Anda di halaman 1dari 5

DESKRIPSI MATERI

PERTEMUAN 5: PEMERIKSAAN PERSIDANGAN DALAM PERKARA


PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI
MATA KULIAH: HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI
DOSEN PENGAMPU: DADANG GANDHI, SH., MH.

PENGANTAR
Dalam pemeriksaan persidangan perkara pengujian undang-undang dilakukan setelah
hakim atau majelis hakim memutuskan bahwa pemohon telah memiliki legal standing
atau pemohon telah memiliki kedudukan hukum.
Pemeriksaan persidangan ini baru dapat dilakukan setelah pemeriksaan pendahuluan
dilaksanakan, yaitu meliputi:
a. pemeriksaan kualifikasi pemohon, kewenangan bertindak dan sura kuasa;
b. kedudukan hukum atau legal standing pemohon berdasarkan undang-undang
mahkamah konstitusi;
c. penyederhanaan masalah yang diajukan pemohon, termasuk integrasi perkara-
perkara yang memiliki posita dan petitum yang sama menyangkut undang-
undang yang sama;
d. kebutuhan perubahan permohonan, sesuai dengan ketentuan undang-undang,
baik atas saran hakim maupun atas keinginan pemohon sendiri;
e. saksi dan ahli yang pokok-pokok pernyataanya mendukung permohonan yang
telah diajukan dahulu
f. jumlah saksi dan ahli yang harus dibatasi;
g. alat-alat bukti yang diajukan secara terbuka
setelah pemeriksaan pendahuluan dilakukan dan majelis hakim sudah memutuskan
bahwa pemohon telah memenuhi syarat, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan
persidangan dengan menghadirkan pemerintah, DPR dan kalau perlu DPD.
Yang lebih penting lagi pemeriksaan dapat diajukan kepemeriksaan persidangan oleh
pleno setelah panel dalam pemeriksaan pendahuluan yakin akan adanya legal standing
untuk mengajukan permohonan di depan MK.

TUJUAN PERKULIAHAN
Setelah mempelajari materi perkuliahan ini, maka mahasiswa mampu untuk
melakukan hal sebagai berikut;
a. memahami dan menjelaskan ruang lingkup materi yang dibahas dalam
persidangan pada Pengujian Undang-Undang
b. memahami dan menjelaskan perincian dari masing-masing materi yang dibahas
dalam persidangan pengujian undang-undang sampai pada putusan sidang.

DESKRIPSI MATERI: PEMERIKSAAN PERSIDANGAN DALAM PENGUJIAN


UNDANG-UNDANG DI MAHKAMAH KONSTITUSI
Berdasarkan PMK Nomor 06/ PMK/ 2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara
Pengujian Undang-Undang, khususnya pada Pasal 13 mengatur tentang materi
pemeriksaan persidangan, yaitu:
1. Ayat (1) a. pemeriksaan pokok permohonan;
b. pemeriksaan alat-alat bukti tertulis
c. mendengarkan keterangan Presiden/ Pemerintah;
d. mendenganrkan keterangan DPR dan/atau DPD;
e. mendengarkan keterangan saksi
f. mendenganrkan keterangan ahli
g. mendenganrkan keterangan pihak terkait
h. pemeriksaan rangkaian data, perbuatan, dan/atau peristiwa yang berkesesuaian
dengan alat-alat bkti lain yang dapat dijadikan petunjuk;
i. pemeriksaan alat-alat bukti yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optic atau yang serupa dengan
itu.

2. Ayat (2) atas permintaan hakim, keterangan terkait dengan permohonan c sampai g
wajib disampaikan baik berupa keterangan tertulis, risalah rapat, dan/atau rekaman
secara elektronik dalam jangka waktu selambat-lambatnya tujuh hari setelah
diterimanya permintaan dimaksud.

3. Ayat (4) setelah pemeriksaan persidangan dinyatakan selesai, pihak-pihak diberikan


kesempatan menyampaikan kesimpulan akhir secara lisan dan/atau tertulis selambat-
lambatnya tujuh hari sejak hari persidangan terakhir, kecuali ditentukan lain dalam
persidangan.

