fi’il dan Bina’nya

I’rab Fi’il

I’rab sebagaimana yang telah diterangkan maksudnya berubahnya akhir kata karena ada
‘amil (yang menyuruh merubah) yang masuk. Namun pada pembahasan kali ini, kita akan
membahas tentang I’rab bagi fi’il. Contoh:

(ia tidak menulis) - (ia tidak akan menulis) (ia sedang/akan menulis)

(ia tidak duduk) (ia tidak akan duduk) (ia sedang/akan duduk)

(ia tidak membaca) (ia tidak akan membaca) (ia sedang/akan membaca)

Perhatikanlah akhir dari kata-kata di atas, berubah bukan?! Dan perhatikanlah akhirnya,
ternyata I’rabnya ada tiga, yaitu rafa’ dengan dhammah, nashab dengan fathah, dan jazm dengan
sukun. Dengan demikian, I’rab yang berlaku pada fi’il hanyalah tiga itu saja dan tidak ada
khafadh/jar (kasrah).

Fi’il yang terkena I’rab (mu’rab) adalah fi’il mudhari’, kecuali apabila fi’il mudhari’ tersebut
diakhiri dengan nun inats (untuk perempuan) dan nun taukid (untuk menguatkan).

Contoh nun inats:

(kalian wanita duduk) (mereka wanita duduk)

(kalian wanita sujud) (mereka wanita sujud)

Contoh nun taukid:

(ia benar-benar sujud) (ia benar-benar duduk)

Dalam keadaan seperti ini, maka fi’il mudhari’ menjadi mabni; tidak berubah akhirnya.

37
Modul Nahwu 1

Bina Fi’il

Bina’ sebagaimana yang telah diterangkan juga maksudnya tetapnya huruf terakhir dalam
satu keadaan meskipun ada ‘amil (yang menyuruh merubah). Kalau sebelumnya, kita telah
membahas tentang bina’ bagi isim, maka pada pembahasan kali ini, kita akan membahas tentang
bina bagi fi’il. Contoh:

(ia telah pergi) (ia telah memukul)

(minumlah!) (bacalah!)

(ia laki-laki benar-benar pergi) (mereka wanita sedang/akan pergi)

Perhatikanlah contoh-contoh di atas, ternyata fi’il yang berlaku bina (mabni) ada tiga; fi’il
madhi (k. kerja lampau), fi’il amr (k. kerja perintah), dan fi’il mudhari’ (k. kerja menunjukkan
sedang/akan) yang diakhiri dengan nun inats atau nun taukid .

************************

Fi’il-Fi’il Yang Terkena I’rab & Tanda I’rabnya

Fi’il-Fi’il

38
Modul Nahwu 1

Keterangan tentang tanda I’rab:

- Mitslu artinya contoh.


- ‘Alaamah artinya tanda.
- Tsubutun nun artinya tetapnya nun tersebut; tidak dibuang.
- Hadzfun nun artinya dibuangnya nun tersebut.
- Dhammah Muqaddarah artinya ditaqdirkan dhammah.
- Fathah Muqaddarah artinya ditaqdirkan fathah.
- Hadzful Akhir artinya dibuang huruf terakhir.

Petunjuk menggunakan tabel di atas:


