Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas

terpenting perawat. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan oleh dokter

untuk mengobati klien yang memiliki masalah kesehatan, obat dapat

menimbulkan efek yang berbahaya, bila tidak tepat diberikan dalam hal ini

perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang

ditimbulkan.

Untuk mengetahui kerja suatu obat tertentu, perawat juga harus

memahami masalah kesehatan klien saat ini dan sebelumnya, untuk menentukan

apakah obat tertentu aman untuk diberikan pertimbangan ini penting dalam

pemberian obat yang tepat dan aman.

Perawat harus mengetahui karakteristik obat karena obat dapat digunakan

sebagai diagnosis, terapi, penyembuhan, penurunan dan pencegahan penyakit

(Potter dan Perry, 1999: 991).

Obat yang pertama kali digunakan adalah obat yang berasal dari tanaman

yang dikenal dengan obat tradisional atau disebut dengan jamu. Obat-obat nabati

ini digunakan dalam bentuk rebusan atau ekstrak dengan aktivitas yang sering kali

berbeda-beda, tergantung dari asal tanaman dan cara pembuatannya, hal ini

dianggap kurang memuaskan, maka lambat laun ahli-ahli kimia mulai mencoba

1
mengisolasikan zat-zat aktif yang terkandung dalam tanaman-tanaman, sehingga

menghasilkan serangkaian zat kimia.

Pada abad 20 mulailah dibuat sintetisnya, misalnya acetosal, pendobrakan

yang sesungguhnya baru mencapai dengan penemuan dan penggunaan obat-

obatan kemoterapeutik sulfanilamid (1935) dan penisilin (1940). Sejak tahun-

tahun 1941 ilmu-ilmu kimia, fisika dan kedokteran berkembang dengan pesat dan

hal ini menguntungkan sekali bagi penyelidikan yang sistematik dari obat-obat

baru.

Penemuan-penemuan baru menghasilkan kurang lebih 500 macam obat

setiap tahunnya, sehingga obat-obatan kuno semakin terdesak oleh obat-obat baru.

Kebanyakan obat-obat yang kini digunakan telah diketemukan sekitar 20 tahun

yang lalu (Dep Kes. RI, 1991: 4).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) juga mendukung pemanfaatan upaya

pengobatan tradisional dalam Primary Health Care (PHC) dalam rangka HFA By

The Year 2010 untuk meningkatkan derajat kesehatan.

Dalam pelaksanaan pemberian obat harus memperhatikan enam hal yang

benar dalam pemberian obat supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman,

seorang perawat harus melakukan “enam hal yang benar”yaitu klien yang benar,

obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, cara yang benar, dan

dokumentasi yang benar (Kee dan Hayes, 1996: 25). Karena pelaksanaan

pemberian obat yang tidak sesuai dengan 6 B cenderung menimbulkan kesalahan

2
dalam pemberian obat yang akan berakibat fatal buat klien contohnya klien dapat

keracunan obat karena kesalahan pemberian obat.

Perawat harus mengetahui karakteristik umum obat dalam setiap

golongan, setiap golongan obat memiliki implikasi keperawatan untuk pemberian

dan pemantauan yang tepat misalnya implikasi keperawatan yang berhubungan

dengan pemberian diuretik adalah memantau masukan dan haluaran cairan

menimbang berat badan klien setiap hari, mengkaji adanya udema pada jaringan

tubuh dan memantau perawat dalam memberikan perawatan yang aman dan

efektif (Potter dan Perry, 1999: 991).

Di Rumah Sakit Umum Woodward Palu jumlah pasien yang dirawat inap

dari Bulan April sampai Mei berjumlah 839 orang pasien dan yang mendapat obat

secara oral berjumlah ±790 orang (94,2%). Dari jumlah tersebut di atas pasien

dewasa berjumlah 675 orang (80,45%) dan pasien anak berjumlah 164 orang

(19,55%). Dengan demikian jumlah pasien yang mendapat obat secara oral masih

cukup banyak akan tetapi dalam pelaksanaannya belum dapat diketahuai apakah

dalam pemberian obat secara oral para perawat sudah melakukan tehnik

pemberian obat berdasarkan 6B.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang “Bagaimana Gambaran Penatalaksanaan Pemberian Obat Oral

Berdasarkan 6B Pada Pasien Rawat Inap Di RSU Woodward Palu Tahun 2007.

3
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

Bagaimana gambaran penatalaksanaan pemberian obat oral berdasarkan 6B pada

pasien rawat inap di RSU Woodward Palu tahun 2007?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran penatalaksanaan pemberian obat oral

berdasarkan 6B pada pasien rawat inap di RSU Woodward Palu.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan pemberian obat secara oral

berdasarkan obat yang benar pada pasien rawat inap di RSU Woodward

Palu.

b. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan pemberian obat secara oral

berdasarkan dosis yang benar pada pasien rawat inap di RSU Woodward

Palu.

c. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan pemberian obat secara oral

berdasarkan klien yang benar pada pasien rawat inap di RSU Woodward

Palu.

d. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan pemberian obat secara oral

berdasarkan cara yang benar pada pasien rawat inap di RSU Woodward

Palu.

4
e. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan pemberian obat secara oral

berdasarkan waktu yang benar pada pasien rawat inap di RSU Woodward

Palu.

f. Diketahuinya gambaran penatalaksanaan pemberian obat secara oral

berdasarkan dokumentasi yang benar pada pasien rawat inap di RSU

Woodward Palu

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini yaitu:

1. Bagi Institusi Rumah Sakit

Menjadi bahan masukan tentang penatalaksanaan obat pada pasien rawat inap.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan teori riset

keperawatan yang sudah di dapat di bangku kuliah.

3. Bagi Perawat

Sebagai masukan dalam penatalaksanaan pemberian obat oral secara benar

baik pada pasien rawat jalan maupun pada pasien rawat inap.

4. Bagi Peneliti Lain

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi atau data bagi

penelitian selanjutnya.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di RSU Woodward Palu pada bulan Juli 2007.

5
B A B II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Obat

1. Pengertian tentang obat

a. Obat adalah setiap substansi yang dapat mempengaruhi fungsi normal

tubuh pada tingkat sel (Tambayong, 2002:1).

b. Obat didefinisikan sebagai suatu substansi atau bahan yang digunakan

untuk mendiagnosa, menyembuhkan/mengatasi, membebaskan atau

mencegah penyakit (Priharjo, 1994: 3).

c. Definisi obat adalah suatu yang digunakan untuk mendiagnosa,

pengobatan pelunakan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada

manusia atau pada hewan (Anief, 1995: 4).

2. Tujuan pemberian obat (Depkes RI, 1991:5)

a. Untuk menyembuhkan penyakit

b. Untuk mencegah penyakit

c. Untuk mengurangi rasa sakit

d. Untuk menghambat perkembangan penyakit

e. Untuk menambah kekuatan

f. Untuk menambah nafsu makan

3. Jenis-jenis cara pemberian obat (Potter-Patricia, 2005: 1005).

a. Pemberian peroral

6
Cara oral adalah cara yang paling mudah dan paling umum digunakan

adalah obat melalui mulut dan ditelan.

1) Pemberian sublingual

Obat yang ditaruh di bawah lidah dan tidak boleh ditelan, kemudian

larut dan mudah diabsorpsi

2) Pemberian bukal

Dengan menempatkan obat padat di membran mukosa pipi sampai

obat Larut.

b. Cara parenteral

Memberi obat dengan menginjeksinya di dalam tubuh,

pemberian parenteral meliputi empat tipe utama injeksi sebagai berikut :

1) Subcutan (SC), injeksi kedalam jaringan tepat dibawah lapisan dermis

kulit.

2) Intradermal (ID), injeksi ke dalam dermis tepat di bawah dermis.

3) Intramuskular (IM), injeksi ke dalam dermis tepat di bawah epidermis.

4) Intravena (IV), Suntikan ke dalam vena.

Berikut ini pemberian obat yang canggih dimana perawat memiliki

tanggung jawab khusus:

1) Epidural, obat diberikan di dalam ruang epidural via kateter yang telah

dipasang perawat anastesi atau ahli anastesi.

7
2) Intrafekal, obat intrafekal diberikan melalui sebuah kateter yang telah

dipasang ke dalam ruang subaraknoid atau ke dalam salah satu

ventrikel otak.

3) Intraoseosa, metode pemberian obat ini dilakukan dengan memasukan

obat langsung ke dalam sum-sum tulang.

4) Intra peritoneal, obat yang diberikan kedalam rongga peritoneum.

5) Intra pleura, obat yang diberikan melalui dinding dada dan

langsung ke dalam pleura.

6) Intraarteri, pada metode ini obat langsung dimasukan ke dalam arteri.

c. Pemberian topikal

Obat diberikan melalui kulit dan membran mukosa, dengan cara

ini, obat biasanya diabsorpsi lebih cepat. Perawat menggunakan metode di

bawah ini dalam pemberian obat pada pemberian mukosa:

1) Pemberian cairan secara langsung (contoh, meminta

klien berkumur, mengusap tenggorokan).

