Anda di halaman 1dari 19

Makalah

ASFIKSIA

Oleh :
Nik Ahmad Asyraf (120100439)
Jackson (120100346)
Amalia Putri H. (110100477)
Mohammad Naufal (120100397)
Orlando F. M. Sinaga (120100218)

Pembimbing :
dr. Asan Petrus, M.Ked(For), Sp.F

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
DAN MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asfiksia”.
Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kedokteran Forensik
dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing, dr.
Asan Petrus, M.Ked(For), Sp.F, yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak
masukan dalam penyusunan makalah ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tepat pada
waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik
isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari
pembaca sebagai koreksi dalam penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini
bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 25 Mei 2017

Penulis

i
TUJUAN INSTRUKSIONAL

Tujuan Instruksional Umum (TIU)


Adapun tujuan instruksional umum dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca:
1. Memahami tentang asfiksia
2. Mengetahui jenis-jenis asfiksia
3. Mengetahui penyebab kematian korban pada setiap jenis asfiksia
4. Mengetahui cara kematian korban pada setiap jenis asfiksia
5. Mengetahui kelainan pos mortem yang didapatkan pada setiap jenis asfiksia

Tujuan Instruksional Khusus (TIK)


Sedangkan, tujuan instruksional khusus dari penulisan makalah ini adalah agar
pembaca dapat:
1. Menjelaskan pengertian, tanda, dan gejala asfiksia
2. Menjelaskan perbedaan pada setiap jenis asfiksia
3. Menjelaskan penyebab kematian yang dapat terjadi pada korban pada setiap jenis
asfiksia
4. Menjelaskan cara kematian yang dialami korban pada setiap jenis asfiksia
5. Menjelaskan kelainan pos mortem yang didapat melalui pemeriksaan otopsi
(pemeriksaan luar dan dalam) dan pemeriksaan laboratorium yang diperlukan pada
korban pada setiap jenis asfiksia

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ i
TUJUAN INSTRUKSIONAL................................................................................... ii
Tujuan Instruksional Umum (TIU)..................................................................... ii
Tujuan Instruksional Khusus (TIK).................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
ASFIKSIA................................................................................................................... 1
Jenis-jenis Asfiksia.............................................................................................. 1
Gejala Klinik Asfiksia......................................................................................... 2
Tanda-tanda Umum pada Jenazah...................................................................... 2
GANTUNG.................................................................................................................. 3
Penyebab Kematian............................................................................................. 4
Kelainan Pos Mortem.......................................................................................... 4
Cara Kematian..................................................................................................... 5
JERATAN DENGAN TALI (STRANGULATION BY LIGATURE).................. 6
Sebab Kematian.................................................................................................. 6
Kelainan Pos Mortem.......................................................................................... 7
Cara Kematian..................................................................................................... 8
CEKIKAN (MANUAL STRANGULATION)......................................................... 8
Sebab Kematian.................................................................................................. 8
Kelainan Pos Mortem.......................................................................................... 9
SUFOKASI.................................................................................................................. 9
PEMBEKAPAN.......................................................................................................... 9
CHOKING/GAGING................................................................................................. 10
CRUSH ASPHYXIA.................................................................................................. 10
TENGGELAM............................................................................................................ 11
Sebab Kematian.................................................................................................. 11
Cara Kematian..................................................................................................... 12
Kelainan Pos Mortem.......................................................................................... 12
Tes Konfirmasi.................................................................................................... 13

