Anda di halaman 1dari 22

ASURANSI KESEHATAN DAN MANAGED CARE

disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah yang dibimbing oleh


Bapak Safari Hasan, S. IP, MMRS

Oleh,
Nadia Lailin Nafiah

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PAMENANG PARE


S1 ADMINISTRASI KESEHATAN
Jalan Soekarno-Hatta Nomor 15 Bendo-Pare-Kediri Telp. (0354)393102/399840

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT. bahwa penulis telah
menyelesaikan tugas mata kuliah Asuransi Kesehatan dengan membahas
“Asuransi Kesehatan” dalam bentuk makalah.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang
penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan
materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga
kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, Amiin.

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................ 2


Daftar Isi .......................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan ......................................................................... 4
A. Latar Belakang..................................................................... 4
B. Tujuan.................................................................................. 6
BAB II Pembahasan ........................................................................ 7
A. Definisi Asuransi Kesehatan .............................................. 7
B. Prinsip & Mekanisme Asuransi Kesehatan ....................... 8
C. Perbedaan Asuransi Kesehatan & Managed Care.............. 11
D. Pelayanan Kesehatan & Model Utilisasi ........................... 12
BAB III Kesimpulan........................................................................ 21
Daftar Pustaka .................................................................................22

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hidup penuh dengan risiko yang terduga maupun tidak terduga, oleh
karena itulah kita perlu memahami tentang asuransi. Beberapa kejadian alam
yang terjadi pada tahun-tahun belakangan ini dan memakan banyak korban,
baik korban jiwa maupun harta, seperti mengingatkan kita akan perlunya
asuransi. Bagi setiap anggota masyarakat termasuk dunia usaha, resiko untuk
mengalami ketidakberuntungan (misfortune) seperti ini selalu ada. Dalam
rangka mengatasi kerugian yang timbul, manusia mengembangkan mekanisme
yang saat ini kita kenal sebagai asuransi.
Fungsi utama dari asuransi adalah sebagai mekanisme untuk
mengalihkan resiko (risk transfer mechanism), yaitu mengalihkan resiko dari
satu pihak (tertanggung) kepada pihak lain (penanggung). Pengalihan resiko ini
tidak berarti menghilangkan kemungkinan misfortune, melainkan pihak
penanggung menyediakan pengamanan finansial (financial security) serta
ketenangan (peace of mind) bagi tertanggung. Sebagai imbalannya,
tertanggung membayarkan premi dalam jumlah yang sangat kecil bila
dibandingkan dengan potensi kerugian yang mungkin dideritanya.
Pada dasarnya, polis asuransi adalah suatu kontrak yakni suatu perjanjian
yang sah antara penanggung (dalam hal ini perusahaan asuransi) dengan
tertanggung, dimana pihak penanggung bersedia menanggung sejumlah
kerugian yang mungkin timbul dimasa yang akan datang dengan imbalan
pembayaran (premi) tertentu dari tertanggung.1
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan
asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung
karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau

4
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Agar suatu kerugian potensial (yang mungkin terjadi) dapat
diasuransikan (insurable) maka harus memiliki karakteristik: 1) terjadinya
kerugian mengandung ketidakpastian, 2) kerugian harus dibatasi, 3) kerugian
harus signifikan, 4) rasio kerugian dapat terprediksi dan 5) kerugian tidak
bersifat katastropis (bencana) bagi penanggung.
Timbul pertanyaan; kematian adalah sesuatu yang pasti, mengapa bisa
diasuransikan? Meski merupakan sesuatu yang mengandung kepastian, namun
kapan tepatnya saat kematian seseorang berada diluar kendali orang tersebut.
Sehingga saat terjadinya peristiwa kematian yang betul-betul mengandung
ketidakpastian inilah yang menyebabkannya insurable. Ada dua bentuk
perjanjian dalam menetapkan jumlah pembayaran pada saat jatuh tempo
asuransi yaitu: kontrak nilai (valued contract) dan kontrak indemnitas
(contract of indemnity). Kontrak nilai adalah perjanjian dimana jumlah
pembayarannya telah ditetapkan dimuka. Misal, nilai Uang Pertanggungan
(UP) pada asuransi jiwa. Kontrak indemnitas adalah perjanjian yang jumlah
santunannya didasarkan atas jumlah kerugian finansial yang sesungguhnya.
Misal, biaya perawatan rumah sakit. Dalam hal perusahaan asuransi berusaha
menekan kemungkinan kerugian yang fatal/besar, maka dapat mengalihkan
resiko kepada perusahaan asuransi lain. Hal ini disebut reasuransi; perusahaan
yang menerima reasuransi dinamakan reasuradur.
Selain kelima karakteristik diatas, sebelum dapat diasuransikan, maka
perusahaan asuransi harus mempertimbangkan insurable interest dan anti
seleksi. Insurable interest berkaitan dengan hubungan antara tertanggung
dengan penerima santunan/manfaat – dalam hal terjadi kerugian potensial.
Contoh, perusahaan asuransi tidak akan menjual polis asuransi kebakaran
kepada pihak selain pemilik gedung yang diasuransikan. Insurable interest dlm
contoh ini adalah kepemilikan terhadap sesuatu yang diasuransikan. Begitu