Di dalam perkara permohonan yang diajukan ke MK, maka tidak menggunakan kata
penggugat tetapi menggunakan kata pemohon, dan tidak menggunakan kata tergugat
tetapi termohon.
Untuk acara pemeriksaan persidangan diawali dengan pemeriksaan pokok
permohonan yang diajukan oleh hakim atau majelis hakim, diawali dengan
mengajukan berbagai pertanyaan kepada pemohon atau kuasanya termasuk juga
dengan berbagai alat bukti tertulis yang diajukan oleh pemohon.
Di dalam pemeriksaan pokok perkar atersebut pemohon harus memberikan
penje;lasan kepada majelis hakim mengenai isi/ alasan permohonan tersebut (posita),
meliputi;
a. bahwa pemohon sebagai WNI memiliki kedudukan hukum yang tegas dan
dilindungi oleh UUDN RI Tahun 1945 dan telah mengalami kerugian secara
konstitusional dengan telah di undangkanya Undang-Undang dimaksud;
b. kerugian konstitusional tersebut harus dijelaskan seperti apa bentuknya dan
bentuk kerugian yang dialami emohon tersebut harus dijelaskan secara perinci,
sehingga para pihak yang mendengarkan persidangan bisa labih memahami
apa yang disampaikan pemohon;
c. setelah pemohon menyampaikan materi permohonanya, pemohon juga harus
bisa menjelaskan bahwa bagian, pasal, dan/atau ayat yang dimohonkan untuk
pengujian tersebut bertentengan dengan pasal dan/atau ayat dari UUDN RI
tahun 1945;
d. setelah tahap di atas dilalui, selanjutnya pemohon menyampaikan alat-alat bukti
apa saja untuk mendukung dalil-dalil yang telah disampaikan pada acara
sebelumnya;
e. setelah pihak pemohon menyampaikan materi permohonan, maka acara
persidangan selanjutnya mendenganrkan keterangan dari Presiden/
Pemerintah. Biasanya keterangan yang disampaikan pada tahap ini
Presiden/Pemerintah sebagai termohon tidak hadir dan telah memberi kuasa
kepada menteri atau menteri lain terkait di bidang hukum. Yang dimaksud
dengan menteri yaitu menteri yang memiliki tanggung jawab pada waktu
suatu rancangan Undang-Undang sampai menjadi Undang-Undang dan
menteri terkait yaitu menteri yang memiliki tanggung jawab di bidang hukum.
Didalam prakteknya pada waktu pemeriksaan persidangan ini menteri-menteri
tersebut telah menguasakan kepada para pejabat eselon 1 dan eselon 2 di
kementrian tersebut untuk menghadiri persidangan dan didampingi oleh saksi
beserta ahli yang sudah ditunjuk oleh menteri yang bersangkutan.
f. Didalam acara mendenganrkan presiden/ pemerintah ini pihak pemerintah telah
siap dengan jawaban atas permohonan pengujian oleh pemohon. Pemerintah
dalam membuat jawabannya maka jawaban tersebut ditanda tangani tersebut
oleh menteri teknis, dan disamping itu juga menteri tektis tersebut membuat
resume atas jawaban yang disampaikan ke MK yang namanya opening
statmen, sehingga jawaban yang disampaikan tersebut ada jawaban yang
sifatnya luas da nada jawaban summary.
g. Di dalam membuat jawaban, pemerintah membataasi hanya terkait dengan
materi atau dalil-dalil yang ditanyakan atau yang dimohonkan oleh pemohon.
Jadi semua dalil-dalil yang dimohonkan oleh pemohon itu wajib dijawab oleh
termohon yang intinya menjelaskan atau memberi informasi bahwa apa yang
dimohonkan oleh pemohon tersebut dibantah dengan alasan-alasan yang
memenuhi kadar aturan perundang-undangan.
h. Di dalam menjawab atau memberikan keterangan terkait jawaban pemerintah,
maka posisi pemerintah tidak pernah memberi kuasa kepada kuasa hukum
untuk beracara di MK, berbeda dengan posisi pemohon yang bisa saja
bertindak untuk dan atas nama pemohon. Alasan kenapa pemerintah memberi
kuasa kepada kuasa hukum, karena yang mengetahui dan memahami proses,
prosedur maupun tata cara penyusunan rancangan undang-undang sampai
dengan telah menjadi undang-undang bukan pihak lain, tetapi pemerintah