iii
ASFIKSIA

Asfiksia merupakan istilah yang sering digunakan untuk menyatakan berhentinya


respirasi yang efektif (cessation of effective repiration) atau ketiadaan kembang kempis
(absence of pulsation). Namun pengertian asfiksia dan anoksia (atau lebih tepatnya hipoksia)
sering dicampuradukkan. Oleh sebab itu sebelum membahasa masalah asfiksia lebih lanjut,
perlu dipahami lebih dulu tentang anoksia.
Anoksia adalah suatu keadaan di mana tubuh sangat kekurangan oksigen, yang
berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:
1. Anoksia anoksik (anoxic anoxia), yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena
oksigen tidak dapat mencapai darah sebagai akibat kurangnya oksigen yang masuk ke
paru-paru.
2. Anoksia anemik (anaemic anoxia), yaitu keadaan anoksia yang disebabkan karena
darah tidak dapat menyerap oksigen, seperti pada keracunan karbon monoksida.
3. Anoksia stagnan (stagnant anoxia), yaitu keadan anoksia yang disebabkan karena
darah tidak mampu membawa oksigen ke jaringan, seperti pada heart failure atau embolism.
4. Anoksia histotoksik (histotoxic anoxia), yaitu keadaan anoksia yang disebabkan
karena jaringan tidak mampu menyerap oksigen, seperti pada keracunan sianida.
Ketiga jenis anoksia yang terakhir (yaitu anoksia anemik, stagnan dan histotoksik),
disebabkan oleh penyakit atau keracunan, sedang anoksia yang pertama (yaitu anoksia
anoksik) disebabkan kekurangan oksigen atau obstruksi mekanik pada jalan napas. Yang
disebut asfiksia sebenarnya adalah anoksia anoksik, atau sering juga disebut asfiksia mekanik
(mechanical asphixia).

JENIS-JENIS ASFIKSIA
Ada beberapa jenis kejadian yang dapat digolongkan sebagai asfiksia, yaitu:
1. Strangulasi, antara lain:
- Gantung (hanging)
- Penjeratan (strangulation by ligature)
- Cekikan (manual strangulation)
2. Sufokasi
3. Pembengkapan (smothering)
4. Penyumpalan (choking/gaging)
5. Tenggelam (drowning)

1
6. Crush asphyxia:
- Tekanan pada dada oleh benda berat
- Berdesakan

GEJALA KLINIK ASFIKSIA


Jika tubuh kekurangan oksigen maka gejala klinik yang akan terjadi bergantung pada
tingkat kekurangan zat tersebut. Gejala klinik tersebut ialah:
1. Dyspneu
Pada stadium ini gerakan pernapasan menjadi lebih cepat dan berat, denyut nadi lebih
cepat, tekanan darah naik serta sianosis. Gejala-gejala tersebut terjadi akibat
rangsangan pusat pernapasan di medulla oleh kurangnya oksigen pada sel-sel darah
merah disertai penumpukan kadar CO2.
2. Konvulsi
Mula-mula terjadi konvulsi klonik, diikuti konvulsi tonik dan terakhir terjadi spasme
opistotonik. Pada stadium ini pupil melebar dan jantung menjadi lebih lambat. Hal ini
disebabkan adanya paralyse pada pusat syaraf yang letaknya lebih tinggi.
3. Apneu
Pada stadium ini pusat pernapasan mengalami depresi yang berlebihan sehingga
gerakan napas menjadi sangat lemah atau berhenti. Penderita menjadi tidak sadar dan
dalam keadaan ini dapat terjadi pengeluaran sperma, urin atau faeces.
4. Stadium akhir (final stage)
Pada stadium ini terjadi paralyse secara komplit dari pusat pernapasan. Sebelum
pernapasan berhenti sama sekali dapat terlihat gerakan napas oleh otot-otot
pernapasan sekunder.

TANDA-TANDA UMUM PADA JENAZAH


Pada jenazah yang meninggal dunia akibat asfiksia akan dapat ditemukan tanda-tanda
umum sebagai berikut:
1. Sianosis
Kurangnya oksigen akan menyebabkan darah menjadi lebih encer dan lebih gelap.
Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap, demikian juga lebam mayat.
Perlu diketahui bahwa pada setiap proses kematian pada akhirnya akan terjadi juga
keadaan anoksia jaringan. Oleh sebab itu keadaan sianosis dalam berbagai tingkat