1. Tabel di atas digunakan untuk memberikan harakat pada akhir kalimah (kata) yang masih
kosong dari harakat (gundul), dan inilah di antara tujuan dari belajar ilmu Nahwu.
2. Jika suatu kalimah kita ketahui sebagai fi’il mudhari’ shahihul akhir, maka jika tidak ada
‘amil (yang menyuruh nashab atau jazm) kepada kalimah (kata) tersebut, kita tetapkan
marfu’, dan marfu’nya dengan dhammah, lihat tabel di atas pada no. 1. Tetapi, jika ada
‘amil yang menyuruh nashab kepada kalimah tersebut, maka sebagaimana pada tabel di
atas, kata “yasyrabu” menjadi “yasyraba” karena manshub (dinashabkan) dengan fat-hah.
Dan jika ada ‘amil yang menyuruh jazm (sukun) kepada fi’il tersebut, maka sebagaimana
pada tabel di atas, kata “yasyrabu” menjadi “yasyrab” karena majzumnya dengan sukun.
3. Jika suatu kalimah kita ketahui sebagai fi’il mudhari’ af’alul khamsah, maka jika tidak ada
‘amil (yang menyuruh nashab atau jazm) kepada kalimah (kata) tersebut, kita tetapkan
marfu’, dan marfu’nya dengan tetapnya nun (tsubutun nuun), lihat tabel di atas pada no. 2.
Tetapi, jika ada ‘amil yang menyuruh nashab kepada kalimah (kata) tersebut, maka
sebagaimana pada tabel di atas, kata “yadzhabaani” menjadi “yadzhabaa” karena manshub
(dinashabkan) dengan dibuang nun (hadzfun nuun). Dan jika ada ‘amil yang menyuruh jazm
(sukun) kepada fi’il tersebut, maka sebagaimana pada tabel di atas, kata “yadzhabaani”
menjadi “yadzhabaa” karena majzumnya dengan dibuang nun.
4. Jika suatu kalimah kita ketahui sebagai fi’il mudhari’ mu’tallul akhir, maka jika tidak ada
‘amil (yang menyuruh nashab atau jazm) kepada kalimah (kata) tersebut, kita tetapkan
marfu’, dan marfu’nya dengan wau, lihat tabel di atas pada no. 3. Tetapi, jika ada ‘amil
yang menyuruh nashab kepada kalimah (kata) tersebut, maka sebagaimana pada tabel di
atas, kata “yad’u” menjadi “yad’uwa” karena manshub (dinashabkan) dengan fat-hah. Dan
jika ada ‘amil yang menyuruh jazm (sukun) kepada fi’il tersebut, maka sebagaimana pada
tabel di atas, kata “yad’uw” menjadi “yad’u” karena majzumnya dengan dibuang huruf
terakhir.

************************

39
Modul Nahwu 1

LATIHAN

1. Sebutkan mana fi’il mu’rab dan mana fi’il mabni pada kata-kata di bawah ini!

2. Sebutkan mana yang marfu’, yang manshub, dan yang majzum pada kata-kata di bawah ini!

40
Modul Nahwu 1

BAB II

Huruf-Huruf Yang Menashabkan, Huruf-Huruf Yang Menjazmkan, Makna Huruf


Laa dan Macam-Macam Lam

Huruf-Huruf Yang Menashabkan

Huruf-huruf yang menashabkan maksudnya huruf-huruf yang menjadikan fi’il mudhari


dihukumi manshub, baik dengan diberi harakat fathah atau dengan dibuang nun akhirnya jika fi’il
mudhari’ tersebut termasuk Af’aalul Khamsah (lihat kembali bab V semester satu tentang
pembagian fi’il).

Adapun huruf-huruf yang termasuk ke dalam huruf-huruf yang menashabkan adalah:

(kami ingin pergi) (digunakan untuk memisah dua fi’il mudhari’)

(orang yang malas tidak akan sukses) (tidak akan)

(kalau begitu kamu selamat) (kalau begitu)

(agar kamu untung) (agar)

(aku datang untuk belajar) (agar)

(Allah sekali-kali tidak akan menyiksa mereka) (sekali-kali tidak)

(sehingga ia mendengar firman Allah) (sehingga)

************************


41
Modul Nahwu 1

Huruf-Huruf Yang Menjazmkan

Huruf-huruf yang menjazmkan maksudnya huruf-huruf yang menjadikan fi’il mudhari’


dihukumi majzum, baik dengan diberi harakat sukun atau dibuang nun pada Af’alul Khamsah (fi’il
yang lima), atau dibuang huruf terakhir pada fi’il mudhari’ yang akhirnya huruf ‘illat (wau, ya atau
alif). Lihat contohnya pada bab I semester kedua tentang fi’il-fi’il yang terkena I’rab.

Perlu diketahui, bahwa huruf yang menjazmkan fi’il itu terbagi dua:

1. Huruf yang menjazmkan satu fi’il


2. Huruf yang menjazmkan dua fi’il

Adapun huruf yang menjazmkan satu fi’il adalah:

(tidak beranak dan tidak pula diperanakkan) (tidak)

(ia belum tahu) (belum)

(Tidakkah kami lapangkan) (Tidakkah?)

(apakah ia belum datang) (apakah ia belum datang?)