sendiri, sehingga tidak mungkin untuk acara mendenganrkan keterangan
Presiden/ Pemerintah di kuasakan kepapa kantor kuasa hukum Tentu saja
dalam memberikan jawaban tersebut, pihak pemerintah selalu berkoordinasi
dengan DPR agar jawaban yang disampaikan oleh pemerintah ataupun DPR
tidak bertentangan satu sama lain, tetapi saling mengisi atau mendukung satu
sama lain.
i. Selain pemerintah, dpr dan/atau DPD diberikan kewajiban untuk memberikan
jawaban/ keterangan atas materi permohonan pemohon. Keterangan DPR
adalah keterangan resmi DPR baik secara lisan maupun tertulis yang berisi
fakta-fakta yang terjadi pada waktu pembahasan dan/atau risalah yang
berkenaan dengan pokok perkara. Dalam memberikan keterangan, DPR
diwakili oleh pimpinan DPR dan pimpinan DPR dapat memberi kuasa
pimpinan dan/atau anggota komisi yang membidangi hukum, komisi terkait
dan/atau anggota DPR yang ditunjuk dan kuasa pimpinan DPR dapat
didampingi oleh anggota komisi, anggotapanitia, dan/ atau anggota DPR
lainnya yang terkait dengan pokok permohonan .
j. Apabila undang-undang yang dimohonkan pengujian merupakan Undang-
Undang yang awal proses pembentukannya melibatkan DPD, maka DPD
wajib memberikan keterangan walupun dalam proses pembentukannya
khususnya penentuan keputusan menjadi undang-undang tidak melibatkan
DPD.
k. Di dalam memberikan ketrerangan, antara pemberian keteragan yang
disampaikan DPR dengan yang disampaikan DPR/Pemerintah, pada
prinsipnya sama artinya DPR bertindak atas nama lembaga negara yang dalam
sistim hukum Indonesia ditempatkan sebagai lembaga yang memiliki
kewenangan sebagai lembaga pembentuk undang-undang yang diatur dalam
Pasal 20 Ayat (1) UUDN RI 1945, artinya secara teritis DPR harus dapat
memberikan keterangan bahwa Undang-Undang yang dimohonkan untuk diuji
oleh pemohon sudah sesuai dengan UUDN RI Tahun 1945 dan Undang-
Undang yang merupakan produk politik DPR tersebut tidak menimbulkan
kerugian konstitusional yang dialami oleh pemohon. Yang biasanya mewakili
DPR untuk memberikan keterangan tersebut adalah anggota DPR yang secara
materi sangat memahami sekali tentang isi materi dan proses pembahasan
rancangan-undang-undang sampai dengan rancangan undang-undang tersebut
telah mendapatkan persetujuan presiden/Pemerintah;
l. Di dalam memberikan keterangan, pemohon maupun termohon di berikan
kewajiban untuk menghadirkan para saksi da ahli. Yang dimaksud dengan
keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang dalam
persidangan tentang suatu peristiwa atau keadaan yang didengar, dilihat,
dan/atau dialami sendiri. Sedangkan keterangan ahli adalah keterangan yang
diberikan oleh seseorang yang karna pendidikan dan/atau pengalaman
memiliki keahlian atau pengetahuan mendalam yang berkaitan dengan
permohonan, berupa pendapat yang bersifat ilmiah, teknis atau pendapa
khusus lainnya tentang suatu alat bukti atau fakta yang diperlukan untuk
pemeriksaan permohonan.
m. Terkait denga saksi, biasanya MK melalui panitranya atau pihak penghubung
baik untuk kepentingan pemohon maupun termohon memberikan informasi
bahwa jumlah saksi harus dibatasi karena akan mempengaruhi alokasi waktu
yang disediakan di dalam memberikan keteranggannya. Disamping itu juga
masing-masing saksi yang sudah dipastikan itu tidak boleh memberika
keterangan yang satu sama lain sama materinya, artinya antara saksi yang satu
dengan lainnya harus saling mendukung dan ini berlaku untuk saksi dari
pemohon maupun termohon. Pengalaman kami sebagai pihak termohon atau
Pemerintah (basanya sebelum saksi itu memberikan keteranagn, maka para
saksi dikumpulkan terlebih dahulu untuk tujuan menyatukan persepsi terkait
dengan apa yang akan disampaikannya, tentu saja para saksi itu diberikan
tugas untuk mempelajari secara seksama materi permohonan termohon agar