2
dapat juga terjadi pada kematian yang tidak disebabkan karena asfiksia. Dengan kata
lain keadaan sianosis bukan merupakan tanda yang khas pada asfiksia.
2. Kongesti vena (venous congestion)
Kongesti yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia bukan merupakan
tanda yang khas. Kongesti yang khas yaitu kongesti sistemik yang terjadi di kulit dan
organ selain paru-paru. Sebagai akibat dari kongesti vena ini akan terlihat adanya
bintik-bintik perdarahan (petechial haemorrhages atau sering juga disebut Tardieu
Spot).
Bintik-bintik perdarahan ini lebih mudah terjadi pada jaringan longgar, seperti
misalnya jaringan bawah kelopak mata. Penekanan pada vena di leher (misalnya
akibat strangulasi) akan menyebabkan timbulnya bintik-bintik perdarahan pada mata
dan muka. Bintik-bintik perdarahan ini lebih mudah dilihat pada organ yang
memiliki membrana transparan, seperti misalnya pleura, perikardium atau
kelenjar timus. Pada asfiksia yang hebat, bintik-bintik perdarahan dapat terlihat pada
faring atau laring.
3. Edema
Kekurangan oksigen yang berlangsung lama akan mengakibatkan kerusakan pada
pembuluh darah kapiler sehingga permeabilitas meningkat. Keadaan ini akan
menyebabkan timbulnya edema, terutama edema paru-paru.
Pada strangulasi juga dapat terlihat adanya edema pada muka, lidah dan faring.

GANTUNG

Yang disebut peristiwa gantung (hanging) adalah peristiwa di mana seluruh atau
sebagian dari berat tubuh seseorang ditahan di bagian lehernya oleh sesuatu benda dengan
permukaan yang relatif sempit dan panjang (biasanya tali) sehingga darah tersebut
mengalami tekanan.
Dengan definisi seperti itu berarti pada peristiwa gantung tidak harus seluruh tubuh
berada di atas lantai, sebab dengan tekanan berkekuatan 10 pon pada leher sudah cukup untuk
menghentikan aliran darah di daerah itu. Oleh sebab itu tindakan gantung diri dapat dilakukan
dengan sebagian tubuh tetap berada di lantai.
Ciri-ciri yang dapat dilihat pada jenazah akibat gantung diri yang sebagian tubuhnya
menyentuh lantai agak berbeda dengan ciri-ciri peristiwa gantung yang seluruh tubuhnya
berada di atas lantai, yaitu:

3
 Jejas jerat tidak begitu nyata.
 Letak jejas jerat di leher lebih rendah.
 Arah jejas jerat lebih mendekati horisontal.
 Karena efek tali hanya menekan vena maka tanda-tanda lain yang dapat dilihat adalah
muka menjadi sembab, warna merah kebiruan dan ditemukan bintik-bintik perdarahan.
Gantung diri juga dapat dilakukan dengan cara meletakkan leher pada suatu benda
(misalnya tangan kursi, tangga, atau tali yang terbentang) guna menahan sebagian atau
seluruh berat tubuhnya. Jejas yang terlihat pada leher tidak jelas dan tidak khas, bahkan
mungkin tidak terlihat sama sekali.

PENYEBAB KEMATIAN
Kematian yang terjadi pada peristiwa gantung dapat disebabkan oleh karena:
 Asfiksia.
 Gangguan sirkulasi darah ke otak.
 Syok karena vagal reflex.
 Kerusakan medulla spinalis akibat dislokasi dari sendi atlantoaxial, misalnya pada
pelaksanaan hukum gantung (judicial hanging). Tanda-tanda yang dapat dilihat pada tubuh
jenazah dengan sendirinya tergantung dari penyebab kematiannya.

KELAINAN POS MORTEM


Jika sebab kematiannya karena asfiksia maka akan dapat ditemukan tanda-tanda
sebagai berikut:
1. Tanda-tanda umum
Tanda-tanda umum tersebut berupa tanda-tanda umum asfiksia, yaitu:
 Cyanosis.
 Bintik-bintik perdarahan dan pelebaran pembuluh darah.
 Kongesti di daerah kepala, leher dan otak.
 Darah lebih gelap dan lebih encer.
2. Tanda-tanda khusus
a. Tanda khusus pada leher berupa:
 Jejas jerat, yaitu berupa lekukan melingkari leher (secara penuh atau
sebagian) dan di sekitarnya kadang-kadang terlihat adanya bendungan.