5
pula hubungan keluarga, keterkaitan financial yang beralasan, juga merupakan
bentuk insurable interest. Yang dimaksud anti seleksi (kontra seleksi) mengacu
pada adanya kecenderungan lebih besar untuk ikut asuransi karena memiliki
tingkat resiko diatas rata-rata. Contoh, orang yang memiliki catatan kesehatan
buruk atau resiko pekerjaan berbahaya cenderung mau membeli asuransi.
Untuk mengurangi akibat anti seleksi, perusahaan asuransi harus dapat
mengidentifikasi dan mengklasifikasi potensi resiko atau kerugian. Proses
identifikasi dan klasifikasi tingkat resiko itu disebut underwriting atau seleksi
resiko. Namun bukan berarti anti seleksi menyebabkan pengajuan asuransinya
ditolak, karena bagi tertanggung dengan resiko kerugian diatas rata-rata dapat
dikenakan premi sub standar (premi khusus) disebabkan resikonya sub standar
(resiko khusus) kecuali jika kemungkinan kerugiannya jauh lebih tinggi,
mungkin permohonan asuransinya ditolak.

B. Tujuan
Makalah ini dibuat dengan maksud agar kita lebih mengenal dasar-dasar
mengenai asuransi kesehatan. Sehingga kita mudah menyelami seluk beluk
yang berlaku didalamnya.

6
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Asuransi Kesehatan


Salah satu definisi yang cukup komprehensif tentang suatu asuransi
adalah yang dikemukakan oleh Athern (1960) yaitu sebagai berikut :
“Asuransi adalah suatu instrument social yang menggabungkan resiko
individu menjadi resiko kelompok dan menggunakan dana yang dikumpulkan
oleh kelompok tersebut untuk membayar kerugian yang diderita. Esensi
asuransi adalah suatu intrumen social yang melakukan kegiatan pengumpulan
dana secara sukarela, mencakup kelompok resiko dan setiap individu atau
badan yang menjadi anggotanya mengalihkan resikonya kepada seluruh
kelompok”
Adapun, Black dan Skipper (1994) menyampaikan ada dua komponen
penting dalam asuransi kesehatan, yaitu transfer resiko dari individu kepada
kelompok dan berbagi kerugian (sharing of losses) diantara anggota kelompok.
Berdasarkan pengertian tersebut, mereka mendefinisikan asuransi kesehatan
sebagai berikut :
“…a social insurance where by individuals transfer the financial risks
associated with loss of health to group of individuals, and which involves the
accumulation of funds by the group from these individuals to meet the
uncertain financial losses from an illness or for prevention of an illness”.
Asosiasi Asuransi Kesehatan Amerika (Health Insurance Association of
America/HIAA) mendefinisikan asuransi kesehatan sebagai :
“…Plan of risk management that, for a price, offers the insured an
opportunity to share the costs of possible economic loss through an entity
called an insurer. An insurer is a party to the insurance contract that promises
to pay losses of benefits. Also, any corporation engageg in the business of
furnishing insurance to the public”.
Definisi HIAA ini menjelaskan asuransi merupakan manajemen paket
resiko yang mengandung unsure transfer resiko dengan membayar premi atau