(hendaknya ia keluar) (lam untuk memerintah)

(janganlah kamu duduk) (lam untuk melarang)

Sedangkan huruf yang menjazmkan dua fi’il adalah huruf-huruf syarthiyyah (syarat),
dimana kalimat tesebut akan sempurna setelah ada jawab syarat (lanjutannya) seperti “niscaya”
atau “maka” dsb.:

(jika kamu sungguh-sungguh, niscaya kamu akan berhasil) (jika)

(kalau kamu belajar, maka kamu akan maju) (kalau)

(selama kamu berbuat buruk, maka kamu akan menyesal) (selama)

42
Modul Nahwu 1

(siapa saja yang mengerjakan keburukan, niscaya ia akan (siapa saja)


diberi balasan)

(betapa pun kamu menyembunyikan, niscaya hari- (betapa pun)


hari itu akan menampakkannya)

(kapan saja kamu pergi, maka aku akan pergi) (kapan saja)

(kapan saja batinmu baik, maka perjalanan (kapan saja)


hidupmu akan dipuji)

(Ki mana saja ibu pergi, maka Maryam akan (di mana saja)
pergi bersamanya)

(ke mana saja ayah pergi, maka Ali akan pergi (di mana saja)
bersamanya)

(di mana saja kamu turun, maka kamu akan dimuliakan) (di mana saja)

(bagaimana saja kamu bermu’amalah (bagaimana saja)


(bergaul) dengan kawanmu, maka ia akan bermu’amalah denganmu begitu)

(apa saja kitab yang kamu baca, niscaya kamu akan (apa saja)
mendapat pelajaran)

************************

Makna “ “

Makna Lam alif terbagi menjadi dua bagian:

1. Laa Naahiyah (untuk melarang). Contoh:

(jangan membeli!) (jangan minum!) (jangan main!)

2. Laa Naafiyah (untuk arti “tidak”). Contoh:

43
Modul Nahwu 1

(kamu tidak membeli) (kalian tidak minum) (kamu tidak main)

Untuk mengartikan lam alif dengan arti “jangan”, maka perhatikanlah huruf akhirnya. Jika
huruf akhir fi’il mudhari’ itu diberi harakat sukun atau dibuang nunnya (dalam af’alul khamsah)
atau dibuang huruf akhirnya pada fi’il mu’tal (yang ber’illat), maka lam alif tersebut diartikan
“Jangan.” Dengan demikian, laa nahiyah menjazmkan fi’il mudhari’.

Untuk mengartikan lam alif dengan arti “tidak”, maka perhatikanlah huruf akhirnya. Jika
huruf akhir fi’il mudhari’ itu tidak dijazmkan, misalnya harakatnya dhammah, tidak dibuang
nunnya (dalam af’alul khamsah) atau tidak dibuang huruf akhirnya pada fi’il mu’tal (yang
ber’illat), maka lam alif tersebut diartikan “tidak.” Dengan demikian, laa naafiyah tidak
menjazmkan fi’il mudhari’.

************************

Macam-Macam Lam

Lam ada banyak macamnya, yaitu:

1. Sebagai harfu jar (yang menyuruh kasrah kata setelahnya) dengan arti “bagi” “karena” atau
“untuk” contoh:

(bagi nabi) (untuk shalat) (karena Allah)

2. Sebagai Laam kay (yang memberikan arti “agar”). Contoh:

Saya membaca buku berulang kali agar saya faham.

3. Sebagai Laamul juhud (yang memberi arti “sekali-kali tidak”). Contoh:

      

“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di
antara mereka.” (Al Anfaal: 33)

4. Sebagai Laamul amri (yang memberi arti “hendaklah”). Contoh:

(hendaklah ia masuk) (hendaklah ia keluar)

5. Sebagai Laamut taukid (untuk menguatkan, yang memberi arti “benar-benar”). Contoh:

44
Modul Nahwu 1

(ia benar-benar kembali)

      

“Ketahuilah, sungguh jika Dia tidak berhenti (berbuat demikian), Kami benar-benar akan
menarik ubun-ubunnya.”