4
Arah jejas tidak melingkar secara horisontal, melainkan mengarah ke
atas menuju ke arah simpul dan membentuk sudut atau jika jejas
diteruskan (pada jejas yang tak melingkar secara penuh) akan
membentuk sudut yang semu.
Warna jejas coklat kemerahan (karena lecet akibat tali yang kasar),
perabaan keras seperti kertas perkamen.
Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan adanya pelepasan
(deskuamasi) epitil serta reaksi jaringan.
 Resapan darah pada jaringan bawah kulit dan otot.
 Patah tulang, yaitu os hyoid (biasanya pada cornu mayus) atau
cartilago cricoid.
 Lebam mayat.
Jika sesudah mati tetap dalam keadaan tergantung cukup lama maka
lebam mayat dapat ditemukan pada tubuh bagian bawah, anggota
badan bagian distal serta alat genitalia bagian distal.
 Lidah.
Jika posisi tali di bawah cartilago thyroida maka lidah akan terlihat
menjulur keluar dan berwarna lebih gelap akibat proses pengeringan.

CARA KEMATIAN
Jika pada suatu waktu ditemukan seseorang meninggal dunia dalam keadaan
tergantung harus dilakukan penyelidikan yang teliti sebab peristiwa gantung dapat terjadi
karena:
1. Bunuh diri.
Kejadian ini yang paling banyak dijumpai.
2. Pembunuhan.
Biasanya sebelum digantung dibunuh lebih dahulu dengan cara lain.
3. Kecelakaan.
Contohnya yaitu pada waktu jatuh dari pohon, bagian belakang bajunya tersangkut
dahan atau pada waktu terjun payung, lehernya terlilit tali parasut.
Untuk menentukan cara kematian tersebut perlu dilakukan pemeriksaan di tempat
kejadian. Tujuan pertamanya ialah untuk mengetahui apakah korban benar-benar sudah mati
atau belum. Jika ada dugaan belum mati maka hendaknya korban segera diturunkan untuk

5
kemudian dilakukan upaya penyelamatan. Tujuan keduanya ialah untuk mengumpulkan
fakta-fakta guna dipakai sebagai dasar membuat kesimpulan tentang cara kematian tersebut.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan di tempat kejadian ialah:
1. Keadaan lokasi.
Perlu dilihat ada tidaknya benda-benda penumpu, misalnya kursi atau meja.
2. Posisi korban.
Perlu dipikirkan kemungkinannya korban dapat melakukan gantung diri dengan posisi
seperti yang ditemukan.
3. Keadaan tali.
Perlu dipikirkan adanya kemungkinan yang bersangkutan melakukan gantung diri
dengan kondisi tali serta simpul seperti yang ditemukan. Jika simpulnya simpul hidup,
mungkinkah kepalanya dapat dilewati lingkaran tali jika seandainya tali dilonggarkan
secara maksimal. Bila menggunakan simpul mati, mungkinkah lingkaran jerat dapat
dilewati kepala.
4. Keadaan korban.
Perlu diteliti apakah distribusi lebam mayat sesuai. Kondisi lidah (menjulur atau
tidak), perlu dikaitkan dengan posisi jeratan di leher.
Mengenai keluarnya sperma, urine dan faeces tidak dapat dipakai sebagai penunjuk
bahwa cara kematian yang bersangkutan disebabkan karena bunuh diri.