7
iuran untuk berbagi resiko dan pembayaran kerugian atau paket pelayanan oleh
asuradur. Dalam definisi diatas disebutkan bahwa asuradur dapat berbentuk
perusahaan atau badan lain yang menerima dan mentransfer resiko. Oleh
karenanya, sebuah Health Maintenance Organisation (HMO) termasuk dalam
kategori insurer.
Selanjutnya, Undang-undang Republik Indonesia No.2/1992 tentang
asuransi memberikan definisi asuransi sebagai berikut :
“…Asuransi adalah perjanjian antara kedua belah pihak atau lebih
dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, kehilangan, keuntungan yang diharapkan, atau
tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang mungkin akan diderita
tertanggung, yan gtimbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau
hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”.

2. Prinsip & Mekanisme Asuransi Kesehatan


2.1. Prinsip Asuransi Kesehatan
Agar konsep operasional asuransi dapat berjalan dengan baik, ada
beberapa prinsip asuransi kesehatan yang perlu diperhatikan, antara lain :
 Asuransi kesehatan adalah suatu sistem pembiayaan kesehatan yang
berjalan berdasarkan konsep resiko. Masyarakat bersama-sama
menjadi anggota asuransi kesehatan dengan dasar bahwa keadaan
sakit merupakan suatu kondisi yang mungkin terjadi dimasa
mendatang sebagai suatu resiko kehidupan. Sehingga dalam hal ini
orang yang jelas sakit tidak dapat membeli asuransi kesehatan
komersial.
 Dalam sistem asuransi kesehatan, resiko sakit secara bersama-sama
ditanggung oleh peserta dengan membayar presmi ke suatu
perusahaan. Dengan kata lain, fungsi asuransi adalah (1) mentransfer
resiko dari satu individu ke suatu kelompok dan (2) membagi bersama

8
jumlah kerugian dengan proporsi yang adil oleh seluruh anggota
kelompok.
 Usaha asuransi kesehatan harus berdasarkan pada manajemen resiko
yang mempunyai proses sebagai berikut : menentukan tujuan,
identifikasi resiko, evaluasi resiko, mencari penanganan resiko,
melaksanakan usaha pengurangan resiko dan melakukan evaluasi.
Dengan manajemen resiko ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa bila
anggota suatu sistem asuransi kesehatan sebagian besar anggotanya
mempunyai resiko besar, maka presmi yang harus dibayar oleh para
anggota menjadi lebih besar.

2.2. Mekanisme Asuransi Kesehatan


Prinsip dasar penyelenggaraan asuransi kesehatan sebenarnya
mirip dengan prinsip gotong royong, tetapi dengan besar kontribusi
dan pertanggungan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dasar
mekanisme ini adalah the law of large number atau hukum bilangan
besar. Sesuatu kejadian yang tidak pasti (uncertain) pada tingkat
perorangan atau rumah tangga menjadi hampir pasti pada tingkat
populasi yang besar.
Dalam perkembangannya, mekanisme asuransi kesehatan
telah berproliferasi sehingga kita dapatkan berbagai bentuk asuransi
kesehatan di pasaran dunia. Bentuk modern pada awal
perkembangannya, umumnya berupa transfer resiko dengan
pertanggungan pernggantian biaya (reimbursement). Resiko yang
dipertanggungkan mulanya terbatas pada suatu resiko tertentu, seperti
kecelakaan diri, perawatan rumah sakit dan tindakan bedah.
Kemudian pertanggungan berkembang menjadi pertanggungan
komprehensif. Model asuransi kesehatan tersebut kemudian
menimbulkan maslaah pembiayaan karena “overutilisasi” dan
tingginya inflasi biaya kesehatan. Hal ini dapat dimengerti karena
adanya kecenderungan pemegang polis menggunakan pelayanan

9
berlebihan dan tidak menggunakan pelayanan kesehatan secara benar.
Dokter atau Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) cenderung
memberikan pelayanan kesehatan yang berlebihan, kadang juga
melakukan tindakan dan pemeriksaan yang berlebihan karena dibayar
dengan sistem fee for service. Terakhir, konsumen terdapat pada
posisi ignorance yang praktis tidak memiliki informasi yang cukup
mengenai kesehatan dan pelayanan yang akan mereka terima dari
PPK.

