Profil Kotra Surakarta
Profil Kotra Surakarta
Kota Surakarta merupakan wilayah otonom dengan status kota di Provinsi Jawa Tengah,
dengan letak secara geografis berada antara 110º45’15” - 110º45’35” BT dan 7º36’00” - 7º56’00”
LS dengan luas wilayah 44,04 km². Dan secara administrasi batas wilayah Kota Surakarta adalah
sebagai berikut:
• Batas Utara : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali
• Batas Selatan : Kabupaten Sukoharjo
• Batas Timur : Kabupaten Karanganyar
• Batas Barat : Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali
Kota Surakarta dalam hal potensi wilayah untuk kontribusi sektor tersier dan sekunder
lebih dominan dibandingkan dengan kontribusi dari sektor primer. Struktur perekonomian Kota
Surakarta ditopang oleh sektor jasa perdagangan/retail, jasa wisata (hotel, restoran, budaya, dan
hiburan), dan jasa pendidikan. Struktur perekonomian ini dapat dilihat dari indikator kontribusi
sektoral dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Surakarta. Kuatnya sektor tersier
dalam struktur PDRB, tidak lepas dari sumber daya Kota Surakarta yang diuntungkan dari aspek
lokasi sebagai sumber daya strategis Kota Surakarta. Secara umum sektor unggulan yang ada di
Kota Surakarta, dengan masing-masing clusternya per kecamatan dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Kecamatan Laweyan, sektor unggulannya berupa batik, tekstil, garmen, mebel, kaca
ukir, sangkar burung dan shuttlecock dengan jasa pendukung adalah pendidikan, biro
travel, tempat wisata, kesenian daerah dan perhotelan.
2. Kecamatan Serengan, sektor unggulannya berupa industri makanan dan minuman,
pakaian tradisional, batik dan tekstil serta aksesoris antik dengan jasa pendukungnya
adalah berupa rumah penginapan dan kerajinan pembuatan letter.
3. Kecamatan Pasar Kliwon, sektor unggulannya berupa kerajinan dan batik kayu, pakaian
(sandal dan sepatu), makanan dan minuman dengan jasa pendukung berupa travel biro,
kesenian tradisional dan jasa sablon.
Di Sektor perdagangan, hotel dan restoran Kota Surakarta sudah lama dikenal sebagai
kota perdagangan. Letak geografisnya sebagai kota transit yang dilalui lalu lintas Jakarta-
Surabaya sangat berpengaruh dalam perkembangan perdagangan. Produk yang
diperdagangkan erat kaitannya dengan sektor industri dan pertanian. Perdagangan yang
berorientasi ekspor dilakukan oleh perusahaan dengan skala produksi yang besar. Produk yang
diperdagangkan antara lain produk tekstil dan hasil kerajinan. Sedangkan perkembangan sub
sektor hotel dan restoran merupakan faktor pendukung bagi perkembangan sektor
perdagangan dan wisata. Banyak orang yang datang ke kota Surakarta dengan maksud
keperluan bisnis ataupun hanya sekedar berlibur, sehingga fungsi hotel dan restauran sangat
mendukung dan diharapkan para pengunjung.
2.2.2. Potensi Industri
Sektor industri diharapkan dapat memberikan kontribusi besar bagi pendapatan daerah
kota Surakarta yang memegang peranan penting bagi pertumbuhan perekonomian, dikarenakan
sifat industri itu sendiri bertujuan menciptakan nilai tambah hasil produksi sektor lain sehingga
memiliki nilai ahkir yang lebih tinggi. Perkembangan sektor industri di Kota Surakarta, dimasa
yang akan datang dititikberatkan pada industri rumah tangga dan industri kreatif. Sampai
dengan tahun 2001 jumlah industri kecil di Surakarta mencapai 3.821 industri, sedang industri
besar dan menengah ada 56 industri dengan tenaga kerja yang terserap berjumlah 38.765 orang.
Dari beberapa jenis industri yang ada di kota Surakarta terdapat produk unggulan yaitu; usaha
konveksi, yang terdiri dari usaha pembatikan dan pakaian jadi.