JERATAN DENGAN TALI (STRANGULATION BY LIGATURE)

Kalau pada peristiwa gantung kekuatan jeratnya berasal dari berat tubuhnya sendiri,
maka pada jeratan dengan tali kekuatan jeratnya berasal dari tarikan pada kedua ujungnya.
Dengan kekuatan tersebut, pembuluh darah balik atau jalan nafas dapat tersumbat. Tali yang
dipakai sering disilangkan dan sering juga dijumpai adanya simpul. Jeratan pada bagian
depan leher hampir selalu melewati membrane yang menghubungkan tulang rawan hyoid dan
tulang rawan thyroid.
Jika tali yang digunakan berasal dari bahan yang lembek dan halus atau jika sesudah mati
ikatan menjadi longgar maka jeratan tersebut sering tidak meninggalkan jejas pada leher.

SEBAB KEMATIAN
Pada peristiwa penjeratan dengan tali maka kematian yang terjadi dapat disebabkan :
1. Tertutupnya jalan nafas sehingga menimbulkan anoksia atau hipoksia

6
2. Tertutupnya vena sehingga menyebabkan anoksia pada otak
3. Vagal reflek
4. Tertutupnya pembuluh darah karotis sehingga jaringan otak kekurangan darah,
kecuali pada bunuh diri yang kekuatan jeratnya diragukan mampu menutup pembuluh
darah karotis.

KELAINAN POS MORTEM


Pada tubuh jenazah yang mati akibat jeritan dengan tali dapat ditemukan kelainan
sebagai berikut:
1. Leher
a. Jejas jerat:
- Tidak sejelas jejas gantung
- Arahnya horizontal.
- Kedalamanya regular (sama), tetapi jika ada simpul atau tali disilangkan maka
jejas jerat pada tempat-tempat tersebut lebih dalam atau lebih nyata.
- Tinggi kedua ujung jejas jerat tidak sama.
b. Lecet/memar:
Pada peristiwa pembunuhan sering ditemukan adanya lecet-lecet atau memar-
memar disekitar jejas.
Kelainan tersebut terjadi karena korban berusaha membuka jeratan.
2. Kepala
a. Terlihat tanda-tanda afaksia
b. Kongesti dan bintik-bintik perdarahan pada daerah di atas jejas. Jika kematiannya
karena vagal reflex maka tanda-tanda tersebut diatas tidak ditemukan.
3. Tubuh bagian dalam.
a. Leher bagian dalam terdapat:
- Resapan darah pada otot dan jaringan ikat.
- Fraktur dan tulang rawan (terutama tulang rawan thyroid), kecuali pada
korban yang masih muda di mana tulang rawan masih sangat elastik.
- Kongesti pada jaringan ikat, kelanjar limfe dan pangkal lidah.
b. Paru-paru:
- Sering ditemukan edema paru-paru
- Sering ditemukan adanya buih halus pada jalan napas.

7
CARA KEMATIAN
Peristiwa jeratan dengan menggunakan tali dapat terjadi karena:
- Pembunuhan
- Bunuh diri
- Kecelakaan
Untuk menentukan cara kematian tersebut perlu diperiksa dengan teliti. Biasanya
pada pembunuhan ditemukan lecet-lecet atau memar-memar di sekitar jejas karena korban
berusaha melepas jeratan. Pada bunuh diri biasanya terdapat simpul atau kalau tidak posisi
tali disilangkan agar supaya jeratan dapat terkunci dan berlangsung terus. Dalam hal tali
disilangkan tanpa simpul hendaknya diperhatikan apakah tali itu kasar atau halus sebab jika
tali tidak kasar maka jeritan akan mengendur ketika orang yang melakukan bunuh diri sudah
mulai tak sadar.
Jeratan tali juga dapat terjadi karena kecelakaan, seperti misalnya pada bayi yan
terlilit oleh pakaianya sendiri atau pada buruh pabrik yang pakaiannya tersangkut mesin dan
menjerat lehernya sendiri.