2.3. Bentuk-bentuk Asuransi Kesehatan


Bentuk asuransi kesehatan yang berkembang sampai sekarang dapat
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu bentuk sauransi kesehatan dengan
sistem reimbursement dan bentuk asuransi kesehatan managed care
dengan sistem pelayanan kesehatan oleh jaringan PPK. Untuk bentuk
asuransi kesehatan tradisional menggunakan pola hubungan bipartite,
yaitu pola hubungan dua arah antara peserta dengan pihak penyelenggara
asuransi kesehatan sebagai penanggung resiko. Pola hubungan bipartite,
yaitu pola hubungan dua arah antara peserta dengan pihak penyelenggara
asuransi kesehatan sebagai penanggung resiko. Pola hubungan bipartite,
yaitu pola hubungan dua arah antara peserta dengan pihak penyelenggara
asuransi kesehatan sebagai penanggung resiko. Pola hubungan bipartite
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Pola Hubungan Bipartit

PREMI
PENYELENGGARA
PESERTA ASURANSI KESEHATAN

GANTI RUGI

Sedangkan untuk bentuk asuransi kesehatan managed care,


menggunakan pola hubungan tripartite, yaitu hubungan antara peserta,
penyelenggara asuransi kesehatan dan pihak pemberi pelayanan kesehatan

10
yang telah dikontrak oleh pihak penyelenggara asuransi kesehatan untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada peserta. Pola hubungan seperti ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Pola Hubungan Tripartit
PROVIDER/PEMBERI
PELAYANAN PELAYANAN KESEHATAN BIAYA PELAYANAN

PENYELENGGARA
PESERTA ASURANSI KESEHATAN
PREMI

3. Perbedaan Asuransi Kesehatan dan Managed Care


Asosiasi Ahli Kesehatan Amerika (Health Insurance Association of
America/HIAA) dalam buku Managed Care part A, 1997, menjelaskan
perbedaan asuransi kesehatan tradisional dengan Managed Care seperti dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
No. Traditional Insurance Managed Care
1. Bebas memilih dokter atau Peserta harus berobat melalui health
provider provider yang telah ditentukan
2. Fee for service dengan Pembayaran ke provider
reimbursement berdasarkan prospective payment
system (kapitasi) dan atau negotiated
discount rate yang telah disetujui
3. Tidak ada integrasi / kesatuan Ada kesatuan / integrasi antara
fungsi keuangan / pembiayaan dan fungsi keuangan dan palayanan
pelayanan kesehatan kesehatan
4. Pihak asuransi menganggung Adanya risk sharing antara health
semua resiko provider dan insurer
5. Tidak ada interest dan tidak Aktif memantau kualitas dan
concerned untuk melaksanakan kelayakan pelayanan kesehatan
pemantauan
6. Relative lebih sulit karena ada Relative lebih mudah memasarkan
unsur out of pocket money untuk terutama bagi segmen pasar
mendapatkan pelayanan kesehatan perdagangan menengah kebawah
karena tanpa atau sedikit out of

11
pocket money
7. Relative lebih cepat persiapannya Pelaksanaan dan pengelolaan lebih
dan lebih mudah pelaksanaannya sulit dan memerlukan waktu
persiapan yang lebih lama untuk
memulai program Managed Care
8. Pengaturan reasuransi lebih mudah Pengaturan reasuransi managed care
karena sebagian besar reasuradur relative lebih sulit karena belum
telah melaksanakannya semua reasuradur familiar dengan
produk ini

4. Pelayanan Kesehatan Dan Model Utilisasi


4.1. Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba (1973) yang dimaksud dengan pelayanan
kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau bersama-
sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan
kesehatan seseorang, keluarga, kelompok, dan masyarakat
Pelayanan kesehatan merupakan suatu produk jasa yang unik jika
dibandingkan dengan produk jasa lainnya. Hal ini disebabkan karena
pelayanan kesehatan memiliki tiga cirri utama, yaitu :
a. Uncertainty.
Artinya adalah pelayanan kesehatan bersifat tidak bisa dipastikan baik
waktunya, tempatnya, besarnya biaya yang dibutuhkan maupun tingkat
urgensi dari pelayanan tersebut.
b. Asymetri of information.
Asymetri of information adalah suatu keadaan tidak seimbang antara
pengetahuan pemberi pelayanan kesehatan (PPK : dokter, perawat,
dsb) dengan pengguna atau pembeli jasa pelayanan kesehatan.
Ketidakseimbangan informasi ini meliputi informasi tentang butuh
tidaknya seseorang akan suatu pelayanan, tentang kualitas suatu
palayanan, tentang harga dan manfaat dari suatu pelayanan. Karena
pembeli jasa pelayanan/pasien kurang informasi (customer ignorance),