2) Insersi obat kedalam rongga tubuh (contoh,

menempatkan supositoria dalam rectum atau vagina dengan atau

menginsersi obat pada paket vagina).

3) Instilasi (pemasukan lambat) cairan kedalam rongga

tubuh (contoh, memasukan tetes telinga, tetes hidung, dan memasukan

cairan kedalam kandung kemih dan rectum).

8
4) Irigasi, (mencuci bersih) rongga tubuh (contoh,

membilas mata, telinga, vagina, kandung kemih, atau rectum dengan

obat cair

5) Penyemprotan contoh, memasukan obat ke dalam

hidung dan tenggorokan.

d. Pemberian inhalasi (Potter-Patricia, 2005: 1005).

Saluran nafas bagian dalam memungkinkan area permukaan yang

luas untuk diabsorpsi obat-obat dapat diberikan melalui pasase nasal,

pasase oral, atau selang yang dipasang ke dalam trakhea inhalasi dapat

menimbulkan efek lokal obat, seperti oksigen dan anastesi umum

1) Inhalasi nasal

Obat diinhalasi melalui hidung menggunakan sebuah alat yang

menghantar obat.

2) Inhalasi oral paling sering digunakan untuk menghantar obat kedalam

sel target atau organisme di parenkim paru,obat selalu dihantar oleh

alat yang dipegang ditangan klien.

3) Pemberian melalui endotrakeal atau trakea

Dalam situasi kedaruratan, jika klien tidak terpasang selang intravena,

beberapa obat dimulut dapat diberikan melalui selang yang telah

ditempatkan ke dalam trakea klien.

9
4) Intraokuler

Pemberian obat intraokuler dilakukan dengan menginsersi obat

berbentuk cakram, yang mirip sebuah lensa kontak, ke dalam mata

klien.

4. Pemberian obat secara oral

Untuk banyak hal cara pemberian obat kepada klien yang paling

menyenangkan adalah melalui mulut, pil, kapsul, tablet dan lainnya mudah

diberikan dengan cara ini dan untungnya banyak sekali obat-obat yang dapat

diserap dan berefek apabila diberikan dengan cara ini. Meskipun beberapa zat

mungkin akan diserap oleh selaput lendir mulut (seperti gliseril trinitat) atau

oleh lambung (alkohol), tetapi kebanyakan obat seperti barbiturat, aspirin dan

digitalis akan diserap melalui usus halus. Meskipun banyak obat yang diserap

baik oleh usus, ada beberapa pembatasan terhadap penyerapan ini yang

disebabkan oleh struktur kimia obat.

Pertama, beberapa zat tidak diserap sama sekali atau hanya diserap

dalam jumlah yang terbatas. Hal ini biasanya disebabkan karena obat-obat

tersebut tidak dapat melewati sel-sel selaput lendir untuk dapat mencapai

aliran darah.

Kedua, beberapa obat sangat merangsang lambung dan usus, dan

menyebabkan klien muntah. Aspirin merupakan suatu contoh terkenal.

Demikian juga Para Amino Salisilat (PAS) yang digunakan untuk pengobatan

10
tuberkolosis, dan beberapa garam yang digunakan di daerah tropis untuk

pengobatan skistosomiasis, ternyata sangat merangsang sehingga tidak dapat

diberikan melalui mulut.

Ketiga, beberapa bahan yang akan dihancurkan dalam lambung dan

dalam usus, dan oleh karena itu tidak dapat diserap. Sebagai contoh,

benzilpemicilin, akan dihancurkan oleh keasaman cairan lambung, dan semua

jenis protein dan peptida seperti oksitosin (syntocinon), insulin dan

kebanyakan vaksin dihancurkan oleh enzim-enzim pencernaan.

Akhirnya, apabila semua sudah diserap oleh usus, zat-zat akan

memasuki sirkulasi portal dan menuju ke hati, dimana zat itu mungkin

diinaktifkan oleh metabolisme. Sebagai tambahan, klien dapat diberikan suatu

perlindungan terhadap rangsangan obat dengan memberikan obat segera

setelah makan, sehingga obat tercampur dengan isi lambung

(Priharjo,1997:3).

Penggunaan obat melalui oral bertujuan terutama untuk mendapatkan

efek sistematik, yaitu obat beredar melalui pembuluh darah keseluruh tubuh,

tetapi untuk obat cacing dikehendaki efek total yaitu di usus untuk membunuh

cacing.

Penggunaan obat melalui oral adalah yang paling menyenangkan,

paling murah, paling aman, kerugian beberapa obat akan mengalami

kerusakan oleh cairan lambung atau usus. Pada keadaan muntah-muntah, atau

11
dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat rute oral tidak

memungkinkan.

Kecepatan absorpsi obat oral tergantung ketersediaan obat terhadap

cairan biologik yang disebut ketersediaan hayati (bioavailability) ketersediaan

hayati adalah prosentase obat yang diabsorpsi tubuh dari suatu dosis yang

diberikan dan tersedia untuk memberi efek terapetiknya. Urutan berkurangnya

ketersediaan hayati dari bentuk obat-obat ialah: larutan, suspensi oral, capsule,

tablet, tablet bersalut.

Pemberian obat secara oral merupakan cara yang paling banyak

dipakai, karena ini merupakan cara yang paling murah, mudah, aman dan

nyaman bagi klien. Berbagai bentuk obat dapat diberikan secara oral baik

dalam bentuk tablet, sirup, kapsul, puyer. Untuk membantu absorpsi, maka

pemberian obat peroral dapat disertai dengan pemberian setengah gelas air

atau cairan yang lain.

Kelemahan dari pemberian obat peroral adalah pada aksinya yang

lambat sehingga cara ini tidak dapat dipakai pada keadaan gawat. Obat yang

diberikan peroral biasanya membutuhkan waktu 30 sampai 40 menit sebelum

diabsorpsi dan efeknya dicapai setelah 1 sampai dengan 1½ jam. Rasa dan bau

obat yang tidak enak sering mengganggu klien. Cara peroral tidak dapat

diberikan pada klien yang mengalami mual, muntah, semi koma, klien yang

akan menjalani pengisapan cairan lambung serta klien yang mengalami

gangguan menelan.

12
Beberapa jenis obat yang dapat mengakibatkan iritasi lambung dan

menyebabkan muntah (misalnya garam besi dan salisilat) untuk mencegah hal

ini. obat dipersiapkan dalam bentuk kapsul dan tetap utuh dalam suasana asam

dilambung, tetapi menjadi hancur pada suasana netral atau basah di usus.

Dalam memberikan obat jenis ini, bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat

tidak boleh dikunyah, dan klien diberitahu untuk tidak minum antasida atau

susu sekurang-kurang 1 jam setelah minum obat.

Apabila obat dikemas dalam bentuk sirup maka pemberian harus

dilakukan dengan cara yang paling nyaman khususnya untuk obat yang pahit

atau rasanya tidak enak. Klien dapat diberi minuman dingin (es) sebelum

minum sirop tersebut sesudah minum sirop klien dapat diberi minum, pencuci

mulut atau kembang gula (Priharjo, 1995: 48).

5. Bentuk obat padat untuk pemakaian oral

a. Tablet

b. Kapsul

c. Pil

d. Serbuk

1) Macam-macam tablet (Anief, 2002:24).

a) Tablet kempa.

b) Tablet kunyah, tablet besar yang tidak ditelan tetapi dikunyah

contoh tablet antasid.

c) Tablet salut

13
Macam salut dapat:

(1) Salut gula dibuat dengan larutan gula.

(2) Salut tekan dibuat dengan mesin.

(3) Salut film dibuat dengan salut polimer.

(4) Salut enterik salut yang dapat tahan

terhadap asam lambung. Dan tablet hanya dapat hancur di usus,

tablet salut dibuat dari asam ftalat, resin dan asam stearat.

Penyalutan dimaksudkan agar:

(1) Menghilangkan rasa tidak enak seperti pahit dan sebagainya

dan ini dilakukan penyalutan dengan gula.

(2) Menaikkan stabilitas obat terhadap uap air, cahaya, ini

dilakukan penyalutan dengan gula, selulose dan lainnya.

(3) Supaya tablet terlihat lebih baik dan menarik karena diberi

warna macam dan mengikat.

(4) Salut enterik dimaksudkan untuk menghindari iritasi pada

lambung atau pengrusakan obat oleh asam lambung dan

dikehendaki obat bekerja di usus.

d) Tablet efervesen, yang pada penggunaannya tablet dilarutkan dulu

dalam segelas air akan keluar gas CO2 dan tablet akan pecah dan

larut. Larutan ini apabila diminum seperti minum limun karena

mengandung rasa sirop dan segar karena ada gasnya CO2. Sebagai

14
contohnya adalah tablet kalsium D. Redoxon dikenal sebagai

C.D.R.

2) Macam-macam kapsul

a) Kapsul gelatin keras, terdiri dasar sebagai wadah obat dan

tutupnya. Bentuknya keras, sehingga banyak orang menyangka

kaca yang tidak dapat hancur. Tetapi bila kapsul ini kena air akan

mudah lunak dan hancur.

b) Kapsul gelatin lunak, tertutup dari pabrik dan obatnya sudah dari

dulu diisi di pabrik. Agar menarik kapsul ini diberi warna-warni.