Potensi lain yang dimiliki oleh Kota Surakarta adalah potensi wisata, potensi wisata yang
ada di Kota Surakarta berupa wisata budaya yang lebih mendominasi karena wilayah Kota
Surakarta masih terdapat sebuah kerajaan dan terdapat beberapa peninggalan sejarah. Wisata
budaya itu sendiri merupakan salah satu jenis kegiatan pariwisata yang menggunakan
Taman ini terdiri atas dua area. Area yang pertama dinamakan Partini Tuin atau Taman
Air Partini. Area yang kedua bernama Partinah Bosch artinya Hutan Partinah yang
ditanami tumbuhan langka seperti kenari, beringin putih, beringin sungsang, dan apel
coklat. Fungsi dari taman kota ini adalah sebagai resapan dan paru-paru kota.
2. Taman Sriwedari
Taman Sriwedari adalah sebuah
kompleks taman di Kecamatan
Laweyan, Kota Surakarta. Sejak
era Pakubuwana X, Taman
Sriwedari menjadi tempat
diselenggarakannya tradisi
3. Taman Vastenburg
Bentuk tembok benteng berupa bujur sangkar yang ujung-ujungnya terdapat penonjolan
ruang yang disebut seleka (bastion). Di sekeliling tembok benteng terdapat parit yang
berfungsi sebagai perlindungan dengan jembatan di pintu depan dan belakang.
Arsitek keraton ini adalah Pangeran Mangkubumi, kerabat Susuhunan (raja Solo) yang
kelak memberontak dan berhasil mendirikan kesultanan Yogyakarta dengan gelar Sultan
Hamengku Buwana I. Jadi tidak mengherankan jika bangunan kedua keraton memiliki
banyak kesamaan. Setelah pembangunan selesai, keraton baru yang diberi nama
Keraton Surakarta Hadiningrat tersebut resmi digunakan oleh raja pada tanggal 17
Februari 1745.
Kondisi kependudukan pada suatu wilayah perlu dibahas dalam kegiatan pengkajian
suatu wilayah. Substansi kependudukan yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
perencanaan meliputi jumlah penduduk dan kepala keluarga (KK), jumlah penduduk miskin dan
persebarannya, proyeksi pertumbuhan penduduk, serta jumlah penduduk perkotaan dan proyeksi
urbanisasi.
Jumlah penduduk Kota Surakarta akhir tahun 2015 sebanyak 512.226 jiwa dengan
komposisi jumlah penduduk laki-laki dan penduduk perempuan hampir seimbang yaitu 48,63%
dan 51,37%. Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Banjarsari yaitu sebesar 31,50%,
sedangkan Kecamatan Serengan adalah kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil yaitu
sebesar 9,68%. Jumlah penduduk tersebut terbagi dalam 145.142 KK, jumlah tersebut meningkat
0,56% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 yang
Dalam bahasan kependudukan erat kaitannya dengan laju pertumbuhan penduduk, laju
pertumbuhan penduduk itu sendiri merupakan perubahan jumlah penduduk pada suatu wilayah
pada kurun waktu tertentu. Dan berikut merupakan data laju pertumbuhan penduduk di Kota
Surakarta tahun 2010, 2014 dan 2015, berdasarkan data Surakarta Dalam Angka.
Tabel 2.3. Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk per Kecamatan di
Kota Surakarta Tahun 2015
No Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Laju Pertumbuhan
Penduduk per Tahun (%)
2010 2014 2015 2010-2015 2014-2015
1 Laweyan 86.208 87.913 88.278 0,476 0,415
2 Serengan 43.731 44.596 44.781 0,476 0,415
3 Pasar Kliwon 74.396 75.869 76.184 0,476 0,415
4 Jebres 138.292 141.027 141.614 0,476 0,416
5 Banjarsari 157.584 160.700 161.369 0,476 0,416
Jumlah 500.211 510.105 512.226 0,476 0,416
Sumber: Surakarta Dalam Angka, 2016
Perkembangan pembangunan yang ada di suatu daerah dapat terlihat dari pertumbuhan
ekonominya. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan perbandingan pencapaian kinerja
perekonomian suatu daerah pada periode waktu tertentu terhadap periode waktu sebelumnya.
Perubahan kondisi yang terjadi dalam skala nasional sangat berpengaruh terhadap
perkembangan ekonomi di daerah. Salah satu indikator ekonomi makro adalah PDRB.