12
maka pasien pun menyerahkan sepenuhnya kepada dokter yang
bertindak terhadap dirinya. Dampak dari hal ini adalah apabila dokter
tersebut hanya berorientasi terhadap uang dibandingkan dengan tugas
mulianya, maka bisa jadi dokter tersebut memberikan pelayanan yang
sebetulnya tidak diperlukan (supply induce demand/moral hazard) atau
bisa jadi dia memberikan pelayanan dengan kualitas rendah.
c. Externality.
Externality menunjukkan bahwa pengguna jasa dan bukan pengguna
jasa pelayanan kesehatan dapat bersama-sama menikmati hasilnya.
Demikian juga resiko kebutuhan pelayanan kesehatan tidak saja
menimpa diri pembeli tetapi juga pihak lain mungkin terpapar oleh
faktor resiko yang menimbulkan penyakit. Contoh klasik adalah
konsumsi rokok yang mempunyai resiko lebih besar justru bukanlah
perokok. Mereka yang tidak membeli rokok dan tidak menghisap
rokok dapat terkena resiko sakit akibat asap rokok. Karena cirri khas
inilah, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dari publik atau
pemerintah dalam berbagai bentuk (Thabrany, 2000).
Selain itu pelayanan kesehatan juga memiliki sifat khusus yaitu bahwa
baik pihak provider maupun tertanggung jarang mempertimbangkan
aspek-aspek biaya, selama itu menyangkut masalah penyembuhan. PPK
mendapat kemudahan untuk mempraktekkan pengetahuan secara efektif
dan sekaligus mendapatkan keuntungan finansial dari seluruh tindakan
medis maupun perawatan yang dilakukan. Di lain pihak, tertanggung yang
tidak secara langsung terbebani biaya, terutama model managed care,
sehingga tidak terlalu concern masalah pembiayaan kesehatan. Tidak
heran bila di Amerika dikenal apa yang disebut the law of medical money
yang berarti bahwa hukum mengatakan berapapun jumlah uang yang
tersedia untuk pelayanan kesehatan akan selalu habis mengingat
kebutuhan para konsumen dan keinginan para pemberi pelayanan
kesehatan akan selalu disesuaikan dengan uang yang tersedia.

13
4.2. Utilisasi Pelayanan Kesehatan
Informasi tentang utilisasi pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan
oleh pihak manajemen pelayanan kesehatan, baik ditingkat pusat maupun
daerah. Dalam bisnis asuransi kesehatan informasi tingkat utilisasi
pelayanan merupakan faktor kritis untuk dapat mengelola perusahaan secara
baik. Dengan diketahui pola utilisasi pelayanan kesehatan, pola pemberian
pelayanan kesehatan, dan pembiayaan kesehatan membuktikan pihak
asuradur utnuk merancang paket jaminan kompetitif, dalam arti harga, tetapi
sesuai dengan kebutuhan medis konsumen baik individu maupun kelompok.
Yang terpenting, bagaimana mengembangkan benefit pelayanan yang dapat
digunakan secara pas dengan kebutuhan medis pemegang polis. Untuk
inilah review utilisasi pada perusahaan asuransi kesehatan menjadi pilar
penting survivalnya perusahaan.
Seperti yang disampaikan oleh Feldstein (1988), bahwa dengan
mengerti tentang utilisasi pelayanan kesehatan maka akan memungkinkan
semakin akuratnya upaya peningkatan pelayanan kesehatan di masa depan.
Artinya data dan informasi penggunaan pelayanan kesehatan merupakan
dokumen substansial untuk merancang program pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dan mampu dibeli oleh masyarakat.
Peta pemanfaatan pelayanan kesehatan dapat digunakan untuk
mengevaluasi sejauh mana efektivitas dan efisiensi dari penyelenggaraan
program pelayanan kesehatan. Dari hasil evaluasi tersebut dapat digunakan
sebagai masukan untuk perencanaan bisnis asuransi kesehatan seperti :
mengembangkan produk baru yang kompetitif di pasar asuransi kesehatan.
Pihak manajemen dapat lebih akurat membaca peluang yang ada dan
melakukan alokasi sumber daya yang ada, baik itu alokasi sumber daya
manusia maupun alokasi keuangan.
Pemanfaatan pelyanan kesehatan adalah hasil dari proses pencarian
pelayanan kesehatan oleh seseorang maupun kelompok. Pengetahuan
tentang faktor yang mendorong individu untuk membeli pelayanan
kesehatan merupakan informasi kunci untuk mempelajari utilisasi pelayanan