3) Macam-macam serbuk

a) Serbuk terbagi, bentuk serbuk ini berupa bungkusan serbuk dalam

kertas perkamen atau dalam kantong-kantong plastik kecil, tiap

bungkus merupakan 1 dosis.

b) Serbuk tak terbagi, serbuk dalam jumlah yang banyak ditempatkan

dalam dos, botol mulut lebar. Sebagai contoh bedak.

c) Serbuk efervesen, serbuk yang granul kecil yang mengandung

asam sitrat dan natrium karbohidrat. Cara penggunaannya

dilarutkan dulu dengan segelas air, terjadi reaksi antara asam dan

natrium dengan mengeluarkan CO2 dan akan menimbulkan rasa

seperti limun.

15
5. Bentuk sediaan obat oral yang berefek panjang.

Efek pengobatan secara dosis tunggal dan diperpanjang, bentuk obat sendiri

dapat dimodifikasi untuk memperoleh efek yang panjang. Ada tipe-tipe

bentuk sediaan obat oral yang bersifat berefek panjang:

a. Pelepasan terus menerus.

b. Aksi ulang.

c. Aksi diperpanjang.

Beda ketiganya ialah dalam pelepasan dan absorpsi obatnya hingga

tercapai konsentrasi obat untuk terapi yang tetap dalam waktu yang lama.

1) Bentuk pelepasan terus menerus

Konsentrasi terapi obat diperoleh pada kecepatan yang sama seperti

pada dosis tunggal dan selanjutnya dijaga levelnya supaya tetap untuk

periode yang lama.

2) Bentuk aksi diperpanjang

Konsentrasi terapi obat mungkin lebih rendah dari pada yang diperoleh

dengan bentuk obat biasa, selanjutnya tambahan obat diatur

sedemikian, hingga ada ketersediaan obat untuk diabsorpsi, bila obat

yang ada di dalam badan yang mengalami metabolisme atau dieskresi.

3) Bentuk aksi ulang

Memberi pengobatan seperti pada dosis tunggal pada waktu digunakan

dan selanjutnya dosis tunggal lain pada waktu berikutnya.

16
Metode yang banyak dipakai untuk membuat aksi panjang

ialah dalam kapsul atau tablet yang mengandung campuran butir atau

manik yang telah dibuat dengan macam-macam ketebalan salut dan

ada yang tanpa salut yang mempunyai resistensi relatif terhadap cairan

gastrointestinal.

d. Nama-nama bentuk tablet aksi panjang yang sering digunakan ialah:

1) Rapetab misalkan polaramin repetab (anti histamin).

2) Timespan merupakan ronicol timespan (vasodilasi).

3) Retard misalkan bellergal retard (analgetik).

4) Sedangkan kapsul disebut spansul.

6. Macam bentuk obat cair untuk pemakaian oral (Priharjo, 1995:7).

a. Larutan, merupakan suatu larutan obat, sebagai pelarut adalah air atau

ditambah zat cair lainnya seperti sedikit gliserin, alkohol dan sebagainya.

b. Eliksir adalah suatu larutan alkoholis dan diberi pemanis mengandung

obat dan diberi bahan pembantu. Sebagai pelarut adalah gliserin, sirup

atau larutan surbitol.

c. Sirup adalah suatu larutan obat dalam larutan gula yang jenuh biasanya

diberi esen.

d. Emulsi adalah suatu campuran dua zat cair yang tidak mau campur,

biasanya minyak dan air, dimana zat cair yang satu dispersi dalam zat cair

yang lain dengan bantuan emulgator. Contoh: Emulsi olei lecoris tropical

(lotion) dan injeksi.

17
e. Suspensi oral adalah suatu campuran obat berupa zat padat. Terbagi halus

yang terdispersi di dalam medium cairan. Biasanya cairan yang dipakai

adalah air, dan harus digosok dulu sebelum digunakan. Bentuk suspensi

oral dapat berupa: suspensi oral mixtura, magma dan gel

(Anief, 2002: 24).

7. Faktor yang memodifikasi aksi obat (Priharjo, 1995:7).

a. Berat badan

Dosis orang yang kurang beratnya adalah lebih kecil atau ditentukan

dalam mg/Kg berat badan.

b. Umur

Ada beberapa hal yang mempengaruhi Absorpsi, Distribusi, Metabolisme,

Eskresi (ADME) pada bayi yang baru lahir:

1) Beberapa sistem enzim pada bayi belum berkembang sempurna,

metabolisme obat dalam saluran pencernaan, fungsi hati dan ginjal

baru berkembang setelah 1 bulan, akibatnya:

a) Absorpsi obat berjalan lambat.

b) Timbul retensi obat di dalam badan.

2) Fungsi ginjal belum sepenuhnya berkembang.

3) Prosentasi air badan total dari berat badan total lebih besar

dibandingkan pada anak yang lebih tua. Oleh karena itu volume

distribusi obat pada bayi lebih besar dari pada anak yang lebih tua.

18
Pada klien geriatri perlu diperhatikan tentang umur biologik klien dan

perubahan aksi obat karena hal tersebut disebabkan oleh:

a) Kecepatan filtrasi glomerulli dan sekresi tubuh akan berkurang

pada orang tua dan juga kecepataan metabolisme obat.

b) Kemampuan mengakomodasi untuk penstabilan homeostasis

menurun.

4) Jenis kelamin

Wanita lebih peka terhadap efek katartik tertentu dari pada pria.

Respon terhadap folbunamide oleh wanita lebih baik dari pada laki-

laki.

5) Kondisi patologik klien

a) Penderita hipokalemia lebih peka terhadap digitalis dibanding

klien yang keadaan darah kaliumnya normal.

b) Penderita hipertiroid memerlukan dosis luminal yang lebih tinggi

untuk memperoleh efek peredaran dari pada orang normal.

c) Penderita lebih peka terhadap obat.

6) Idiosinkrasi

Merupakan respon abnormal yang sukar dijelaskan.

8. Mekanisme obat dalam tubuh

Pada umumnya setiap obat yang masuk ke dalam tubuh, akan mengalami

empat proses yaitu: 1 absorpsi, proses memasuki sirkulasi cairan tubuh, 2

distribusi, proses obat diangkut ke area tubuh dimana obat diharapkan

19
bereaksi atau disimpan di dalam tubuh, 3 biofransformasi, proses dimana obat

diubah menjadi bentuk kurang aktif, 4 ekskresi, proses dimana obat

dikeluarkan dari tubuh (Priharjo, 1995: 7).

9. Efek obat (Anief, 2002:42)

Umumnya obat mempunyai efek atau aksi lebih dari satu, maka itu efek dapat

berupa:

a. Efek terapi: efek atau aksi yang merupakan satu-satunya pada letak

primer. Ada tiga macam pengobatan terapi, yaitu:

1) Terapi kausal, ialah obat yang memindahkan penyebab penyakit.

2) Terapi simtomatik, ialah obat yang menghilangkan atau meringankan

gejala penyakit.

3) Terapi substitusi, ialah obat yang menggantikan zat yang lazim dibuat

oleh orang yang sakit.

b. Efek samping, ialah efek obat yang tidak diinginkan untuk tujuan efek

terapi dan tidak ikut pada kegunaan terapi.

c. Efek tiratogen, ialah efek obat pada dosis terapeutik/ibu mengakibatkan

cacat janin, misalnya fotomelia (kaki dan tangan bayi seperti kepunyaan

anjing laut.

d. Efek toksis, ialah aksi tambahan dari obat yang lebih berat dibanding efek

samping dan merupakan efek yang tidak diinginkan. Tergantung besarnya

dosis obat dapat diperoleh efek terapi atau efek teksis.

20
e. Indiosinkrasi, ialah efek suatu obat yang secara kualitatif berlainan sekali

dengan efek terapi normal.

f. Fotosensitasi, ialah efek kepekaan yang berlebihan terhadap cahaya yang

timbul akibat penggunaan obat. Contoh ialah akibat penggunaan

binthionol sebagai antiseptika lokal (Anief, 2000: 3).

10. Peran parawat dalam pengobatan

a. Peran perawat (Priharjo, 1995: 15)

Peran dan tanggung jawab perawat dalam pemberian obat

mengalami perubahan seiring dengan perubahan keperawatan dan sistem

pelanyanan kesehatan dalam menangani tuntutan masyarakat terhadap

pelanyanan kesehatan dan tuntutan teknologi.

Di beberapa rumah sakit perawat dapat memberikan obat secara

langsung pada keadaan tertentu misalnya kondisi gawat, sementara

keterlibatan ahli farmasi dalam pemberian obat secara langsung juga

meningkat. Bagaimanapun peran perawat dalam memberikan obat,

perawat harus mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang memadai

dalam upaya memberi asuhan keperawatan yang bermutu. Pemberian obat

tidak boleh dipandang secara terpisah dari pasien dan ini harus dikaitkan

dengan rencana keperawatan.