Perkembangan PDRB Kota Surakarta selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Nilai PDRB per Kapita Kota Surkarta pada tahun 2015 berdasarkan harga berlaku
sebesar 34.982.374,09 (dalam juta rupiah). Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, PDRB
ADHB per Kapita tersebut bertambah kurang lebih sebesar 2.922.927,19 (dalam juta rupiah). Hal
Pada tahun 2015, sektor lapangan usaha yang memberikan kontribusi terbesar
terhadap PDRB Kota Surakarta adalah sektor konstruksi dengan nilai mencapai 9.410.744,97
juta rupiah atau kurang lebih mencapai 26,9 % dari total keseluruhan PDRB ADHB, kemudian
diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan, mobil dan sepeda
motor 22,56 %. Sedangkan untuk sektor dengan nilai kontribusi terkecil berada pada sektor
pertambangan dan penggalian yang bernilai 770,26 juta rupiah atau hanya sekitar 0,002 %
kontribusinya terhadap PDRB ADHB Kota Surakarta.
Tabel 2.6. PDRB ADHB Menurut Lapangan Usaha Kota Surakarta Tahun 2015
No. Kode Kategori Nilai Persentase (%)
(dalam juta rupiah)
1 A Pertanian Kehutanan dan 182.751,51 0,52
Perikanan
2 B Pertambangan dan 770,26 0,002
Penggalian
3 C Industri Pengolahan 3.002.990,09 8,58
4 D Pengadaan Listrik dan Gas 61.213,06 0,17
5 E Pengadaan Air, 55.285,78 0,16
Pengelolaan Sampah,
Limbah, dan Daur Ulang
6 F Konstruksi 9.410.744,97 26,90
7 G Perdagangan besar dan 7.893.738,82 22,56
eceran; reparasi mobil dan
sepeda motor
8 H Tranpsortasi dan 932.398,98 2,67
Pergudangan
9 I Penyediaan Akomodasi dan 2.015.814,83 5,76
Makan Minum
10 J Informasi dan Komunikasi 3.715.658,93 10,62
11 K Jasa Keuangan dan 1.326.074,81 3,79
Asuransi
12 L Real Estate 1.436.443,80 4,11
13 MN Jasa Perusahaan 272.952,59 0,78
15 O Administrasi Pemerintahan 2.086.163,83 5,96
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
16 P Jasa Pendidikan 1.877.495,85 5,37
17 Q Jasa Kesehatan dan 385.675,46 1,10
Kegiatan Sosial
Angka inflasi di Kota Surakarta selama lima tahun terakhir (2010-2014) fluktuatif
dengan tren meningkat. Pada tahun 2010 inflasi di Kota Surakarta 6,65%, meningkat cukup
drastis menjadi 8,01% pada tahun 2014. Angka tersebut disumbang oleh kelompok bahan
makanan sebesar 12,49%; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 3,62%;
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar 8,91%; kelompok sandang 2,74%;
kelompok kesehatan 4,93%; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 4,53%; dan kelompok
Tabel 2.7. Perkembangan Tingkat Inflasi Kota Surakarta Tahun 2011 - 2015
No. Tahun Tingkat Inflasi (%)
1 2011 1,93
2 2012 2,87
3 2013 8,32
4 2014 8,01
5 2015 2,56
Sumber: BPS Kota Surakarta, 2016
Kota Surakarta merupakan kota dengan urutan inflasi nomor 5 di Provinsi Jawa Tengah
pada Desember 2014. Angka inflasi pada tahun 2015 Kota Surakarta lebih rendah dari pada
inflasi Provinsi Jawa Tengah sebesar 2,73%. Pengendalian laju inflasi yang dilakukan oleh TPID
mempunyai peran untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
Isu strategis sosial ekonomi lainnya yang perlu diperhatikan adalah isu yang terkait
dengan kesejahteraan masyarakat. Meskipun nilai pendapatan per kapita Kota Surakarta pada
tahun 2015 (Rp. 55,61 juta/tahun) mengalami peningkatan dari tahun 2014 (Rp. 52,96 juta/tahun)
sebesar (Rp. 2,65 juta/tahun), tingkat kesejahteraan masyarakat dan jumlah penduduk miskin di
Kota Surakarta masih tergolong tinggi. Menurut RPJMD Kota Surakarta tahun 2016-2021
terdapat beberapa isu strategis terkait dengan kesejahteraan masyarakat diantaranya adalah:
• Masih tingginya tingkat kemiskinan
Meskipun jumlah terus menurun setiap tahunnya, tingkat kemiskinan di Kota Surakarta
masih tergolong tinggi. Jumlah Penduduk miskin terbanyak di Kota Surakarta menurut
PBDT berada di Kecamatan Banjarsari dengan jumlah penduduk miskin sebesar 45.604
jiwa. Untuk lebih jelasnya, proporsi jumlah penduduk miskin di Kota Surakarta dapat
dilihat pada Gambar 2.3.