CEKIKAN (MANUAL STRANGULATION)

Cekikan merupakan jenis strangulasi yang hampir selalu disebabkan oleh


pembunuhan. Memang dapat disebabkan kecelakaan ( misalnya pada latihan bela diri atau
pembuatan film), tetapi sangat jarang sekali. Yang jelas peristiwa pencekikan tidak mungkin
digunakan untuk bunuh diri, sebab cekikan akan lepas begitu orang yang melakukan bunuh
diri itu mulai kehilangan kesadaran.
Pada pembunuhan, cekikan dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau kedua
tangan. Kadang-kadang digunakan lengan bawah untuk membantu menekan leher dari
samping.

SEBAB KEMATIAN
Penyebab kematian dari peristiwa pencekikan dengan tangan ialah:
1. Tertutupnya jalan nafas sehingga menyebabkan anoksia
2. Tertutupnya pembuluh darah balik sehingga menyebabkan anoksia otak.
3. Tertutupnya pembuluh nadi karotis sehingga terjadi gangguan sirkulasi darah ke otak

8
KELAINAN POS MORTEM
1. Leher
a. Bagian luar:
- Memar yang bentuknya bulat atau lonjong, akibat tekanan jari-jari orang yang
melakukannya.
- Lecet berbentuk bulan sabit akibat kuku
b. Bagian dalam:
- Resapan darah Nampak lebih jelas dari pada strangulasi jenis lain; yaitu pada
jaringan ikat dibawah kulit, dibelakang kerongkongan, dasar lidah dan
kelenjar thyroid.
- Fraktur dari tulang rawan thyroid, cricoid dan hyoid.
2. Paru-paru.
Edema paru-paru terjadi jika anoksia berlangsung lama. Bila penekanan pada leher
terjadi secara intermiten maka pada mulut dan lubung hidung akan terlihat adanya
buih halus.

SUFOKASI

Peristiwa sufokasi (suffocation) dapat terjadi jika oksigen yang di udara lokal kurang
memadai, seperti misalnya di tempat tahanan yang tidak ada ventilasinya atau di tempat
penambangan yang mengalami keruntuhan. Kematian dapat terjadi dalam beberapa jam,
tergantung dari luasnya ruangan serta lebutuhan oksigen bagi orang yang berada di dalamnya.
Pada orang yang sedang istirahat kebutuhan oksigen lebih sedikit dari pada yang sedang
bekerja keras.
Sebab kematian pada peristiwa sufokasi biasanya merupakan kombinasi dari anoksia,
keracunan CO2 hawa panas dan kemungkinan juga luka-luka akibat runtuhnya tempat
penambangan itu.
Pada pmeriksaan pos mortem dapat dilihat adanya tanda-tanda umum asfiksia disertai
tanda-tanda lain, seperti misalnya luka-luka yang terjadi akibat tertimpa reruntuhan.

PEMBEKAPAN

9
Pembekapan (smothering) merupakan bentuk asfiksia yang disebabkan oleh
penutupan lubang hidung dan mulut. Penutupan dapat dilakukan dengan menggunakan
tangan atau sesuatu benda yang lunak (mislanya bantal).
Peristiwa pembekapan tersebut dapat terjadi karena pembunuhan, kecelakaan atau
bunuh diri. yang sering terjadi ialah kecelakaan pada anak-anak ketika bermain dengan
memasukkan kepala ke dalam kantong plastik. Tetapi cari seperti ini juga sering digunakan
oleh orang dewasa untuk melakukan bunuh diri atau pembunuhan.
Kematian yang terjadi pada peristiwa smothering lebih cepat dari pada peristiwa
sufokasi, dengan tanda-tanda asfiksia yang sangat jelas. Benda-benda lunak seperti bantal
sering digunakan tidak meninggalkan bekas luka.