14
kesehatan. Mengetahui faktor-faktor yang memperngaruhi pemanfaatan/
utilisasi.
Menurut Notoatmodjo (1993), perilaku pencarian pengobatan adalah
perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau
mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan di masyarakat terutama
di Negara yang sedang berkembang sangat bervariasi. Hal ini dapat dilihat
sebagai: usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya, atau mencari
pengobatan ke fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan modern (puskesmas,
perawat, dokter praktek, rumah sakit, dll) maupun fasilitas pengobatan
tradisional (dukun, sinshe, dll).

4.3. Model-model Utilisasi Pelayanan Kesehatan


4.3.1. Model Andersen (1975)
Andersen mendeskripsikan model sistem kesehatan merupakan
suatu model kepercayaan kesehatan yang disebut sebagai model
perilaku pemnafaatan pelayanan kesehatan (behavioral model of
helath service utilization). Andersen mengelompokkan faktor
determinan dalam pelayanan kesehatan ke dalam 3 kategori
utama, yaitu: 1) karakteristik predisposisi, 2) karakteristik
kemampuan, dan 3) karakteristik kebutuhan.
4.3.1.1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics)
Karakterisrik ini digunakan untuk menggambarkan fakta
bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan
menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal
ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu yang
digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu :
a. Ciri-ciri demografi, seperti: jenis kelamin, umur,
dan status perkawinan
b. Struktur sosial, seperti: tingkat pendidikan,
pekerjaan, hobi, ras, agama, dan sebagainya.

15
c. Kepercayaan kesehatan (health belief), sperti
keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong
proses penyembuhan penyakit.
4.3.1.2. Karakteristik Kemampuan (Enabling Characteristics)
Karakteristik kemampuan (enabling characteristics)
adalah sebagai keadaan atau kondisi yang membuat
seseorang mampu untuk melakukan tindakan untuk
memenuhi kebutuhannya terhadap pelayanan kesehatan.
Andersen (1975) membaginya ke dalam 2 golongan, yaitu:
a. Sumber daya keluarga
Yang termasuk sumber daya keluarga adalah
penghasilan keluarga, keikutsertaan dalam asuransi
kesehatan, kemampuan membeli jasa pelayanan
kesehatan, dan pengetahuan tentang informasi
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
b. Sumber daya masyarakat
Yang termasuk sumber daya masyarakat
adalah jumlah sarana pelayanan kesehatan yang ada,
jumlah tenaga kesehatan yang ada, jumlah tenaga
kesehatan yang tersedia dalam wilayah tersebut,
rasio penduduk terhadap tenaga kesehatan, dan
lokasi pemukiman penduduk. Asumsi Andersen
adalah semakin banyak sarana dan jumlah tenaga
kesehatan maka tingkat pemanfaatan pelayanna
kesehatan suatu masyarkat akan semakin bertambah
4.3.1.3. Karakteristik Kebutuhan (Need characteristics)
Karakteristik kebutuhan, dalam hal ini merupakan
komponen yang paling langsung berhubungan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. Andersen (1975)
menggunakan istilah kesakitan untuk mewakili kebutuhan
pelayanan kesehatan. Penilaian terhadap suatu penyakit

16
merupakan bagian dari faktor kebutuhan. Penilaian
kebutuhan ini dapat dinilai dari dua sumber yaitu:
a. Penilaian individu (perceived Need)
Merupakan penilaian keadaan kesehatan yang dirasakan oleh
individu, besarnya ketakutan terhadap penyakit dan hebatnya
rasa sakit yang diderita.
b. Penilaian klinik (evaluated Need)
Merupakan penilaian beratnya penyakit oleh dokter yang
merwatnya. Hal ini tercermin antara lain dari hasil pemeriksaan
dan penentuan diagnosis penyakit oleh dokter.