25.595 45.604
19.193
36.405
Gambar 2.3. Komposisi Jumlah Penduduk Miskin per Kecamatan (Jiwa)di Kota
Surakarta Tahun 2015
Sumber : PBDT, 2015
Kondisi lingkungan Kota Surakarta digambarkan melalui kondisi fisik lingkungan strategis
seperti geologi, topografi dan klimatologi serta risiko bencana alam.
A. Geologi dan Jenis Tanah
Berdasarkan Peta Geologi dari Geohidrologi Map Surakarta terlihat bahwa batuan di
Kota Surakarta terdiri dari :
1. Aluvium (AL).
Satuan batuan ini terdapat di Kota Surakarta bagian tengah hingga ke selatan yaitu di
sebelah timur Jalan Jenderal Ahmad Yani, ke utara hingga Kali Pepe, ke timur hingga
Stasiun Balapan dan sebagian sampai Bengawan Solo. Batuan aluvium berada pada
posisi 477144 – 484568 mU dan 9160481 – 9165815 mU. Luas satuan batuan ini
adalah 2.033,63 ha. Ketebalannya berkisar beberapa centimeter hingga beberapa
meter. Terdiri dari lempung, lumpur, lanau, pasir, kerikil, kerakal dan berangkal.
Sementara itu persebaran tanah di Kota Surakarta ditunjukkan oleh Peta Tanah Tinjau
skala 1 : 250.000 yang disusun oleh Supraptoharjo dkk (1966) dalam Baiquni (1988 : 32).
Berdasarkan Peta Tanah Tinjau tersebut, macam tanah di wilayah ini meliputi:
1. Assosiasi Grumusol Kelabu Tua dan Mediteran Coklat Kemerahan
Tanah ini merupakan kombinasi campuran antara tanah grumusol kelabu tua dan
mediteran coklat kemerahan. Bahan induknya adalah tuf vulkan alkali basis dengan
fisiografi vulkan. Di Kota Surakarta jenis tanah ini berada di bagian utara kota, yaitu
pada posisi 477907 – 484882 mT dan 9160810 – 9168388 mU. Luas tanah ini di Kota
Surakarta adalah 2.085,74 ha.
4. Regosol Kelabu
Untuk lebih jelasnya, komposisi penggunaan lahan yang ada di Kota Surakarta dapat
dilihat pada Gambar 2.5.
Isu strategis dalam pengembangan kawasan permukiman skala kota di Kota Surakarta
dijelaskan pada Tabel 2.9.
Tabel 2.9. Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Skala Kota Surakarta
No. Isu Strategis Keterangan
1 Keterbatasan
• Tingginya tingkat pemanfaatan lahan di Kota Surakarta
lahan untuk
membuat terbatasnya pengembangan lahan permukiman
pengembangan
untuk menampung jumlah penduduk yang terus
permukiman
meningkat.
• Berdasarkan dari hasil analisis kebutuhan rumah sampai
tahun 2031 di Kota Surakarta adalah sebesar 62.503 unit
dengan luas lahan yang dibutuhkan adalah sebesar 1.082
Ha, sedangkan ketersediaan lahan yang potensial untuk
pengembangan pemanfaatan perumahan dan
permukiman adalah sebesar 101,70 Ha. Dengan
keterbatasan lahan yang dimiliki oleh Kota Surakarta
Sementara itu, hal-hal yang menjadi isu strategis dalam penataan bangunan dan
lingkungan di Kota Surakarta diantaranya adalah sebagai berikut:
• Kepadatan penduduk dan bangunan yang ada di Kota Surakarta termasuk dalam
kategori sangat padat, bahkan dibeberapa bagian Kota Surakarta menjadi kurang
tertata dengan baik, sehingga terkesan menjadi kawasan kumuh terutama yang
berdekatan dengan pasar tradisional dan bantaran sungai serta rel kereta api
• Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan
bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal
• Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan
Minimal
• Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di
perkotaan