Perawat mempunyai peran dalam melakukan pengkajian secara

berkelanjutan, untuk ini perawat harus mempunyai pengetahuan yang

memadai tentang farmakologi obat yang diberikan kepada pasien sehingga

21
dapat mengobservasi keefektifitasan obat dan mendeteksi adanya

kemungkinan toksisitas. Pengetahuan tentang farmakologi yang harus

diketahui perawat cukup bervariasi, antara lain tentang dosis, reaksi obat,

mekanisme tubuh, efek obat, efek samping obat, cara pemberian, interaksi

obat dengan bahan yang lain, makna pemberian obat, serta perilaku dan

persepsi klien dalam menerima terapi obat.

Untuk menentukan seberapa jauh perawat terlibat dalam

pemberian obat, maka perawat harus bersikap sesuai dengan profesi dan

standar praktek keperawatan. Perawat harus pula dapat mengukur sejauh

mana pengetahuan atau pemahamannya tentang pengobatan.

Pada dasarnya, perawat mempunyai beberapa jenis peran bila

dilihat dari batas kewenanganya. Peran independen merupakan peran di

mana perawat secara legal dapat melakukan tindakan secara mandiri

terhadap diagnosa keperawatan tertentu. Peran dependen merupakan peran

di mana perawat tergantung pada profesi lain dalam melakukan tindakan

terhadap masalah kesehatan. Sedangkan peran interdependen (kolaborasi)

merupakan peran di mana perawat melakukan tindakan terhadap masalah

kesehatan yang memerlukan penanganan bersama.

Segala tindakan yang menyangkut pengobatan pada prinsipnya

merupakan wewenang dokter, dalam hal ini perawat mempunyai peranan

dependen. Pada keadaan-keadaan tertentu misalnya saat terjadi masalah

darurat maka secara kolaborasi perawat dapat melakukan tindakan untuk

22
menyelamatkan nyawa klien. Perawat secara independen dapat pula

memberikan obat khususnya obat-obat yang berfungsi untuk mencegah

suatu masalah kesehatan misalnya pemberian vaksin/imunisasi dan oralit

pada kasus diare.

b. Peran perawat dalam mendukung keefektifitasan obat

Dengan memiliki pengetahuan yang memadai tentang daya kerja

dan efek terapeutik obat, perawat harus mampu melakukan observasi

untuk mengevaluasi efek obat dan harus melakukan upaya untuk

meningkatkan keefektifitasan obat. Pemberian obat tidak boleh dipandang

sebagai pengganti perawatan, karena upaya kesehatan tidak dapat

terlaksana dengan pemberian obat saja. Pemberian obat harus dikaitkan

dengan tindakan perawatan (Priharjo, 1995: 17).

Ada berbagai pendekatan yang dapat dipakai dalam mengevaluasi

keefektifitasan obat yang diberikan pada klien. Namun, laporan langsung

yang disampaikan oleh klien dapat digunakan pada berbagai keadaan.

Sehingga, perawat penting untuk bertanya langsung kepada klien tentang

keefektifisan obat yang diberikan.

c. Peran perawat dalam mengobservasi efek samping obat dan alergi obat

Perawat mempunyai peran yang terpenting dalam mengobservasi

pasien terhadap kemungkinan terjadinya efek samping obat. Untuk

melakukan hal ini, perawat harus mengetahui obat yang diberikan kepada

klien serta kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Beberapa efek

23
samping obat khususnya yang menimbulkan keracunan memerlukan

tindakan segera misalnya dengan memberikan obat-obat emergency,

menghentikan obat yang diberikan dan secepatnya memberitahu dokter

(Priharjo, 1995: 17).

d. Peran perawat dalam penyimpanan, menyiapkan dan administrasi obat

Cara penyimpanan, menyiapkan dan administrasi obat sangat

bervariasi antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lain. Perawat harus

tahu tata cara penyimpanan obat yang benar karena penyimpanan salah

dapat merusak struktur kimia maupun efek obat. pada umumnya, obat

tidak boleh kena sinar matahari langsung, kena cahaya yang tajam,

disimpan di tempat yang lembab atau disimpan pada tempat yang bersuhu

ekstrim. Suhu dapat dikatakan ekstrim apabila suhu mencapai di atas 40 oc.

Suhu sejuk berkisar antara 8 oc dan 15 oc, suhu kamar berkisar antara 15 oc

dan 30 oc sedangkan suhu dingin adalah di bawah 8 oc. Dalam

mempersiapkan obat, perawat harus memeriksa tanda kadaluwarsa obat,

cara penggunaan dan pemberiannya. Perawat juga harus mengusai dasar-

dasar perhitungan obat. sistem administrasi obat-obatan cukup bervariasi

pada setiap institusi pelayanan kesehatan baik Rumah Sakit maupun

Puskesmas (Priharjo, 1995: 18).

e. Peran perawat dalam melakukan pendidikan kesehatan tentang obat

Perawat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan pendidikan

kesehatan pada klien, keluarga dan masyarakat luas. Hal ini termasuk

24
pendidikan yang berkaitan dengan obat. Perawat dapat memberikan

penyuluhan tentang manfaat obat secara umum, sedangkan informasi yang

lebih terperinci bukan merupakan tanggung jawab perawat tetapi tanggung

jawab dokter (Priharjo, 1995: 19).

B. Penatalaksanaan Pemberian Obat (Kee dan Hayes, 1996: 25-28)

Enam hal yang benar dalam pemberian obat supaya dapat tercapainya

pemberian obat yang aman, seorang perawat harus melakukan “enam hal yang

benar”: klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar,

rute yang benar, dan dokumentasi yang benar. Pada waktu lampau hanya ada lima

hal yang benar pemberian obat, ada hal keenam yang dimasukkan, yaitu

dokumentasi.

1. Klien yang benar

Dapat dipastikan dengan memeriksa gelang identifikasi klien, dan

meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan menjawab

dengan nama yang sembarang atau tidak dapat berespons, maka gelang

identifikasi harus diperiksa pada setiap klien setiap kali pengobatan diberikan.

Pada keadaan dimana identifikasi hilang, perawat harus memastikan identitas

klien sebelum setiap obat diberikan.

Implikasi:

a. Memastikan klien dengan menanyakan nama klien dan memeriksa gelang

identifikasi pada bayi.

b. Membedakan klien dengan nama belakang yang sama.

25
Dalam keadaan-keadaan dimana klien tidak memakai gelang

identifikasi (sekolah, kecelakaan kerja, atau klinik berobat jalan) perawat juga

bertanggung jawab untuk secara tepat pada setiap orang pada saat

memberikan pengobatan.

2. Obat yang benar

Berarti klien menerima obat yang telah diresepkan. Perintah

pengobatan mungkin diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi, pediatrik,

atau pemberian asuhan kesehatan yang dimiliki izin untuk memerintahkan

pengobatan. Resep dapat ditulis pada buku resep dan diisi oleh Ahli Farmasi

di toko obat atau apotik rumah sakit. Bagi klien yang tinggal di rumah sakit,

perintah pengobatan ditulis “lembar instruksi dokter” dan ditanda tangani oleh

orang yang berwenang. Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus

ditanda tangani oleh dokter yang menelepon dalam waktu 24 jam. Perawat

harus tunduk dengan peraturan institusi mengenai perintah melalui telepon.

Komponen dari perintah pengobatan adalah:

a. Tanggal dan saat perintah ditulis.

b. Nama obat.

c. Dosis obat.

d. Rute pemberian.

e. Frekuensi pemberian.

f. Tanda tangan dokter atau pemberi asuhan perawatan.

26
Meskipun menjadi tanggung jawab seorang perawat untuk mengikuti

perintah yang tepat, tetapi jika salah satu komponen tidak ada, perintah

pengobatan tidak lengkap maka obat tidak boleh diberikan. Harus diperoleh

perintah yang jelas, dan biasanya dengan menghubungi dokter atau pemberi

asuhan kesehatan.

Berikut adalah sebuah contoh dari perintah pengobatan dan interpretasinya.

6/4/93 10:10 Lasix 40 mg.

(tanda tangan).

(berikan 40 mg lasix per oral setiap hari).

Untuk menghindari kesalahan, label obat harus dibaca tiga kali:

a. Pada saat melihat botol atau kemasan obat

b. Sebelum menuang obat.

c. Setelah menuang obat.

Perawat harus menyadari obat-obat tertentu mempunyai nama dan

bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip sehingga penting sekali membaca

label secara seksama.

Implikasi dalam perawatan mencakup

a. Periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah. Jika perintah tidak

lengkap atau tidak sah, beritahu perawat atau dokter yang bertanggung

jawab.

b. Ketahui alasan mengapa klien menerima obat tersebut.

c. Periksa label sebanyak tiga (3) kali sebelum memberikan obat.

27
d. Ada empat kategori perintah pemberian obat

1) Perintah tetap (Standing order).

2) Perintah satu kali (Single order).

3) Perintah PRN (Pro Re Nata = Jika perlu).

4) Perintah STAT (Statim = Segera).

3. Dosis yang benar

Adalah dosis yang diresepkan untuk klien tertentu. Dalam kebanyakan

kasus, dosis diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang

bersangkutan. Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat,

dengan mempertimbangkan variabel berikut: tersedianya obat dan dosis yang

diresepkan (diminta). Dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus

dipertimbangkan, seperti 3 mg/kg/hari.

Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar

pengetahuan mengenai resiko dan proporsi. Penghitungan obat harus di

hitung. Jika didapatkan hasil sebagian dari dosis atau dosis dalam jumlah yang

sangat besar.

Metode obat stok dan metode dosis unit adalah 2 metode yang sering

dipakai dalam metode dosis unit obat-obatan secara terpisah dibungkus dan

dilabel untuk dosis tunggal. Metode unit kini populer dipakai dalam banyak

institusi. Dengan memakai dosis unit maka tidak terjadi lagi kesalahan dosis

obat.

28
Implikasi dalam perawatan termasuk:

Hitungan obat dosis dengan benar, jika ragu-ragu dosis harus dihitung lagi

dan diperiksa oleh perawat lain. Dalam banyak institusi, perawatan pertama

yang memberikan obat tertentu pada seorang klien harus menghitung dosis

dan membubuhkan tanda tangan pada kolom tanda tangan perawat jika

parameter telah ditentukan.

4. Waktu yang benar

Adalah saat dimana obat diresepkan harus diberikan. Dosis harian

diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti dua kali sehari, tiga kali

sehari, empat kali sehari, sehingga kadar obat dalam plasma dapat

dipertahankan. Jika obat mempunyai waktu paruh (±½) yang panjang, obat

diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu pendek diberikan beberapa

kali sehari pada selang waktu yang tertentu. Beberapa obat diberikan sebelum

makan, dan lainnya diberikan sebelum makan atau bersama makanan.

Implikasi dalam perawatan termasuk:

a. Berikan obat pada saat yang khusus. Obat-obat diberikan setengah jam

atau sebelum atau sesudah waktu yang tertulis dalam resep.

b. Berikan obat-obat yang terpengaruh oleh makanan, seperti tetrasiklin,

sebelum makan.

c. Berikan obat-obat, seperti kalium dan aspirin, yang dapat mengiritasi perut

(mukosa lambung) bersama-sama dengan makanan.

29
d. Adalah tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah

dijadualkan untuk memeriksa diagnostik, seperti endoskopi, tes darah

puasa, yang merupakan kontra indikasi pemberian obat.

e. Periksa tanggal kadaluarsa, jika telah melewati tanggalnya, buang atau

kembalikan ke apotik (tergantung peraturan).

f. Antibiotik harus diberikan dalam selang waktu yang sama (misalnya,

setiap 8 jam) sepanjang 24 jam untuk menjaga kadar darah terapeutik.

5. cara yang benar

Perlu untuk absorpsi tepat dan memadai. cara yang lebih sering dari

absorpsi adalah oral (melalui mulut): cairan, suspensi, pil, tablet atau kapsul;

sublingual (di bawah lidah untuk absorpsi vena), bukan antara gusi dan pipi,

tropikal (dipakai pada kulit), inhalasi (semprot aerosol), instilasi (pada hidung,

mata, telinga, rectum, atau vagine), dan evopat rute parenteral: indermal,

subkutan, intramuskular, dan intravena.

Implikasi dalam perawatan termasuk:

a. Nilai kemampuan klien untuk menelan sebelum memberikan obat-obat

peroral.

b. Pergunakan tehnik aseptik sewaktu memberikan obat. Tehnik steril

dibutuhkan dalam cara parenteral.

c. Berikan obat-obat pada tempat yang sesuai.

d. Tetaplah bersama klien sampai obat-obat oral telah ditelan.

30
6. Dokumentasi yang benar

Membutuhkan tindakan segera dari seorang perawat untuk mencatat

informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan. Ini meliputi nama

obat, dosis, cara. (tempat suntikan jika perlu), waktu dan tanggal, dan inisial

atau tanda tangan perawat. Respons klien perlu dicatat untuk beberapa macam

obat, seperti narkotik Bagaimana efektifitasnya dalam menghilangkan nyeri

atau (2) analgesik nonarkotik, (3) sedativa, (4) antiemetik dan/atau (5) reaksi

yang tidak diharapkan terhadap pengobatan, seperti iritasi gastrointestinal,

atau tanda-tanda kepekaan kulit. Penundaan dalam mencatat dapat

mengakibatkan lupa untuk mencatat pengobatan atau perawat lain

memberikan obat itu kembali karena ia berpikir, obat belum diberikan.

Dua hak tambahan klien juga dapat ditambahkan: hak untuk klien

mengetahui pemberian obat dan hak klien untuk menggunakan sebuah obat.

a. Mengetahui nama, kerja obat, tujuan, dan efek potensial yang tidak

diinginkan

b. Menolak sebuah obat, tanpa memperhatikan konsekuensinya

c. Meminta perawat atau dokter berkualitas untuk mengkaji riwayat obat,

termasuk alergi

d. Mendapat nasihat yang benar berkenaan dangan sifat suatu terapi obat

yang pernah muncul dan memberi persetujuan untuk penggunaannya.

e. Menerima obat yang dilabel dengan aman tanpa tanpa merasa tidak

nyaman sesuai dengan prinsip ”Enam benar “ pemberian obat.

31
f. Menerima terapi pendukung yang dilakukan dengan terapi obat yang

dijalani.

g. Tidak menerima obat yang tidak perlu.

32
B A B III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Pada penelitian ini, ada beberapa variabel yang akan diteliti yaitu klien

benar, obat benar, dosis benar, waktu benar, cara benar dan dokumentasi benar

dalam penatalaksanaan pemberian obat secara oral.

Untuk lebih jelasnya, kerangka konsep tersebut dibuat dalam skema

sebagaimana gambar dibawah ini.

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

Pemberian Obat
 Klien benar
 Obat benar
 Dosis Benar Penatalaksanaan Pemberian
 Waktu benar Obat Secara Oral
 Cara benar
 Dokumentasi Benar

B. Definisi Operasional

1. Klien Benar

Definisi : Pengontrolan atau pengecekan yang dilakukan oleh perawat

terhadap klien dalam pemberian obat oral untuk menentukan

atau memastikan klien yang benar.

Alat Ukur : Kuesioner

33
Cara Ukur : Observasi

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 0 = Tidak baik (bila skor < median)

1 = Baik (bila skor ≥ median)

2. Obat Benar

Definisi : Pengontrolan atau pengecekan yang dilakukan oleh perawat

untuk ketepatan dalam pemberian obat oral yang benar sesuai

dengan yang dibutuhkan klien.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Observasi

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 0 = Tidak baik (bila skor < median)

1 = Baik (bila skor ≥ median)

3. Dosis Benar

Definisi : Pengontrolan atau pengecekan yang dilakukan oleh perawat

untuk memastikan dosis yang benar sesuai dengan yang

dibutuhkan klien.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Observasi

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 0 = Tidak baik (bila skor < median)

1 = Baik (bila skor ≥ median)

34
4. Waktu Benar

Definisi : Waktu pemberian obat oral yang dilakukan oleh perawat

kepada klien sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Observasi

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 0 = Tidak baik (bila skor < median)

1 = Baik (bila skor ≥ median)

5. Cara benar

Definisi : Pemberian obat oral yang diberikan oleh perawat sesuai

dengan cara yang benar.

Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Observasi

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 0 = Tidak baik (bila skor < median)

1 = Baik (bila skor ≥ median)

6. Dokumentasi Benar

Definisi : Pencatatan yang dilakukan oleh perawat setelah pemberian

obat oral yang dicatat dalam dokumentasi keperawatan

dengan benar yang meliputi nama obat, jenis obat, dosis obat,

cara pemberian obat, waktu pemberian, tanda tangan atau

nama pemberi obat.

35
Alat Ukur : Kuesioner

Cara Ukur : Observasi

Skala Ukur : Ordinal

Hasil Ukur : 0 = Tidak baik (bila salah satu dari pelaksanaan pemberian

obat tidak didokumentasikan diantaranya nama obat,

dosis obat,cara pemberian, waktu, tanggal, tanda

tangan perawat)

1 = Baik (bila semua pelaksanaan pemberian obat

didokumentasikan diantaranya nama obat, dosis

obat,cara .pemberian, waktu, tanggal, tanda tangan

perawat)

36
B A B IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan desain penelitian

deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran penatalaksanaan pemberian obat

secara oral di ruang rawat inap RSU Woodward Palu.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Yang akan menjadi populasi pada penelitian ini adalah semua perawat

yang bertugas di RSU Woodward Palu.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi (keseluruhan obyek) yang

diteliti dan dianggap mewakili populasinya (Nursalam, 2001:64). Pada

penelitian ini, yang menjadi sampel ialah sebagian perawat yang bertugas di

unit rawat inap RSU Woodward Palu dengan kriteria sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Perawat bersedia menjadi responden penelitian.

2) Perawat yang bertugas di ruang rawat inap.

3) Perawat yang sedang bertugas ketika penelitian dilakukan.

37
b. Besar sampel

Pada penelitian ini, untuk mencari besar sampel peneliti menggunakan

rumus slovin.

