Anda di halaman 1dari 5

A.

Tatalaksana Usaha Peternakan Sapi Perah

Usaha peternakan sapi perah di Indonesia didominasi oleh usaha ternak sapi perah

skala kecil dan menengah. Menurut Ratnawati (2002), usaha ternak sapi perah Indonesia

memiliki komposisi peternak skala kecil (kurang dari 4 ekor sapi perah) mencapai 80 persen,

peternak skala menengah (4 - 7 ekor sapi perah) mencapai 17 persen, dan peternak skala

besar (lebih dari 7 ekor sapi perah) sebanyak 3 persen. Dengan rata-rata pemilikan sapi

sebanyak 3 -5 ekor per peternak, tingkat efisiensi usahanya masih rendah. Jika skala

kepemilikan ternak tersebut ditingkatkan menjadi 7 ekor per peternak, maka diharapkan akan

dapat meningkatkan efisiensi usaha sekitar 30 persen

Dari komposisi peternak tersebut, sumbangan terhadap jumlah produksi susu segar

dalam negeri adalah 64 persen oleh peternak skala kecil, 28 persen oleh peternak skala

menengah, dan 8 persen oleh peternak skala besar (D. Mardiningsih,2007).

Pemeliharaan tingkat produksi yang layak dan menguntungkan

Tingkat pendapatan berkaitan dengan tingkat keuntungan optimal, sehingga terkait

dengan upaya pencapaian keuntungan yang optimal, maka kita sebagai peternak harus

memahami aspek-aspek teknis dan ekonomis produksi. Tingkat efisiensi teknis produksi pada

umumnya telah mampu dicapai oleh peternak.

Adapun pemeliharaan tingkat produksi yang dapat dilakukan :


1. Memperhatikan kondisi sapi baik itu kesehatan maupun produktifitas nya.
2. Memperhatikan harga konsentrat dan hijauan ,feed convention rate pun harus di
perhatikan
3. Memperhatikan kebutuhan nutrisi sapi harian,seperti pemberiaan pakan
4. Memperhatikan upah tenaga kerja
5. Memperhitungkan lokasi yang ideal
6. Memperhatikan kebutuhan perkandangan dan kebutuhan obat-obatan untuk sapi
7. Memperhatikan jumlah sapi produktif

Dengan memperhatikan beberapa aspek diatas kita sebenarnya sudah dapat melakukan suatu

usaha produksi yang layak dan menguntungkan.


Pengupayaan dan penggunaan fasilitas kredit secara efisien dan menyeluruh

Kesanggupan para peternak dalam menyediakan jaminan bagi perolehan kredit

didominasi oleh ternak pada urutan pertama, diikuti sertifikat tanah atau surat berharga pada

urutan kedua, kendaraan bermotor pada urutan ketiga, dan rumah tinggal pada urutan

keempat. Hal tersebut cukup logis mengingat bahwa ternak sapi paling tinggi liabilitasnya

dimana apabila peternak mengalami kesulitan finansial dalam membayar pokok maupun

bunga kredit maka ternak sapi yang dimiliki akan relatif lebih mudah untuk dijual. Adapun

fasilitas kredit yang efisien dan menyeluruh harus memperhatikan beberapa hal seperti :

Jangka Waktu Pengembalian Kredit

1. Jangka waktu yang dipilih secara mayoritas oleh peternak adalah antara 1-7 tahun

(93,55 persen). Jangka waktu pengembalian di atas 7 tahun hanya relatif sedikit (6,45

persen). Mayoritas pilihan (1-7 tahun) tersebut didasarkan pada siklus suatu

usahaternak dan keinginan peternak untuk semakin cepat menikmati hasil usaha

ternaknya.

2. Analisis cash flow menunjukkan bahwa payback period yang dihasilkan adalah rata-

rata enam tahun sejak pinjaman diberikan. Nilai payback period tersebut adalah

berturut-turut sebagai berikut: 6,24 tahun (12 persen), 6,17 tahun (18 persen), 6,10

tahun (24 persen), dan 6,03 tahun (30 persen).


B. TENAGA KERJA

Perencanaan tenaga kerja

Perencanaan sumber daya manusia atau perencanaan tenaga kerja didefinisikan

sebagai proses menentukan kebutuhan tenaga kerja dan berarti mempertemukan kebutuhan

tersebut agar pelaksanaannya berinteraksi dengan rencana organisasi ( Andrew,2011 )

Dengan adanya perencanaan tenaga kerja untuk peternakan sapi perah, maka usaha

pertama yang harus dilakukan adalah mengadakan inventarisasi tenaga kerja dalam hal-hal

sebagai berikut :
1.      Jumlah tenaga kerja yang ada
2.      Kualifikasi masing-masing tenaga kerja
3.      Lama waktu masing-masing tenaga kerja
4.      Kemampuan, pengetahuan dan pendidikan masing-masing tenaga kerja
5.      Potensi bakat masing-masing tenaga kerja
6.      Minat atau perhatian tenaga kerja

Perhitungan dan pengalokasian beban kerja optimal


Perhitungan dan pengalokasian beban kerja optimal dapat menggunakan metode
Work Load Analysis (WLA),ini dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi kerja
berdasarkan total prosentase beban kerja dari job yang diberikan dalam menyelesaikan
pekerjaannya.
Perhitungan besarnya beban kerja dengan menggunakan rumus di bawah ini :

Beban Kerja = ( % Produktif x Performance Rating )x( 1 + Allowance )xTotal Menit


Pengamatan
Total Menit Pengamatan
Beban Kerja = ( % Produktif x Σ menit pengamatan ) x P x ( 1 + L ) x Y
Y x Σ menit pengamatan

Untuk penggunaan tenaga kerja yang efisien ada baiknya menentukan fungsi dari
masing-masing pekerja dan harus sesuai dengan kebutuhan pemeliharaan.

C. PEMASARAN ATAU MARKETING

Untuk pemasaran saya mengambil contoh pemasaran dari C.V Eka putra jaya, dimana
peternak untuk skala rakyat dapat mengirimkan hasil susu nya kepada perusahaan
penampung susu atau tempat pengumpul susu lalu dilanjutkan dengan pengolahan susu
dan di pengolahan susu dapat diolah menjadi berbagai macam produk susu.
Sedangkan strategi marketing menurut saya yang juga dapat dilakukan yaitu :

tempat
pengumpul retail atau
peternak pengolahan konsumen
susu grosir
susu

Untuk mempertahankan kualitas produk dan memperkecil kerusakan produk kuncinya


ada pada manajemen pengolahan yang baik dan benar sesuai dengan standar pengolahan
susu.
Sedangkan untuk meminimalisasi biaya pemasaran ada baiknya kita bekeja sama dengan
pengumpul susu dan tempat pengolahan susu.
Daftar pustaka
Andrew E, Sikula (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Erlangga
Mardiningsih,D. 2007. Tingkat Produktifitas Tenaga Kerja Perempuan Pada Peternakan Sapi
Perah Rakyat Di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman. Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro
Ratnawati, Novita. 2002. Kajian Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Peternakan Sapi
dan Kambing Perah di Pesantren Darul Falah, Ciampea, Bogor. Skripsi. Jurusan
Ilmu-ilmu Sosial E

Anda mungkin juga menyukai