*************************
LATIHAN

1. Manshubkanlah kata-kata di bawah ini dengan huruf-huruf yang menashabkan berikut!

2. Majzumkanlah kata-kata di bawah ini dengan huruf-huruf yang memajzumkan berikut!

45
Modul Nahwu 1

BAB III

Pembagian Isim Dari Sisi Zhahir dan Dhamir, dan Dari Sisi Mudzakkar dan
Mu’annats, serta Macam-Macam Ta’nits

Isim dari sisi zhahir dan dhamir ada dua:

1. Isim Zhahir.

Isim Zhahir maksudnya isim yang menunjukkan terhadap sesuatu yang bernama. Contoh:

(batu) (singa)

2. Isim Mudhmar (Dhamir)

Isim Mudhmar atau Dhamir adalah isim yang menggantikan isim zhahir (kata ganti nama).
Contoh:

(dia pr.) (saya) (kamu lk.) (dia lk.)

Isim Dhamir ini ada dua macam:

a. Dhamir Munfashil (terpisah).

Maksud “terpisah” di sini adalah tidak bersambung dengan kalimah (kata). Contoh:

b. Dhamir Muttashil (bersambung).

Maksud “bersambung” di sini adalah bersambung dengan kalimah (kata). Contoh:

(kalian telah menulis) (aku telah duduk)

46
Modul Nahwu 1
Dhamir Muttashil ini terbagi menjadi dua:

1) Bariz,

Bariz adalah dhamir muttashil yang tampak ketika dibaca. Contoh:

(mereka pr. telah membaca) (aku telah membaca) (kalian telah membaca)

Perhatikanlah contoh-contoh di atas, bukankah dhamir-dhamirnya tampak ketika dibaca


meskipun disingkat.

2) Mustatir

Mustatir adalah dhamir muttashil yang tidak tampak (tersembunyi) ketika dibaca.
Contoh:

(tulislah olehmu!) (ia sedang/akan menulis) (ia telah menulis)

Perhatikanlah contoh-contoh di atas, bukankah dhamir-dhamirnya tidak tampak


ketika dibaca, padahal di sana terdapat dhamir. Pada kata “kataba” terdapat dhamir
“huwa”, pada kata “yaktubu” terdapat dhamir “huwa” juga, dan pada kata “uktub”
terdapat dhamir “anta.”

Sedangkan mustatir juga terbagi dua:

a) Jaa’iz

Ja’iz adalah bahwa pada kata tersebut bisa ditambahkan isim zhahir (bukan dhamir).
Contoh:

Bisa ditambah dengan isim zhahir. Misalnya:

(Zaid sedang/akan menulis) (Ali telah menulis)

(Fatimah sedang/akan menulis)

b) Wajib

Wajib adalah bahwa pada kata tersebut tidak bisa ditambahkan isim zhahir. Contoh:

(kami menulis) (kamu menulis) (aku menulis)

Gambaran pembagian isim di atas adalah sebagai berikut:

47
Modul Nahwu 1

*************************

Mudzakkar dan Mu’annats

Isim Mudzakkar maksudnya isim yang menunjukkan laki-laki atau bentuk kata laki-laki.
Contoh:

(buku) (rumah) (anak laki-laki)

Isim Mu’annats maksudnya isim yang menunjukkan perempuan atau bentuk kata yang
dianggap perempuan. Contoh:

(penghapus) (papan tulis)

Adapun macam-macam mu’annats adalah:

1. Nama-nama perempuan. Contoh:

2. Kata yang akhirnya ta’ marbuthah “ “. Contoh:

(papan tulis) (perpustakaan) (sekolah)

3. Kata yang akhirnya alif ta’nits maqshurah. Contoh:

48
Modul Nahwu 1

(yang kanan) (yang kecil) (yang besar)

Alif maqshur ini disebut ta’nits, karena bentuk kata sifat ini untuk wanita atau kata yang
dianggap wanita.

4. Kata yang akhirnya alif ta’nits mamdudah. Contoh:

(yang hitam) (yang kuning) (yang putih)

Disebut mamdudah, karena dibaca panjang, dan kata ini dipakai untuk wanita atau kata yang
dianggap wanita.

5. Mu’annats Majaziy.

Maksud mu’annats majaziy adalah kata yang dikiaskan dengan perempuan namun tidak
tampak tanda-tanda mu’annats, dan biasanya berpasangan, seperti tangan, mata, jiwa,
malam, siang, dsb. Contoh:

(matahari) (jiwa) (mata) (tangan)

6. Jama’ Taksir. Contoh:

(pena-pena) (nabi-nabi) (anak-anak)

7. Huruf (baik yang ma’ani/bermakna maupun yang hijaa’i/ejaan). Contoh:

8. Nama-nama negeri. Contoh:

*************************

49
Modul Nahwu 1

LATIHAN

Sebutkanlah sebab mu’annats pada kata-kata di bawah ini!