Rumus:
N
n=
1 + N (d2)

Keterangan:

N = besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Dimana:

N = 73

d = 10% (0,1)

73
n =
1 + 73 (0,1)2

n = 73
1 + 73 (0,01)

n = 73
1 + 0, 73

n = 73
1, 73
n = 42 responden

Jadi sampel yang dibutuhkan adalah 42 responden

38
3. Cara Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel yang penulis gunakan

adalah proporsional random sampling.

Proporsi sampel tiap-tiap ruangan:

Ruang Zamrud : 15 x 42 = 9
73

Ruang Ratna Cempak : 14 x 42 = 8


73

Ruang Yaspis : 12 x 42 = 7
73

Ruang Nilam : 11 x 42 = 6
73

Ruang VIP atas : 9 x 42 = 5


73

Ruang ICU : 12 x 42 = 7
73

C. Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah :

1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui observasi dengan

menggunakan kuesioner kepada perawat yang melakukan pemberian obat

oral pada pasien di unit rawat inap RSU Woodward Palu.

2. Data sekunder, yaitu data yang didapat dari bagian keperawatan RSU

Woodward Palu tentang jumlah perawat.

3. Data dikumpulkan dengan menggunakan enuminator.

39
D. Pengolahan Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan tahap-tahap pengolahan data

sebagai berikut :

1. Editing : Memeriksa kembali data dan menyelesaikannya dengan

rencana semula seperti yang diinginkan, apakah tidak ada

yang salah.

2. Coding : Pemberian nomor kode atau bobot pada jawaban yang bersifat

kategori

3. Tabulating : Penyusunan data berdasarkan variabel yang diteliti

4. Cleaning : Membersihkan data dengan melihat variabel yang

digunakan apakah datanya sudah benar atau belum.

5. Describing : Menggambarkan atau menerangkan data.

E. Analisa Data

Penelitian ini menggunakan analisa univariat, yaitu memberikan gambaran

tentang kondisi objek tanpa membuat suatu perbandingan dan menghitung

distribusi frekuensi dan proporsi tiap variabel yang diteliti.

F. Penyajian Data

Untuk penyajian data dari hasil penelitian ini, penulis menggunakan cara

penyajian dalam bentuk gambar sedemikian rupa dengan teks atau naskah untuk

menjelaskan hasil-hasil penelitian.

40
G. Etika Penelitian

1. Informed Consent

Lembar persetujuan yang diberikan kepada responden oleh peneliti

dengan menyertakan judul penelitian agar subjek mengerti maksud dan tujuan

penelitian. Bila subjek menolak, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap

menghargai atau menghormati hak-hak yang dimiliki responden (subjek).

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin

kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan

dilaporkan sebagai hasil penelitian.

H. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, keterbatasan yang dihadapi oleh peneliti adalah:

1. Pada saat mengumpulkan data sangat dipengaruhi oleh waktu pemberian obat

disetiap ruangan yang bersamaan sehingga peneliti kesulitan dalam

melaksanakan observasi.

2. Instrumen/kuesioner penelitian dirancang sendiri oleh peneliti dan belum

dilakukan uji coba

41
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berikut ini, akan disajikan hasil penelitian dari 42 responden yang

dilakukan di RSU Woodward Palu, pada bulan juli 2007.

Adapun hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk analisis univariat yaitu

sebagai berikut:

1. Pemberian Obat Berdasarkan Klien Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian

ditetapkan dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 3, sehingga kategori

pemberian obat berdasarkan klien benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pemberian obat berdasarkan klien benar yang kurang baik dengan skor <3 dan

pemberian obat berdasarkan klien benar yang baik dengan skor ≥3.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian

obat berdasarkan klien benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.1
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan
Klien Benar Di RSU Woodward Palu Tahun 2007
90
80 73.8%
70
60
50
40 26.2%
30
20
10
0
Baik Kurang Baik
Sumber: data primer yang diolah

42
Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan klien benar berjumlah 31 responden atau (73,8%)

sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan klien benar

berjumlah 11 responden atau (26,2%).

2. Pemberian Obat Berdasarkan Obat Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian

ditetapkan dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 6, sehingga kategori

pemberian obat berdasarkan obat benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pemberian obat berdasarkan obat benar yang kurang baik dengan skor <6 dan

pemberian obat berdasarkan obat benar yang baik dengan skor ≥6.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian

obat berdasarkan obat benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.2
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Obat Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007
100
90 85.7%
80
70
60
50
40
30
20 14.3%
10
0
Baik Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan obat benar berjumlah 36 responden atau (85,7%)

43
sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan obat benar

berjumlah 6 responden atau (14,3%).

3. Pemberian Obat Berdasarkan Dosis Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian

ditetapkan dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 2, sehingga kategori

pemberian obat berdasarkan dosis benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pemberian obat berdasarkan dosis benar yang kurang baik dengan skor < 2

dan pemberian obat berdasarkan dosis benar yang baik dengan skor ≥ 2.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian

obat berdasarkan dosis benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.3
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Dosis Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007
110
100 92.9%
90
80
70
60
50
40
30
20 7.1%
10
0
Baik Kurang Baik
Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan dosis benar berjumlah 39 responden atau (92,9%)

sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan dosis benar

berjumlah 3 responden atau (7,1%).

44
4. Pemberian Obat Berdasarkan Waktu Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian

ditetapkan dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 3, sehingga kategori

pemberian obat berdasarkan waktu benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pemberian obat berdasarkan waktu benar yang kurang baik dengan skor <3

dan pemberian obat berdasarkan waktu benar yang baik dengan skor ≥3.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian

obat berdasarkan waktu benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.4
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Waktu Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007
100
90 85.7%
80
70
60
50
40
30
20 14.3%
10
0
Baik Kurang Baik
Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan waktu benar berjumlah 36 responden atau

(85,7%) sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan

waktu benar berjumlah 6 responden atau (14,3%).

45
5. Pemberian Obat Berdasarkan Cara Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian

ditetapkan dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 3, sehingga kategori

pemberian obat berdasarkan cara benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu

pemberian obat berdasarkan cara benar yang kurang baik dengan skor <3 dan

pemberian obat berdasarkan cara benar yang baik dengan skor ≥3.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian

obat berdasarkan cara benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.5
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Cara Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007
90
80 71.4%
70
60
50
40
28.6%
30
20
10
0
Baik Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan cara benar berjumlah 30 responden atau (71,4%)

sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan cara benar

berjumlah 12 responden atau (28,6%).

46
6. Pemberian Obat Berdasarkan Dokumentasi Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian

ditetapkan dua kategori berdasarkan nilai median yaitu 6, sehingga kategori

pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar dikelompokkan menjadi dua,

yaitu pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar yang kurang baik

dengan skor <6 dan pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar yang baik

dengan skor ≥6.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian

obat berdasarkan dokumentasi benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.6
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan
Dokumentasi Benar Di RSU Woodward Palu
Tahun 2007
100
90 85.7%
80
70
60
50
40
30
20 14.3%
10
0
Baik Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar berjumlah 36 responden atau

(85,7%) sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan

dokumentasi benar berjumlah 6 responden atau (14,3%).

47
B. Pembahasan

1. Pemberian Obat Berdasarkan Klien Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang

melaksanakan dengan baik pemberian obat berdasarkan klien benar lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat

berdasarkan klien benar. Hal ini berarti sebagian besar perawat memastikan

nama klien dengan benar sehingga kesalahan dalam pemberian obat (tertukar)

dapat dihindari. Sebagaimana yang dikatakan Kee dan Hayes (1996) bahwa

dengan memastikan nama klien dalam pemberian obat berarti perawat

bertanggung jawab untuk secara tepat pada setiap orang pada saat

memberikan pengobatan

Responden yang melaksanakan dengan baik pemberian obat

berdasarkan klien benar dapat terjadi karena pasien yang akan diberi obat

sudah lama dirawat sehingga perawat telah mengenal dengan baik pasien

tersebut sehingga kecil kemungkinan terjadi kesalahan dalam pemberian obat.

Sedangkan yang kurang baik karena perawat hanya memastikan nama klien

sesuai dengan nama klien yang sudah mereka tulis dan letakan dalam gelas

obat yang sudah ditentukan sesuai dengan nomor tempat tidur klien sehingga

obat hanya diantar dan diletakkan dimeja klien tanpa menanyakan kembali

nama klien tersebut. Hal ini sangat berisiko terjadi kesalahan karena obat yang

diletakan di atas baki jumlahnya bisa saja lebih dari satu(obat untuk beberapa

klien).

48
2. Pemberian Obat Berdasarkan Obat Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang

melaksanakan dengan baik pemberian obat berdasarkan obat benar lebih besar

dibandingkan dengan yang melaksanakan dengan kurang baik pemberian obat

berdasarkan obat benar. Memberikan obat yang benar sesuai dengan yang

diresepkan oleh dokter dalam catatan/status serta memastikan nama obat

dengan membaca label obat berulang-ulang.

Sebagaimana yang dikatakan Kee dan Hayes (1996) mengatakan

bahwa dengan memastikan nama obat berarti klien menerima obat yang telah

diresepkan sesuai kebutuhannya dan Perawat harus menyadari obat-obat

tertentu mempunyai nama dan bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip

sehingga penting sekali membaca label secara seksama.