mengerti dan memahami betul apa yang termuat dalam materi permohonan
termohon
n. Terkait dengan ahli, pada prinsipnya sama juga dengan saksi, artinya MK juga
membatasi jumlah ahli yang akan memberikan keterangan keahliannya.
Sebelum memberikan keterangannya beberapa ahli yang sudah ditunjuk oleh
pemerintah mengadakan pertemuan dengan pihak pemerintah, tujuan dari
pertemuan itu tidak lain adalah kesediaan ahli untuk memberikan keterangan
keahliannya dalam pengujian Undang-Undang. Dalam menetapkan ahli
tersebut pemerintah cukup selektif dan disesuaikan dengan keahlian dari
masing-masing ahli tersebut sesuai dengan materi Undang-Undang yang akan
diuji. Keterangan ahli satu sama lain tidak boleh sama tetapi disesuaikan
dengan keahlian dari para ahli tersebut tetapi ujung-ujungnya bermuara pada
materi undang-undang yang sedang diuji. Masing-masing ahli mempunyai
kewajiban untuk membuat tulisan dan diajdika satu kesatuan dengan jawaban
pemerintah dan keterangan saksi, dan kesemuanya itu harus dikirimkan
sebelum acara persidangan di MK.
o. Untuk pemeriksaan keterangan saksi dan ahli dari pemohon pada prinsipnya
sama dengan pihak termohon, yang membedakannya yaitu saksi dan ahli dari
pemohon harus konsisten dengan materi permohonan pemohon, artinya
keterangan saksi dan ahli haris betul-betul mendukung materi permohonan,
oleh karena itu saksi dan ahli harus juga mempelajari dan memahami dengan
baik materi permohonan pemohon. Saksi harus tau isi/ materi posita/petitum
begitu juga ahli harus yau materi posita/petitum dan yang lebih menarik dalam
pengujian undang-undang itu yaitu keterangan ahli dari pemohon dengan
keterangan ahli dari termohon salaing memberikan keterangan keahliannya
sesuai dengan kepakarannya yang kadan-kadang bisa mengetahui teori apa
yang dikeluarkan oleh para ahli ini dalam memandang permasalahan yang
sama, yaitu suatu bagian pasal atau ayat suatu undang-undang yang sama. Para
ahli akan berbeda pendapat sesuai dengan keahliannya, padahal membehas
pendapat yang sama dan ini mengandung perbedaan kepentingan apakah
berada di pihak pemohon ataupun termohon yang ujung-ujungnya
menimbulkan keterangan abu-abu.
p. Untuk pemeriksaan alat-alat bukti baik dari pemohon maupun termohon dalam
prakteknya di persidangan tidak selamanya dibahas oleh majelis hakim, tetapi
tetap disam[aikan sebagai alat bukti masing-masing pihak. Apabila majelis
hakim telah cukup mendapatka informasi dari masing-masing pihak, maka ini
akan dijadikan bahan pertimbangan majelis;
q. Setelah semua tahapan pemeriksaan dilakukan oleh majelis hakim, maka
majelis hakim memberikan kesempatan kepada pemohon dan termohon untuk
menyampaikan suatu kesimpulan akhir terkait dengan proses persidangan.
Kesimpulan tersebut biasanya disampaikan secara tertulis paling lama tujuh
hari kerja semenjak akhir dari persidangan;
r. Setelah para pihak menyampaikan kesimpulannya biasanya hakim membentuk
rapat permusyawaratan hakim (RPH) sebagai persiapan majelis hakim untum
mengambil putusan.
Dalam padal 30 PMK Nomor 06/ PMK/ 2005 mengatur tentang RPH yaitu dalam hal:
1. Ayat (1) RPH mendengar, membahas dan/atau mengambil keputusan mengenai
a. laporan panel tentang pemeriksaan pendahuluan
b. laporan panel tentang pemeriksaan persidangan
c. rekomendasi panel tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan permohonan
d. pendapat hukum (legal opinion) para hakim
e. hasil pemeriksaan persidangan pleno dan pendapat hukum para hakim
f. hakim yang menyusun rancangan putusan
g. rancangan putusan akhir
h. penunjukan hakim yang bertugas sebagai pembaca terakhir rancangan putusan
i. pembagian tugas pembacaan putusan dalam sidang pleno.

Anda mungkin juga menyukai