50
Modul Nahwu 1

BAB IV

Isim-Isim Marfu’
Isim-isim marfu’ itu ada tujuh: Fa’il, Naaibul faa’il, Mubtada’, Khabar Mubtada’, Isim
kaana dan saudaranya, khabar inna dan saudaranya serta tawabi’ lil marfu’. Insya Allah,
masing-masingnya akan dijelaskan di sini selain tawabi’, maka akan dijelaskan nanti.

Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il ma’lum (diketahui pelakunya) dan menunjukkan
kepada orang yang melakukan suatu pekerjaan.

Arti singkat dari fa’il adalah pelaku atau subyek. Contoh:

(Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda)

(Guru datang)

(Aisyah berkata)

(Anak itu shalat)

Kata “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”, “guru”, “Aisyah” dan “anak” disebut fa’il.

Fa’il ini ada yang berupa isim zhahir (bukan isim dhamir) dan ada pula yang berupa isim
dhamir. Contoh yang isim zhahir adalah seperti pada contoh di atas. Adapun contoh fa’il yang
berupa isim dhamir adalah:

(Aku menulis)

(Aku membaca)

(Kita bermain)

51
Modul Nahwu 1
Kaidah Fa’il

1. Fa’il harus selalu marfu’.


2. Fa’il harus didahului fi’il ma’lum.
3. Fa’il tidak selalu bersambung dengan fi’il, tetapi ada kalanya diselang oleh kalimah (kata)
yang lain. Contoh:

(Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Dengan demikian, fa’il boleh ditempatkan setelah maf’ul bih (obyek).

4. Jika fa’ilnya mu’annats, maka fi’ilnya harus diberi tanda mu’annats, yaitu:

a. Jika fi’il madhi, maka dengan ta’ sukun “ “ seperti:

b. Jika fi’il mudhari, maka dengan ta’ di awal fi’il seperti:

5. Jika fa’ilnya mutsanna atau jama’, maka fi’ilnya tetap mufrad. Contoh:

(para ulama berkata)

*************************

Na’ibul Fa’il adalah isim marfu’ yang terletak setelah fi’il majhul (tidak diketahui pelakunya/pasif)
dan menunjukkan kepada orang yang dikenakan suatu pekerjaan.

Arti singkat dari fa’il adalah pengganti pelaku. Contoh (baca dari kanan ke kiri):

(tikus dipukul) menjadi (Ali memukul tikus)

(Al Qur’an dibaca) menjadi (Ahmad membaca Al Qur’an)

Kalimat “Tikus dipukul” dan “Al Qur’an dibaca” adalah Na’ibul Fa’il.

Na’ibul Fa’il ini ada yang berupa isim zhahir (bukan isim dhamir) dan ada pula yang berupa
isim dhamir. Contoh yang isim zhahir adalah seperti pada contoh di atas. Adapun contoh fa’il
yang berupa isim dhamir adalah:

(Aku diperintah)

52
Modul Nahwu 1

(Aku dipukul)

(kamu ditanya)

Kaidah Fa’il

1. Na’ibul Fa’il harus selalu marfu’.


2. Fa’il harus didahului fi’il majhul (pasif).
3. Na’ibul Fa’il asalnya adalah maf’ul bih, karena fa’ilnya tidak ada, maka ia menggantikan posisi
fa’il sehingga disebut naa’bul faa’il (pengganti fa’il).
4. Jika Na’ibul Fa’ilnya mutsanna atau jama’, maka fi’ilnya tetap dalam keadaan mufrad. Contoh:

(Anak-anak diperintah)

5. Jika na’ibul fa’ilnya mu’annats, maka fi’ilnya juga mu’annats. Contoh:

(Aisyah ditanya)

*************************

Mubtada’ dan khabar adalah dua isim yang daripadanya tersusun jumlah (kalimat) isimiyyah.
Contoh: Ali seorang petani, Ahmad sedang sakit.

Adapun mubtada’, maka maksudnya isim yang diberitakan, sedangkan khabar itu merupakan
beritanya (yang memberitakan).