Responden yang melakukan dengan kurang baik pemberian obat

berdasarkan obat benar dapat terjadi karena perawat tersebut sudah beberapa

hari bertugas dibagian obat sehingga sudah tahu obat yang dipakai oleh klien

dan tidak lagi memeriksa tanggal dan saat perintah ditulis, tidak memeriksa

apakah perintah pengobatan lengkap dan sah artinya perawat berpotensi

membuat kesalahan karena bisa saja perintah pengobatan dibuat baru oleh

dokter dengan nama obat yang lain dan dosis yang berbeda.

3. Pemberian Obat Berdasarkan Dosis Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang

melaksanakan pemberian obat berdasarkan dosis benar lebih besar

49
dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan

dosis benar. Hal ini berarti perawat telah memastikan dosis obat dengan

menghitung sehingga kesalahan dalam pemberian obat serta resiko klien

keracunan obat karena dosis yang berlebihan dapat dihindari.

Sebagaimana yang dikatakan pendapat Kee dan Hayes (1996)

mengatakan bahwa perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat,

dengan mempertimbangkan variabel berikut: tersedianya obat dan dosis yang

diresepkan (diminta). Dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus

dipertimbangkan, seperti 3 mg/kg/hari.

Responden yang melakukan dengan kurang baik pemberian obat

berdasarkan dosis benar kemungkinan terjadi karena perawat tersebut juga

sudah lama bertugas dibagian obat dengan klien yang sama dan pada saat

dokter melakukan pemeriksaan hanya menganjurkan pemberian obat

dilanjutkan sehingga perawat tidak lagi memeriksa dosis yang dibutuhkan

oleh klien dalam buku perintah pengobatan. Dan hal ini kurang baik karena

bisa saja pada saat dokter menulis instruksi obat dilanjutkan akan tetapi dosis

obat diturunkan atau dinaikkan.

4. Pemberian Obat Berdasarkan Waktu Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang

melaksanakan dengan baik pemberian obat berdasarkan waktu benar lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat

berdasarkan waktu benar. Artinya perawat memberian obat pada waktu yang

50
tepat sehingga obat membantu klien dalam proses penyembuhan. Karena obat

yang diberikan dengan waktu benar berarti reaksi obat tidak akan terputus.

Sebagaimana yang dikatakan Kee dan Hayes (1996) yang mengatakan

bahwa pemberian obat pada klien harus sesuai dengan yang dijadualkan

contohnya antibiotik harus diberikan dalam selang waktu yang sama

(misalnya, setiap 8 jam) sepanjang 24 jam untuk menjaga kadar darah

terapeutik.

Responden yang melakukan dengan kurang baik pemberian obat

berdasarkan waktu benar kemungkinan terjadi karena perawat tersebut

memberi obat sesuai dosis harian yang diberikan akan tetapi tidak pada waktu

tertentu yang sudah ditentukan dalam sehari karena obat yang diberi

sebelumnya terlambat diminum dan juga terjadi karena keadaan klien yang

sulit minum obat sehingga obat terlambat diminum dan merubah waktu

pemberian obat selanjutnya. Dan hal lain yang menjadi penyebab

terlambatnya klien minum obat adalah perawat tidak langsung memberi

minum obat saat obat diantar melainkan hanya meninggalkan obat tersebut di

atas meja sehingga klien terlambat meminumnya.

5. Pemberian Obat Berdasarkan Cara Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang

melaksanakan pemberian obat berdasarkan cara benar lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan

cara yang tidak benar. Hal ini berarti perawat telah melaksanakan pemberian

51
obat dengan cara yang benar yaitu sesuai dengan prosedur. Karena dengan

melaksanakan pemberian obat dengan cara yang benar akan membantu proses

penyembuhan klien.

Sebagaimana yang dikatakan Kee dan Hayes (1996) yang mengatakan

bahwa pemberian obat dengan cara benar yaitu dengan cara menilai

kemampuan klien untuk menelan sebelum memberikan obat-obat peroral dan

tetap bersama klien sampai obat ditelan.

Responden yang melakukan dengan kurang baik pemberian obat

berdasarkan cara benar kemungkinan terjadi karena perawat tidak menilai

kemampuan klien untuk menelan sebelum memberikan obat-obat peroral dan

perawat tidak bersama klien sampai obat-obat oral telah ditelan sehingga bisa

saja klien membuang obat yang diberikan karena merasa tidak sanggup untuk

menelannya.

6. Pemberian Obat Berdasarkan Dokumentasi Yang Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang

melaksanakan dokumentasi yang benar lebih besar dibandingkan dengan yang

tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar. Hal ini

berarti perawat telah melaksanakan pemberian obat dengan baik karena

dengan melaksanakan pendokumentasian yang benar dan segera melakukan

pendokumentasian setelah melakukan tindakan akan menghindari

pengulangan pemberian obat karena dianggap belum diberikan. Dari aspek

52
hukum dokumentasi yang benar akan menjadi bukti apa saja yang sudah

dilakukan kepada klien.

Sebagaimana yang dikatakan Kee dan Hayes (1996) yang mengatakan

bahwa penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat

pengobatan atau perawat lain memberikan obat itu kembali karena ia berpikir,

obat belum diberikan.

Responden yang melakukan dengan kurang baik dokumentasi yang

benar kemungkinan terjadi karena beberapa perawat tidak mencantumkan

tanda tangan yang jelas pada catatan keperawatan sehingga bila terjadi

kesalahan dalam pemberian obat akan sulit mencari siapa yang harus

bertanggung jawab.

53
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Responden yang melaksanakan dengan baik pemberian obat berdasarkan klien

benar lebih besar dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian

obat berdasarkan klien benar.

2. Responden yang melaksanakan dengan baik pemberian obat berdasarkan obat

benar lebih besar dibandingkan dengan yang melaksanakan dengan kurang

baik pemberian obat berdasarkan obat benar.

3. Responden yang melaksanakan pemberian obat berdasarkan dosis benar lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat

berdasarkan dosis benar.

4. Responden yang melaksanakan dengan baik pemberian obat berdasarkan

waktu benar lebih besar dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan

pemberian obat berdasarkan waktu benar.

5. Responden yang melaksanakan pemberian obat berdasarkan cara benar lebih

besar dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat

berdasarkan cara yang tidak benar.

54
6. Responden yang melaksanakan dokumentasi yang benar lebih besar

dibandingkan dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan

dokumentasi benar.

B. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang ada maka ada beberapa saran yang peneliti

dapat sampaikan yaitu:

1. Untuk RSU Woodward Palu.

Untuk meningkatkan pelayanan dengan memperhatikan kinerja perawat dalam

hal pemberian pelayanan kepada klien.

2. Untuk Perawat

Agar lebih meningkatkan pengetahuannya terutama tentang obat-obatan serta

berhati-hati dalam melaksanakan pemberian obat dengan jalan memperhatikan

pemberian obat sesuai dengan 6 B.

3. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk melaksanakan dan membuat

penelitian kearah yang bersifat analitik dengan variabel yang lebih luas.

55
DAFTAR PUSTAKA

Anief Mohammad, 2000. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Gajah Mada
Universiti Press, Jogjakarta.

Anief Mohammad, 2000. Pengelolaan Obat Berdasarkan Khasiat dan Penggunaan.


Gajah Mada Universiti Press, Cetakan ke-3, Jogjakarta.

Depkes RI, 1991. Farmakologi Untuk Sekolah Perawat Kesehatan.

Griffin Anne, Farry, Potter, A. Patricia. 1999. Buku Saku Keterampilan dan Prosedur
Dasar. EGC, Jakarta.

Kee L. Joice, Hayes R. Evelyn, 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses


Keperawatan. EGC, Jakarta.

56
Potter A. Patricia, Griffin Anne, Perry, 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan
Konsep, Proses dan Praktik. EGC, Jakarta.

Priharjo Robert, 1995. Tehnik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. EGC, Jakarta.

Tambayong Jan, 2001. Farmakologi Untuk Keperawatan. Widya Medika. Jakarta.

penatalaksanaan pemberian obat oral dengan meningkatkan SDM para perawat

melalui peningkatan pendidikan dan mengikuti seminar-seminar dan pelatihan-

pelatihan tentang pemberian obat-obatan.

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

57
A. Hasil Penelitian

Berikut ini, akan disajikan hasil penelitian dari 42 responden yang

dilakukan di RSU Woodward Palu, pada bulan juli 2007.

Adapun hasil penelitian ini akan disajikan dalam bentuk analisis univariat yaitu

sebagai berikut:

4. Pemberian Obat Berdasarkan Klien Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan dua

kategori berdasarkan nilai median yaitu 3, sehingga kategori pemberian obat

berdasarkan klien benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemberian obat

berdasarkan klien benar yang kurang baik dengan skor <3 dan pemberian obat

berdasarkan klien benar yang baik dengan skor ≥3.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian obat

berdasarkan klien benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.1
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan
Klien Benar Di RSU Woodward Palu Tahun 2007
73.8%
90
80
70
60 26.2%
50
40
30
20
10
0
Baik Kurang Baik
Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan klien benar berjumlah 31 responden atau (73,8%)

58
sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan klien benar

berjumlah 11 responden atau (26,2%).