CHOKING / GAGING

Choking/gaging merupakan jenis asfiksia yang disebabkan blokade jalan nafas oleh
benda asing yang datangnya dari luar ataupun dari dalam tubuh; seperti misalnya inhalasi
tumpahan, tumor, jatuhnya lidah ke belakang ketika dalam keadaan tidak sadar, bekuan darah
atau gigi yang lepas. Gejalanya sangat khas sekaliyaitu dimulai dengan batuk-batuk yang
terjadinya secara tiba-tiba., kemudian disusul cyanosis dan akhirnya meninggal dunia.
Pada pemeriksaan pos mortem dapat dilihat adanya tanda-tanda asfiksia yang jelas
kecuali jika kematiannya karena vagal reflex. Dapat ditemukan adanya material yang
menyebabkan blokade jalan napas. Kadang-kadang kematian terjadi sangat cepat tanpa tanda-
tanda choking, terutama karena vagal reflex akibat inhalasi makanan dan memberikan kesan
adanya serangan jantung. Kasus seperti itu sering disebut Cafe Coronaries.

CRUSH ASPHYXIA

Crush asphyxia disebabkan oleh karena dada dan perut mendapat tekanan secara
bersamaan oleh suatu kekuatan, seperti mislanya pohon yang tumbang atau tebing yang
runtuh. Crush asphyxia juga dapat terjadi karena berdesak-desakan keluar dari suatu ruangan
melalui pintu yang sempit. Akibat tekanan tersebut maka akan terjadi kompresi pada dada
dan perut sehingga diafragma dalam keadaan terfikir. Akibat gerakan pernapasan tidak
mungkin terjadi sehingga tubuh mengalami asfiksia.
Pada pemeriksaan pos mortem akan terlihat adanya tanda-tanda umum asfiksia,
seperti misalnya cyanosis, bintik-bintik perdarahan pada bagian atas dari tubuh, edema sertaa
pembengkakan pada bola mata dan kongesti pada tubuh sebelah atas akibat darah terdorong

10
ke atas oleh kompresi pada abdomen. Jika benda yang menekan itu sangat berat maka
kemungkinan kematiannya bukan karena asfiksia, tetapi karena sebab lain; seperti mislanya
perdarahan karena hancurnya organ dalam.
TENGGELAM

Pada peristiwa tenggelam (drowning), seluruh tubuh tidak harus tenggelam di dalam
air. Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal itu sudah
cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam. Berdasarkan pengertian tersebut maka
peristiwa tenggelam tidak hanya dapat terjadi di laut atau sungai tetapi dapat juga terjadi
didalam wastafel atau ember berisi air.
Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat mematikan jika dihirup oleh paru-paru
adalah sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30 sampai 40 mililiter untuk bayi.

SEBAB KEMATIAN
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :
1. Vagal reflex
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karena vagal reflex disebut
tenggelam tipe I.
Kematian terjadi sangat cepat dan pemeriksaan pos mortem tidak ditemukan adanya
tanda-tanda asfiksia ataupun air di dalam paru-parunya sehingga sering disebut
tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat jarang sekali terjadi.
Spasme laring tersebut disebabkan karena rangsangan air masuk yang ke laring.
Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia, tetapi paru-
parunya tidak didapati adanya air atau benda-benda air
Tenggelam jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
Pengaruh air yang masuk paru-paru
a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai
gangguan elektrolit.
Perlu diketahui bahwa masuknya air tawar di dalam paru-paru akan
mengakibatkan hemodilusi dan hemolisis.
Dengan pecahnya eritrosit maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga
menimbulkan hyperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi

11
fibrilasi ventrikel). Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia.
Kadar NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta
benda-benda air pada paru-paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe
IIA.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibatkan terjadinya anoksia
dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe IIB. Dibandingkan dengan tipe IIA
maka kematian pada tipe IIB terjadi lebih lambat.
Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda-tanda asfiksia. Kadar NaCl jantung
kiri lebih tinggi dari jantung kanan dan adanya buih serta benda-benda air
pada paru-paru.