4.3.2. Model Zschock (1979)


Zschock menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu :
1. Status Kesehatan, Pendapatan, Pendidikan
Faktor status kesehatan mempunyai hubungan yang erat dengan
penggunaan pelayanan kesehatan meskipun tidak selalu dmeikian
fenomenanya. Artinya, makin tinggi status kesehatan, maka ada
kecenderungan orang tersebut banyak menggunakan pelayanan
kesehatan. Tingkat pendapatan seseorang yang tidak memiliki
pendapatan dan biaya yang cukup akan sangat sulit mendapatkan
pelayanan kesehatan meskipun dia sangat membutuhkan pelayanan
tersebut. Akibatnya adalah tidak terdapatnya kesesuaian antara
kebutuhan dan permintaan (demand) terhadap pelayanan kesehatan.
Disamping itu, tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi
tingkat utilisasi pelayanan kesehatan. Biasanya orang dengan tingkat
pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai tingkat
pengetahuan akan informasi tentang layanan kesehatan yang lebih
baik dan pada akhirnya akan mempengaruhi status kesehatan
seseorang.
2. Faktor Konsumen dan PPK

17
Provider sebagai pemebri jasa pelayanan kesehatan mempunyai
peranan yang lebih besar dalam menentukan tingkat dan jenis
pelayanan yang akan dikonsumsi bila dibandingkan dengan konsumen
sebagai pembeli jasa pelayanan. Hal ini sangat menguntungkan
provider melakukan pemeriksaan dan tindakan yang sebenarnya tidak
diperlukan bagi pasien. Pada beberapa daerah yang sudah maju dan
sarana pelayanan kesehatan yang banyak, masayrakat dapat
menentukan pilihan terhadap provider yang sesuai dengan keinginan
konsumen/pasien. Tetapi bagi masyarakat dengan sarana dan fasilitas
kesehatan yang terbatas maka tidak ada pilihan lain kecuali
menyerahkan semua keputusan tersebut kepada provider yang ada.
3. Kemampuan dan Penerimaan Pelayanan Kesehatan
Kemapuan membayar pelayanan kesehatan berhubungan erat
dengan tingkat pelayanan kesehatan. Pihak ketiga (perusahaan
asuransi) pada umumnya cenderung membayar pembiayaan kesehatan
tertanggung lebihbesar dibanding dengan perorangan. Sebab itu, pada
Negara dimana asuransi kesehatan sosial lebih dominan atas komersial
atau sistem asuransi kesehatan nasional, peranan asuradur sangat
penting dalam menentukan penggunaan palyanan kesehatan.
4. Resiko Sakit dan Lingkungan
Faktor resiko dan lingkungan juga mempengaruhi tingkat
utilisasi palyanan kesehatan seseorang. Resiko sakit tidak akan pernah
sama pada setiap individu dan datangnya penyakit tidak terduga pada
masing-masing individu. Disamping itu, faktor lingkungan sangat
mempengaruhi status kesehatan individu maupun masyarakat.
Lingkungan hidup yang memenuhi persyaratan kesehatan memberikan
resiko sakit yang lebih rendah kepada individu dan masayrakat.

c. Model Andersen dan Anderson (1979)


Andersen dan Anderson, menggolongkan model yang dilakukan
dalam penelitian utilisasi pelayanan kesehatan dalam 7 kategori