Kata “Ali” adalah mubtada’, karena ia yang akan diberitakan, sedangkan kata “seorang
petani” adalah khabar, karena ia merupakan beritanya. Itulah maksud mubtada’ dan khabar.

Mubtada’ ada yang berupa isim zhahir, seperti pada contoh di atas, dan ada pula yang
berupa dhamir. Contoh:

(kamu orang yang rajin) (dia adalah orang kaya)

Jika mubtada’nya sebagai isim dhamir, dimana ia termasuk isim mabni, maka hanya
dihukumi marfu’ saja meskipun harakatnya tetap seperti itu.

53
Modul Nahwu 1
Kaidah Mubtada’ dan Khabar:

1. Mubtada’ dan khabar harus selalu marfu’.


2. Susunan mubtada’ dan khabar adalah jumlah isimiyyah, yakni jumlah (kalimat) yang diawali
isim, bukan susunan yang diawali fi’il (jumlah fi’liyyah). Karena susunan yang diawali fi’il
bisa sebagai fa’il atau naa’bul fa’il.
3. Susunan mubtada’ dan khabar harus selamanya sesuai, yaitu:

a. Jika mubtada’ mufrad, maka khabarnya harus mufrad.


b. Jika mubtada’ mutsanna atau jama’, maka khabarnya harus mutsanna atau
jama’.
c. Jika mubtada’nya mu’annats, maka khabarnya harus mu’annats. Demikian pula
jika mubtada’nya mudzakkar, maka khabarnya harus mu’annats.

Contoh:

(siswa itu rajin)

(2 siswa itu rajin)

(siswi itu rajin)

*************************

Macam-Macam Khabar

Khabar terbagi dua:

1. Mufrad

Khabar mufrad maksudnya,

bahwa khabar tersebut bukan berupa jumlah (kalimat) dan bukan pula sebagai syabih bil
jumlah (mirip dengan kalimat). Contoh:

(anak itu tidur)

(anak-anak itu tidur)

54
Modul Nahwu 1
Perhatikanlah contoh tersebut, bukankah khabarnya hanya satu kata (mufrad) tidak terdiri
dari beberapa kata? Itulah maksud tidak berupa jumlah dan syabih bil jumlah.

2. Ghairu Mufrad

Khabar ghairu mufrad maksudnya,

bahwa khabar tersebut berupa jumlah (kalimat) atau sebagai syabih bil jumlah (mirip
dengan kalimat). Contoh:

(Si Ali bapaknya sedang sakit)

(Papan tulis itu di depan anak-anak)

Perhatikanlah contoh tersebut, bukankah khabarnya terdiri dari beberapa kata? Itulah
maksud berupa jumlah (lihat contoh pertama) atau syabih bil jumlah (lihat contoh kedua).

Perlu diketahui, bahwa khabar yang bukan mufrad itu ada beberapa macam, yaitu:

a. Ada yang berupa jumlah isimiyyah (kalimat yang diawali isim). Contoh:

(Si Ahmad hartanya banyak)

b. Ada yang berupa jumlah fi’liyyah (kalimat yang diawali fi’il). Contoh:

(Orang sakit itu lemah fisiknya)

c. Ada yang berupa Jaar-Majrur (huruf yang menyuruh jar dan kata yang dijarkan).
Contoh:

(Segala puji bagi Allah)

(Ustadz itu di rumah)

d. Ada yang berupa zharf (kata keterangan tempat). Contoh:

(Langit itu di atas kita)

(Ustadz itu di depan kamu)

55
Modul Nahwu 1

Catatan:

Jika khabar tediri dari jaar-majrur atau zharf, maka khabar sering didahulukan dan disebut khabar
muqaddam, dan mubtada’ sering diakhirkan, disebut juga mubtada’ mu’akhkhar.

*************************

LATIHAN

1. Berilah harakat pada huruf yang tidak diberi harakat dalam kata-kata di bawah ini!

2. Rubahlah kalimat berikut menjadi Naa’ibul Fa’il!

3. Rubahlah bentuk mubtada’-khabar pada kalimat ini “ “ menjadi mutsanna


dan jama’!