CARA KEMATIAN
Peristiwa tenggelam dapat terjadi karena :
1. Kecelakaan
Peristiwa tenggelam karena kecelakaan sering terjadi karena korban jatuh ke laut,
danau, atau sungai. Pada anak-anak kecelakaan sering terjadi dikolam renang atau
galian tanah berisi air.
Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab kecelakaan itu antara lain karena mabuk
atau mendapat serangan epilepsi
2. Bunuh diri
Peristiwa bunuh diri dengan menjatuhkan diri kedalam air sering kali terjadi. Kadang-
kadang tubuh pelaku di ikat dengan benda pemberat agar supaya tubuh dapat
tenggelam
Sudah tentu bukan pekerjaan yang mudah untuk membedakan tenggelam karena
bunuh diri dengan pembunuhan.
3. Pembunuhan
Banyak cara yang digunakan, seperti misalnya melemparkan korban ke laut atau
memasukkan kepalanya ke dalam bak berisi air.
Dari segi patologik saja sulit dapat membedakan apakah peristiwa tenggelam itu
akibat pembunuhan atau bunuh diri. Pemeriksaan di tempat kejadian membantu.
Jika benar karena pembunuhan perlu diteliti apakah korban di tenggelamkan kedalam
ait ketika ia masih hidup atau sesudah dibunuh lebih dahulu dengan cara lain.

12
KELAINAN POS MORTEM
1. Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan luar akan ditemukan tanda-tanda sebagai berikut :
 Pakaian basah, kadang bercampur dengan lumpur
 Kulit basah, keriput, dan kadang-kadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
 Kulit telapak tangan dan telapak kaki kadang-kadang menyerupai washer
womans skin.
 Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
 Dapat ditemukan adanya tanda-tanda asfiksia
 Kadang-kadang ditemukan cadaveric spasm
 Satu-satunya tanda pada pemeriksaan luar yang memberi petunjuk kuat
terjadinya peristiwa tenggelam adalah adanya buih halus yang terbentuk
akibat acut pulmonary edema. Berwarna putih dan persisten. Buih jadi banyak
jika dada ditekan
2. Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam di temukan tanda-tanda sebagai berikut :
 Saluran napas (trachea dan bronkus) ditemukan adanya buih
 Paru-paru membesar dan pucat seperti layaknya paru-paru penderita asma
tetapi lebih berat dan basah, di banyak bagian terlihat gambaran seperti
marmer, bila permukaanya ditekan meninggalkan lekukan dan bila diiris
terlihat buih berair.
 Kondisi paru-paru seperti itu disebut emphysema aquosum, yang merupakan
petunjuk kuat terjadinya peristiwa tenggelam.
 Lambung dan osofagus berisi air dengan butir-butir pasir dan algae.
 Bila terjadi hemolysis maka akan terlihat adanya bercak hemolysis pada
dinding aorta.

TES KONFIRMASI
Berbagai tes konfirmasi dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
tenggelam, antara lain:
1. Tes Asal Air
Tes ini diperlukan untuk:

13
 Membedakan apakah air di dalam paru-paru berasal dari luar atau dari proses
edema.
 Mencocokan air di dalam paru-paru dengan air dilokasi tempat tenggelam,
yaitu dengan meneliti species dari ganggang diatome.
2. Tes Kimia Darah
Test ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hemokonsentrasi atau hemodilusi
pada masing-masing sisi dari jantung dengan cara:
 Memeriksa gaya berat spesifik dari serum masing-masing sisi
 Memeriksa kadar elektrolit dari serum masing-masing sisi, antara lain kadar
sodium dan chloride
Tes ini baru dianggap reliabel jika dilakukan dalam waktu 24 jam setelah kematian.
3. Tes Diatome Jaringan
Tes ini dapat dilakukan untuk menemukan adanya diatome pada jaringan tubuh. Jika
pada hati, otak atau sumsum tulang ditemukan diatome, maka hal ini dapat dijadikan
bukti kuat terjadinya peristiwa tenggelam.
Pada mayat yang sudah membusuk, dimana kelainan-kelainan yang dapat memberi
petunjuk tenggelam sulit ditemukan maka tes ini sangat bermanfaat.

14
DAFTAR PUSTAKA
1. Dahlan, Sofwan.2004.Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak
Hukum. Semarang : Badan Penerbit Universitas Dipenegoro: 107-123.

15

Anda mungkin juga menyukai