18
berdasarkan tipe variabel yang digunakan sebagai faktor yang
menentukan dalam utilisasi pelayanan kesehatan yaitu :
1. Model Demografi (Demographic Model)
Pada model ini, variabel-variabel yang dipakai adalah umur,
seks, status perkawinan, dan besarnya keluarga. Variabel ini
digunakan sebgai ukuran atau indicator yang mempengaruhi utilisasi
pelayanan kesehatan.
2. Model Struktur Sosial (Social Structural Model)
Di dalam model ini, variabel yang dipakai adalah pendidikan,
pekerjaan, dan etnis. Variabel ini mencerminkan status social dari
individu atau keluarga dalam masyarakat, yang juga dapat
menggambarkan tingkat pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh
masyarakat itu sendiri.
3. Model Sosial Psikologis (Social Psychological Model)
Dalam model ini, variabel yang dipakai adalah penegtahuan,
sikap, dan keyakinan individu dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan. Variabel psikologi ini mempengaruhi individu untuk
mengambil keputusan dan bertindak dalam menggunakan pelayanan
kesehatan yang tersedia.
4. Model Sumber Keluarga (Family Resource Model)
Dalam model ini variabel yang dipakai adalah pendapatan
keluarga dan cakupan asuransi kesehatan. Variabel ini dapat
mengukur kesanggupan dari individu atau keluarga untuk memperoleh
pelayanan kesehatan. Makin komprehensif paket asuransi yang
sanggup individu beli, makin menjamin pelayanan kesehatan yang
dibutuhkan dapat dikonsumsi oleh individu.
5. Model Sumber daya Masyarakat (Community Resource Model)
Pada model ini variabel yang digunakan adalah penyediaan
pelayanan kesehatan dan sumber-sumber di dalam masyarakat. Pada
dasarnya mosel sumber daya masyarakat ini adalah suplai ekonomis
yang berfokus pada ketersediaan seumber kesehatan pada masyarakat.

19
Artinya, makin banyak PPK yang tersedia, makin tinggi aksesibilitas
masyarakat untuk menggunakan pelayanan kesehatan.
6. Model Organisasi (Organization Model)
Pada model ini variabel yang digunakan adalah pencerminan
perbedaan bentuk-bentuk sistem pelayan kesehatan. Biasanya variabel
yang digunakan adalah :
a. Gaya (style) praktek pengobatan (sendiri, rekanan, atau
kelompok)
b. Sifat alamiah (nature) dari pelayanan tersebut (membayar
langsung atau tidak)
c. Lokasi pelayanan kesehatan (pribadi, rumah sakit, atau klinik)
d. Petugas dari pelayanan kesehatan yang pertama kali dikontak
oleh pasien (dokter, perawat, atau yang lainnya)
7. Model Sistem Kesehatan
Model ini mengintegrasikan keenam model diatas ke dalam
suatu model yang lebih sempurna, sehingga apabila dilaukan analisa
terhadap penyediaan dan utilisasi pelayanan kesehatan harus
dipertimbangkan semua faktor yang berpengaruh di

20
BAB III
KESIMPULAN

Asuransi kesehatan merupakan suatu produk jasa yang menawarkan suatu


bentuk pertanggungan khususnya dalam bentuk tanggungan finansial saat
seseorang bermasalah dengan status kesehatannya. Dan bentuk produk asuransi
yang berkembang saat ini adalah sistem managed care, yang dalam
pelaksanaannya, penyedia jasa asuransi kesehatan melibatkan langsung pemberi
pelayanan kesehatan yang terintegrasi pada produk layanannya. Dari uraian diatas
kita dapat mengetahui manfaat asuransi kesehatan diantaranya ialah :
1. Memberikan jaminan perlindungan dari resiko-resiko yang diderita satu
pihak.
2. Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan
pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang
memakan banyak tenaga, waktu, dan biaya.
3. Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang
jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti / membayar sendiri kerugian
yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti.
4. Dasar bagi paa pihak bank untuk memberikan kredit karena bank
memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh
peminjam uang.
5. Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan
dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk
asuransi jiwa.
6. Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha saat ia
mengalami kerugian

21
DAFTAR PUSTAKA

 Abbas Salim. Dasar-dasar Asuransi, Raja Grafindo Persada, Jakarta,


1996.
 Hasymi Ali, Bidang Usaha Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta 1995.
 Mehr & Osler. Modern Life Insurance (the Mac Millan Coy, New
York).
 Harold J. Hoflich. Asuransi di Negara UnderdeVeloped (LPEM/UL
1961).
 Harold J. Hoflich. Asuransi, Indonesia Insurance Monographs
(LPEM/UI, 1% 1).
 Radiks Purba. Memahami Asuransi di Indonesia, Teruna Grafica.
Jakarta, 1995.
 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Asuransi Indonesia.
 sumber : Morton, G. (1999). Principles of Life and Health Insurance.
LOMA.
 sumber: http://www.media-asuransi.com

22

Anda mungkin juga menyukai