56
Modul Nahwu 1

BAB V

Kaana dan Saudara-Saudaranya & Inna dan Saudara-Saudaranya

Kaana dan saudara-saudaranya adalah fi’il yang memasuki mubtada’ dan khabar, lalu kaana
tersebut memarfu’kan mubtada’, sehingga disebut isim kaana, dan memanshubkan yang kedua
(khabar) sehingga disebut khabar kaana.

Contoh (baca dari kanan ke kiri):

(Allah adalah Maha Mengetahui) menjadi (Allah Maha Mengetahui)

(Muhammad menjadi (Muhammad itu seorang rasul)


adalah seorang rasul)

Perhatikanlah contoh di atas, yang sebelumnya mubtada’ dan khabar dalam keadaan
marfu’, namun setelah ditambahkan kaana, maka mubtada’ tetap marfu’, sedangkan khabar
menjadi manshub. Dengan demikian isim kaana (isim setelah kaana) tergolong ke dalam
marfuu’atul asma (isim-isim marfu’).

Adapun maksud “saudara-saudara kaana” adalah yang sama keadaannya seperti kaana,
yaitu memarfu’kan mubtada’ dan memanshubkan khabar. Saudara-saudara kaana itu adalah:

(senantiasa) (menjadi) (menjadi) (menjadi)

(senantiasa) (senantiasa) (bukan) (menjadi)

(senantiasa) (senantiasa) (senantiasa)

Contoh: (Zaid senantiasa alim)

57
Modul Nahwu 1
Isim kaana terbagi dua:

1. Zhaahir

Zhahir di sini maksudnya isim kaana tersebut sebagai isim zhahir; bukan isim dhamir.
Contoh:

(Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat)

(Ali adalah seorang yang faqih)

2. Dhamir

Dhamir di sini maksudnya isim kaana tersebut sebagai isim dhamir. Contoh:

(Kalian adalah sebaik-baik umat)

*************************

Inna dan saudara-saudaranya adalah huruf-huruf yang masuk kepada mubtada’ dan khabar, lalu ia
memanshubkan mubtada’ sehingga disebut isim inna, dan memarfu’kan khabar sehingga disebut
khabar kaana.

Contoh (baca dari kanan ke kiri):

(Sesungguhnya Umar menjadi (Umar seorang yang adil)


seorang yang adil)

(Sesungguhnya bapakmu menjadi (Bapakmu seorang dokter)


seorang dokter)

Kata yang diberi garis bawah itu adalah khabar inna, dan ia tergolong isim marfu’.

Adapun maksud “saudara-saudara inna” adalah yang sama keadaannya seperti inna, yaitu
menashabkan mubtada’ dan memarfu’kan khabar. Saudara-saudara inna itu adalah:

(tetapi) (seakan-akan) (bahwa)

58
Modul Nahwu 1

(mudah-mudahan) (andaikan)

Isim inna terbagi dua:

1. Zhahir

Zhahir di sini maksudnya isim inna tersebut sebagai isim zhahir; bukan isim dhamir.
Contoh:

(Sesungguhnya Allah Maha Mendengar)

2. Dhamir

Dhamir di sini maksudnya isim inna tersebut sebagai isim dhamir. Contoh:

(Sesungguhnya Dia Maha Mendengar)

**************************

LATIHAN

1. Berilah kata “Kaana” pada kalimat berikut!

2. Berilah kata “Inna” pada kalimat berikut!

59
Modul Nahwu 1

‫احلمد هلل الذي بنعمته تتم الصاحلات‬

Silahkan kunjungi karya tulis lain penulis di:


http://wawasankeislaman.blogspot.com

60
Modul Nahwu 1

1. Matn Al Aajurrumiyyah oleh Abu ‘Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Ash
Shinhajiy (yang dikenal dengan Ibnu Aajurruum).
2. Iidhaahul Muqaddimah al Aajurrumiyyah oleh Syaikh Shalih bin Muhammad bin Hasan Al
Asmuriy.
3. Al Muyassar fii ‘Ilmin Nahwi oleh Ustadz A. Zakarriya.
4. Qathrun Nada wa Ballush Shada oleh Jamaluddin Muhammad bin Yusuf bin Hisyam Al
Anshariy.
5. Mulakhkhash Qawaa’idil Lughatil ‘Arabiyyah oleh Fu’ad Ni’mah.
6. Al Hudud fii ‘Ilmin Nahwi oleh Ahmad Al Abdziy.
7. Dll.

61

Anda mungkin juga menyukai