5. Pemberian Obat Berdasarkan Obat Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan dua

kategori berdasarkan nilai median yaitu 6, sehingga kategori pemberian obat

berdasarkan obat benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemberian obat

berdasarkan obat benar yang kurang baik dengan skor <6 dan pemberian obat

berdasarkan obat benar yang baik dengan skor ≥6.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian obat

berdasarkan obat benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.2
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Obat Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007

85.7%
100
90
80
70
60
50
40 14.3%
30
20
10
0
Baik Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan obat benar berjumlah 36 responden atau (85,7%)

sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan obat benar

berjumlah 6 responden atau (14,3%).

59
6. Pemberian Obat Berdasarkan Dosis Benar

Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan dua

kategori berdasarkan nilai median yaitu 2, sehingga kategori pemberian obat

berdasarkan dosis benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemberian obat

berdasarkan dosis benar yang kurang baik dengan skor < 2 dan pemberian

obat berdasarkan dosis benar yang baik dengan skor ≥ 2.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian obat

berdasarkan dosis benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.3
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Dosis Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007

92.9%
110
100
90
80
70
60
50
40
7.1%
30
20
10
0
Baik Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan dosis benar berjumlah 39 responden atau (92,9%)

sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan dosis benar

berjumlah 3 responden atau (7,1%).

4. Pemberian Obat Berdasarkan Waktu Benar

60
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan dua

kategori berdasarkan nilai median yaitu 3, sehingga kategori pemberian obat

berdasarkan waktu benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemberian obat

berdasarkan waktu benar yang kurang baik dengan skor <3 dan pemberian

obat berdasarkan waktu benar yang baik dengan skor ≥3.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian obat

berdasarkan waktu benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.4
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Waktu Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007

85.7%
100
90
80
70
60
50
40 14.3%
30
20
10
0
Baik Kurang Baik
Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan waktu benar berjumlah 36 responden atau

(85,7%) sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan

waktu benar berjumlah 6 responden atau (14,3%).

5. Pemberian Obat Berdasarkan Cara Benar

61
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan dua

kategori berdasarkan nilai median yaitu 3, sehingga kategori pemberian obat

berdasarkan cara benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemberian obat

berdasarkan cara benar yang kurang baik dengan skor <3 dan pemberian obat

berdasarkan cara benar yang baik dengan skor ≥3.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian obat

berdasarkan cara benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.5
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan Cara Benar
Di RSU Woodward Palu Tahun 2007

71.4%
90
80
70
60
50 28.6%
40
30
20
10
0
Baik Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan cara benar berjumlah 30 responden atau (71,4%)

sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan cara benar

berjumlah 12 responden atau (28,6%).

6. Pemberian Obat Berdasarkan Dokumentasi Benar

62
Setelah melakukan perhitungan secara keseluruhan kemudian ditetapkan dua

kategori berdasarkan nilai median yaitu 6, sehingga kategori pemberian obat

berdasarkan dokumentasi benar dikelompokkan menjadi dua, yaitu pemberian

obat berdasarkan dokumentasi benar yang kurang baik dengan skor <6 dan

pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar yang baik dengan skor ≥6.

Untuk memperoleh gambaran distribusi responden menurut pemberian obat

berdasarkan dokumentasi benar dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 5.6
Distribusi Responden Menurut Pemberian Obat Berdasarkan
Dokumentasi Benar Di RSU Woodward Palu
Tahun 2007

85.7%
100
90
80
70
60
50
40 14.3%
30
20
10
0
Baik Kurang Baik

Sumber: data primer yang diolah

Gambar di atas terlihat bahwa dari 42 responden, yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar berjumlah 36 responden atau

(85,7%) sedangkan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan

dokumentasi benar berjumlah 6 responden atau (14,3%).

63
B. Pembahasan

7. Pemberian Obat Berdasarkan Klien Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan klien benar lebih besar dibandingkan dengan

yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan klien benar. Hal ini

berarti perawat telah melaksanakan pemberian obat dengan baik. Karena

dengan memastikan nama klien dengan benar kesalahan dalam pemberian

obat dapat dihindari. Menurut pendapat Kee dan Hayes (1996) mengatakan

bahwa dengan memastikan nama klien dalam pemberian obat berarti perawat

bertanggung jawab untuk secara tepat pada setiap orang pada saat

memberikan pengobatan

8. Pemberian Obat Berdasarkan Obat Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan obat benar lebih besar dibandingkan dengan yang

tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan obat benar. Hal ini berarti

perawat telah melaksanakan pemberian obat dengan baik. Karena dengan

memastikan nama obat yang benar kesalahan dalam pemberian obat dapat

dihindari. Dan cara yang baik dalam memastikan nama obat adalah dengan

membaca label obat berulang-ulang. Menurut pendapat Kee dan Hayes (1996)

mengatakan bahwa dengan memastikan nama obat berarti klien menerima

obat yang telah diresepkan sesuai kebutuhannya dan Perawat harus menyadari

64
obat-obat tertentu mempunyai nama dan bunyinya hampir sama dan ejaannya

mirip sehingga penting sekali membaca label secara seksama.

9. Pemberian Obat Berdasarkan Dosis Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan dosis benar lebih besar dibandingkan dengan

yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan dosis benar. Hal ini

berarti perawat telah melaksanakan pemberian obat dengan baik. Artinya

perawat telah memiliki pengetahuan yang baik terutama dalam menghitung

dosis obat karena dengan memastikan dosis obat dengan benar kesalahan

dalam pemberian obat serta resiko klien keracunan obat karena dosis yang

berlebihan dapat dihindari. Menurut pendapat Kee dan Hayes (1996)

mengatakan bahwa perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat,

dengan mempertimbangkan variabel berikut: tersedianya obat dan dosis yang

diresepkan (diminta). Dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus

dipertimbangkan, seperti 3 mg/kg/hari.

10. Pemberian Obat Berdasarkan Waktu Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan waktu benar lebih besar dibandingkan dengan

yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan waktu benar. Artinya

perawat telah melaksanakan pemberian obat sesuai waktu yang ditentukan.

karena pemberian obat dengan waktu yang benar akan membantu klien dalam

proses penyembuhan. Karena obat yang diberikan dengan waktu benar berarti

65
reaksi obat tidak akan terputus. Sejalan dengan pendapat dari Kee dan Hayes

(1996) yang mengatakan bahwa pemberian obat pada klien harus sesuai

dengan yang dijadualkan contohnya antibiotik harus diberikan dalam selang

waktu yang sama (misalnya, setiap 8 jam) sepanjang 24 jam untuk menjaga

kadar darah terapeutik.

11. Pemberian Obat Berdasarkan Cara Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan cara benar lebih besar dibandingkan dengan yang

tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan cara benar. Hal ini berarti

perawat telah melaksanakan pemberian obat dengan cara yang benar yaitu

sesuai dengan prosedur. Karena dengan melaksanakan pemberian obat dengan

cara yang benar akan membantu proses penyembuhan klien. Sejalan dengan

pendapat dari Kee dan Hayes (1996) yang mengatakan bahwa pemberian obat

dengan cara benar berarti perawat telah melaksanakan prosedur pemberian

obat diantaranya menilai kemampuan klien untuk menelan sebelum

memberikan obat-obat peroral dan menggunakan tehnik aseptik sewaktu

memberikan obat.

12. Pemberian Obat Berdasarkan Dokumentasi Benar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden yang melaksanakan

pemberian obat berdasarkan dokumentasi benar lebih besar dibandingkan

dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan dokumentasi

benar. Hal ini berarti perawat telah melaksanakan pemberian obat dengan baik

66
karena dengan melaksanakan pendokumentasian yang benar dan segera

melakukan pendokumentasian setelah melakukan tindakan akan menghindari

pengulangan pemberian obat karena dianggap belum diberikan. Sejalan

dengan apa yang dikatakan oleh Kee dan Hayes (1996) yang mengatakan

bahwa penundaan dalam mencatat dapat mengakibatkan lupa untuk mencatat

pengobatan atau perawat lain memberikan obat itu kembali karena ia berpikir,

obat belum diberikan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

B. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada umumnya responden yang

melaksanakan pemberian obat berdasarkan klien benar, obat benar, dosis benar,

waktu benar, cara benar serta pendokumentasian benar lebih besar dibandingkan

dengan yang tidak melaksanakan pemberian obat berdasarkan klien benar, obat

benar, dosis benar, waktu benar, cara benar serta pendokumentasian benar

B. Saran

67
Berdasarkan hasil kesimpulan yang ada maka penulis mengajukan saran sebagai

berikut:

4. Untuk RSU Woodward Palu.

Mengadakan seminar-seminar dan pelatihan-pelatihan tentang obat-obatan

agar pengetahuan perawat tentang oabat-obatan lebih baik lagi.

5. Untuk Perawat

Agar lebih meningkatkan pengetahuannya terutama tentang obat-obatan serta

berhati-hati dalam melaksanakan pemberian obat.

6. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk melaksanakan dan membuat

penelitian kearah yang bersifat analitik.

68

Anda mungkin juga menyukai